Beranda / CEO / GAIRAH CINTA TERLARANG / Bab 111 - Bab 120

Semua Bab GAIRAH CINTA TERLARANG: Bab 111 - Bab 120

143 Bab

Kejutan Tak Terduga

Part 111"Bedanya dimana, Pak?" tanya Marsya, duduknya mulai tidak tenang."Coba anda lihat sendiri!" Marsya meraih kedua kertas tersebut. Revan menatap ke arah Marsya yang disibukkan dengan kertas di tangannya."Ini yang jelas-jelas benar, ditulis tangan sebulan yang lalu oleh Mama saya!" tegas Marsya.Marsya berusaha meyakinkan kuasa hukum Mama Rina, bahwa surat yang diberikannya adalah yang sah. Aku tidak banyak berkomentar, karena tidak tertarik sama sekali dengan hartanya almarhumah Mama Rina. Revan tersenyum sinis melihat Marsya yang mengebu-gebu dalam menjelaskan pendapatnya.Kuasa hukum Mama Rina terdiam, hanya senyum tipis yang menghiasi bibirnya. Sesekali mengelengkan kepalanya melihat tingkah Marsya yang teguh pada pendirianya."Maaf, surat yang asli surat yang saya bawa, bukan yang Bu Marsya berikan," ujar kuasa hukum Mama Rina.Marsya meradang, tatapan kemarahan dia arahkan untukku. Berusaha tenang, meski degupan jantung tidak lagi normal. Cara Marsya memandangku tidak ub
Baca selengkapnya

Jatuh ke kolam

Part 112Langkah itu semakin mendekat, senter di tanganku semakin redup cahayanya. Tekukku terasa disentuh sesuatu benda yang keras. Kedua tanganku di raih seseorang dan diikat ke belakang. Aku meronta sekuat tenaga. Namun, aku kalah sigap dengannya, mataku di ikat dengan kain."Jalan, jangan melawan!" bisikknya di telingaku.Jantungku terus berpacu, tidak henti-hentinya mengucap nama Allah. Langkah semakin berat ku ayunkan. Tidak lama, mereka memintaku berdiri."Mama!" teriak Rangga dan Adiba."Rangga, kamu dimana, Nak?" teriakku memanggilnya."Tenang, Tan!" Suara Revan terdengar di dekatku."Van, tolong!" teriakku sekuat tenaga.Revan tidak menjawab, tapi, seseorang sedang membuka ikatan tanganku. Secepatnya menarik tangan dari belakang dan membuka penutup mataku. Pemandangan yang ditangkap oleh netraku sungguh di luar bayanganku."Suprise!" teriak Marsya bersemangat.Rangga dan Adiba meloncat kegirangan. Arisya berada dalam gendongan Ayahku. Revan berdiri di sampingku dengan senyum
Baca selengkapnya

Kehilangan Dua Buah Hati

Part 113Aku beranjak mendekati lemari dan mengambil baju, lalu ke kamar mandi. Mereka masih tidak bergerak, kuurungkan niatku untuk mandi, mendekati tubuh Rangga yang paling dekat dengan posisiku saat ini."Bangun, Nak. Jangan akting lagi," ucapku seraya meraba tubuhnya dengan tanganku."Ya Allah," gumamku pelan.Tubuh Rangga terasa dingin seperti es. ku raih tangannya untuk mencari denyut nadinya."Tidaaaak!" teriakku histeris.Denyut nadi Rangga tidak lagi berfungsi, kudekatkan jariku ke bawah hidungnya membuatku semakin histeris. Ku sibak baju yang membalut tubuh kecil anakku. Terlihat tusukan benda tajam tepat di jantungnya."Bangun, Nak. Bangun!" teriakku seraya mengoyang-goyangkan tubuh Rangga.Aku meraung-raung seperti orang gila. Beranjak mendekati Adiba, keadaan Adiba tidak berbeda dengan Rangga. Mereka berdua sudah tidak bernafas. Kubalikkan badan untuk melihat Mbak pengasuh, hasilnya sama mereka bertiga tidak lagi bernafas.Aargggh!Aku berlari dengan sisa-sisa tenagaku, m
Baca selengkapnya

