“Kamu berharap saya akan menciummu? Tidak menyangka isi kepalamu ternyata seliar itu Arumi!”
Kalimat yang Harjuna katakan seminggu yang lalu saat di perpustakaan malam itu belum mampu Arumi lupakan sampai sekarang. Wanita itu mendengus kesal di depan cermin sambil mengikat kencang rambutnya.
Bagaimana mungkin Arumi mampu melupakan momen memalukan itu?
Malam itu dia mengira Harjuna akan menciumnya dan Arumi dengan bodohnya hanya pasrah memejamkan mata, ekspresi Arumi malam itu seperti mendambakan sentuhan Harjuna.
Hingga kalimat menyakitkan itu terlontar dari mulut Harjuna, Arumi baru sadar pria itu hanya sedang meledeknya dengan sengaja memancing seolah akan menciumnya, tapi setelah itu bebas mempermalukannya.
“Aku malu banget setiap ketemu sama Pak Harjuna, untungnya sekarang aku sudah tinggal di rumah ini, tapi tetap aja, aku tidak benar-benar bisa menghindari Pak Harjuna. Dia kan suami aku.” Arumi menggerutu sambil menyambar tas kuliah yang kemudian dia letakkan di punggungnya.
Arumi keluar dari kamar yang baru dia tempati satu hari itu setelah renovasi gudang di belakang rumah Harjuna itu selesai dilakukan.
Di bagian depan dekat dengan kamar Arumi terdapat ruang kosong yang bisa dijadikan ruang tamu, lalu berjalan sedikit ke belakang dekat juga dengan kamar Arumi ada dapur kecil. Yah, gudang yang sudah disulap menjadi rumah itu sudah lebih dari cukup untuk Arumi tinggali.
“Padahal gudang yang penuh dengan tikus-tikus itu jauh lebih cocok buatmu dibandingkan harus direnovasi seperti ini karena terlalu bagus untuk wanita kedua yang kehadirannya bahkan tidak dianggap sama sekali di hidup Mas Harjuna.”
Arumi baru menutup pintu rumah saat Kinara datang bersama Mika yang mendorong kursi roda yang Kinara duduki.
“Jujur sama aku, Arumi. Apa kamu sama Mas Harjuna sudah pernah bercinta?” Kinara mendekat dan menghalang-halangi Arumi yang sudah siap akan pergi ke kampus.
“Belum,” balas Arumi apa adanya.
“Bagus deh dan sepertinya Mas Harjuna tidak akan pernah mau menyentuhmu melihat … penampilan kunomu itu pasti membuat Mas Harjuna sudah lebih dulu enek saat melihatmu, Arumi.” Kinara memindai Arumi dengan sinis dari ujung kepala sampai kaki.
Mika yang berada di belakang Kinara mengeluarkan tawa kecil untuk meledek Arumi.
Tidak peduli sudah direndahkan oleh kedua wanita itu, Arumi memandang Kinara dan Mika dengan sorot mata tenangnya sekaligus tersenyum elegan, dua cara itu sudah sangat berkelas untuk membalas Kinara dan Mika yang merendahkannya.
“Aku permisi ya Mbak Kinara, Mika. Aku harus segera ke kampus.” Arumi kembali memberikan senyuman untuk kedua perempuan itu lalu pergi melewati keduanya yang masih berada di depan rumah kecil itu.
Arumi berlari menuju ke depan gerbang rumah Harjuna. Arumi sebelumnya sudah memesan ojek online, pagi ini sengaja tak naik sepeda karena takut terlambat seperti pagi itu apalagi mata kuliah yang akan dia ikuti pagi ini adalah mata kuliah Harjuna.
Di kampus Arumi bisa menghela napasnya lega, dia bisa duduk di dalam ruangan itu tepat di samping kanan Novita sebelum Harjuna masuk ke dalam ruangan.
Tidak sampai lima menit setelah Arumi duduk di tempatnya terdengar derap langkah tegas khas Harjuna, pria itu memasuki ruangan yang seketika merubah suasana di dalam ruangan itu menjadi tegang.
Mereka yang sedang memegang ponsel pun segera menyimpan benda itu ke dalam saku dan tas masing-masing.
Setengah jam berlalu semua berjalan aman, tidak ada yang menjadi sasaran kemarahan Harjuna, semua mahasiswa di dalam ruangan itu memperhatikan dengan saksama materi kuliah yang sedang Harjuna sampaikan.
