Home / CEO / Ojol Menantu CEO / Chapter 231 - Chapter 240

All Chapters of Ojol Menantu CEO: Chapter 231 - Chapter 240

345 Chapters

Hus, Jangan Ngawur

“Oh, begitu? Kalau begitu, lanjuttt … malam ini ke rumah sakit? Lama nggak jengukin tante.” Shasha mengangguk. “Iya, mama juga sudah sadar, dia menanyakanmu.” Nisa kegirangan. ***Meyyis*** POV SHASHA Aku tidak tahu apa yang diinginkan Elsa. Dia sangat serakah menurutku. Kenapa selalu mengusik kehidupanku? Untug saja, Pak Arkana baik, karena menurutnya aku adalah anak atasannya dulu. Mama memang wanita karir sebelum terkulai lemah seperti sekarang. Aku bersama Nisa ke rumah sakit untuk menjenguknya. Mungkin sekitar satu minggu lagi mama pulih. Semoga saja, aku akan berjuang agar skripsiku kelar dalam waktu tiga bulan paling lama. Sudah tidak sabar rasanya untuk bekerja yang lebih layak. “Ma, lihat siapa yang datang,” ucapku. “Nisa, apa kabar, Sayang?” Nisa dan aku bergantian salim sama mama. 
Read more

Pulanglah

“Emang bener hoki kamu, eh tapi aku tidak percaya dia ke sini tidak membuntutimu … dari lirikan matanya, dia suka sama kamu,” ucapnya. “Hus, jangan ngawur!” Dia terkekeh. ***Meyyis*** POV DAVIN Aku ingin pulang, tapi ragu. Bagaiman sikapku saat ketemu dengan Shasha? Aku belum siap. Aku tahu saat ini dia sangat kesusahan. Aku tahu juga, jika kemarin baru saja kakak tirinya menyusahkanya. Mungkin, harus menunda kepulanganku. Atau tidak pulang sekalian samapi lulus S2. Aku mengacak rambut, karena merasakan kebimbangan yang merasuk ke salam dada. Bayangan Shasha mewarnai kepalaku. Dia menangis di pojok, seperti saat mengejar ayahnya yang  pergi meninggalkannya. Mulutnya boleh saja bilang kalau dia benci dengan sang ayah, tapi sebenarnya hatinya menginginkannya. Aku hanya bisa berbaring di atas ranjang. Temanku baru saja pulang. Kelihatannya, terjad
Read more

Rembulan Merasakan

Aku mengembuskan napasnya. Sepertinya, harus pulang. Bagaimana nanti, saat ketemu dengan Shasha, pikirkan nanti. Belum juga ketemu? Lebih baik menyelesaiakan pekerjaannya. Aku tidak tega dengan Devan sendirian memikirkan semuanya. Tidak egois lagi, biarkan alam saja yang berbicara. Mungkin aku akan menunda S2. ***Meyyis*** POV DAVIN Akhirnya aku pulang pada akhir bulan. Papa sudah di bawa ke Singapura. Sebelum sampai ke Indonesia, mempir sebentar untuk mengetahui keadaannya. Sepertinya memang sangat urgen sekalai. Hanya ada mama dan satu asisten rumah tangga untuk membantu mama. “Ma, bagaimana papa?” tanyaku saat baru sampai. mama memelukku erat. Aku tahu, wanita yang paling istimew itu akan menangis tadi ditahan.  “Belum dapat dikatakan baik. Besok operasinya. Kamu temani kakakmu saja. Kasihan pontang-panting kerja sambil kuliah sendiri,” ucap mama. Dia mengurai&
Read more

Bersatu

“Pa, aku berjanji akan bergandengan tangan dengan Devan memajukan perusahaan. Maafkan aku yang selama ini egois, mementingkan diri sendiri untuk maju, tidak memikirkan persaan kalian. Aku hanya dapat merasakan pahitnya sekarang.” Davin berjanji di bawah rembulan yang mulai cemerlang, karena dapat keluar dari awan hitam. Davin tersenyum sedikit lega, sepertinya bulan juga menyambut sumpahnya. ***Meyyis*** POV DAVIN Aku pulang tepat waktu. Terlihat Devan kepayahan dalam mengurus perusahaan. Aku membantunya memantau sederet angka yang terlihat membosankan. Tapi harus dilakukan. “Vin, saham turun beberapa level. Apa kamu tahu?” Aku mengangguk. “Rumor papa sakit tentu mempengaruhi. Kita akan bersatu untuk segera menstabilkan.” Devan mengangguk. Betapa aku sangat menyesal telah pergi meninggalkan saudaraku ini dalam kepayahan. Untung saja, hanya turun beberapa level. Nam
Read more

Pecat

“Oke, Om. Met istirahat.” Aku mengakhiri panggilan. Untuk besok, mungkin akan sedikit lelah untuk membereskan semua tikus-tikus yang tidak berguna. Sepertinya hal itu yang akan menjadikan perusahaan bermasalah. Jika ketemu dengan sumbernya, aku adalah orang yang tidak akan pernah mengampuni semua kesalahan. Tidak ada bagiku kesempatan kedua itu datang. Semua harus dituntaskan sampai ke akarnya. Jika Devan mewarisi sifat papa yang pemaaf, lain denganku. ***Meyyis*** POV DAVIN Pagi ini akan menjadi awal aku masuk ke perusahaan. Jas rapi, warna senada dengan milik Devan. Kami bagai pinang di belah dua. Langkah tegap berkharisma menuju ke dalam, membuat kami menjadi pusat perhatian. Bukan narsis, aku tahu mata mereka selalu silau dengan pakaian dan barang mewah. Coba kalau kami bukan anak dari Direktur Utama PT. GME, tentu mereka akan memandang rendah. Hari ini akan ada rapat seklaigus membah
Read more

