“Tidak ada apa-apa, Sha. Kebetulan hampir ujian. Kamu balik ke kelas saja. Ini ada jajan, kamu makan, ya?” Shasha membuang jajan yang kuberikan, berlari keluar dari kelas. Tangannya seperti mengusap pipi, aku tahu dia menangis.
“Bukankah begitu, Vin?” Aku tergagap dari lamunan mendengar suara Om Irwan. Apa yang dia katakana? Ah, pikiranku sangat kacau sekarang.
***Meyyis***
POV SHASHA
Ini sesi sulit, duh mengapa harus Davin, sih? Dia menjadi sosok yang menakutkan terlihat bagiku. Garis matanya tajam dan pandnagannya menusuk. Kok, rasanya panas ruangan ini, ya? Darahku mengalir deras, diikuti dengan keringat mengucur.
“Nona Daniela Felisha, lulusan S1 Universitas Indonesia,” lelaki paruh baya mulai menanyakan.
“Benar, Tuan.” Aku menyembunyikan seluruh kegugupan agar jadi kekuatan.
“Apa
“Apa salahku? Davin sangat tega,” lirihku. Aku menjauh dari Davin sekitar beberapa meter. Harus memiliki tenaga juga ‘kan? Untuk bertarung melawannya. Walau nanti berakhir kalah, setidaknya aku akan menunjukkan pada mata dan pikiran Davin. Shasha tidak selemah itu. Kalau dia memilih menjadi musuhku? Akan aku berikan. Aku akan menjadi duri dalam daging setiap hari untuknya. Aku harus diterima. ***Meyyis***POV DAVIN“Ya Tuhan, aku sangat gugup. Ini menyikasa. Demi apa pun, aku tidak tega menindasnya. Tapi, aku takut cintaku akan muncul sehingga melukai Devan. Aku tidak mau persaudaraan kami pecah karena memiliki selera wanita yang sama,” batinku. Baiklah, siap beraksi. Biarkan Shasha membenciku selamanya. Giliranku sekarang. “Baik, pertanyaan terakhir ….” Dag-dig-dug, pertanyaan terakhir Davin yang menanyakan.&l
Aku mengusap wajah, mengingat semuanya. Saat Devan dengan sangat gembira mengatakan bahwa dirinya mencintai Shasha, sejak saat itu aku bertekat menghapus perasaanku. Tapi mengapa sangat sulit? Semakin berpisah dengannya, semakin tidak dapat mengubah perasaan ini. Devan kini malah menjebakku untuk dekat dengannya.Aku menjambak rambutku sendiri. Devan datang menghampiriku. “Ada apa? Shasha makin cantik ‘kan?” tanya Devan. Aku tidak menolak juga tidak mengiyakan ucapan saudara kembarku itu.***Meyyis***POV DAVIN“Kamu gila! Apa alasanmu menjebakku harus menerimanya? Aku ….” Devan menepuk pundakku.“Jangan idealislah, dia yang paling cocock menjadi sekretarismu. Aku tahu standarmu sangat aneh. Lagi pula, ingin lebih dekat dengannya. Walau dia tidak mungkin aku miliki, tapi setidaknya melihat sudah cukup,” tutur Davin.