Namun, pagi ini Arumi tak benar-benar bisa fokus. Melihat Harjuna sekarang membuat Arumi mengingat kejadian memalukan malam itu lagi saat dia mengira Harjuna akan menciumnya dan kalimat menyakitkan yang pria itu katakan.
“Arumi Dyah Erika, tolong berikan pendapatmu tentang etika bisnis di era digital sekarang?” Harjuna mengajukan pertanyaan untuk wanita yang sedang menopang wajah dengan satu tangan dan terlihat sedang terbengong di tempat duduknya.
“Arumi!” Harjuna meninggikan suaranya.
Melihat ekspresi wajah Harjuna dan mendengar suara pria itu barusan membuat mahasiswa yang lain saling sikut pelan. Meski sekarang Arumi yang sedang menjadi target pertanyaan Harjuna, tapi wajah yang lain ikut memucat.
“Arumi cepat jawab pertanyaan Pak Harjuna.” Novita yang duduk di samping Arumi menendang pelan kaki Arumi.
“Eh iya, kenapa?” Arumi tersadar dari lamunan, dia gelagapan memandang ke sekitar lalu tatapannya berhenti pada pria yang sedang berdiri di depannya dan memandangnya tajam.
“Cepat jawab pertanyaan saya barusan!” tagih Harjuna dengan nada suara tegas dan lantang.
“Uhm … itu saya….” Arumi melirik Novita meminta bantuan, tapi Novita menunduk takut karena Harjuna sedang memperhatikan dengan serius.
Jika membantu Arumi, dia mencari masalah dengan dosen arogan itu.
“Tidak bisa menjawab pertanyaan sederhana dari saya, Arumi?” Harjuna memastikan sambil menggeleng prihatin karena Arumi terlihat gelagapan dengan menunjukkan tampang bodohnya.
“Saya bahkan nggak tahu Pak Harjuna bertanya apa tadi. Maaf saya kurang mendengar dengan jelas.”
“Apa ada masalah sama pendengaranmu? Sampai kamu tidak mendengar dengan jelas pertanyaan yang saya berikan tadi padahal saya mengatakan pertanyaan itu dengan suara yang lantang!”
Terdengar tawa pelan dari beberapa arah tempat duduk di tengah suasana tegang saat melihat tampang bodoh dan kebingungan Arumi.
“Pendengaran saya baik-baik saja Pak.”
“Terus kenapa kamu tidak mendengar jelas pertanyaan saya semula, hah?!”
“Saya sedang—“
“Melamun?”
Arumi mengangguk dengan lugunya dan responnya ini membuatnya terlihat semakin bodoh.
“Kalau tidak serius mengikuti mata perkuliahan saya lebih baik kamu keluar! Daripada kamu duduk di sini, tapi tidak memperhatikan apa yang saya sampaikan!” bentak Harjuna sambil mengentakkan spidol dalam genggamannya itu ke atas meja.
Arumi menunduk dalam, bibirnya bergetar menahan tangisan.
Kejadian tadi yang amat memalukan itu mengingatkan Arumi pada kejadian di semester dua, saat itu Harjuna sukses membuatnya menangis di dalam ruangan. Kasusnya sama, Harjuna memberikan pertanyaan dan Arumi kebingungan saat menjawabnya membuat pria itu terus mencecarnya.
“Siapa pun yang tidak serius mengikuti mata kuliah saya lebih baik keluar sekarang juga!” tegas Harjuna membuat sisa-sisa tawa kecil saat menertawakan Arumi tadi lenyap.
Suara mengerikan Harjuna membuat seluruh mahasiswa di dalam ruangan itu memperbaiki kembali posisi duduk dan lebih serius menatap Harjuna.
‘Ya Tuhan, bagaimana caranya aku bertahan mempunyai suami seperti dia? Mulutnya sering sekali menyakiti perasaanku. Ditambah aku harus punya anak dari pria itu. Malang sekali hidupku!’ Arumi sudah di tahap sangat marah ke Harjuna, tapi tidak bisa apa-apa selain membatin seperti sekarang.
Dari tempat duduknya, Arumi sedikit mendongak menatap tajam Harjuna yang sedang mengajukan pertanyaan untuk mahasiswa yang lain lalu fokus mendengarkan jawaban dari mahasiswa yang semula pria itu berikan pertanyaan.
