“Oh, begitu? Kalau begitu, lanjuttt … malam ini ke rumah sakit? Lama nggak jengukin tante.” Shasha mengangguk.
“Iya, mama juga sudah sadar, dia menanyakanmu.” Nisa kegirangan.
***Meyyis***
POV SHASHA
Aku tidak tahu apa yang diinginkan Elsa. Dia sangat serakah menurutku. Kenapa selalu mengusik kehidupanku? Untug saja, Pak Arkana baik, karena menurutnya aku adalah anak atasannya dulu. Mama memang wanita karir sebelum terkulai lemah seperti sekarang. Aku bersama Nisa ke rumah sakit untuk menjenguknya. Mungkin sekitar satu minggu lagi mama pulih. Semoga saja, aku akan berjuang agar skripsiku kelar dalam waktu tiga bulan paling lama. Sudah tidak sabar rasanya untuk bekerja yang lebih layak.
“Ma, lihat siapa yang datang,” ucapku.
“Nisa, apa kabar, Sayang?” Nisa dan aku bergantian salim sama mama.
<
“Emang bener hoki kamu, eh tapi aku tidak percaya dia ke sini tidak membuntutimu … dari lirikan matanya, dia suka sama kamu,” ucapnya.“Hus, jangan ngawur!” Dia terkekeh.***Meyyis***POV DAVINAku ingin pulang, tapi ragu. Bagaiman sikapku saat ketemu dengan Shasha? Aku belum siap. Aku tahu saat ini dia sangat kesusahan. Aku tahu juga, jika kemarin baru saja kakak tirinya menyusahkanya. Mungkin, harus menunda kepulanganku. Atau tidak pulang sekalian samapi lulus S2. Aku mengacak rambut, karena merasakan kebimbangan yang merasuk ke salam dada. Bayangan Shasha mewarnai kepalaku. Dia menangis di pojok, seperti saat mengejar ayahnya yang pergi meninggalkannya. Mulutnya boleh saja bilang kalau dia benci dengan sang ayah, tapi sebenarnya hatinya menginginkannya.Aku hanya bisa berbaring di atas ranjang. Temanku baru saja pulang. Kelihatannya, terjad
Aku mengembuskan napasnya. Sepertinya, harus pulang. Bagaimana nanti, saat ketemu dengan Shasha, pikirkan nanti. Belum juga ketemu? Lebih baik menyelesaiakan pekerjaannya. Aku tidak tega dengan Devan sendirian memikirkan semuanya. Tidak egois lagi, biarkan alam saja yang berbicara. Mungkin aku akan menunda S2.***Meyyis***POV DAVINAkhirnya aku pulang pada akhir bulan. Papa sudah di bawa ke Singapura. Sebelum sampai ke Indonesia, mempir sebentar untuk mengetahui keadaannya. Sepertinya memang sangat urgen sekalai. Hanya ada mama dan satu asisten rumah tangga untuk membantu mama. “Ma, bagaimana papa?” tanyaku saat baru sampai. mama memelukku erat. Aku tahu, wanita yang paling istimew itu akan menangis tadi ditahan.“Belum dapat dikatakan baik. Besok operasinya. Kamu temani kakakmu saja. Kasihan pontang-panting kerja sambil kuliah sendiri,” ucap mama. Dia mengurai&
“Pa, aku berjanji akan bergandengan tangan dengan Devan memajukan perusahaan. Maafkan aku yang selama ini egois, mementingkan diri sendiri untuk maju, tidak memikirkan persaan kalian. Aku hanya dapat merasakan pahitnya sekarang.” Davin berjanji di bawah rembulan yang mulai cemerlang, karena dapat keluar dari awan hitam. Davin tersenyum sedikit lega, sepertinya bulan juga menyambut sumpahnya.***Meyyis***POV DAVINAku pulang tepat waktu. Terlihat Devan kepayahan dalam mengurus perusahaan. Aku membantunya memantau sederet angka yang terlihat membosankan. Tapi harus dilakukan. “Vin, saham turun beberapa level. Apa kamu tahu?” Aku mengangguk.“Rumor papa sakit tentu mempengaruhi. Kita akan bersatu untuk segera menstabilkan.” Devan mengangguk. Betapa aku sangat menyesal telah pergi meninggalkan saudaraku ini dalam kepayahan. Untung saja, hanya turun beberapa level. Nam
