POV SHASHA
Aku mulai terbiasa dengan segala keperluan Davin. Kami semakin dekat, walau masih saja ada jarak tidak seperti dulu. Lebih tepatnya, aku harus tahu diri sebagai bawahannya. Kadang memang merasa lelah, tapi harus bisa menikmati. Sebentar lagi, tahun ke satu aku bekerja kepadanya. Sepertinya, hidupku memang untuk bekerja. Dari dua puluh empat jam, hampir empat belas jam aku bersamanya. Jika pekerjaan sudah kelar, seperti baby sitter harus mengikutinya sampai di tertidur. Memang, gajiku lebih besar dari sekretaris pada umumnya. Selain itu, Davin sangat sopan tidak pernah macam-macam.
“Kenapa? Belum pernah melihat cowok seksi?” ucap Davin. Aku kaget, sepertinya lamunanku membuat terlambat untuk keluar dari kamarnya
“Saya akan keluar,” pungkasku. Kakiku mulai melangkah tapi ….
“Tidak usah, tetap di sini.” Bagaimana bisa? Dadaku terasa terba
“Belum, aku akan menyerahkan tim promosi untuk menyelesaikan kasus ini terlebih dahulu. Kamu tetap fokus pada hal yang biasanya saja,” ucap Davin. Aku mengiyakan perkataannya. Mau bagaimana lagi? Lembur ya lembur. Sudah bias aitu. Tidak lagi menjadi rutinitas yang spesial. Menjadi asisten dan sekretarisnya, tidak mudah.***Meyyis***POV DAVINAku mencari Shasha. Kemana dia? Ini baru pukul lima? Aku mencari di kubikannya, tidak ada? Lebih baik kembali saja ke ruanganku. Melihat suasana kota yang semakin meremang, lebih baik. Aku melihat ke arah jalan yang semakin padat. “Maaf, Pak. Saya terlambat.” Dia datang sambil berlari.“Dari mana? Sudah sore, kamu tidak akan pulang?” tuturku.“Bapak mau pulang sekarang?” Aku tidak menjawab, langsung balik badan dan meninggalkan ruangan itu. Tapi, tidak ada bunyi sepatu. Aku menoleh, melihatnya
“Ada apa? Apa kamu mencari seseorang?” tanya dia. Sudah tahu nanya, batinku tidak suka pada wanita itu, sebab kalau ketemu yang dibicarakan selalu saja hal yang sama. Akan menjodohkan dengan anaknya, yang super duper menjijikkan karena pesolek sejati. Aku sangat anti dengan wanita pesolek. Pasti akan banyak menyusahkan. Aku permisi untuk mencari Shasha.***Meyyis***POV SHASHAAku sangat curiga dengan Davin. Bilang tidak ada apa-apa? Tapi wajahnya tidak bisa bohong. Walau sudah lama berpisah, boleh dibilang aku sangat mengerti dirinya. Baiklah, mungkin saja memang ada sesuatu yang terjadi. Aku ke kantor bagian periklanan. Mereka sedang sibuk memperbaharui iklan dan ….“Pak Ari, mengapa mengubah fitur?” Aku melihat, bagian iklan merubah deskripsi fitur.“Kamu tidak tahu masalah yang terjadi?” tanya beliau.“Tahu
Aku menyelipkan tangan di lengannya. Aish jantung, jangan lompat-lompat, dong? Stop, jangan sampai dia tahu kalau aku gugup. Bisa berabe kalau tahu. Kami melangkah ke pesta itu, dia menyapa beberapa kolega. Lebih baik melepaskan diri dari malapetaka ini. Lebih baik aku mojok dan makan minum ‘kan? Ais, ini minuman aku tidak pernah coba. Davin selalu memberikan jus jeruk. Aku ingin suasana baru. Aish, ini minuman rasanya aneh. Pahit, ditenggorokan mirip coca-cola, kemrenyes … atau lidahku yang bermasalah, ya? Tapi sudah mengambil, bukankah tidak sopan tidak meminumnya? ***Meyyis*** POV DAVIN “Hah? Dia minum wine? Bahaya!” bisikku kepada diri sendiri. “Kamu di sini? Aku cari0cari juga. Kebiasaan kalau pesta menghilang. Sha, sudah aku katakan untuk menjauhi minuman seperti itu, malah meminumnya. Apa tahu ap aitu?” tanyaku menyingkirkan minuman set