“Vin, kamu akan dibenci banyak karyawan,” tuturnya.“Biarkan! Bisnis tidak memandang bulu. Aku lebih suka dibenci tapi mereka becus bekerja, dari pada disukai oleh para penjilat. Kamu juga kembali kerja! Kamu yang menyeretku ke sini, jadi biarkan aku melakukan tugas,” pungkasku.***Meyyis***POV SHASHAAku pulang setelah selesai melakukan sesi wawancara dan dinyatakan selesai prosesnya. Kali ini tidak memasak karena sudah sangat sore. Hanya membeli makanan saja. Demi Allah, dadaku mau meledak menghadapi Davin. Aku malah berdoa tidak diterima. Mengerikan harus jadi sekretaris dia. Davin sekarang sangat killer, melebihi dosen akuntansi di kampus. Menyebalkan.“Aku pulang, Ma.” Terlihat ada sepatu di rak depan. Sepertinya ada … sudah bad mood, tambah lagi ini.“Sha, sudah selesai? Bagaimana wawancaranya?” ta
“Gila memang, pantesan saja narsis dan … ck, tidak bisa membayangkan kerja sama dia. Tapi aku harus semangat. Jangan sampai membuat Devan kecewa. Tapi … ck, mengapa sulit.” Aku tengkurap untuk menetralkan perasaan. Saat gundah, cara ini selalu berhasil menennagkanku. Setelah tenang, aku memilih duduk dan kembali belajar, tugas dan tanggung jawab sekretaris.***Meyyis***POV SHASHAIni awal bencana untukku. Aku diterima, tapi merasa tidak senang. Harus menjadi sekretaris Davin? Mengapa harus Davin? Dia sang penggila kerja, bisa aus aku. Tapi mau bagaimana lagi? Aku tidak boleh mengecewakan Devan. Pagi ini, sudah datang setengah jam lebih dahulu. Menata ruangan Pak Bos, sudah. Berkas yang akan ditandatangani sudah urut, kopi … masih samakah kesukaannya? Aku coba. Cappuccino low sugar, dulu dia sangat suka itu. Aku membuatkan seperti itu. Dia sudah datang. Aku meletakkan cangkir tersebut di
“Kenapa bengong? Sambut tamu kita ke depan!” Baiklah, harus menyambut tamu. Aku bangkit dan menyambut seorang lelaki dan perempuan, sepertinya mereka bule. Aku harus menunjukkan performaku dalam berbahasa Inggris. POV DAVIN“Selamat pagi, Pak.” Dia menyapa. Hampir saja runtuh aku membuka kedok. Tidak, kalau aku baik sama dia, bukan tidak mungkin dia juga akan jatuh cinta padaku. Lebih baik dia menganggapku bos galak dan menyebalkan, hingga cintanya beralih kepada Devan. Atau mungkin memang sudah beralih? Karena beberapa kali aku melihat mereka sangat akrab. Tunggu! Aku tidak boleh cemburu.“Apa jadwalku hari ini?” tanyaku. Dadaku masih berdebar berhadapan dengannya seperti ini.“Hari ini,a da rapat direksi pagi, setelahnya makan siang dengan klien di restoran yang sudah disepakati, kemudian memeriksa berkas,” ucapnya. Aku tidak kuasa menahan,&nbs
“Kenapa bengong? Sambut tamu kita ke depan!” Aku menyuruhnya berinteraksi dengan tamu yang datang dari Amerika tersebut. Aku belum mendengar dia berbicara bahasa Inggris, kalau ternyata kurang fasih, harus diajari sampai sangat fasih. Ternyata dugaanku benar, walau tidak buruk, tapi aksen pengucapannya belum benar.***Meyyis***POV DAVIN“Ke ruanganku!” Aku menyuruhnya datang ke ruangan. Sepertinya, dia butuh sesuatu. Mungkin, dia akan sangat benci kepadaku, karena menyuruh bekerja keras. Tapi akan lebih baik. Dia datang dengan membuntutiku.“Duduk!” Aku membuka lemari buku. Mengambil kepingan CD dan buku panduan berbahasa Inggris. “Pelajari itu, saya akan memeriksa setiap dua hari sekali, kau mengerti? Kembali bekerja! Satu lagi, besok ke apartemen saya, tugasmu tidak hanya di kantor, tapi mengantarku pulang pergi juga,” tukasku. Ah, sejenak aku