“Oke, Om. Met istirahat.” Aku mengakhiri panggilan. Untuk besok, mungkin akan sedikit lelah untuk membereskan semua tikus-tikus yang tidak berguna. Sepertinya hal itu yang akan menjadikan perusahaan bermasalah. Jika ketemu dengan sumbernya, aku adalah orang yang tidak akan pernah mengampuni semua kesalahan. Tidak ada bagiku kesempatan kedua itu datang. Semua harus dituntaskan sampai ke akarnya. Jika Devan mewarisi sifat papa yang pemaaf, lain denganku.***Meyyis***POV DAVINPagi ini akan menjadi awal aku masuk ke perusahaan. Jas rapi, warna senada dengan milik Devan. Kami bagai pinang di belah dua. Langkah tegap berkharisma menuju ke dalam, membuat kami menjadi pusat perhatian. Bukan narsis, aku tahu mata mereka selalu silau dengan pakaian dan barang mewah. Coba kalau kami bukan anak dari Direktur Utama PT. GME, tentu mereka akan memandang rendah.Hari ini akan ada rapat seklaigus membah
“Kalian, baca laporan ini!” Aku menyuruh mereka membaca laporan yang disusun.“Maaf, Pak. Kami akan mengulanginya.”“Tidak ada kesempatan kedua kali. Ambil gaji terakhir kalian!” Bodo amat, aku akan membereskan semua yang tidak sesuai koridor.***Meyyis***POV DEVANAku berterima kasih Davin pulang. Tapi mengapa sedikit menyesal rasanya? Bukan, bukan tidak suka dengannya. Tapi cara dia menyelesaikan masalah. Bukankah terkesan arogan? Belum ada sehari tapi kasus pemecatan dengan tidak hormat sudah ada lima orang. Jika dibiarkan, mungkin akan dipecat semua sama dia. Tidak ada waktu lagi untuk mengurus perekrutan karyawan baru. Waktunya tersisa untuk memperbaiki semua konten.“Vin, aku tahu maksud kamu. Tapi, apakah perlu pemecatan? Kesalahan dalam kerja itu masih bisa ditoleransi,” pendapatku. Dia meletakkan berkas yang ada di
“Yes!” Hampir saja aku berteriak. Untung masih bisa mengendalikan diri. “Ah, terima kasih. Semoga kabar baik yang aku dengar.” Dengan seluruh kebahagiaan, sudah terbayang setiap hari akan bersamanya.***Meyyis***POV SHASHAMalam ini terasa sangat dingin dari biasanya. Mengapa aku tiba-tiba merindukan Davin. Sudah lima tahun kami tidak bertemu. Ah, salah Kurang beberapa bulan lagi. aku menutup jendela yang sudah mulai digoyangkan angin. Sepertinya, akan turun hujan.“Sha, tidur lebih awal. Temani mama. Kamu penasaran apa pekerjaan mama dulu sehingga bisa ketemu papa? Kau akan mendapatkan hari ini,” ucap Mama. Aku menoleh, mengunci jendela dan menuruti mama ke kamarnya. Mama sudah lebih baik walau masih sangat pucat. Ya Allah, semoga cepat sembuh. Hanya dia yang aku miliki.“Ma, kita bersama begini, jangan pikirkan papa lagi,” pintak
“Terima saja, Sayang. Mama akan mengajarkan bagaimana menjadi sekretaris yang baik. Agar, kamu tidak diremehkan. Walau sudah kenal dengan CEO-nya.” Aku tersenyum. Awal yang baik, ah tapi ijazahku belum keluar. Mungkin, boleh kali, ya? Menggunakan surat keterangan lulus.***Meyyis***POV SHASHAPagi ini aku akan berjuang. Walau yang menjadi pimpinan adalah sahabatku, jangan sampai dikira nepotisme sehingga semua teman akan menjuluki aku mengandalkan tampang dan koneksi doang. Naik MRT lebih cepat sampai. Gedung menjulang tinggi terlihat di depan mata. “GNE, aku datang!” teriakku sambil mengangkat kedua tangan, sehingga orang yang ada di sekitar memperhatikan. Aku meminta maaf karena sudah membuat heboh dan mengganggu mereka.Langkah kaki ini menuju ke ruang yang sudah tersedia. Aku membaca peta ruangan, ternyata ada di lantai Sembilan. Di sana sudah ada beberapa orang. Satu, du
