Home / CEO / GAIRAH CINTA TERLARANG / Chapter 131 - Chapter 140

All Chapters of GAIRAH CINTA TERLARANG: Chapter 131 - Chapter 140

143 Chapters

Rencana Masa Depan

part 131"Aku malu, Van. Bertemu banyak orang dalam kondisiku yang sekarang ini, aku belum siap," jujurku pada Revan."Aku hanya ingin mengenalkanmu pada dunia. Bahwa kamu sekarang sudah jadi milikku," ujar Revan seraya mengenggam tangaku.Duduk di pelaminan kedua kalinya, dalam kondisi hati yang masih berantakan. Rasanya aku tidak sanggup melakukan itu semua. Namun, haruskah aku mengecewakan Revan? Lelaki yang senantiasa ada dalam dukaku.Apakah adil untuknya, jika aku menolak keinginan kecilnya untuk bersanding denganku. Kutepiskan rasa gelisah dan resah. Mencoba memantapkan hati demi dia yang yang selalu hadir dalam duka dan laraku."Kalau kamu menolak ... ya sudah nggak apa-apa," lirih Revan seraya membalikkan badannya dariku."Siapa yang menolak? Aku mau kok," jawabku seraya bergelayut manja di bahunya.Revan berbalik mengusap pucuk kepalaku, ciuman hangat dia labuhkan di keningku. Ucapan terima kasih dia bisikkan di telingaku."Kamu mau acaranya seperti apa?" tanya Revan bersema
Read more

Penyatuan Cinta

part 132"Ah ... jadi hilang moodnya," ucapku pelan."Yakin hilang? Jadi udahan, ni?" tanya Revan seraya beranjak bangun dari sampingku.Aku diam, membuang muka dari Revan. Terlihat tawanya yang dikulum, dia sengaja mengerjaiku. Aku tidak boleh goyah, malu 'kan? Kalau wanita minta duluan.Walau pada dasarnya, pahalanya sangat banyak. Namun ini kali pertama, malu rasanya menghadapi lelakiku."Sudah jangan gengsian, kalau mau bilang mau," goda Revan dengan kekehan menyebalkan.Aku menghela nafas panjang, lelaki tampanku sedang mencoba mengodaku. Menyebalkan, mengapa bercandanya di saat-saat seperti ini. Hasrat sudah memuncak di kepala membuat tubuhku terasa panas."Bercanda terus sampai pagi!" protesku dengan cebikan kesal."Iiih ... gitu terus mukanya, gemesin," ujar Revan seraya mendekapku erat."Kamu sakit, Tan?" tanya Revan tiba-tiba. Itu pastinya karena suhu tubuhku meningkat dari pada biasanya.Aku tersenyum malu-malu, alis Revan naik sebelah melihat tingkahku. Menatap Revan lekat
Read more

Anak Karmila

part 133"Kamu anaknya Karmila, ya?" tanyaku saat bayang wajahnya terlihat di foto yang terpasang rapi di samping tangga rumah Karmila."Iya Bu, aku anak Mama Karmila," jawabnya dengan binar kesedihan."Kamu sama siapa di sini?" tanyaku ingin tahu.Bagaimana bisa anak sekecil ini mengemis? Tidak adakah keluarga Karmila yang menjaga mereka. Bermacam pertanyaan merasuki pikiranku."Sama Nenek dan dan Adek," jawabnya polos.Air mataku berderai, anak di depanku adalah luka masa laluku. Mengapa Allah mempertemukan aku kembali dengannya?"Sayang, kamu kenapa? Ini siapa?" tanya Revan menghampiri."Ini anaknya Karmila, Pa," jawabku pelan."Kenapa kamu mengemis? Kamu sama siapa, Nak?" tanya Revan pada anak lelaki itu."Sama Nenek dan Adek, kami nggak punya uang untuk makan, Pak," ujarnya anak lelaki itu polos.Derai air mataku kian menganak sungai, mereka tidak bersalah. Mengapa mereka harus menanggung beban kedua orang tuanya. Aku tidak sanggup melihat keadaannya di hadapanku. Anak seumuran d
Read more