***
Sudah seminggu lebih Arumi belum mengembalikan buku yang malam itu dia pinjam, malam ini Arumi akan mengembalikannya takut nanti Harjuna akan menanyakan buku itu dan berujung akan memarahinya karena meminjam buku bersampul putih itu terlalu lama.
“Semoga aja Pak Harjuna tidak akan membahas kebodohanku saat mengikuti mata kuliahnya tadi pagi.” Arumi mendekap erat buku itu sambil melangkah menuju perpustakaan pribadi Harjuna.
Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, di dalam rumah itu sudah sepi, Arumi pun tidak melihat kemunculan Kinara membuat Arumi menghela napas lega karena tidak perlu meladeni drama pertanyaan dari wanita itu.
“Selamat malam Pak Harjuna, saya mau mengembalikan buku yang saat itu saya pinjam.” Arumi sudah sampai di depan pintu perpustakaan sambil pelan-pelan membuka pintu ruangan itu.
Tidak ada respons dari Harjuna, wanita itu sedikit melongok ke dalam untuk mengecek keberadaan Harjuna, tapi tidak menemukan pria itu.
“Mungkin Pak Harjuna lagi di kamarnya dan udah tidur sama Mbak Kinara.” Arumi menebak kemudian memilih meletakkan buku itu di atas meja.
Arumi baru akan keluar dari perpustakaan saat mendengar suara batuk yang cukup keras, Arumi segera mengedarkan pandangan hingga menemukan Harjuna yang sedang meringkuk di atas sofa yang berada di pojok perpustakaan.
Arumi tak jadi keluar dari ruangan itu, dia mengayunkan langkah cepat mendekati Harjuna dan mengecek keadaan pria itu.
“Badan Pak Harjuna panas sekali.” Arumi panik setelah menyentuh tangan dan kening Harjuna.
Tubuh Harjuna yang menggigil dan tidak tertutup selimut menarik Arumi segera berlari dari ruangan itu dan mencari selimut untuk Harjuna.
Malam ini Arumi memutuskan menemani Harjuna di dalam perpustakaan sambil mengompres pria itu.
***
“Sejak kapan kamu di sini Arumi?” tanya Harjuna meraba keningnya saat merasakan ada sesuatu di atas keningnya.
“Maaf Pak Harjuna kalau saya lancang. Semalam saya menemani Pak Harjuna soalnya Pak Harjuna batuk-batuk dan pas saya cek badan Pak Harjuna panas sekali.” Arumi menjelaskan dengan gelagapan setelah terbangun dari tidurnya pagi ini.
“Kamu yang mengompres saya?”
Arumi mengangguk pelan.
“Kalau begitu saya siapkan sarapan untuk Pak Harjuna dulu ya. Habis itu Pak Harjuna minum obat. Tunggu di sini ya Pak.” Arumi melangkah cepat seraya merapikan ikatan rambutnya yang sudah tak karuan.
Harjuna memandang kepergian Arumi lalu melihat kain yang digunakan wanita itu untuk mengompresnya.
Harjuna terdiam penuh mengingat dirinya yang selama ini jika sedang sakit tak pernah mengatakan sakit di depan Kinara, Harjuna ingin istrinya sendiri yang tahu lalu memberikan perhatian tanpa dia minta.
Namun, sebelum kondisi Kinara seperti sekarang pun, wanita itu tidak pernah memberikan perhatian seperti yang Arumi lakukan. Selama ini Harjuna yang selalu meluapkan banyak perhatian untuk Kinara.
“Kebetulan sekali Bibi pagi-pagi sudah masak bubur ayam. Saya suapin ya Pak.” Arumi kembali seraya membawa semangkuk bubur ayam dan air minum untuk Harjuna.
“Ya!”
Arumi tersenyum kaku saat mendengar respons dingin Harjuna. Ah sudahlah, Arumi tidak ingin terlalu memikirkan respons Harjuna yang penting untuk Arumi sekarang, dia berusaha menjadi istri yang baik untuk Harjuna.
Sudah lima suapan masuk ke dalam mulut Harjuna dan Arumi tidak merasa benar-benar tenang meski Harjuna tidak melontarkan kalimat apa pun karena tatapan pria itu sejak tadi seperti sedang mengintainya.