“Apa aku bilang, jadi jangan kecewa kalau tidak diterima.” Aku mengembuskan napas berat. Duh, aku lupa kasih tahu mama kalau merebus air untuk minum. Mama kutelepon juga tidak diangkat, reflek kaki lari dan bug … menabarak Davin.“Maaf, Pak!” Aku meninggalkannya setelah menunduk untuk menghormat dan meminta maaf. Bodoh amat! Mau dia marah juga biarin.***Meyyis***POV DAVINBagaimana aku menghadapi Shasha besok? Ash, Devan apa maksudnya? Aku mati-matian melupakannya dan meninggalkannya? Dia malah akan mendekatkanku.“Vin, terima Shasha apa pun kualifikasinya,” tutur Devan. Dia datang dengan secangkir kopi hitam.“Aku tidak janji, tidak mampu ya berarti out. Kamu tahu ‘kan? Aku paling tidak suka dengan adanya koneksi?” Devan mengangguk.“Aku yakin kamu pasti akan berubah pikiran kalau ta
“Lihatlah Davin melongo,” bisik Rania. Apa ada yang salah? Apakah dia tahu jika belakang gaun ini terdapat banyak peneliti aku tiba-tiba tidak percaya diri.POV Davin“Ada apa?” tanyaku. Penasaran masih juga menggerayangi jiwaku. Aku tahu kekasihku itu hanya meggodaku. Ia memang membuat aku sangat gemas kepadanya. “Dilarang bertanya,” katanya. “Biar aku yang menyetir. Matamu begitu merah, kamu boleh tidur,” ucapnya. Aku tahu ia adalah kekasihku yang super pengertian. Jika tidak begitu, mana mungkin aku tergila-gila padanya. Biar aku lihat lagi, ada apa sebenarnya di matanya? Ia selalu membuatku tidak dapat berpaling darinya.“Tidak,” ucapku. Aku laki-laki, kalau hanya bertahan sebenatar sampai kantor, masa tidak bisa? Ah, Dia keras kepala. Punggungku didorong ke arah kursi penumpang di samping kemudi. Setelah itu ia segera berlari memutar untuk masuk ke ruang kemudi.“Hari ini aku yang akan menjadi sopirmu. Itu kejutan pertamanya.” Ia tersenyum sambil mengenakan sabuk pengaman. Bib
“Maafkan aku, Cinta. Ini yang aku takutkan. Aku lelaki dewasa dan membutuhkan ini.” Aku kembali membungkus tubuhnya dengan selimut walau sejujurnya aku ingin melanjutkan. “Kuharap kamu mengerti. Tolong ….” Aku pergi meninggalkannya yang meringkuk di dalam selimut.***Meyyis***POV Shasha Jam dinding berbentuk kepala kelinci sudah menunjukkan pukul 04.00 pagi aku segera bersih-bersih untuk melaksanakan salat malam yang tinggal beberapa menit lagi waktunya, menuju ke subuh. Setelah salat malam dan sedikit dzikir mulai terdengar suara azan. Aku melaksanakan salat dua rakaat dan keluar dari kamar untuk sekedar olahraga pagi. Davin sudah siap di taman belakang, melakukan pemanasan tanpa banyak bicara. Aku menyusulnya dan melakukan pemanasan juga. “Mau cobain kita jogging di trek taman depan?” tanyanya.“Yuk, aku ingin membeli sarapan,” ucapku.“Pingin sarapan apa?” tanyanya. “Bubur ayam di tepian itu sepertinya enak.” Davin mengangguk.“Baiklah, sebentar aku ambil dompet dulu.” Lelakiku