“Kamu, sangat seksi saat tidur seperti itu. Mulai sekarang, aku akan memperhatikanmu. Maafkan aku, karena sudah membuatmu susah. Aku akan melindungimu mulai saat ini. Aku mencintaimu.” Satu kecupan mendarat di kening Shasha, yang kini sudah terlelap. Aku mulai menjalankan mobilya.***Meyyis***POV SHASHA“Ah, pusing banget!” bisikku pada diri sendiri. Kepalaku sangat pusing dan rasanya pengar. Aku kenapa, ya? Aku memijit lembut kepala, agar lebih baik. Tunggu! Ini … ini bukan kamarku? Bajuku … bajuku ganti? Ini kamar siapa? Aku mengingat kejadian semalam.Lebih baik melepaskan diri dari malapetaka ini. Lebih baik aku mojok dan makan minum ‘kan? Ais, ini minuman aku tidak pernah coba. Davin selalu memberikan jus jeruk. Aku ingin suasana baru.Aish, ini minuman rasanya aneh. Pahit, ditenggorokan mirip coca-cola, kemrenyes … atau li
“Kita pulang, kamu bisa memelukku semalaman,” tukas Davin.“Aaa!” Aku sangat malu setelah mengingat semuanya. Kenapa bisa, sih? Ini memalukan sekali. Bagaimana aku menghadapi Davin? Sepertinya … arghhh … aku malu sekali.***Meyyis***POV DAVIN“Pagi, Sleeping Beauty,” sapaku. Baru saja, aku selesai lari pagi. Keringat juga belum tuntas dari tubuhku.“Pa-gi … Pak Davin?” Dia bangkit dari berbaringnya dan menunduk. Ah, bisa bahaya ini? Dia sangat seksi dengan baju yang kedodoran itu.“Mandilah! Gentian.” Aku pura-pura cuek seperti biasanya.“Pak, itu … maaf apa yang terjadi semalam?” tanya dia.“Kamu tidak ingat? Mau mengulang yang terjadi semalam? Semalam kita ….”“Ah, tida-tidak …
“Pak! Pak! Davin bangun! Davin!” Dia melakukan CPR pada dadaku, memberikan napas buatan. Ah, ternyata aku memang menyukai bibir gadis ini. Aku melumatnya, ketika bibir itu menempel. Nampaknya, dia kaget.***Meyyis***POV SHASHA“Pagi, Sleeping Beauty,” sapa Davin. Baru saja, dia selesai lari pagi sepertinya. Keringat juga belum tuntas dari tubuhnya. Waduh, bahaya besar. Dia sangat terlihat tampan dan seksi dengan peluh di dahinya. Lelaki itu menyibak horden sehingga matahari pagi menerpa wajahnya dan wajahku.“Pa-gi … Pak Davin?” Aku bangkit dari berbaring dan menunduk. Aku sangat malu kali ini. bangun tidur, pasti masih belekan. Tapi, mau bagaimana lagi?“Mandilah! Gentian.” Ah, kok dia cuek gitu, ya? Sebenarnya semalam apa yang terjadi? Lagi pula, mengapa bajuku ganti? Siapa yang menggantikan? Dia? Duh, lihat semua, d
“Pak! Pak! Davin bangun! Davin!” Aku melakukan CPR pada dada, memberikan napas buatan. Demi apapun, kembalilah. Aku sangat panik. Aku mengulang memberikan napas buatan berkali-kali.***Meyyis***POV DAVINAku tidak tega melihat dia menangis. Dengan seluruh perasaan bangkit dan memeluknya. “Jangan menangis lagi. Aku baik-baik saja.” Shasha berusaha melepaskan diri. Tapi, aku tidak akan melepaskannya.“Lepas! Kamu bohong. Aku terlihat seperti orang bodoh sudah mengkhawatirkanmu,” kesal Shasha.“Aku hanya ingin tahu perasaanmu. Maafkan aku, jangan menangis lagi.” Aku berusaha menenagkannya. Dia maasih memukulku dengan sekuat tenaga. Aku membiarkan dirinya meluapkan emosi. Setelah agak tenang, melepaskan pelukan dan membelai rambutnya.“Aku tahu kamu sayang sama aku, sejak SMA.” Dia masih berusaha mendor