Tapi Arumi tidak paham apa arti tatapan pria itu sekarang.
“Eh ya ampun. Maaf Pak.” Arumi merutukki kebodohannya karena tidak hati-hati saat meluncurkan bubur ayam ke mulut Harjuna.
Baju Harjuna dan sudut bibir pria itu jadi kotor karena ulahnya.
Saat membersihkan sudut bibir Harjuna dengan tisu, tangan pria itu memegang lembut tangan Arumi, refleks Arumi mendongak menatap Harjuna.
“Hari ini kamu jangan terlalu lelah Arumi.”
“Memangnya kenapa, Pak?”
“Karena nanti malam kamu harus melayani saya!”
Arumi pikir Harjuna tak sungguh-sungguh saat memintanya untuk melayani pria itu, tapi tadi sore Harjuna mengingatkannya lagi lewat pesan yang pria itu kirimkan agar Arumi menyiapkan diri untuk malam ini.Seperti malam itu Harjuna meminta Arumi sudah tak mengenakan apa pun saat pria itu masuk ke kamar.Tentu saja Arumi menuruti permintaan Harjuna dan dia sudah menunggu selama lebih dari sepuluh menit dalam keadaan tak mengenakan apa pun, tubuh polosnya itu bersembunyi di balik selimut.Wanita itu cemas menatap ke arah pintu, debar jantungnya mulai tak terkendali lagi saat mendengar samar langkah yang mendekat ke kamar.Benar saja pria itu … Harjuna yang datang ke kamarnya.“Pak Harjuna yakin akan melakukannya malam ini dan tidak akan pergi seperti malam itu?” Arumi bertanya untuk memastikan.Jika Harjuna tak yakin untuk melakukannya malam ini setidaknya Arumi merasa lega, dia tak perlu segugup ini. Namun, sampai kapan Harjuna tak siap? Arumi terus dibayang-bayangi permintaan papa mertu
Arumi terburu-buru mengenakan pakaiannya yang tadi tergeletak di lantai setelah sempat Harjuna lepaskan lalu merapikan rambutnya yang berantakan.Sebelum keluar dari perpustakaan, Arumi melirik Harjuna lagi yang sedang terlelap di sofa. Arumi sedikit memejamkan mata, belum terbiasa melihat pemandangan semacam itu.Dia berjongkok dan meraba-raba ke sampingnya untuk meraih kemeja dan celana milik Harjuna yang tergeletak di lantai kemudian merapatkan kemeja dan celana itu ke tubuh Harjuna agar tak terpampang polos seperti itu.Arumi bernapas dengan lega, tindakannya tadi tidak membuat Harjuna terbangun, dia kemudian keluar dari perpustakaan.Sepasang mata yang tajam itu lekat memperhatikan Arumi yang baru keluar dari arah perpustakaan sambil beberapa kali mengusap rambut tergerainya, wanita itu berjalan tergesa menuju pintu belakang untuk menuju rumah kecil yang dia tempati.“Apa yang sudah dia lakukan? Mencurigakan!” gumam Kinara setelah puas menatap kepergian Arumi.Kinara segera mengg
“Maafin aku Sayang, aku masih sering ngambek dan marah-marah ke kamu.” Kinara memegang lembut kedua pipi Harjuna dan terisak di depan pria itu.Setelah tiga hari pulang ke rumah orang tuanya, malam ini Kinara baru kembali ke rumah suaminya dan satu jam lalu dia yang meminta Harjuna menjemputnya pulang ke rumah itu.“Kamu nggak perlu minta maaf. Aku yang salah bukan kamu. Aku yang sudah ingkar janji sama kamu.” Harjuna menyentuh telapak tangan Kinara yang berada di pipinya dengan lembut.Harjuna mengangkat Kinara dari kursi roda lalu membawa wanita itu ke pangkuannya, keduanya menikmati pemandangan langit malam bersama dari bangku taman.Tidak jauh dari belakang keduanya, Arumi memperhatikan interaksi manis suami istri itu.Arumi memandang keduanya tanpa ekspresi lalu berbalik menuju rumah kecil itu dengan langkah pelan seolah takut bunyi langkahnya itu akan mengusik suami istri yang sedang bermesraan di belakangnya.“Nyonya Kinara ngapain pulang segala ya? Padahal kalau dia nggak kemb