“Kamu sangat … please jangan seperti ini. Aku bisa mati penasaran.” Aku menggoyangkan telunjukku tanda memberinya kode bahwa dia tidak akan mendapatkan jawabannya sekarang. Ia terlihat kesal, akan tetapi menurut. Sebenarnya, aku sedikit merasa kasihan tetapi juga merasa senang, bisa sekali-kali ngerjain dia.***Meyyis***POV DAVINSetelah pesta usai, kami tentu pulang ke Indonesia. Kami beraktifitas seperti biasanya, akan tetapi akhir-akhir ini Sasha membuatku jengkel. Apa ia sudah tidak cinta lagi? sepertinya berubah, hal itu menjadi sering uring-uringan karena takut kehilangan dia. Leboh baik aku menghindar saja, biar ia merasa. Kalau tidak merasa juga, berarti memang sudah tidak mencintaiku. Apakah ada orang lain? Tidak mungkin … ia mencintaiku. Aku menghempaskan pikiran jahat yang menguasaiku.Dia memegang tangan, aku tahu itu trik untuk mengelabuhi, lebih baik aku menghempaskan tangannya saja. Tapi aku rindu memeluk tubuhnya, harum tubuhnya terutama bibirnya yang membuatku mabuk
“Kamu mau mengatakannya atau mendapatkan hukuman dariku.” Davin akan menciumku kembali, akan tetapi aku dorong. “Tidak malam ini. Aku tidak akan mengalah padamu. Kalau kamu memberi hukuman, berarti tidak akan aku beritahu apa yang aku persiapkan.” Aku tahu ia sangat kesal. Biarkan saja.***Meyyis***POV Shasha“Kamu memang benar-benar,” tutur Davin. Ia merasa sangat kesal dengan sang keksih, tapi juga gemas.“Oke, kali ini kamu harus kalah, dan harus mengalah aku ….” Kedua lengaku, lepas dari leher Davin, dan berhasil kabur darinya. “Biarkan saja ia kesal. Makanya jadi orang jangan suka ngambil kesimpulan cepat.” Aku menutup pintu kamar dan menguncinya. Suara tutukan sepatu terdengar menjauh dari kamarku. Aku yakin lelakiku itu akan berpikir sepanjang malam dan tidak bisa tidur. Biarkan saja, aku sangat suka menggodanya seperti itu.Esok hari, telah tiba sebelum ayam berkokok. Davin sudah mengetuk pintu kamarku. Aku yang baru saja bangun tidur bahkan belum sempat mencuci wajah, m
Tepuk tangan menggema di taman itu. Setelah sesi tukar cincin, maka selanjutnya mereka berjalan turun dari pelaminan untuk menemui tamu. Aku sudah siap dengan keranjang kalau mawar untuk ditaburi sepanjang jalan. Sampai di ujung karpet, Elsa melempar buket bunga. Kami berdesakan agar mendapatkan buket itu.***Meyyis***POV ShashaSetelah pesta berlangsung aku dan Davin pulang ke Indonesia. Kami beraktifitas seperti biasanya, akan tetapi akhir-akhir ini Davin menjadi sering uring-uringan. Aku tidak tahu kenapa? Bahkan hari ini dia dua kali marah. Davin memang berbeda dengan orang lain, dia kalau marah lebih suka diam. Ditanya diam dan menghindar. Aku mengingat-ingat salah apa hari ini, tetapi tidak juga menemukan kesalahanku. Kami sudah memasuki mobil untuk pulang ke rumah. Aku bermaksud untuk mengajaknya bicara sekarang, karena kami dalam wilayah santai sehingga akan sangat mudah berbicara dengannya.Aku memegang tangannya, akan tetapi Davin menghempaskan tanganku. Aku memilih untuk t
Aku tahu papa juga terharu melihat putri pertamanya sudah melangkah ke jenjang selanjutnya. Meskipun Papa menginginkan ini, aku yakin sebagai seorang ayah lelaki itu merasa dirampok ketika putrinya akan dinikahi oleh lelaki mana pun. Bisa dibilang, hati dan cintanya akan direbut oleh lelaki lain walaupun dalam konotasi yang berbeda.***Meyyis***POV ShashaPapa adalah orang Jawa tulen. Meskipun sekarang berada di Singapura, ia menghendaki suara gamelan, alih-alih lagu romantic. Maka saat Elsa keluar, walaupun menggunakan gaun bertema internasional, akan tetapi suara gamelan mulai terdengar. Hatiku ikut merasa tersenyum mendengar suara music pentatonic itu. Betapa indahnya, sebuah musik yang menjadi ciri khas Nusantara tersebut yang telah mengakar pada budaya kita.Aku menjadi pengiring pengantin mengikuti langkah pengantin dari belakang. Setelah sampai ke pelaminan, Papa menyerahkan tangan pada Arya yang sudah berdiri di atas pelaminan dengan jas putih yang menawan. Rambutnya tertata
