Pergi ke kampus menggunakan sepedanya yang Harjuna sebut “butut” itu jauh lebih membahagiakan untuk Arumi daripada satu mobil dengan Harjuna dan tidak terlintas sedikit pun Arumi ingin pergi bersama pria itu.
Brugh!
“Aw!!”
Arumi merintih cukup keras saat dirinya jatuh di pinggir jalan dan sepeda yang dia kendarai itu menimpa tubuhnya.
Terlalu banyak yang Arumi pikirkan terutama memikirkan nasibnya yang sudah menjadi istri kedua Harjuna hingga Arumi tak fokus saat mengendarai sepedanya.
Arumi menunduk, meringis sedih saat menatap rok midi yang dia kenakan di bagian lututnya robek, pun melihat kaki dan telapak tangannya yang sedikit terluka.
“Ya ampun, aku harus cepat-cepat ke kampus. Kalau sampai telat Pak Harjuna bisa mengusirku!” Arumi memekik, dia hampir melupakan hal penting itu.
Meski kakinya masih terasa nyeri setelah terjatuh tadi, Arumi segera mengayuh sepedanya cepat-cepat menuju kampus, dosen yang mengajar mata kuliah pagi ini adalah Harjuna!
Dosen yang terkenal arogan.
“Keluar!”
Bencana yang Arumi bayangkan saat di jalan tadi pun terjadi, dia terlambat dan Harjuna mengusirnya.
“Maaf Pak tadi saya—“
“Kamu sudah terlambat sepuluh menit dan saya hanya mentoleransi keterlambatan selama lima menit. Kamu pasti sudah paham bukan peraturan ketika mengikuti mata kuliah saya?” Dari depan seluruh mahasiswa yang berada di dalam ruangan itu Harjuna menatap tajam Arumi yang baru beberapa senti melangkah melewati pintu ruangan.
Dengan berat hati Arumi mengangguk, dia terpaksa mengakui kesalahannya. Arumi mundur perlahan dari ruangan itu kemudian keluar dan menutup penuh pintu ruangan.
“Kunci pintunya agar tidak ada yang lancang menerobos masuk dan mengganggu materi yang sedang saya sampaikan!”
Suara Harjuna yang khas dan mampu membuat bulu kuduk berdiri saat mendengarnya terdengar keras sampai ke telinga Arumi, kini Arumi hanya bisa mendesah kesal dan duduk meratapi nasibnya.
Selesai mengajar, Harjuna meminta Arumi datang ke ruangannya dan Arumi pun bergegas untuk menemui pria itu.
“Rupanya kamu sudah pintar menyombongkan diri!”
Kalimat dengan nada menyindir itu menyambut Arumi yang baru masuk ke dalam ruangan yang Harjuna tempati.
“Maksud Pak Harjuna apa?” tanya Arumi mengernyit bingung.
Harjuna melipat kedua tangan di depan dada dan mendongak angkuh memperhatikan mahasiswi di depannya itu yang juga merupakan istri keduanya meski Harjuna tidak sudi mengganggap Arumi sebagai istrinya.
Jika bukan karena menuruti kemauan papanya yang sudah sering sakit-sakitan, Harjuna tidak akan menikahi Arumi, putri dari sahabat papanya. Harjuna hanya menginginkan satu wanita untuk melengkapi hidupnya yaitu Kinara.
“Kamu sekarang sudah menjadi istri kedua dari cucu pemilik kampus ini. Makanya kamu langsung menyombongkan diri dengan sengaja datang terlambat di mata kuliah saya!”
“Maaf Pak Harjuna, saya bukan sengaja datang terlambat, tapi saat di jalan tadi saya sempat terjatuh.” Arumi menjelaskan dengan berusaha mengumpulkan seluruh ketenangannya saat berhadapan dengan dosen arogan itu.
“Alasan klise!”
“Pak Harjuna tidak percaya? Lihat ini, Pak.” Arumi nekat menaikkan rok midi yang dia kenakan sampai ke atas lutut dan menunjukkan luka-luka di kakinya disusul dengan menunjukkan bagian roknya yang robek dan luka di telapak tangannya.