Kacamata yang membingkai kedua matanya itu setidaknya bisa menutupi sisa kesedihan Arumi tadi pagi, Arumi pun merasa lega siang ini di kampus tidak bertemu dengan Harjuna.Entah Harjuna sedang ada jadwal mengajar atau tidak dan Arumi tidak berniat untuk bertanya ke pria itu.“Habis selesai kuliah aku ada perlu sama kamu, Arumi,” kata Soraya yang baru masuk ke ruangan itu menepuk pundak Arumi.“Ada perlu apa?” tanya Arumi menoleh menatap Soraya.“Nanti kamu akan tahu. Pokoknya nanti setelah selesai kuliah temuin aku dulu. Okay?” Soraya memainkan rambut Arumi yang terikat rapi itu dan tersenyum saat Arumi memberikan anggukan tanda menuruti permintaannya barusan.Dua mata kuliah yang Arumi ikuti hari ini sedikit bisa melupakan kesedihannya karena masalah tadi pagi, sekarang Arumi akan menemui Soraya yang tadi memintanya bertemu di lantai bawah.Arumi baru keluar dari ruangan, sedangkan Soraya dan teman satu geng wanita itu sudah lebih dulu keluar.“Di dekat gudang?” Arumi terkejut saat m
Tangan yang melingkar di perutnya pagi ini menyadarkan Arumi semalam dia tidur ditemani Harjuna dan pria itu kini masih memeluknya.“Diamlah Arumi. Saya masih mengantuk.” Harjuna menarik pelan Arumi hingga lebih mendekat ke tubuhnya.Senyum samar terukir di bibir Arumi saat mendengar suara serak Harjuna yang sialnya terdengar seperti sedang ingin dimanja.Waktu masih menunjukkan pukul setengah lima pagi dan pelukan dari Harjuna yang hangat itu membuat Arumi ingin terpejam lagi.‘Aku tidak tahu, apa dia begini karena sudah benar-benar menganggapku istri atau karena sedang menuruti permintaan papanya?’Arumi menepis cepat sesuatu yang mengganggu pikiran dan hatinya itu, dia memejamkan matanya rapat melanjutkan tidurnya.Kembali ke rumahnya setelah dari rumah kecil yang Arumi tempati, Harjuna langsung menuju perpustakaan, dia duduk di dalam ruangan itu dan melamun memikirkan penjelasan Arumi tentang kejadian kemarin hingga wanita itu berada di gudang.Tadi Harjuna sampai memaksa Arumi un
PRANG!! Arumi tersentak hebat saat bunyi benda pecah itu terdengar begitu keras. Arumi menutup buku yang sedang dia baca lalu beranjak dari kursi, dia hendak mengecek keadaan di luar kamarnya, bunyi benda pecah tadi berasal dari dapur yang berada dekat dengan kamar itu. Namun, suara ketukan di jendela kamar lebih dulu membuat Arumi tersentak lagi, Arumi meneguk salivanya dalam saat rasa takut menyergapnya. Arumi mengurungkan niatnya keluar dari kamar, dia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Arumi meraih ponsel lalu menghubungi Harjuna, dia ingin Harjuna datang ke rumah itu, Arumi sungguh takut sekarang. Terdengar langkah kaki seseorang dari luar rumah, terdengar ramai, lebih dari langkah satu orang. Mereka seperti sedang berlarian di luar rumah kecil itu. Tangan Arumi yang sedang memegang ponsel gemetar, pria yang dia hubungi sekarang tidak juga menjawab panggilan masuknya. Tidak ada jawaban dari Harjuna dan sekarang Arumi memilih menghubungi Ina. Sudah mencoba menghubungi kedu
“Aku punya ide deh Mas. Bagaimana kalau kita jebak Arumi dan Radit supaya mereka seolah-olah selingkuh setelah itu kamu laporin deh perselingkuhan Radit ke papa kamu. Pasti setelah itu papa akan membenci Arumi dan meminta Arumi pisah dari kamu.”Senyum mengembang di bibir Kinara saat mengungkapkan rencana buruk yang sudah terbesit sejak dia tahu kehadiran Radit sebagai pengawal pribadi Arumi.Awalnya Kinara tak terima karena perhatian papa mertuanya untuk Arumi terlalu berlebihan, tapi kemudian Kinara melihat peluang untuk memanfaatkan kehadiran Radit.“Kamu setuju ‘kan Mas?” Kinara meraih wajah Harjuna yang tadi melengos menghindari tatapannya, pria itu sedang menoleh menatap jauh ke rumah kecil itu.“Sudahlah Kinara, kamu jangan bicara aneh begitu. Papa bisa membenciku dan semakin tidak menerima kehadiranmu kalau sampai kamu ketahuan menyusun rencana buruk itu,” tolak Harjuna melepaskan kedua telapak Kinara yang tadi memegang wajahnya.Kembali tatapan Harjuna tertuju untuk rumah kec