Kebahagian

part 134"Sayang, undangannya mau yang seperti ini, nggak?" tanya Revan saat aku sedang merapikan baju Arisya, di tangannya ada beberapa contoh model undangan.Lelaki berhidung mancung itu meletakkannya di atas meja. Beberapa undangan dengan desain yang mewah dan berkelas."Ini saja, sepertinya bagus," ujarku seraya menunjuk salah satu undangan yang menurutku menarik."Boleh, tinggal hubungi percetakannya. Urusan undangan beres. Sayang kita ke rumah Mama sebentar mau?" tanya Revan."Apa sih yang nggak buat Papa sayang, lagian sejak nikah kemarin kita belum pernah mengujungi mereka," ujarku apa adanya."Bawa Arisya juga, ya, takutnya kita telat pulang. Sayang dianya ditinggal terus," pungkas RevanAku bergegas menemui ibu, meminta bantuannya untuk membereskan keperluan putri kecilku. Benar kata Revan, Arisya terlalu sering di tinggal.Urusan Arisya beres, melangkah menuju kamar. Lelakiku baru saja selesai mandi, handuk masih terlilit di tubuhnya."Sayang!" dia berlari mendekatiku yang
Read more

Benarkah Marsya kembali?

part 135Kami berkumpul di meja makan, sarapan pagi sebelum kami kembali ke rumah ayah. Mama sudah mempersiapkanya sebelum aku turun ke dapur."Makan yang banyak, biar mama cepat dapat cucu baru," ujar mama dengan senyum merekah, membuatku salah tingkah dan hampir tersedak."Mama mau punya berapa cucu," ujar Revan seraya memasukkan roti ke mulutnya, dengan sengaja kuinjak kakinya di bawah kolong meja."Ooooouuucch!" pekik Revan."Kenapa, Van?" tanya papa dengan wajah serius.Revan melirik ke arahku, ku balas tatapannya dengan raut wajah mengancam."Nggak apa-apa, Pa," ujar pelan."Mama pingin punya cucu 12 orang, pasti lucu-lucu, ya 'kan, pa?" ucapan mama di sambut gelak tawa papa dan Revan. Giliran aku yang meringis."Seru tu, Ma. Di buat tim sepak bola," ujar Revan dengan cengiran di sudut bibirnya."Iya, seru pastinya!" mama tertawa bahagia.Kami melanjutkan sarapan dengan suka cita. Kebersamaan yang tidak akan terlupakan. Banyak wejangan yang diberikan orang tua Revan untuk kami
Read more

Teror

part 136Aku berjalan setengah berlari menuju ke luar Mall. Puluhan orang sudah berkerumun di pos satpam."Dasar wanita gila!" teriak lelaki dalam kerumunan."Tangkap saja!""Bunuh!"Beragam teriakan dan hujatan terdengar dari warga yang berkerumun. Suara tangisan Arisya mengema di antara riuh suara kerumunan manusia."Maaf! Permisi!" teriak Revan meminta jalan di antara kerumunan warga.Aku berhasil mencapai ke dalam ruangan. Ku lihat Arisya dalam pelukan lelaki yang tidak aku kenali. Secepat kilat, ku raih Arisya kecilku. Kudekapnya erat, kuciumi wajahnya berkali-kali. Meringsek menuju sudut ruangan.Revan meraih tubuhku dan mendekap erat memberikan kenyaman yang sejenak yang sempat hilang."Van, ini wanita yang bersama anak kamu," ujar lelaki yang memegang Arisya tadi.Aku menyerahkan Arisya pada Revan, mataku beralih menatap benci ke arah wanita yang mengunakan cadar di hadapanku."Kamu siapa, hah? Kenapa kau mengambil anakku?" tanyaku berusaha menahan emosi.Wanita di hadapanku d
Read more

Menjelang Hari H

part 137"Orang dalam? Memangnya siapa yang Mama curigai?" tanya Revan, matanya berbalik menatapku."Ya ... Mama juga tidak tahu siapa," ujarku pelan."Kalau nggak tahu, nggak boleh curiga dosa yang ada," pungkas Revan.Aku hanya mengangguk pelan, meski rasa penasaran masih di bertahta di hati. Revan memintaku untuk lebih waspada dalam menjaga Arisya dan diriku sendiri. Sangat tidak enak hidup di penuhi rasa was-was yang membuat gerak dan ruang lingkup kita terbatas.Mau tidak mau, hal itu yang harus aku lakukan untuk sementara ini. Berbagai prahara yang terjadi membuatku takut dalam menghadapi dunia, melihat keramaian saja membuat pikiranku tidak tenang.****Hari ini membongkar barang-barang di dalam lemari. Memilih beberapa barang dan pakaian yang akan aku bawa ke Amerika.Banyak sekali barang-barang yang aku bawa pulang dari rumahku dulu. Ratusan sepatu dan tas pemberian Satria masih tersimpan rapi. Sangat tidak masuk akal jika aku membawa semuanya ke Amerika. Yang ada pesawatnya
Read more