“Saya tidak peduli Arumi! Saya hanya peduli kamu mematuhi peraturan di mata kuliah saya dan satu lagi!” Harjuna bangun dari tempat duduknya, berjalan mendekati Arumi dan menghujani wanita itu dengan sorot tajam matanya.
Arumi mundur-mundur perlahan, nyalinya menciut kembali saat berhadapan dengan Harjuna dalam jarak sedekat ini, bahkan aroma parfum yang khas dari pria itu begitu menusuk indra penciumannya membuat pijakan Arumi sedikit goyah.
“Jangan sampai orang-orang di kampus ini tahu kalau kamu istri kedua saya!” lanjut Harjuna menegaskan di depan wajah Arumi.
Bagi Harjuna akan sangat memalukan jika pernikahannya dengan Arumi yang diselenggarakan secara rahasia dan hanya dihadiri oleh keluarga Arumi, papanya dan beberapa kerabat terdekat kepercayaan papanya itu terbongkar dan diketahui banyak orang.
“Baik Pak Harjuna dengan senang hati saya akan menjaga rahasia itu.” Arumi membalas sedikit menunduk di depan pria itu, tidak sanggup lama-lama memandang wajah Harjuna yang tajam.
“Permisi.” Arumi menarik mundur kakinya dari depan Harjuna kemudian berbalik keluar dari ruangan itu sebelum Harjuna memintanya keluar.
Selepas Arumi keluar dari ruangannya, Harjuna mendaratkan dirinya kasar ke kursi, dia bersandar penuh ke punggung tempat duduknya yang empuk itu.
‘Pria tua ini sudah tak sabar ingin menggendong cucu, Harjuna. Mengingat Kinara yang sudah keguguran dua kali dan sekarang sering sakit-sakitan setelah kecelakaan, papa ragu dia bisa memberikan cucu secepatnya untuk papa. Jadi papa sangat berharap pernikahanmu dengan Arumi bisa memberikan cucu secepatnya untuk papa!’
Harjuna menggeram marah sambil mengacak beberapa berkas dan buku yang menumpuk di atas meja di depannya, dia frustasi memikirkan keinginan papanya.
“Aku tidak mungkin melakukan hal itu dengan Arumi, aku merasa mengkhianati Kinara. Bahkan dengan setuju menikahi Arumi saja sudah membuatku merasa sangat bersalah ke istriku.”
***
Arumi berjalan tergesa sambil memperbaiki letak kacamatanya yang sedikit melorot, dia menghela napas lega setelah keluar dari ruangan Harjuna tadi, sekarang Arumi akan menemui teman kuliahnya di kantin kampus.
“Bagaimana rasanya setelah diusir dari ruangan?” tanya teman kuliah Arumi—Novita yang kini menatap prihatin Arumi.
“Jelas aku malu dan pengin menangis tadi,” balas Arumi menunduk murung.
“Sabar ya Arumi. Pak Harjuna memang begitu. Dengar-dengar sih ya, istrinya itu sering sakit-sakitan. Aku curiga kayaknya istrinya itu sering sakit karena tekanan batin hidup sama Pak Harjuna.”
Arumi terbatuk-batuk kemudian meraih botol berisi air mineral miliknya yang tadi Arumi beli saat baru masuk ke kantin.
“Ya mungkin aja,” sahut Arumi santai.
Arumi sendiri tahu istri Harjuna sakit-sakitan setelah kecelakaan yang menimpa wanita itu dan mengingat Harjuna sangat mencintai istrinya, Arumi yakin Harjuna tidak mungkin membuat istrinya tekanan batin.
Namun, membuatnya tekanan batin dan menderita sangat mungkin. Arumi bergidik takut membayangkan nasib hidupnya ke depannya setelah menjadi wanita kedua di kehidupan pria arogan itu. Semalam dan pagi ini saja Harjuna sudah bertubi-tubi melontarinya dengan ucapan yang menyayat hati.
