Semua Bab Audacity: Bab 91 - Bab 100
159 Bab
90. Zul dan Ayah
Adrian Ini bagai hujan emas di siang bolong.Semua menjadi semulus sutra, tapi karena terlalu bagus membuatku tidak percaya. Pasti ada udang di balik batu.Mencurigai Tuan Zul sangat tidak beralasan. Dia pria baik, terlampau baik. Lagi pula dia kenal Ayahnya, sesuatu yang menjadi nilai plus jika dia pria baik. Seperti bisa membaca hatiku dia bertanya, "Ada apa Pahlawan? Kamu terlihat murung, apa ada yang salah?"Aku menggeleng, menuntaskan pekerjaan terakhir di tubuhnya. "Nah, tidak ada. Tuan Zul, bagaimana kondisi peternakan?"Aku tak tahu apa yang membuatnya terkekeh, yang jelas sekarang dia pergi menuju counter untuk membayar upahku. 
Baca selengkapnya
91. Pengakuan Alex
Fany Siluet sosok pria duduk di sofa dalam remang, memangku satu kaki. Bukan Adrian, dia tidak punya jalan masuk ke sini kecuali jika dia bisa terbang dan menembus dinding."Jangan keluar, aku hanya ingin bicara."Ya Tuhan, suaranya begitu dalam. Aku kenal pemilik suara itu, tapi ... "Siapa kamu?" Aku mengambil mug untuk senjata, menyalakan lampu kamar. Benar dugaanku. "Alex? Kenapa kamu bisa masuk kemari? Keluar! Atau aku teriak!"Alex berdiri menghampiriku, menangkap mug yang kupegang. "Tenang, aku tidak ada niat buruk. Yang aku inginkan hanya bicara denganmu sekarang.""Kamu---"Dia
Baca selengkapnya
92. Saran Joshua
Fany Aku meneguk air dalam gelas ke-tiga sambil duduk di sofa. Kerongkonganku kering.Aku tahu hidup adalah pilihan, tapi apa selalu hanya ada dua pilihan? Apa jawaban tidak boleh kuciptakan sendiri.Kalau memang benar perusahaan Ayah dalam masalah, aku harus membantunya. Aku tahu perusahaan itu harta karun ayah yang akan dia jaga dengan segala cara. Jika memang benar kata Alex tadi, berarti semua menjadi jelas. Itu alasan Ayah bersikap baik ketika berhadapan dengan Alex.Menerima tawaran Alex berarti mengkhianati hati kecilku, cintaku pada Adrian. Entah apa reaksi Adrian kelak ketika mengetahui pengkhianatanku. Aku merebahkan diri ke sofa, yang empuk, berusaha menenangkan pikiran, tapi tidak bisa.
Baca selengkapnya
93. Lone Star
Adrian   Sore di Texas, begitu panas dan berbeda dari California. Di sini sedikit tandus, dan banyak mobil tua berseliweran di jalan yang tak terlalu padat. Bahkan ada polisi berkuda lewat, lengkap dengan topi koboi. "Sherif, apa kabar?" tegur Tuan Zul, sambil mengangkat jari ketika mobil chevrolet yang kami tumpangi melintas di sebelah kuda hitam yang Sherif tunggangi.  Dia menarik tepi topi, membalas sapaan.  Mobil berbelok ke jalan setapak.  "Lihat di sana, itu barn tempat tinggal kuda dan sapi."  Dia memandang empat barn besar berjajar di lahan luas rerumputan yang menguning di dalam pagar kayu. "Tugasmu simple Ad
Baca selengkapnya
94. Bersama Adrian ke Surga
Fany Libur telah tiba. Beratus kali Alex menghubungiku dari kemarin, tapi jawabanku tetap sama. Aku tidak bisa ikut dengannya ke Paris atau ke tempat manapun.Sekarang aku duduk di jok sebelah kemudi dalam mobil Adrian, memeriksa tas ransel hitam besar yang kutaruh di antara kami.Ketika mobil berhenti karena lampu merah, suara decakan Adrian membuatku gusar. Lalu dia berkata dengan suara lambat dan berat."Semua sudah disiapkan di sana, buat apa membawa semua itu?""Diamlah, kamu bukan wanita, tahu apa?"Kemarin Adrian mengajakku tamasya. Katanya dengan menggunakan tabungan gaji, dia berhasil menyewa 'surga' untukku. Tentu aku sangat be
Baca selengkapnya
95. Hari Pertama Texas