Setelah berganti celana, aku keluar untuk menyusul Shasha yang pasti maasih menenangkan jantungnya yang jumpalitan. ‘Kan? Dia bengong di balkon kamar sebelah. Aku mengagetkannya dengan memeluk dari belakang. “Aku mencintaimu,” bisikku. ***Meyyis***POV SHASHA“Lepas! Kamu bohong. Aku terlihat seperti orang bodoh sudah mengkhawatirkanmu,” kesalku. Demi apa pun aku sangat kesal dengan dia. bgaimana mungkin bercanda dengan kematian? Dasar! Apa tujuannya coba?“Aku hanya ingin tahu perasaanmu. Maafkan aku, jangan menangis lagi.” Aku memukulnya dengan sekuat tenaga tapi tentu tidak ngaruh untuknya. Dadanya yang keras dan berotot dapat menahannya. Aku merasa agak tenang, setelah dia memelukku. Tidak berapa lama melepaskan pelukan dan membelai rambutku. Aku berbohong membencinya, rasanya justru sangat nyaman berada di pelukannya. Apakah aku … runtuh su
“Lihatlah Davin melongo,” bisik Rania. Apa ada yang salah? Apakah dia tahu jika belakang gaun ini terdapat banyak peneliti aku tiba-tiba tidak percaya diri.POV Davin“Ada apa?” tanyaku. Penasaran masih juga menggerayangi jiwaku. Aku tahu kekasihku itu hanya meggodaku. Ia memang membuat aku sangat gemas kepadanya. “Dilarang bertanya,” katanya. “Biar aku yang menyetir. Matamu begitu merah, kamu boleh tidur,” ucapnya. Aku tahu ia adalah kekasihku yang super pengertian. Jika tidak begitu, mana mungkin aku tergila-gila padanya. Biar aku lihat lagi, ada apa sebenarnya di matanya? Ia selalu membuatku tidak dapat berpaling darinya.“Tidak,” ucapku. Aku laki-laki, kalau hanya bertahan sebenatar sampai kantor, masa tidak bisa? Ah, Dia keras kepala. Punggungku didorong ke arah kursi penumpang di samping kemudi. Setelah itu ia segera berlari memutar untuk masuk ke ruang kemudi.“Hari ini aku yang akan menjadi sopirmu. Itu kejutan pertamanya.” Ia tersenyum sambil mengenakan sabuk pengaman. Bib
“Maafkan aku, Cinta. Ini yang aku takutkan. Aku lelaki dewasa dan membutuhkan ini.” Aku kembali membungkus tubuhnya dengan selimut walau sejujurnya aku ingin melanjutkan. “Kuharap kamu mengerti. Tolong ….” Aku pergi meninggalkannya yang meringkuk di dalam selimut.***Meyyis***POV Shasha Jam dinding berbentuk kepala kelinci sudah menunjukkan pukul 04.00 pagi aku segera bersih-bersih untuk melaksanakan salat malam yang tinggal beberapa menit lagi waktunya, menuju ke subuh. Setelah salat malam dan sedikit dzikir mulai terdengar suara azan. Aku melaksanakan salat dua rakaat dan keluar dari kamar untuk sekedar olahraga pagi. Davin sudah siap di taman belakang, melakukan pemanasan tanpa banyak bicara. Aku menyusulnya dan melakukan pemanasan juga. “Mau cobain kita jogging di trek taman depan?” tanyanya.“Yuk, aku ingin membeli sarapan,” ucapku.“Pingin sarapan apa?” tanyanya. “Bubur ayam di tepian itu sepertinya enak.” Davin mengangguk.“Baiklah, sebentar aku ambil dompet dulu.” Lelakiku