“Oh iya Rum, nanti malam kamu datang kan ke pesta ulang tahun Soraya?”
Lamunan Arumi terputus, dia segera mendongak menatap Novita yang duduk di depannya. “Iya aku datang,” balas Arumi cepat, Arumi tidak enak hati jika tidak datang di pesta ulang tahun Soraya, apalagi wanita itu dia kenal baik.
***
‘Berikan papa secepatnya cucu, Arumi. Papa sangat berharap besar sama kamu!’
Arumi melamun di taman kampus menunggu mata kuliah berikutnya dan ucapan papa mertuanya di hari pernikahannya itu terus terngiang-ngiang menghantui Arumi.
“Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Memberikan cucu untuk papa itu artinya aku dan Pak Harjuna harus melakukan….” Arumi menutup mulutnya yang menganga.
Arumi bukan bocah yang tak paham tentang hal dewasa seperti itu, apalagi sekarang dia sudah menikah dan sudah seharusnya dia memberikan pelayanan itu untuk Harjuna.
Merasa sangat tersiksa memikirkan permintaan papa mertuanya, Arumi nekat menemui Harjuna di ruangan pria itu, ingin membahas hal penting itu sekarang juga dengan Harjuna.
Beruntung saat dia menghubungi Harjuna, pria itu mengatakan sedang sendirian di dalam ruangan dosen.
“Selamat siang Pak, maaf mengganggu.”
“Mau membahas apa tiba-tiba menemui saya? Membahas alasan keterlambatan kamu tadi pagi?”
Arumi menggeleng tegas.
“Yasudah cepat ada perlu apa sama saya! Habis ini saya mau mengajar lagi!”
Mulut Arumi mendadak kaku, satu kata pun terasa sulit terlontar dari mulutnya, masalahnya yang akan dia bahas dengan Harjuna adalah hal yang dewasa.
“Saya terus memikirkan permintaan papa yang meminta cucu cepat-cepat. Saya merasa sangat terbebani dengan itu, apa sebaiknya kita mencoba melakukannya secepatnya, Pak? Bagaimana kalau nan—ti malam?” Arumi menunduk penuh dan menelan rasa malunya dalam-dalam saat Harjuna hanya meresponnya dengan tatapan dingin.
Malam ini Arumi datang ke pesta ulang tahun Soraya—wanita yang dia kenal baik sejak SMA hingga kuliah di kampus dan jurusan yang sama dengannya.Datang ke pesta malam ini sekaligus menjadi pelarian Arumi untuk bisa melupakan kejadian tadi siang, saat dia mengatakan hal lancang itu di depan Harjuna.“Sungguh memalukan!” Arumi merutuk untuk dirinya sendiri, tidak mampu melupakan ucapannya tadi siang yang sangat memalukan.Memasuki keramaian di pesta ulang tahun itu penampilan sederhana Arumi dipandang sinis oleh banyak tamu yang sudah lebih dulu datang. Pakaian yang mereka kenakan tampak mewah, kekinian dan terlihat mahal berbeda dengan dress vintage sederhana yang Arumi kenakan.Di mata mereka penampilan Arumi ketinggalan zaman, kuno dan cupu.Pesta ulang tahun itu semakin ramai, Arumi memandang bahagia temannya yang mengadakan pesta malam ini, di atas stage kecil itu, Soraya sedang bernyanyi dengan kekasihnya lalu menenggak minuman berwarna merah itu secara bergantian.Arumi melihat k