Putus Asa

Part 114Aku merutuki diri sendiri, karena, membiarkan Marsya berada di dekat anak-anakku. Salahkah aku tuhan berbuat baik kepada mereka yang telah menyakitiku?Aaarrrghhh!"Apa salahku padamu Tuhan? Aku melakukan semua perintah-Mu, kenapa Engkau menghukumku seberat ini, kenapa?" jeritku histeris.Aku tertunduk di depan rumah, gelapnya malam membuatku tidak tahu harus mencari kemana buah hatiku. Ibu membujukku masuk ke dalam rumah. Sirine polisi terdengar membelah keheningan malam. Tubuhku bergetar hebat, hati dan jiwaku hancur bagaikan gedung diguncang gempa dengan kekuatan yang dahsyat."Cari kemana pun, Aku tidak mau tahu bagaimana caranya. Aku mau hasil yang secepatnya!" bentak Revan dengan ponsel di telinganya.Aku berlari ke dalam menaiki tangga menuju kamar. Beberapa polisi sedang memasukkan tubuh Rangga dan Adiba ke dalam kantong mayat untuk diautopsi. Menghambur memeluk tubuh kaku Adiba dan menciuminya."Minggir, jangan bawa anakku!" teriakku seraya menepis tangan polisi yang
Baca selengkapnya

Pemakaman

part 115"Taniaaa!" Terdengar teriakan Revan memanggil namaku.Mobil berhenti tidak jauh dari tempatku berdiri. Tubuhku basah oleh keringat dingin. Revan menarik tubuhku dari badan jalan. Aku masih kaku berdiri tanpa gerak. Tatapan kosong, pikiran hampa dan logika yang tidak lagi berfungsi."Kalau mau bunuh diri jangan di depan mobil saya!" teriak pemilik mobil penuh emosi."Maaf, Pak!" teriak Revan seraya meletakkan kedua tanganya di dada sebagai isyarat permintaan maaf.Mobil yang hampir menabrakku melaju cepat membelah kesepian malam yang dingin. Aku tertunduk di trotoar beralaskan aspal yang berdebu. Kupeluk lutut dengan kedua tanganku. Bayangan Rangga dan Adiba yang terbujur kaku bersimbah darah menari-nari dalam ingatan. Suara tawa kemenangan Marsya seakan begitu dekat terdengar, menyiksa batinku.Revan memaksaku kembali ke rumah. Kata maaf dia ucapkan saat membopong tubuhku. Dia menghempaskan tubuh munggilku di atas sofa. Binar kemarahan terpancar dari bola mata indahnya. Denga
Baca selengkapnya

Lamaran Dalam Duka

"Ibu ... Ayah ... Revan tahu, ini bukan saat yang tepat untuk membicarakan hal ini. Namun, Revan mohon kepada Ayah dan Ibu untuk menyetujui keinginan Revan," ujar Revan, dia bersimpuh di kaki Ayah."Apa, Nak?" tanya Ayah pelan."Izinkan Revan menikahi Tania, Yah," ujar Revan seraya melirik ke arahku.Tangisku terhenti mendengar kalimat yang diucapkan oleh Revan. Mataku mengarah menatapnya penuh tanda tanya. Aku tidak pantas untuk mendampingi lelaki sebaik Revan, ditambah lagi aku masih berduka, karena kepergian kedua buah hatiku. Terlebih lagi, putri kecilku belum diketahui kabar berita."Tidak, aku tidak mau ... aku tidak mau, Van," lirihku dengan pandangan menunduk."Tenang, sayang," ucap Ibu pelan, tangan lembutnya membelai lembut pundakku."Bu, Tania tidak mungkin menikah dalam keadaan duka seperti ini, Tania tidak mau," ujarku dengan linangan air mata."Ayah terserah dengan Tania, ayah tidak tahu harus bicara apa lagi," sahut Ayah dengan wajah kelelahan di tambah kecewa yang meng
Baca selengkapnya

Setuju

Ayah tidak menjawab, dia hanya menarik tubuhku dalam pelukannya. Dadanya terasa naik turun menahan isak tangis. Betapa jahatnya aku, bukannya kebahagiaan yang aku persembahkan untuk mereka. Melainkan luka yang begitu dalam karena memilih orang yang salah untuk menemani hidupku."Pertemukan Tania dengan Revan, Yah," ujarku kepada Ayah.Kami bertiga larut dalam air mata, entah sampai kapan rasa sakit ini akan setia bertahta dalam keluargaku.****Hari ini tepatnya satu minggu aku kehilangan Arisya. Polisi belum menemukan keberadaan Marsya. Rasa sakitku jangan ditanya lagi, berhari-hari nafsu makanku hilang. Berdiam diri berjam-jam di sudut rumah, tanpa satu pun solusi yang kunjung aku dapat.Revan memerintahkan beberapa orang dari pihak kepolisian untuk menjaga rumahku. Rasa nyaman tidak mampu lagi aku rengkuh meski di rumahku sendiri."Nak, Revan datang," ujar Ibu di ambang pintu.Aku diam tidak bergeming, malas rasanya harus bertemu dalam keadaan yang acak-acakan tanpa semangat sepert
Baca selengkapnya

