“Pak, maaf,” panggil Shasha. Aku menoleh, berhenti tepat di depan mejanya. Dia menyentuh leherku, membetulkan dasi. “Maaf, aku kira dasi bapak Kurang rapi karena berlari.” Aku menelan ludah. Ternyata, begitu sangat bahaya berada di area terdekat dengannya. Mungkin aku … ah, apa yang aku pikirkan. Kenapa kali ini dia sangat cantik? ***POV SHASHA*** Demi apa pun, aku harus melakukannya. Kata mama, menjadi sekretaris itu seperti baby sitternya. Aku melakukan semua untuk bos. Dari kebutuhan kecil, hingga besar semua aku yang mengatur. Termasuk sekarang, melihat dasinya miring, harus bisa mendandaninya. “Pak, maaf.” Aku keluar dari kubikel, menyentuh dasi yang ada di lehernya. “Maaf, aku kira dasi bapak Kurang rapi karena berlari.” Kami sangat dekat. Aroma maskulin mulai menyentuh hidungku. Ya Tuhan, jangan sampai dadaku meledak berada sangat dekat denga
Baca selengkapnya