Adrian
Aku tertawa ketika Fany menggila di atas mainan rodeo. Andai dia berada di atas badanku, apa juga seperti itu?
"Siapa dia?" Rose ikut menikmati gerakan Fany dengan sedikit bernada jengkel. "Kenalanmu?"
"Tunangan." Aku berbalik memandang Rose yang mengangguk pelan sambil membentuk o dengan bibirnya.
Semoga dengan menjawab seperti ini bisa membuat dia menyerah. Namun, dia malah menyeringai nakal, mengintip ke arah Fany.
"Oh lihat, dia didekati lelaki lain. Apa benar dia tunanganmu?"
Aku menoleh mendapati seorang koboi membantunya berdiri, lalu-- "Sialan, berani sekali dia menepuk pantat Fany seperti itu?"
"Sepertinya 'tunanganmu' direbut orang." Rose suks
[POV Adrian]-----Aku mau menyalami koboi sial, tapi Fany berulah. Entah apa maunya dengan menarik lenganku turun."Adrian jangan." Dia berbisik, mengancam dengan lirikan tajam. "Sudah cukup, baik, aku salah membiarkannya menyentuhku, tapi aku punya alasan untuk itu. Kumohon jangan ikut--""Baik." Aku menjabat tangan koboi, membuat Fany bertambah gencar mencubit pinggangku.Aku tahu Fany hanya menjadi Fany. Dia hanya khawatir, tapi seharusnya dia paham rasa khawatirku ketika ada tangan menjamahnya. Dia hartaku. Lagipula aku lelaki, sudah tugasku menjaga kehormatannya."Adrian Bened!" Kasar dia mencubit pinggangku. "Apa yang kamu lakukan, hah? Bertarung rodeo melawan koboi? Dia hidup dengan semua
[POV Fany]-----Kami kembali ke mansion. Adrian berusaha menggandengku, tapi … dia menyebalkan.Aku masuk ke kamar, mendorongnya mundur ke luar."Kenapa?" tanyanya, sambil memekarkan tangan ke samping. "Aku hanya ingin menemanimu."Kenapa aku tidak kaget jika dia bersikap seperti ini? "Pertama, tadi di bar kamu menyebalkan. Kedua, kamu pikir kita suami istri ketiga, aku marah!""Oh, marah?" Dia malah cengar-cengir. "Aku kira kalau kamu marah pasti akan diam seribu bahasa."Aku menepuk kening, mengangguk sambil memejam. "Oh iya, terima kasih sudah mengingatkan.""Tunggu, Fan, hei tunggu--"Aku tutup kedua daun pintu di depan wajahnya, mengunci rapat dari dalam. Dia menggedor, memanggil-manggil, masa bodoh."Fan, di sini sepi, banyak hantu!"
[POV Fany]-----Hantu benar-benar membuat semua berantakan. Aku tidak punya rencana berbagi kasur dengan Adrian, tapi keadaan memaksa.Jajaran guling menjadi pemisah kami. 70-30, bagian kasurku lebih luas darinya dan dia tidak protest.Aku melihat kipas putar bersayap empat di langit-langit kamar, bergerak pelan, seperti pikiranku yang bergerak mencari jalan keluar dalam masalah rodeo."Adrian, bagaimana kalau kita pulang saja besok ke California?"Dia membuka mata berbalik badan menghadapku. "Kenapa? Kamu takut tidur di sini?"Aku mengangguk kecil. Salah satu alasanku ya itu, tapi ada alasan lain. Aku berbalik menghadapny
[POV Adrian]-----Aku membuka mata. Jam dinding memberitahu sekarang tepat jam lima pagi. Langit gelap, udara menggigit kulit, suara kokok ayam menyapa dari luar. Suatu hal yang jarang kudengar kala berada di pusat kota.Setelah berjanji merubah diri, aku mulai terbiasa bangun pagi. Bukan suatu yang buruk, kan?Di sebelahku Fany terlentang di atas kasur, mendengkur kecil. Bidadariku sepertinya kelelahan. Tadi malam mungkin dia tidak bisa tidur, lantaran masalah hantu. Kasihan. Sebenarnya aku ingin mengajaknya jogging, tapi ya sudahlah. Biar dia istirahat.Aku menarik bantal yang dia pakai perlahan. Satu saja cukup, untuk apa dia menumpuk dua bantal? Malah membuat napasnya terganggu.Sete
[POV Adrian]-----Tanpa basa-basi aku menarik kerah kemeja satu dari kawanan penculik. Ketika dia memandang balik, dua bogemku nelayang menghantam wajah di balik balaclava hitam, membuatnya sempoyongan, hingga jatuh."Timmie!" Seorang dari mereka menolong korbanku. "Kamu tidak apa-apa?" Dia membuka balaclava.Hidung Timmie mimisan dan sepertinya dia pingsan.Aneh, mereka tidak bereaksi kecuali saling pandang, melepas Minerva. Gadis itu bersembunyi di balik lenganku, sementara anjingnya malah mengibas ekor sambil menggonggong, seperti tidak punya insting melindungi nyonyanya.Menurut pengalamanku, preman memiliki insting menolong temannya dengan cara mengeroyok. Ada apa sebenarnya? Bah, d
[POV Adrian]-----Langit mulai membiru. Cuitan burung semakin sering terdengar mengiringi langkah kami.Minerva berhenti melangkah, menghadapku dengan santai."Well, sampai bertemu lagi, Adrian. Senang melihatmu berpegang setia pada pertunangan."Aku membalas lambaian kecil pada Minerva di pertigaan, dia lanjut menempuh jalan arah kanan sementara peternakan Dohl berada di sisi kiri.Sebagian hatiku ingin percaya pada Minerva, tapi dia wanita, selalu mendahulukan hati. Sementara sebagai lelaki aku pernah berada di posisi Clint. Bicara A ketika hati berucap B. Aku yakin koboi biadab itu mengincar Fany, sementara Minerva hanya ban serep. Ketika gagal mendapat ban pertama, dia akan kembali m
[POV Fany]-----Mereka berdiri di depan barn, seperti dua burung merpati bermain di dahan pohon, begitu riang, seakan memiliki dunia sendiri. Aku tidak suka, terlebih salah satu merpati harusnya berada di sampingku, bukan di sana.Lagi pula lihat gadis muda itu, penampilannya seperti gadis murahan, terlalu banyak menunjukkan kulit, apa dia pekerja seks komersial? Astaga, maafkan mulutku Tuhan.Aku mendekati mereka hingga Rose menangkap kehadiranku. Hanya dia, sementara si playboy tak sadar."Jadi tunanganmu menyebalkan, huh?" tanya Rose.Entah apa yang mereka bicarakan tadi, tapi Adrian terkekeh. Berani dia menertawai ucapan Rose tentang diriku?
[POV Fany]-----Rose tidak keseleo. Setelah keluar dari barn dia melangkah seperti tikus curut. Menjijikkan, jadi dia hanya beraksi di depan Adrian. Aku mau tahu, apa pendapat Adrian mendengar hal ini."Fany?" tegur Tuan Dohl ketika satu kakiku baru menapak tangga teras kayu. Dia tersenyum ramah melepas topi koboi. Sepatu boot kulit tinggi kotor oleh lumpur, sepertinya baru datang dari kandang di sisi lain rumah.Dia mempersilahkanku masuk rumah. "Aku tidak tahu kamu datang juga ke sini, Nak. Mencari Adrian, ya?" Dia terkekeh."Tidak, tadi sudah bertemu dengannya di kandang sapi, Paman.""Bagus. Nan