Adrian
Suara kekeh Tuan Dohl yang sering kudengar dulu tetap sama, memecah ketegangan, membuat dua anaknya memandang bingung.
Dia memperkenalkan dua gadis anaknya. "Ini Rose dan Quincy. Perkenalkan, dia Adrian Bened, anak sahabat Ayah."
Gadis muda yang kuterka seumuranku adikku Kimberly. Sesuai namanya, dia secantik bunga memang, kurus seperti remaja lain, terlihat mempesona karena memakai kemeja warna olive berkombinasi dengan celana jeans mini. Dia menyalamiku dengan tangannya yang lembut dan ya Tuhan, aku tahu arti pandangannya itu, mungkin terpesona padaku.
Sementara bocah kecil menyebalkan bernama Quincy. Sama seperti bola kecil logam bersayap di quidditch Harry Potter, suara desisnya mengusikku. Dia enggan bersalaman, memandang seperti kucing yang terusik.
FanySekarang giliran seorang pemuda tampan naik ke mesin rodeo. Teman-temannya gaduh mendukung sambil menggebrak meja, padahal benda itu belum mulai bergerak. Mereka mirip dengan para anggota team american football kampusku, gagah, berani, kampungan.Aku tak terlalu peduli pada mereka, perlahan mendekati pria bersetelan jas tua hitam yang sibuk menulis sesuatu di atas meja sudut ruang.Sepertinya kehadiranku mengganggu. Dia memandang sejenak lalu kembali menulis. "Jika ingin berkenalan dengan pria di atas mesin, nanti. Tunggu sampai gilirannya selesai, mengerti, Nona?"Kasar juga cara dia menjawab. Mungkin karena aku gadis.Suara dehemanku memaksanya menaruh pulpen ke meja. Bagus, sekarang aku bisa
FanySambil mengunyah kentang goreng aku memperhatikan tingkah Bened bersama gadis muda di sisi lain bar. Dia kira dia hebat?Ya, selama ini aku selalu bersama Alfred dan dirinya. Mungkin karena itu dia mengira aku tidak bisa menggaet lelaki secara acak.Dia salah, aku bisa saja menaklukkan ratusan lelaki. Hanya saja Tuhan selalu menjadi panutanku. Kali ini akan kutunjukkan betapa hebatnya diriku di depanmu, Bened nakal."Nah, minuman telah datang."Teman-teman Clint membantu pelayan menaruh tankard, gelas kayu besar berisi minuman. Dia menaruh tankard spesial ke hadapanku.Bir? Entahlah, tapi bening tanpa ada busa-busa yang menutup di bagian atas. Minuman tanpa rasa.
AdrianAku tertawa ketika Fany menggila di atas mainan rodeo. Andai dia berada di atas badanku, apa juga seperti itu?"Siapa dia?" Rose ikut menikmati gerakan Fany dengan sedikit bernada jengkel. "Kenalanmu?""Tunangan." Aku berbalik memandang Rose yang mengangguk pelan sambil membentuk o dengan bibirnya.Semoga dengan menjawab seperti ini bisa membuat dia menyerah. Namun, dia malah menyeringai nakal, mengintip ke arah Fany."Oh lihat, dia didekati lelaki lain. Apa benar dia tunanganmu?"Aku menoleh mendapati seorang koboi membantunya berdiri, lalu-- "Sialan, berani sekali dia menepuk pantat Fany seperti itu?""Sepertinya 'tunanganmu' direbut orang." Rose suks