Bahagia dalam Duka

Part 118"Aku ... aku mau menjadi istrimu, tapi, tolong bantu aku mencari anakku," lirihku dengan air mata yang mengalir.Aku tidak tahu, apakah keputusanku salah atau benar. Setidaknya, aku percaya Revan akan menjagaku dengan segenap jiwanya. Kesetiaan yang dulu dan sekarang untukku adalah salah satu bukti yang perlu aku pertimbangkan.Revan bangun dari duduknya, raut wajah tampannya terlihat berubah. Ada bahagia di binar di bola mata indahnya, Kuarahkan pandangan sekilas dan kembali ke alam khayalku."Kamu tenang saja, semuanya akan aku urus, Aku akan mengabari kedua orang tuaku. Aku akan segera kembali," ujar Revan dengan girang.Orang tua, bukannya orang tua Revan sudah meninggal sejak lama. Ah, sudahlah, beban pikiranku sudah terlalu banyak. Kutepiskan segala pikiran yang menambah beban hatiku. Aku kembali duduk menatap daun yang digoyangkan angin. Ada rasa nyaman saat melihatnya.Dua jam sudah aku duduk berdiam diri dengan memeluk lutut. Seperti orang yang sedang depresi, sekali
Baca selengkapnya

Menikah

Part 119Acara pernikahanku kali ini akan dilaksanakan secara diam-diam agar berita ini tidak sampai ke telinga Marsya. Itulah yang di katakan oleh Revan. Aku tidak mempermasalahkan itu semua, karena ada atau tidaknya pernikahan kami tidak berpengaruh besar untukku."Maafkan kesalahan Tania, Bu," lirihku pelan.Ibu hanya bergumam pelan, memberiku kehangatan yang tidak pernah tergantikan. Pelukannya menjadi obat untukku. Sepanjang malam tidur dalam belaian Ibu, sebelum Revan mengantinya.Paginya, Ibu membangunkanku pagi ini lebih cepat dari pada biasanya. Selesai melaksakan kewajibanku pada Allah. Aku duduk termenung di kursi panjang di balkon kamarku, angin pagi menerpa wajah. Netraku belum mampu melihat dedaunan yang dimainkan angin, karena gelap masih setia menemani.Beberapa jam lagi akan kembali menjadi seorang istri. Harusnya aku bahagia, masih ada lelaki yang menerimaku di tengah berbagai prahara yang memporak-porandakan hati.Mulut bisa berbohong, tapi tidak dengan hati. Rasa t
Baca selengkapnya

Mencari Arisya

part 120Revan mengenalkan kedua orang tua yang ikut bersamanya. Ternyata, mereka berdua adalah orang tua angkat Revan. Papanya , Shandy Pratama adalah bagian dari kepolisian yang jabatannya Jenderal. Sekarang, aku paham, kenapa para polisi yang selama ini aku temui, seakan tunduk pada Revan. Jawabannya karena dia adalah anak Jenderal.Lalu ... tentang pekerjaan Revan dan untuk apa dia bolak-balik ke Amerika, jawabannya belum aku temui. Kedua orang tua Revan terlihat berkelas. Namun, keduanya tidak sombong, buktinya, mereka mau menerima wanita sepertiku mendampingi Putra mereka.Banyak pembicaraan yang bergulir antara kedua keluarga kami. Papanya Revan berjanji akan menggerahkan anak buahnya untuk mencari Marsya dan mengembalikan Arisya ke sisiku. Air mataku tidak berhenti mengalir, melihat ketulusan kedua orang tua angkat Revan menerima diriku dengan segala kekuranganku.Aku merebahkan tubuhku di kursi panjang di balkon kamarku. ruanganku sudah di sulap layaknya kamar pengantin, enta
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
101112131415
DMCA.com Protection Status