“Pak, maaf,” panggil Shasha. Aku menoleh, berhenti tepat di depan mejanya. Dia menyentuh leherku, membetulkan dasi. “Maaf, aku kira dasi bapak Kurang rapi karena berlari.” Aku menelan ludah. Ternyata, begitu sangat bahaya berada di area terdekat dengannya. Mungkin aku … ah, apa yang aku pikirkan. Kenapa kali ini dia sangat cantik?***POV SHASHA***Demi apa pun, aku harus melakukannya. Kata mama, menjadi sekretaris itu seperti baby sitternya. Aku melakukan semua untuk bos. Dari kebutuhan kecil, hingga besar semua aku yang mengatur. Termasuk sekarang, melihat dasinya miring, harus bisa mendandaninya.“Pak, maaf.” Aku keluar dari kubikel, menyentuh dasi yang ada di lehernya. “Maaf, aku kira dasi bapak Kurang rapi karena berlari.” Kami sangat dekat. Aroma maskulin mulai menyentuh hidungku. Ya Tuhan, jangan sampai dadaku meledak berada sangat dekat denga
“Ngapain masih bengong! Buruan, atau mau lembur sampai malam? Berkas yang bulan kemarin harus semua dicek. Bulan depan kita berangkat ke Amerika selama dua minggu. Persiapkan bahasa Inggris kamu. Pastikan PR sari saya, sudah fasih.” Ah, aku bener-bener bis agila kalau menghadapinya terus. Setengah berlari, menuju ke toiletnya. Ini sangat nyaman. Mirip di rumah bukan di kantor. Meskipun sudah dua minggu kerja, baru kali ini masuk ke toiletnya. Apa yang kupikir? Lebih baik langsung berganti baju saja, saatnya menyediakan camilan untuknya. Bergegas go!***Meyyis***POV AUTHORShasha mulai terbiasa dengan ritme kerja Davin yang sangat cepat. Pagi ini, seperti biasa datang untuk melayaninya. Davin tinggal diapartemen, terpisah dari orang tuanya. Dia hanya akan datang akhir pekan, selalu meminta ditemani oleh dirinya. Bahkan, kadang Shasha tidak memiliki waktu untuk dirinya sendiri.Shasha memilihkan baju ke
“Lihatlah Davin melongo,” bisik Rania. Apa ada yang salah? Apakah dia tahu jika belakang gaun ini terdapat banyak peneliti aku tiba-tiba tidak percaya diri.POV Davin“Ada apa?” tanyaku. Penasaran masih juga menggerayangi jiwaku. Aku tahu kekasihku itu hanya meggodaku. Ia memang membuat aku sangat gemas kepadanya. “Dilarang bertanya,” katanya. “Biar aku yang menyetir. Matamu begitu merah, kamu boleh tidur,” ucapnya. Aku tahu ia adalah kekasihku yang super pengertian. Jika tidak begitu, mana mungkin aku tergila-gila padanya. Biar aku lihat lagi, ada apa sebenarnya di matanya? Ia selalu membuatku tidak dapat berpaling darinya.“Tidak,” ucapku. Aku laki-laki, kalau hanya bertahan sebenatar sampai kantor, masa tidak bisa? Ah, Dia keras kepala. Punggungku didorong ke arah kursi penumpang di samping kemudi. Setelah itu ia segera berlari memutar untuk masuk ke ruang kemudi.“Hari ini aku yang akan menjadi sopirmu. Itu kejutan pertamanya.” Ia tersenyum sambil mengenakan sabuk pengaman. Bib
“Maafkan aku, Cinta. Ini yang aku takutkan. Aku lelaki dewasa dan membutuhkan ini.” Aku kembali membungkus tubuhnya dengan selimut walau sejujurnya aku ingin melanjutkan. “Kuharap kamu mengerti. Tolong ….” Aku pergi meninggalkannya yang meringkuk di dalam selimut.***Meyyis***POV Shasha Jam dinding berbentuk kepala kelinci sudah menunjukkan pukul 04.00 pagi aku segera bersih-bersih untuk melaksanakan salat malam yang tinggal beberapa menit lagi waktunya, menuju ke subuh. Setelah salat malam dan sedikit dzikir mulai terdengar suara azan. Aku melaksanakan salat dua rakaat dan keluar dari kamar untuk sekedar olahraga pagi. Davin sudah siap di taman belakang, melakukan pemanasan tanpa banyak bicara. Aku menyusulnya dan melakukan pemanasan juga. “Mau cobain kita jogging di trek taman depan?” tanyanya.“Yuk, aku ingin membeli sarapan,” ucapku.“Pingin sarapan apa?” tanyanya. “Bubur ayam di tepian itu sepertinya enak.” Davin mengangguk.“Baiklah, sebentar aku ambil dompet dulu.” Lelakiku