[POV Adrian]-----Aku mau menyalami koboi sial, tapi Fany berulah. Entah apa maunya dengan menarik lenganku turun."Adrian jangan." Dia berbisik, mengancam dengan lirikan tajam. "Sudah cukup, baik, aku salah membiarkannya menyentuhku, tapi aku punya alasan untuk itu. Kumohon jangan ikut--""Baik." Aku menjabat tangan koboi, membuat Fany bertambah gencar mencubit pinggangku.Aku tahu Fany hanya menjadi Fany. Dia hanya khawatir, tapi seharusnya dia paham rasa khawatirku ketika ada tangan menjamahnya. Dia hartaku. Lagipula aku lelaki, sudah tugasku menjaga kehormatannya."Adrian Bened!" Kasar dia mencubit pinggangku. "Apa yang kamu lakukan, hah? Bertarung rodeo melawan koboi? Dia hidup dengan semua
[POV Fany]-----Kami kembali ke mansion. Adrian berusaha menggandengku, tapi … dia menyebalkan.Aku masuk ke kamar, mendorongnya mundur ke luar."Kenapa?" tanyanya, sambil memekarkan tangan ke samping. "Aku hanya ingin menemanimu."Kenapa aku tidak kaget jika dia bersikap seperti ini? "Pertama, tadi di bar kamu menyebalkan. Kedua, kamu pikir kita suami istri ketiga, aku marah!""Oh, marah?" Dia malah cengar-cengir. "Aku kira kalau kamu marah pasti akan diam seribu bahasa."Aku menepuk kening, mengangguk sambil memejam. "Oh iya, terima kasih sudah mengingatkan.""Tunggu, Fan, hei tunggu--"Aku tutup kedua daun pintu di depan wajahnya, mengunci rapat dari dalam. Dia menggedor, memanggil-manggil, masa bodoh."Fan, di sini sepi, banyak hantu!"
[POV Fany]-----Hantu benar-benar membuat semua berantakan. Aku tidak punya rencana berbagi kasur dengan Adrian, tapi keadaan memaksa.Jajaran guling menjadi pemisah kami. 70-30, bagian kasurku lebih luas darinya dan dia tidak protest.Aku melihat kipas putar bersayap empat di langit-langit kamar, bergerak pelan, seperti pikiranku yang bergerak mencari jalan keluar dalam masalah rodeo."Adrian, bagaimana kalau kita pulang saja besok ke California?"Dia membuka mata berbalik badan menghadapku. "Kenapa? Kamu takut tidur di sini?"Aku mengangguk kecil. Salah satu alasanku ya itu, tapi ada alasan lain. Aku berbalik menghadapny
[POV Adrian]-----Aku membuka mata. Jam dinding memberitahu sekarang tepat jam lima pagi. Langit gelap, udara menggigit kulit, suara kokok ayam menyapa dari luar. Suatu hal yang jarang kudengar kala berada di pusat kota.Setelah berjanji merubah diri, aku mulai terbiasa bangun pagi. Bukan suatu yang buruk, kan?Di sebelahku Fany terlentang di atas kasur, mendengkur kecil. Bidadariku sepertinya kelelahan. Tadi malam mungkin dia tidak bisa tidur, lantaran masalah hantu. Kasihan. Sebenarnya aku ingin mengajaknya jogging, tapi ya sudahlah. Biar dia istirahat.Aku menarik bantal yang dia pakai perlahan. Satu saja cukup, untuk apa dia menumpuk dua bantal? Malah membuat napasnya terganggu.Sete
[POV Adrian]-----Tanpa basa-basi aku menarik kerah kemeja satu dari kawanan penculik. Ketika dia memandang balik, dua bogemku nelayang menghantam wajah di balik balaclava hitam, membuatnya sempoyongan, hingga jatuh."Timmie!" Seorang dari mereka menolong korbanku. "Kamu tidak apa-apa?" Dia membuka balaclava.Hidung Timmie mimisan dan sepertinya dia pingsan.Aneh, mereka tidak bereaksi kecuali saling pandang, melepas Minerva. Gadis itu bersembunyi di balik lenganku, sementara anjingnya malah mengibas ekor sambil menggonggong, seperti tidak punya insting melindungi nyonyanya.Menurut pengalamanku, preman memiliki insting menolong temannya dengan cara mengeroyok. Ada apa sebenarnya? Bah, d