“Hei kamu, cepat temuin Nyonya Kinara!”Arumi yang sedang memoles pelan bibirnya dengan lipbalm terperanjat di tempat duduknya, dia menoleh menatap wanita yang berdiri di ambang pintu yang barusan memintanya untuk menemui Kinara.“Malah bengong lagi kamu! Cepat!” Wanita itu, Mika menarik Arumi kasar dan membawanya menuju kamar utama di rumah itu.“Lepasin! Aku bisa jalan sendiri!” Arumi memberontak berusaha melepaskan cengkeraman Mika dari lengannya.Mika mengabaikan rintihan sakit Arumi akibat ulahnya yang menarik wanita itu dan sekarang langkahnya sampai di depan Kinara yang sedang duduk di kursi roda.Brugh!Tubuh Arumi didorong kasar hingga terjatuh di depan Kinara, dia segera mendongak menatap wanita di depannya itu yang tadi pagi sempat Arumi hindari untuk bertemu.“Jadi ini wanita pilihan papa!” Kinara lebih dulu meraih dagu Arumi dan meneliti tajam wajah polos wanita itu.Sementara Mika, wanita itu berdiri angkuh sambil melipat kedua tangan di depan dada, dia berjaga-jaga di d
Kejadian semalam saat Harjuna datang dan menuduhnya sebagai wanita licik terbawa sampai ke mimpi Arumi.Di balik selimut yang menutup sebagian tubuhnya, Arumi menggigil bersama keringat yang membasahi sekujur tubuh wanita itu. Terucap samar dari mulutnya, “Ibu, aku tidak kuat. Aku ingin pulang ke rumah.”“Nyonya Arumi!” Pelayan di rumah itu membelalak syok melihat keadaan Arumi pagi ini.Wanita paruh baya itu segera mendekat untuk mengecek lebih dekat keadaan Arumi. “Nyonya kenapa?” Ina panik melihat wajah pucat Arumi dan menyentuh keringat dingin yang membasahi tangan wanita itu.Arumi tidak sanggup mengatakan apa pun, bentakan hebat Harjuna semalam dan tuduhan-tuduhan menyakitkan pria itu terus bergema di telinganya, Arumi memeluk Ina sambil terisak hebat.Setelah lebih tenang dan menenggak sedikit air hangat yang Ina berikan, Arumi kembali merebahkan tubuhnya.“Kalau Nyonya Arumi ada masalah, bisa cerita sama bibi. Nyonya bisa anggap bibi teman curhat atau apa pun yang bisa membuat
Jemari lentik Arumi saling bertaut, gemetar meremas selimut yang menutupi tubuh polosnya, Arumi menuruti perintah Harjuna dan sudah melepas kain-kain yang semula merapat di tubuhnya.Ceklek!Bunyi singkat dari pintu terbuka itu sanggup membuat Arumi melonjak hebat, dia menoleh ke arah pintu dan benar saja pria itu … Harjuna sudah datang ke kamarnya.Melihat pria itu melangkah mendekat memicu debar jantung Arumi semakin menggila, dia takut, tapi tak mungkin untuk kabur malam ini, Arumi berharap malam ini segera berlalu dengan singkat.“Tubuhmu di balik selimut itu sudah tak tertutup apa pun ‘kan? Saya hanya malas harus membuang banyak waktu untuk membuka kain-kain yang ada di tubuhmu.” Harjuna terus mendekat kemudian mendaratkan dirinya di samping ranjang, duduk menghadap Arumi.Arumi mengangguk kaku, cengkeramannya di selimut semakin erat.“Saya melakukannya bukan karena ingin, tapi karena papa. Kamu pasti mengerti bukan?”“Iya Pak saya mengerti.” Arumi mengangguk dengan lugunya.“Bai
“Kamu berharap saya akan menciummu? Tidak menyangka isi kepalamu ternyata seliar itu Arumi!”Kalimat yang Harjuna katakan seminggu yang lalu saat di perpustakaan malam itu belum mampu Arumi lupakan sampai sekarang. Wanita itu mendengus kesal di depan cermin sambil mengikat kencang rambutnya.Bagaimana mungkin Arumi mampu melupakan momen memalukan itu?Malam itu dia mengira Harjuna akan menciumnya dan Arumi dengan bodohnya hanya pasrah memejamkan mata, ekspresi Arumi malam itu seperti mendambakan sentuhan Harjuna.Hingga kalimat menyakitkan itu terlontar dari mulut Harjuna, Arumi baru sadar pria itu hanya sedang meledeknya dengan sengaja memancing seolah akan menciumnya, tapi setelah itu bebas mempermalukannya.“Aku malu banget setiap ketemu sama Pak Harjuna, untungnya sekarang aku sudah tinggal di rumah ini, tapi tetap aja, aku tidak benar-benar bisa menghindari Pak Harjuna. Dia kan suami aku.” Arumi menggerutu sambil menyambar tas kuliah yang kemudian dia letakkan di punggungnya.Aru