Fany Aku sering naik jet pribadi, tapi bersama Adrian ini yang pertama. Dia seperti bocah yang girang memperkenalkan sesuatu yang baru pada temannya, merasa paling tahu."Pilot kita namanya Devon, bisa dihubungi pakai telepon ini." Dia duduk berselonjor kaki menggoyang telepon."Oh ya?""Tidak percaya?" Dia menghubungi pilot pakai telepon kabel. "Hello Devon."Terdengar suara pria di telepon. "Ada apa Tuan?" Oh Tuhan Adrian, dia benar-benar seperti bocah."Tidak apa-apa, Nyonya Bened hanya ingin mampir ke minimarket, apa bisa?"Devon terkekeh mendengar bualannya yang menyebalkan."Dia punya tradisi Pak Pilot, tradisi memaksa orang mampir ke minimarket kalau se
Baca selengkapnya
96. Koboi
Fany Semakin dekat, semakin lambat, hingga sosok itu terlihat jelas. Di luar dugaan, bukan menyeramkan, tapi menyebalkan. Tuhan, kenapa engkau memberi Adrian sifat usil.Si tampan memakai kemeja kotak-kotak lengan panjang berhias kain merah yang terikat di kerah seperti dasi scout boy, rompi kulit hitam, celana jeans ketat, juga sepatu koboy. Dia menarik topi koboi turun ke depan. Gayanya seperti koboi asli. Aku suka gayanya, terlebih sekarang dia bersandar daun pintu. "G'night lady." Gaya bicaranya seperti orang Texas saja.Aku tersenyum sambil netraku berotasi pada porosnya. "Adrian Bened, apa yang kamu lakukan?""Memberi koboi untukmu.
Baca selengkapnya
97. Demi Senyum Fany
Adrian   Kami berjalan menuju kamar utama. Aku mau ikut masuk ke sana, tapi Fany mendorong dadaku dengan lembut, mencegahku melangkah lebih dalam. "Nah, kamu tidur di kamar lain."  "Ayolah, bagaimana jika ada hantu yang mengganggumu?" Dia berjinjit, bagian belakang telapak kaki terangkat supaya bisa mengecup bibirku. "Selamat malam koboiku." Dia menutup pintu dengan lembut dari dalam kamar, hingga nyaris tanpa suara. Aku mendesah keras, melangkah pelan ke kamar sebelah sambil menendang angin. Sial, padahal tadi kesempatan baik untuk membawanya ke surga dunia. Semua karena pakaian koboi konyol itu, semua berantakan. Sepertinya memang
Baca selengkapnya
98. Mesin Rodeo
Adrian Tuan Dohl Downson memiliki badan besar tak kalah dengan banteng. Ketika menunggang alat rodeo, seperti melihat banteng naik sapi. Ketika musik Ghost Rider in The Sky mulai membahana, mengiringi goyang alat rodeo yang seperti meminta ampun keberatan, badan Tuan Dohl mulai bergoyang seperti kena gempa. Pasti susah menjadi mesin rodeo yang harus membuatnya tetap bergoyang, kalau bisa menjatuhkannya Semakin lama semakin liar gerak alat itu. Maju mundur, bergerak ke kiri dan kanan mengocok Tuan Dohl.Aku gagal menahan tawa melihat Tuan Dohl seperti koboi sungguhan menunggang banteng, bahkan Fany ngakak sambil menepuk meja. Siapapun pasti tergelituk melihat kaki Tuan Dohl mengangkang ketika permainan rodeo bergerak liar. Tangan kan
Baca selengkapnya
99. Alamat Dohl
Adrian Suara kekeh Tuan Dohl yang sering kudengar dulu tetap sama, memecah ketegangan, membuat dua anaknya memandang bingung.Dia memperkenalkan dua gadis anaknya. "Ini Rose dan Quincy. Perkenalkan, dia Adrian Bened, anak sahabat Ayah."Gadis muda yang kuterka seumuranku adikku Kimberly. Sesuai namanya, dia secantik bunga memang, kurus seperti remaja lain, terlihat mempesona karena memakai kemeja warna olive berkombinasi dengan celana jeans mini. Dia menyalamiku dengan tangannya yang lembut dan ya Tuhan, aku tahu arti pandangannya itu, mungkin terpesona padaku.Sementara bocah kecil menyebalkan bernama Quincy. Sama seperti bola kecil logam bersayap di quidditch Harry Potter, suara desisnya mengusikku. Dia enggan bersalaman, memandang seperti kucing yang terusik. 
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
89101112
...
16
DMCA.com Protection Status