Semua Bab My Arrogant Lawyer: Bab 1 - Bab 10

264 Bab

Scream My Name

I need sunshine to kiss me up every single morning, and it's you, Sinar Bhanuresmi.— Prasetyo Sagara — Hasrat pada pandangan pertama. Itulah hal pertama yang dirasakan oleh Pras, saat melihat Sinar datang ke kantor firma hukumnya.“Siapa, perempuan yang ada di ruang Ashi sekarang, Lex?” Pras bertanya pada manajer partnernya di Firma Sagara, sembari terus melangkah menuju ruang kerjanya. Tiap ruangan yang ada di firmanya disekat oleh dinding kaca transparan, hal itu dilakukan agar tidak ada hal terselubung yang diperbuat antara para advokat dan klien mereka.Lex menoleh sekilas dengan memicingkan mata. “Ibu Sinar Bhanuresmi, kemaren dia sempat menggugat cerai suaminya, tapi yang aku dengar, dia mau mencabut gugatannya dan rujuk.”“Dia sudah menikah?”“Don’t you ever think ‘bout it, Pras.”Lex yang hapal dengan tabiat Pras, harus memperingatk
Baca selengkapnya

Feromon Memabukkan

“Sinar!”Harsa, Pemimpin Redaksi -pemred- dari Metro Ibukota, menghampiri wanita itu dengan tergesa. Metro merupakan perusahaan media cetak yang sudah cukup terkenal dan memiliki nama di ibukota.Sedangkan Sinar, merupakan sekretaris redaksi -sekred- yang sudah bekerja di Metro selama kurang lebih 3 tahunan. Ia cukup beruntung, karena tidak harus menghadapi regulasi tes yang menyita waktu, ketika melamar menjadi sekred yang seleksinya lumayan ketat. Hal itu dikarenakan, Harsa langsung mencatutnya dari staff iklan, untuk menggantikan sekred lama yang terpaksa berhenti, karena harus menikah dengan rekan satu kantor.“Butuh sesuatu, Pak?” tanya wanita cantik berusia 24 tahun yang selalu terlihat rapi dan sopan ketika berkerja.“Ayahmu, hari ini diperiksa pejabat berwenang, kamu sudah dengar?”Tangan Sinar mengepal erat. Wajahnya mengeras sekaligus memanas. Jantungnya seketika berdenyut ngilu, memikirkan satu nama.
Baca selengkapnya

Ancaman

“Pras?” tanya Bintang dengan penuh keterkejutan, “Maksudmu, Prasetyo Sagara? Pemilik Firma Sagara? Dia ada di Jakarta?”Sinar mengangguk. “Mas Bin, kenal sama Pras?” bertanya balik untuk lebih memastikan. Setelah pergi dengan memupuk amarah yang meluap-luap keluar dari kantor Pras. Sinar memesan taxi, pergi untuk menemui Bintang, sang suami yang tidak jadi ia gugat cerai."Ya."“Emang, harusnya dia di mana kalau gak di Jakarta?”“Singapur,” tukas Bintang. “Dia juga punya firma hukum di sana, dan biasanya, dia cuma beberapa bulan sekali baru pulang ke Jakarta, itupun pas weekend, cuma satu atau dua hari.”Sinar sudah menceritakan semua tentang perbuatan yang dilakukan Pras kepada Bintang. Praslah yang telah menyerahkan semua dokumen tentang penyelewengan APBD ke pihak berwenang. Dan, Sinar juga mengadu, kalau Pras akan membuat mereka bercerai segera mungkin.Bintang merai
Baca selengkapnya