“Kamu sangat … please jangan seperti ini. Aku bisa mati penasaran.” Aku menggoyangkan telunjukku tanda memberinya kode bahwa dia tidak akan mendapatkan jawabannya sekarang. Ia terlihat kesal, akan tetapi menurut. Sebenarnya, aku sedikit merasa kasihan tetapi juga merasa senang, bisa sekali-kali ngerjain dia.***Meyyis***POV DAVINSetelah pesta usai, kami tentu pulang ke Indonesia. Kami beraktifitas seperti biasanya, akan tetapi akhir-akhir ini Sasha membuatku jengkel. Apa ia sudah tidak cinta lagi? sepertinya berubah, hal itu menjadi sering uring-uringan karena takut kehilangan dia. Leboh baik aku menghindar saja, biar ia merasa. Kalau tidak merasa juga, berarti memang sudah tidak mencintaiku. Apakah ada orang lain? Tidak mungkin … ia mencintaiku. Aku menghempaskan pikiran jahat yang menguasaiku.Dia memegang tangan, aku tahu itu trik untuk mengelabuhi, lebih baik aku menghempaskan tangannya saja. Tapi aku rindu memeluk tubuhnya, harum tubuhnya terutama bibirnya yang membuatku mabuk
“Kamu mau mengatakannya atau mendapatkan hukuman dariku.” Davin akan menciumku kembali, akan tetapi aku dorong. “Tidak malam ini. Aku tidak akan mengalah padamu. Kalau kamu memberi hukuman, berarti tidak akan aku beritahu apa yang aku persiapkan.” Aku tahu ia sangat kesal. Biarkan saja.***Meyyis***POV Shasha“Kamu memang benar-benar,” tutur Davin. Ia merasa sangat kesal dengan sang keksih, tapi juga gemas.“Oke, kali ini kamu harus kalah, dan harus mengalah aku ….” Kedua lengaku, lepas dari leher Davin, dan berhasil kabur darinya. “Biarkan saja ia kesal. Makanya jadi orang jangan suka ngambil kesimpulan cepat.” Aku menutup pintu kamar dan menguncinya. Suara tutukan sepatu terdengar menjauh dari kamarku. Aku yakin lelakiku itu akan berpikir sepanjang malam dan tidak bisa tidur. Biarkan saja, aku sangat suka menggodanya seperti itu.Esok hari, telah tiba sebelum ayam berkokok. Davin sudah mengetuk pintu kamarku. Aku yang baru saja bangun tidur bahkan belum sempat mencuci wajah, m
Tepuk tangan menggema di taman itu. Setelah sesi tukar cincin, maka selanjutnya mereka berjalan turun dari pelaminan untuk menemui tamu. Aku sudah siap dengan keranjang kalau mawar untuk ditaburi sepanjang jalan. Sampai di ujung karpet, Elsa melempar buket bunga. Kami berdesakan agar mendapatkan buket itu.***Meyyis***POV ShashaSetelah pesta berlangsung aku dan Davin pulang ke Indonesia. Kami beraktifitas seperti biasanya, akan tetapi akhir-akhir ini Davin menjadi sering uring-uringan. Aku tidak tahu kenapa? Bahkan hari ini dia dua kali marah. Davin memang berbeda dengan orang lain, dia kalau marah lebih suka diam. Ditanya diam dan menghindar. Aku mengingat-ingat salah apa hari ini, tetapi tidak juga menemukan kesalahanku. Kami sudah memasuki mobil untuk pulang ke rumah. Aku bermaksud untuk mengajaknya bicara sekarang, karena kami dalam wilayah santai sehingga akan sangat mudah berbicara dengannya.Aku memegang tangannya, akan tetapi Davin menghempaskan tanganku. Aku memilih untuk t