Hilangnya Gaun Pegantin

Part 138Malam ini semua orang di rumah di sibukkan dengan berbagai pekerjaan untuk menyambut acara besok pagi. Rumah Ayah sudah di sulap bak negeri dongeng, dekorasi sungguh sangat sempurna. Melihat semua yang Revan persiapkan untukku membuatku takjub.Bersujud syukur kepada Allah menganugerahi lelaki yang mampu menjadi imam yang baik untukku. Suasana hati tidak mampu dilukiskan dengan kata-kata. Bahagia yang tiada duanya, meski ini bukan yang pertama."Tidak lama lagi kalian akan jauh dari kami," ujar Mama dengan raut wajah sedih."Ma ... kita 'kan bisa VC, telpon-telponan, lagian belum tentu kami selamanya di sana," ujarku lembut seraya membelai pundaknya Mama yang mulai terisak."Mama cuma sedih jauh dari kalian, tapi ... mama bisa apa, ini yang terbaik untuk kehidupan kalian, biarkan mama menanggung rindu ini seorang diri sampai waktu mempertemukan kita lagi," ujar mama seraya menyeka air mata di wajah senjanya."Maafkan Tania, Ma. Kehadiran Tania membuat Revan menjauh dari Mama
Read more

Bahagia yang Terusik

Part 139Kami bergerak menuju ruangan CCTV, degup jantungku tidak tenang. Kenapa masih ada yang mengangguku? Padahal aku tidak pernah menganggu orang.Suami tampanku mengotak-atik isi di dalam layar monitor, mata awasku mengamati setiap pegerakan gambar yang tertera di layar monitor. Beberapa menit melihat secara rinci, tapi tidak ada yang terlihat membawa gaunku."Aaaaarrrrggghhh! Kenapa Tuhan terus mengujiku dengan begitu banyak masalah? Salah aku apa, hah?!" teriakku histeris. Kepalaku tidak sanggup memikirkan beban berat yang menyerang otakku.Mama memelukku erat, keringat dingin memabasahi tubuhku. Ini masih pagi, tapi hawa panas menyelimutiku. Tubuhku gemetar, wajahku mendadak pias, bermacam pikiran mengitari kepalaku."Van, gimana, ni?" tanya mama saat melihatku tersungkur dilantai.Terlihat Revan mengusap wajahnya kasar, menarik nafas dalam lalu membuangnya. Dia mondar-mandir di hadapanku, wajahnya panik, terlihat kekecewaan di wajahnya."Mama jaga Tania, Revan mau ke bawah se
Read more

Siapa yang Tertusuk Pisau?

Part 140Seiring berjalannya waktu, cinta tidak kunjung saya utarakan. Tania bersikap layaknya sahabat sejati untuk saya, membantu biayai kuliah, membuatkan makanan kesukaan saya. Semua dia lakukan yang terbaik untuk saya, begitu juga saya selalu pasang badan untuk membuatnya bahagia. Namun kembali ke awal, label sahabat yang tercipta. Semakin hari, cinta saya semakin dalam untuknya. Akan tetapi rasa tidak pantas terus saja mendera hati. Hingga, jantung saya seperti berhenti berdetak tatkala Tania mengenalkan lelaki yang dulu menjadi suaminya. Dunia saya hancur, terpuruk dalam.Tegar ... sikap itulah yang saya tunjukkan padanya. Saya sempat percaya akan kalimat "AKU JUGA BAHAGIA ASAL DIA BAHAGIA" , tapi kenyataanya saya kalah, kalah pada perasaan sendiri. Memilih lari dari pada mati melihatnya menjadi milik orang lain." Revan menjeda ucapannya. Dia menatapku penuh cinta, para tamu diam tanpa bicara, acara begitu terasa sakral."Terima kasih," bisikku pelan."Boleh kah saya melanjutkan
Read more
PREV
1
...
101112131415
DMCA.com Protection Status