Selesai

Sinar melemparkan ponselnya dengan keras ke arah Bintang. Jika saja, kepala pria itu tidak langsung bergeser ke arah kiri, mungkin sisi wajah Bintang saat ini sudah lebam, terkena benda pipih dengan lebar 6,4 inchi itu.Ponsel tersebut berakhir membentur dinding, yang ada di belakang Bintang dengan keras. Kemudian jatuh terhempas retak, di lantai marmer begitu saja.“Kamu main-main sama aku, Mas? Aku sudah setuju untuk rujuk demi anak yang aku kandung, tapi sekarang, kamu malah cerain aku!” jerit Sinar, sudah tidak dapat lagi membendung gejolak yang akhirnya tumpah membanjiri pipinya. "Kamu mau balas dendam sama aku!"“Ini bukan mauku, Nar.” hela Bintang maju satu langkah untuk mendekati Sinar. Namun, gadis itu juga mundur satu langkah, untuk menghindari Bintang. “Perusahaanku akan bermsalah dan para karyawan juga akan kehilangan mata pencahariannya, kalau aku gak tanda tangan surat cerai itu.”“Kamu lebih menting
Baca selengkapnya

Karma

Bulu mata nan lentik itu terbuka perlahan. Maniknya mengerjab pelan, menyesuaikan pendaran cahaya yang masuk ke dalam mata. Bau khas dari rumah sakit membuat Sinar pelan-pelan sadar, kalau dirinya masih berada di tempat yang sama. “Sudah aktingnya?” Manik Sinar membola seketika. Kembali, napasnya seolah tercekat saat mendengar suara pria yang sudah membuat hidupnya runyam. Tapi, untuk apa pria itu di sini? Sinar kembali mengerjab, memastikan lagi keberadaannya saat ini. Dan benar, ia masih berada di rumah sakit. Terbaring lemah, dan hal terakhir yang sempat tersemat di pikiran Sinar ialah, ia tengah menjenguk keponakan Bira di ruang VIP. Sinar bangkit perlahan, posisi duduknya sedikit membungkuk malas. Terkesiap saat menatap wajah arogan, yang tengah duduk santai di sofa, tanpa melepas tatapan tajamnya pada Sinar. “Hapemu dikunci, jadi, kami gak bisa menghubungi keluargamu.” ujar Pras dengan intonasi datarnya. “Bukannya aku gak mau men
Baca selengkapnya

Dipecat

“Kamu baik-baik aja, Nar?” tanya Harsa setelah rapat redaksi pagi selesai. Gadis itu terlihat pucat dengan lingkaran hitam yang menggantung di bawah mata. “Kalau sakit, kamu bisa pulang dan istirahat.”Sinar menutup laptopnya lalu tersenyum menatap Harsa. “Saya sehat, Pak. Cuma kurang tidur.” jawabnya jujur. “Permisi.”Sinar perpamitan terlebih dahulu, keluar dari ruang rapat dengan memeluk laptop di depan dada. Duduk di meja kerjanya dan bersiap merangkum semua resume rapat dan mengirimkannya ke email redaksi Metro.“Nar, tolong gantiin Farah untuk rapat direksi di atas setengah jam lagi.” pinta Harsa yang baru saja menerima telepon dari direktur utama. “Farah gak masuk, dan sebentar lagi ada rapat kecil pemegang saham.”Namun, sejurus kemudian Harsa dengan cepat meralat ucapannya. “Sepertinya gak usah, Nar. biar saya minta anak iklan aja yang gantiin Farah. Kamu sebaiknya pula
Baca selengkapnya

Sekilas Kisah Lalu

Begitu pintu mobil ditutup dari luar, Pras membuka matanya perlahan. Menegakkan kepala dan membuang pandangan ke luar jendela. Ingatannya kembali berputar, akan rekaman pertemuan yang terjadi antara dirinya dan Daya, sekitar seminggu yang lalu di sebuah rooftop bar. “Aku baru dengar kalau kamu cerai dengan Bintang.” Pras memandang cinta pertamanya itu lamat-lamat. Wajah kalem keibuan dengan senyum khas yang begitu hangat, selalu mampu mencairkan hatinya dahulu kala. “Yaa, udah lama sih.” Daya menyematkan senyum manisnya. “Kamu, tumben ngajak ketemuan? Udah berapa lama yaa … kapan balik Singapur lagi?” ingatan Daya berputar di saat ia masih menjadi junior Pras di kampus saat itu. Dan pria itu tidak pernah lagi menemuinya, sejak Daya memberi Pras sebuah kartu undangan pernikahannya dengan Jagad, kakak Bintang. “Kenapa kamu cerai dengan Bintang, Day?” Pras tidak pernah berubah, ia selalu saja tidak bisa berbasa basi untuk mengungkapkan tujuannya. Pria itu juga t
Baca selengkapnya