Pemilihan Sekretaris Baru

“Kalian, baca laporan ini!” Aku menyuruh mereka membaca laporan yang disusun. “Maaf, Pak. Kami akan mengulanginya.” “Tidak ada kesempatan kedua kali. Ambil gaji terakhir kalian!” Bodo amat, aku akan membereskan semua yang tidak sesuai koridor. ***Meyyis***POV DEVAN Aku berterima kasih Davin pulang. Tapi mengapa sedikit menyesal rasanya? Bukan, bukan tidak suka dengannya. Tapi cara dia menyelesaikan masalah. Bukankah terkesan arogan? Belum ada sehari tapi kasus pemecatan dengan tidak hormat sudah ada lima orang. Jika dibiarkan, mungkin akan dipecat semua sama dia. Tidak ada waktu lagi untuk mengurus perekrutan karyawan baru. Waktunya tersisa untuk memperbaiki semua konten. “Vin, aku tahu maksud kamu. Tapi, apakah perlu pemecatan? Kesalahan dalam kerja itu masih bisa ditoleransi,” pendapatku. Dia meletakkan berkas yang ada di
Read more

Ternyata CEO

“Yes!” Hampir saja aku berteriak. Untung masih bisa mengendalikan diri. “Ah, terima kasih. Semoga kabar baik yang aku dengar.” Dengan seluruh kebahagiaan, sudah terbayang setiap hari akan bersamanya. ***Meyyis*** POV SHASHA Malam ini terasa sangat dingin dari biasanya. Mengapa aku tiba-tiba merindukan Davin. Sudah lima tahun kami tidak bertemu. Ah, salah Kurang beberapa bulan lagi. aku menutup jendela yang sudah mulai digoyangkan angin. Sepertinya, akan turun hujan. “Sha, tidur lebih awal. Temani mama. Kamu penasaran apa pekerjaan mama dulu sehingga bisa ketemu papa? Kau akan mendapatkan hari ini,” ucap Mama. Aku menoleh, mengunci jendela dan menuruti mama ke kamarnya. Mama sudah lebih baik walau masih sangat pucat. Ya Allah, semoga cepat sembuh. Hanya dia yang aku miliki. “Ma, kita bersama begini, jangan pikirkan papa lagi,” pintak
Read more

Wawancara

“Terima saja, Sayang. Mama akan mengajarkan bagaimana menjadi sekretaris yang baik. Agar, kamu tidak diremehkan. Walau sudah kenal dengan CEO-nya.” Aku tersenyum. Awal yang baik, ah tapi ijazahku belum keluar. Mungkin, boleh kali, ya? Menggunakan surat keterangan lulus. ***Meyyis*** POV SHASHA Pagi ini aku akan berjuang. Walau yang menjadi pimpinan adalah sahabatku, jangan sampai dikira nepotisme sehingga semua teman akan menjuluki aku mengandalkan tampang dan koneksi doang. Naik MRT lebih cepat sampai. Gedung menjulang tinggi terlihat di depan mata. “GNE, aku datang!” teriakku sambil mengangkat kedua tangan, sehingga orang yang ada di sekitar memperhatikan. Aku meminta maaf karena sudah membuat heboh dan mengganggu mereka. Langkah kaki ini menuju ke ruang yang sudah tersedia. Aku membaca peta ruangan, ternyata ada di lantai Sembilan. Di sana sudah ada beberapa orang. Satu, du
Read more

Mengelak

“Apa aku bilang, jadi jangan kecewa kalau tidak diterima.” Aku mengembuskan napas berat. Duh, aku lupa kasih tahu mama kalau merebus air untuk minum. Mama kutelepon juga tidak diangkat, reflek kaki lari dan bug … menabarak Davin. “Maaf, Pak!” Aku meninggalkannya setelah menunduk untuk menghormat dan meminta maaf. Bodoh amat! Mau dia marah juga biarin. ***Meyyis***POV DAVIN Bagaimana aku menghadapi Shasha besok? Ash, Devan apa maksudnya? Aku mati-matian melupakannya dan meninggalkannya? Dia malah akan mendekatkanku. “Vin, terima Shasha apa pun kualifikasinya,” tutur Devan. Dia datang dengan secangkir kopi hitam. “Aku tidak janji, tidak mampu ya berarti out. Kamu tahu ‘kan? Aku paling tidak suka dengan adanya koneksi?” Devan mengangguk. “Aku yakin kamu pasti akan berubah pikiran kalau ta
Read more

Aku Akan Kabulkan

“Tidak ada apa-apa, Sha. Kebetulan hampir ujian. Kamu balik ke kelas saja. Ini ada jajan, kamu makan, ya?” Shasha membuang jajan yang kuberikan, berlari keluar dari kelas. Tangannya seperti mengusap pipi, aku tahu dia menangis. “Bukankah begitu, Vin?” Aku tergagap dari lamunan mendengar suara Om Irwan. Apa yang dia katakana? Ah, pikiranku sangat kacau sekarang. ***Meyyis*** POV SHASHA Ini sesi sulit, duh mengapa harus Davin, sih? Dia menjadi sosok yang menakutkan terlihat bagiku. Garis matanya tajam dan pandnagannya menusuk. Kok, rasanya panas ruangan ini, ya? Darahku mengalir deras, diikuti dengan keringat mengucur. “Nona Daniela Felisha, lulusan S1 Universitas Indonesia,” lelaki paruh baya mulai menanyakan. “Benar, Tuan.” Aku menyembunyikan seluruh kegugupan agar jadi kekuatan. “Apa
Read more
PREV
1
...
2223242526
...
35
DMCA.com Protection Status