“Kamu sangat … please jangan seperti ini. Aku bisa mati penasaran.” Aku menggoyangkan telunjukku tanda memberinya kode bahwa dia tidak akan mendapatkan jawabannya sekarang. Ia terlihat kesal, akan tetapi menurut. Sebenarnya, aku sedikit merasa kasihan tetapi juga merasa senang, bisa sekali-kali ngerjain dia.***Meyyis***POV DAVINSetelah pesta usai, kami tentu pulang ke Indonesia. Kami beraktifitas seperti biasanya, akan tetapi akhir-akhir ini Sasha membuatku jengkel. Apa ia sudah tidak cinta lagi? sepertinya berubah, hal itu menjadi sering uring-uringan karena takut kehilangan dia. Leboh baik aku menghindar saja, biar ia merasa. Kalau tidak merasa juga, berarti memang sudah tidak mencintaiku. Apakah ada orang lain? Tidak mungkin … ia mencintaiku. Aku menghempaskan pikiran jahat yang menguasaiku.Dia memegang tangan, aku tahu itu trik untuk mengelabuhi, lebih baik aku menghempaskan tangannya saja. Tapi aku rindu memeluk tubuhnya, harum tubuhnya terutama bibirnya yang membuatku mabuk
“Kamu mau mengatakannya atau mendapatkan hukuman dariku.” Davin akan menciumku kembali, akan tetapi aku dorong. “Tidak malam ini. Aku tidak akan mengalah padamu. Kalau kamu memberi hukuman, berarti tidak akan aku beritahu apa yang aku persiapkan.” Aku tahu ia sangat kesal. Biarkan saja.***Meyyis***POV Shasha“Kamu memang benar-benar,” tutur Davin. Ia merasa sangat kesal dengan sang keksih, tapi juga gemas.“Oke, kali ini kamu harus kalah, dan harus mengalah aku ….” Kedua lengaku, lepas dari leher Davin, dan berhasil kabur darinya. “Biarkan saja ia kesal. Makanya jadi orang jangan suka ngambil kesimpulan cepat.” Aku menutup pintu kamar dan menguncinya. Suara tutukan sepatu terdengar menjauh dari kamarku. Aku yakin lelakiku itu akan berpikir sepanjang malam dan tidak bisa tidur. Biarkan saja, aku sangat suka menggodanya seperti itu.Esok hari, telah tiba sebelum ayam berkokok. Davin sudah mengetuk pintu kamarku. Aku yang baru saja bangun tidur bahkan belum sempat mencuci wajah, m
Tepuk tangan menggema di taman itu. Setelah sesi tukar cincin, maka selanjutnya mereka berjalan turun dari pelaminan untuk menemui tamu. Aku sudah siap dengan keranjang kalau mawar untuk ditaburi sepanjang jalan. Sampai di ujung karpet, Elsa melempar buket bunga. Kami berdesakan agar mendapatkan buket itu.***Meyyis***POV ShashaSetelah pesta berlangsung aku dan Davin pulang ke Indonesia. Kami beraktifitas seperti biasanya, akan tetapi akhir-akhir ini Davin menjadi sering uring-uringan. Aku tidak tahu kenapa? Bahkan hari ini dia dua kali marah. Davin memang berbeda dengan orang lain, dia kalau marah lebih suka diam. Ditanya diam dan menghindar. Aku mengingat-ingat salah apa hari ini, tetapi tidak juga menemukan kesalahanku. Kami sudah memasuki mobil untuk pulang ke rumah. Aku bermaksud untuk mengajaknya bicara sekarang, karena kami dalam wilayah santai sehingga akan sangat mudah berbicara dengannya.Aku memegang tangannya, akan tetapi Davin menghempaskan tanganku. Aku memilih untuk t
Aku tahu papa juga terharu melihat putri pertamanya sudah melangkah ke jenjang selanjutnya. Meskipun Papa menginginkan ini, aku yakin sebagai seorang ayah lelaki itu merasa dirampok ketika putrinya akan dinikahi oleh lelaki mana pun. Bisa dibilang, hati dan cintanya akan direbut oleh lelaki lain walaupun dalam konotasi yang berbeda.***Meyyis***POV ShashaPapa adalah orang Jawa tulen. Meskipun sekarang berada di Singapura, ia menghendaki suara gamelan, alih-alih lagu romantic. Maka saat Elsa keluar, walaupun menggunakan gaun bertema internasional, akan tetapi suara gamelan mulai terdengar. Hatiku ikut merasa tersenyum mendengar suara music pentatonic itu. Betapa indahnya, sebuah musik yang menjadi ciri khas Nusantara tersebut yang telah mengakar pada budaya kita.Aku menjadi pengiring pengantin mengikuti langkah pengantin dari belakang. Setelah sampai ke pelaminan, Papa menyerahkan tangan pada Arya yang sudah berdiri di atas pelaminan dengan jas putih yang menawan. Rambutnya tertata