Sebuah Norma

Butuh dua kali Harsa men-dial nomor Pras, sampai sang pengacara itu mengangkat teleponnya. “Hmm.” Tidak ada kata sapaan yang terdengar dari ujung sana saat Pras sudah mengangkat telepon dari Harsa. Hanya sebuah gumaman angkuh yang pastinya menjengkelkan indera pendengaran. “Kamu memecat Sinar, Pras? tanpa berdiskusi terlebih dahulu denganku? dia itu sekretarisku.” Harsa tidak perlu berbicara formal dengan sang pemilik baru Metro Ibukota itu, karena ia sudah mengenal Pras sedari pria itu masih menjejakkan awal karirnya menjadi pengacara. “Aku pemilik Metro sekarang, Om. Dan, aku sudah bilang dari awal kalau akan merombak manajemen di sana dan sekred Om itu salah satunya.” “Pras.” Harsa meraup separuh wajahnya. “Nyari sekred yang bisa dibilang multitalenta dan gak pernah mengeluh seperti Sinar itu sekarang susah! Apalagi, dia sudah 3 tahun jadi sekred di Metro. Seluruh wartawan cabang sudah kenal akrab dan Sinar tahu past
Baca selengkapnya

Nikah Siri

Bagi Sinar, Bintang adalah sosok suami yang sempurna. Sangat bertanggung jawab, dan tidak segan membantunya dalam berbagai urusan rumah tangga. Rasa-rasanya, tidak ada yang tidak bisa Bintang lakukan. Pria itu, juga sangat lihai dalam memasak, bahkan, terkadang rasa masakan yang dibuatnya justru lebih nikmat daripada milik Sinar sendiri. Beruntung! Hanya satu kata itu yang bisa diungkap Sinar, saat bisa memiliki seorang suami seperti Bintang. Tapi kalau diselami lagi, ternyata tidak ada kesempurnaan di dunia ini. Dibalik itu semua, Sinar harus bisa merelakan sebagian besar waktu Bintang untuk putranya lalu pekerjaannya. Setelah semua selesai, barulah giliran Sinar mendapatkan waktu berdua dengan sang suami. Hal itu sudah berlangsung selama masa pernikahan mereka. Belum lagi, jika ibu Bintang yang memang sering sengaja mengadakan makan bersama, dan juga terang-terangan tidak mengajak Sinar di dalamnya. Sinar sudah cukup bersabar untuk m
Baca selengkapnya

Tidak Sabar

Jelang siang, Sinar menelepon Bintang agar tidak perlu datang ke apartemannya. Wanita itu hendak pergi mengunjungi sang bunda di butiknya. Mungkin sudah waktunya bagi July mengetahui segalanya. Kalau Sinar sebenarnya sudah bercerai dengan Bintang. Sekaligus ingin meminta saran, tentang tawaran Bintang untuk menikah secara siri terlebih dahulu. “Kamu gak kerja? Jam segini sudah nongol di butik?” July merupakan seorang modiste* yang sudah merintis usahanya sejak lulus SMA. Berawal dari menerima jahitan di rumah, hingga kini memiliki dua buah ruko hasil keringatnya sendiri yang dinamai Julynisme House, atau sering disebut JH oleh para pelanggannya. “Aku dipecat,” kata Sinar merebahkan diri pada sofabed yang tersedia di ruang kerja sekaligus tempat istirahat bagi sang bunda. “Dipecat?” July membuka kacamatanya, membiarkan tergantung di dada lalu menghampiri Sinar. Duduk di samping putrinya, ditepi sofa. “Kamu bikin ulah? Ada salah apa?” “Metro gan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
27
DMCA.com Protection Status