“Aku bawa ke rumah Davin. Di rumahnya akan banyak kesedihan jika ia melihat kamar mama.” Aku tahu karena kekasihku itu sudah bicara sebelumnya. Aku tersenyum dengan interaksi kedua orang itu. Setelah mengetahui yang dibicarakan Arya, aku memilih hengkang dari tempatku mengintip.***Meyyis***POV ShashaIni adalah pernikahan yang diimpikan oleh Elsa setelah banyak rintangan dengan Arya. Hari ini saatnya kedua sejoli itu melangkah ke jenjang selanjutnya, mengikat janji suci dalam ikatan pernikahan. Bunga-bunga bernuansa putih sudah menghiasi nuansa taman golf tersebut.Pernikahannya dilakukan di Singapura karena mama dan papa berada di sini. Wanita yang menjadi kakakku dari ibu yang berbeda itu, kini sudah mengenakan gaun putih dengan hiasan kepala yang menjuntai. Dia sangat cantik dan menawan. Lekuk tubuhnya yang indah, tinggi badannya yang menjulang dan semampai membuatnya bak model.“Kak, kamu sangat cantik.” Aku memandang lekat ke mata indah kakakku itu. “Benarkah? Aku masih tidak
Aku ke dapur untuk membuat yang kupikirkan itu. Setelah dua sendok sereal masuk ke gelas, dua sendok susu coklat masuk juga. Air panas segera meluncur untuk menyatukan keduanya. Aroma khas coklat semakin memperparah rasa laparku. Aku mulai meniup makanan itu, menyendoknya mengarahkan ke mulut. Hmmm … ini lebih nikmat. Sesuap demi suap makanan itu tandas meluncur ke perutku. Ini lebih dari cukup.***Meyyis***POV DAVINTeleponku berbunyi. Aku tersenyum saat di layar terlihat Sayangku memanggil. Langsung saja tombol terima aku usap.“Iya, Sayang.” Sapaan terakhir tidak akan pernah lupa agar wanitaku itu merasakan bahwa aku memang sangat menggilainya.“Bagaimana korbannya?” tanyanya. Aku tahu, hanya alasan saja bertanya tentang korban kecelakaan yang sedang kami urus. Akan tetapi aku paham bahwa sebenarnya ia sangat ingin bersamaku.“Kamu kangen sama aku?” Langsung saja aku tembak dengan perkataan begitu agar ia makin berbunga-bunga. Aku yakin saat ini perutnya penuh dengan taman bunga y
“Aku melihat korban penuh darah, Sha. Bagaimana keadaannya. Ia kasihan banget. Seandainya kita satu mobil saat itu, Arya akan lebih tenang memandangku. Aku yang salah.” Aku ingin tertawa rasanya. Bagaimana bisa Arya menyetir sambil memandang Elsa. Pantas saja kecelakaan.***Meyyis***POV Shasha“Kamu kok malah ketawa?” Elsa menghapus air matanya.“Maaf … aku tertawa karena itu lucu, Kak. Arya benar-benar mencintaimu. Aku akan cari tahu untukmu bagaimana keadaan dari korban.” Aku mengelus pundak Elsa. Setelahnya, menelepon Davin untuk mengetahui keadaan sang korban.“Iya, Sayang.” Suara Davin memang selalu bikin baper.“Bagaimana korbannya?” tanyaku.“Kamu kangen sama aku?” ‘Kan? Dia memang selalu begitu. Tapi … sebenarnya kangen juga, sih?“Jangan mengalihkan perhatian. Bagaimana keadaannya. Elsa masih ketakutan.” Davin terdengar tertawa sedikit.“Dia sudah ditangani. Bilang sama kakakmu tenang saja. Arya sedang diintrogasi. Tim legal dari kantornya juga sudah datang untuk membebaska