“Aku bawa ke rumah Davin. Di rumahnya akan banyak kesedihan jika ia melihat kamar mama.” Aku tahu karena kekasihku itu sudah bicara sebelumnya. Aku tersenyum dengan interaksi kedua orang itu. Setelah mengetahui yang dibicarakan Arya, aku memilih hengkang dari tempatku mengintip.***Meyyis***POV ShashaIni adalah pernikahan yang diimpikan oleh Elsa setelah banyak rintangan dengan Arya. Hari ini saatnya kedua sejoli itu melangkah ke jenjang selanjutnya, mengikat janji suci dalam ikatan pernikahan. Bunga-bunga bernuansa putih sudah menghiasi nuansa taman golf tersebut.Pernikahannya dilakukan di Singapura karena mama dan papa berada di sini. Wanita yang menjadi kakakku dari ibu yang berbeda itu, kini sudah mengenakan gaun putih dengan hiasan kepala yang menjuntai. Dia sangat cantik dan menawan. Lekuk tubuhnya yang indah, tinggi badannya yang menjulang dan semampai membuatnya bak model.“Kak, kamu sangat cantik.” Aku memandang lekat ke mata indah kakakku itu. “Benarkah? Aku masih tidak
Aku ke dapur untuk membuat yang kupikirkan itu. Setelah dua sendok sereal masuk ke gelas, dua sendok susu coklat masuk juga. Air panas segera meluncur untuk menyatukan keduanya. Aroma khas coklat semakin memperparah rasa laparku. Aku mulai meniup makanan itu, menyendoknya mengarahkan ke mulut. Hmmm … ini lebih nikmat. Sesuap demi suap makanan itu tandas meluncur ke perutku. Ini lebih dari cukup.***Meyyis***POV DAVINTeleponku berbunyi. Aku tersenyum saat di layar terlihat Sayangku memanggil. Langsung saja tombol terima aku usap.“Iya, Sayang.” Sapaan terakhir tidak akan pernah lupa agar wanitaku itu merasakan bahwa aku memang sangat menggilainya.“Bagaimana korbannya?” tanyanya. Aku tahu, hanya alasan saja bertanya tentang korban kecelakaan yang sedang kami urus. Akan tetapi aku paham bahwa sebenarnya ia sangat ingin bersamaku.“Kamu kangen sama aku?” Langsung saja aku tembak dengan perkataan begitu agar ia makin berbunga-bunga. Aku yakin saat ini perutnya penuh dengan taman bunga y
“Aku melihat korban penuh darah, Sha. Bagaimana keadaannya. Ia kasihan banget. Seandainya kita satu mobil saat itu, Arya akan lebih tenang memandangku. Aku yang salah.” Aku ingin tertawa rasanya. Bagaimana bisa Arya menyetir sambil memandang Elsa. Pantas saja kecelakaan.***Meyyis***POV Shasha“Kamu kok malah ketawa?” Elsa menghapus air matanya.“Maaf … aku tertawa karena itu lucu, Kak. Arya benar-benar mencintaimu. Aku akan cari tahu untukmu bagaimana keadaan dari korban.” Aku mengelus pundak Elsa. Setelahnya, menelepon Davin untuk mengetahui keadaan sang korban.“Iya, Sayang.” Suara Davin memang selalu bikin baper.“Bagaimana korbannya?” tanyaku.“Kamu kangen sama aku?” ‘Kan? Dia memang selalu begitu. Tapi … sebenarnya kangen juga, sih?“Jangan mengalihkan perhatian. Bagaimana keadaannya. Elsa masih ketakutan.” Davin terdengar tertawa sedikit.“Dia sudah ditangani. Bilang sama kakakmu tenang saja. Arya sedang diintrogasi. Tim legal dari kantornya juga sudah datang untuk membebaska