Arumi pikir Harjuna tak sungguh-sungguh saat memintanya untuk melayani pria itu, tapi tadi sore Harjuna mengingatkannya lagi lewat pesan yang pria itu kirimkan agar Arumi menyiapkan diri untuk malam ini.Seperti malam itu Harjuna meminta Arumi sudah tak mengenakan apa pun saat pria itu masuk ke kamar.Tentu saja Arumi menuruti permintaan Harjuna dan dia sudah menunggu selama lebih dari sepuluh menit dalam keadaan tak mengenakan apa pun, tubuh polosnya itu bersembunyi di balik selimut.Wanita itu cemas menatap ke arah pintu, debar jantungnya mulai tak terkendali lagi saat mendengar samar langkah yang mendekat ke kamar.Benar saja pria itu … Harjuna yang datang ke kamarnya.“Pak Harjuna yakin akan melakukannya malam ini dan tidak akan pergi seperti malam itu?” Arumi bertanya untuk memastikan.Jika Harjuna tak yakin untuk melakukannya malam ini setidaknya Arumi merasa lega, dia tak perlu segugup ini. Namun, sampai kapan Harjuna tak siap? Arumi terus dibayang-bayangi permintaan papa mertu
Arumi terburu-buru mengenakan pakaiannya yang tadi tergeletak di lantai setelah sempat Harjuna lepaskan lalu merapikan rambutnya yang berantakan.Sebelum keluar dari perpustakaan, Arumi melirik Harjuna lagi yang sedang terlelap di sofa. Arumi sedikit memejamkan mata, belum terbiasa melihat pemandangan semacam itu.Dia berjongkok dan meraba-raba ke sampingnya untuk meraih kemeja dan celana milik Harjuna yang tergeletak di lantai kemudian merapatkan kemeja dan celana itu ke tubuh Harjuna agar tak terpampang polos seperti itu.Arumi bernapas dengan lega, tindakannya tadi tidak membuat Harjuna terbangun, dia kemudian keluar dari perpustakaan.Sepasang mata yang tajam itu lekat memperhatikan Arumi yang baru keluar dari arah perpustakaan sambil beberapa kali mengusap rambut tergerainya, wanita itu berjalan tergesa menuju pintu belakang untuk menuju rumah kecil yang dia tempati.“Apa yang sudah dia lakukan? Mencurigakan!” gumam Kinara setelah puas menatap kepergian Arumi.Kinara segera mengg
“Maafin aku Sayang, aku masih sering ngambek dan marah-marah ke kamu.” Kinara memegang lembut kedua pipi Harjuna dan terisak di depan pria itu.Setelah tiga hari pulang ke rumah orang tuanya, malam ini Kinara baru kembali ke rumah suaminya dan satu jam lalu dia yang meminta Harjuna menjemputnya pulang ke rumah itu.“Kamu nggak perlu minta maaf. Aku yang salah bukan kamu. Aku yang sudah ingkar janji sama kamu.” Harjuna menyentuh telapak tangan Kinara yang berada di pipinya dengan lembut.Harjuna mengangkat Kinara dari kursi roda lalu membawa wanita itu ke pangkuannya, keduanya menikmati pemandangan langit malam bersama dari bangku taman.Tidak jauh dari belakang keduanya, Arumi memperhatikan interaksi manis suami istri itu.Arumi memandang keduanya tanpa ekspresi lalu berbalik menuju rumah kecil itu dengan langkah pelan seolah takut bunyi langkahnya itu akan mengusik suami istri yang sedang bermesraan di belakangnya.“Nyonya Kinara ngapain pulang segala ya? Padahal kalau dia nggak kemb