Aku tahu papa juga terharu melihat putri pertamanya sudah melangkah ke jenjang selanjutnya. Meskipun Papa menginginkan ini, aku yakin sebagai seorang ayah lelaki itu merasa dirampok ketika putrinya akan dinikahi oleh lelaki mana pun. Bisa dibilang, hati dan cintanya akan direbut oleh lelaki lain walaupun dalam konotasi yang berbeda.***Meyyis***POV ShashaPapa adalah orang Jawa tulen. Meskipun sekarang berada di Singapura, ia menghendaki suara gamelan, alih-alih lagu romantic. Maka saat Elsa keluar, walaupun menggunakan gaun bertema internasional, akan tetapi suara gamelan mulai terdengar. Hatiku ikut merasa tersenyum mendengar suara music pentatonic itu. Betapa indahnya, sebuah musik yang menjadi ciri khas Nusantara tersebut yang telah mengakar pada budaya kita.Aku menjadi pengiring pengantin mengikuti langkah pengantin dari belakang. Setelah sampai ke pelaminan, Papa menyerahkan tangan pada Arya yang sudah berdiri di atas pelaminan dengan jas putih yang menawan. Rambutnya tertata
“Aku bawa ke rumah Davin. Di rumahnya akan banyak kesedihan jika ia melihat kamar mama.” Aku tahu karena kekasihku itu sudah bicara sebelumnya. Aku tersenyum dengan interaksi kedua orang itu. Setelah mengetahui yang dibicarakan Arya, aku memilih hengkang dari tempatku mengintip.***Meyyis***POV ShashaIni adalah pernikahan yang diimpikan oleh Elsa setelah banyak rintangan dengan Arya. Hari ini saatnya kedua sejoli itu melangkah ke jenjang selanjutnya, mengikat janji suci dalam ikatan pernikahan. Bunga-bunga bernuansa putih sudah menghiasi nuansa taman golf tersebut.Pernikahannya dilakukan di Singapura karena mama dan papa berada di sini. Wanita yang menjadi kakakku dari ibu yang berbeda itu, kini sudah mengenakan gaun putih dengan hiasan kepala yang menjuntai. Dia sangat cantik dan menawan. Lekuk tubuhnya yang indah, tinggi badannya yang menjulang dan semampai membuatnya bak model.“Kak, kamu sangat cantik.” Aku memandang lekat ke mata indah kakakku itu. “Benarkah? Aku masih tidak
Aku ke dapur untuk membuat yang kupikirkan itu. Setelah dua sendok sereal masuk ke gelas, dua sendok susu coklat masuk juga. Air panas segera meluncur untuk menyatukan keduanya. Aroma khas coklat semakin memperparah rasa laparku. Aku mulai meniup makanan itu, menyendoknya mengarahkan ke mulut. Hmmm … ini lebih nikmat. Sesuap demi suap makanan itu tandas meluncur ke perutku. Ini lebih dari cukup.***Meyyis***POV DAVINTeleponku berbunyi. Aku tersenyum saat di layar terlihat Sayangku memanggil. Langsung saja tombol terima aku usap.“Iya, Sayang.” Sapaan terakhir tidak akan pernah lupa agar wanitaku itu merasakan bahwa aku memang sangat menggilainya.“Bagaimana korbannya?” tanyanya. Aku tahu, hanya alasan saja bertanya tentang korban kecelakaan yang sedang kami urus. Akan tetapi aku paham bahwa sebenarnya ia sangat ingin bersamaku.“Kamu kangen sama aku?” Langsung saja aku tembak dengan perkataan begitu agar ia makin berbunga-bunga. Aku yakin saat ini perutnya penuh dengan taman bunga y
“Aku melihat korban penuh darah, Sha. Bagaimana keadaannya. Ia kasihan banget. Seandainya kita satu mobil saat itu, Arya akan lebih tenang memandangku. Aku yang salah.” Aku ingin tertawa rasanya. Bagaimana bisa Arya menyetir sambil memandang Elsa. Pantas saja kecelakaan.***Meyyis***POV Shasha“Kamu kok malah ketawa?” Elsa menghapus air matanya.“Maaf … aku tertawa karena itu lucu, Kak. Arya benar-benar mencintaimu. Aku akan cari tahu untukmu bagaimana keadaan dari korban.” Aku mengelus pundak Elsa. Setelahnya, menelepon Davin untuk mengetahui keadaan sang korban.“Iya, Sayang.” Suara Davin memang selalu bikin baper.“Bagaimana korbannya?” tanyaku.“Kamu kangen sama aku?” ‘Kan? Dia memang selalu begitu. Tapi … sebenarnya kangen juga, sih?“Jangan mengalihkan perhatian. Bagaimana keadaannya. Elsa masih ketakutan.” Davin terdengar tertawa sedikit.“Dia sudah ditangani. Bilang sama kakakmu tenang saja. Arya sedang diintrogasi. Tim legal dari kantornya juga sudah datang untuk membebaska