“Wanita keduaku,” gumam Arumi, matanya berbinar saat menatap Harjuna yang sedang menjelaskan materi perkuliahan.Arumi menopang wajah dengan satu tangan, dia tenggelam dalam momen semalam saat Harjuna menyentuhnya dan mengatakan “wanita keduaku”.“Perhatikan dan dengarkan baik-baik materi yang sedang saya sampaikan. Jangan ada yang melamun!”Suara Harjuna yang tegas itu tidak cukup untuk menyadarkan Arumi, tatapannya memang tertuju untuk Harjuna, tapi tidak dengan pikiran Arumi yang terpusat untuk momen semalam.Harjuna terbatuk keras saat melirik Arumi yang sedang tersenyum-senyum saat menatapnya, dia menaikkan satu alisnya heran menatap wanita itu.“Arumi, kamu kenapa sih?” Novita menyenggol lengan Arumi, dia menangkap ada yang tidak beres dari temannya itu.Arumi tersadar salah tingkah, dia memperbaiki posisi duduk dan merapikan kuciran rambutnya yang sebenarnya masih rapi sejak tadi.‘Duh … bisa-bisanya aku bengong mikirin yang semalam. Lagian Pak Harjuna bikin aku bingung, dia ma
Harjuna berdiri di tengah pintu memperhatikan kepulangan Kinara dan Mika, dia menatap dingin istrinya yang sedang tertawa kecil bersama Mika.“Kamu dari mana Kinara? Kenapa semalam nggak pulang ke rumah?” tanya Harjuna menghadang di depan pintu rumah.Pertanyaan Harjuna dibalas dengusan kasar Kinara. Kursi roda yang Kinara duduki bergerak lagi, tapi dia tetap tertahan di depan pintu karena Harjuna tidak beranjak dari posisinya.“Aku semalam menghubungi kamu berulang kali, tapi kamu tidak juga merespons. Aku khawatir sama kamu, Kinara.” Harjuna sedikit membungkuk di depan Kinara memegang erat kedua sisi kursi roda itu.“Apalagi Mika juga sama-sama susah dihubungin.” Harjuna melirik tajam Mika, tampak dia jengkel ke Mika karena perempuan yang bersama Kinara itu semalam hingga pagi tidak merespons panggilan masuk dan pesan masuknya. Sementara Harjuna sangat membutuhkan informasi tentang Kinara dari Mika.“Bukankah kamu sedang fokus sama istri mudamu itu Mas? Kamu aja rela bertarung demi
Kinara sudah mendengar tentang pertarungan yang akan suaminya lakukan dengan Radit, Kinara mendapat informasi itu dari Mika yang sempat menguping di rumah kecil yang Arumi tempati.“Apa tujuan kamu sampai mengajak Radit bertarung?” Kinara segera melontarkan pertanyaan yang sejak tadi mengganggunya itu saat Harjuna masuk ke dalam rumah.“Jawab aku Mas!” Kinara menyusul Harjuna, dia emosi karena pertanyaan pentingnya tadi tidak dijawab Harjuna.Langkah Harjuna sampai di dalam kamarnya, dia mengubrak-abrik beberapa bagian di dalam lemarinya, mencari baju dan beberapa keperluan lainnya untuk dia bertarung dengan Radit.“Kamu cemburu sama Radit sampai-sampai nantangin dia begitu? Kamu sudah beneran jatuh cinta sama Arumi, Mas?” Dada Kinara naik turun, telapak tangannya meremas erat sisi kursi roda dan tatapannya itu masih tertuju ke Harjuna yang sampai sekarang masih bungkam.Pria itu masih sibuk mengubrak-abrik isi lemarinya hingga menemukan boxing gloves yang sudah cukup lama tidak Harju
Radit dan Ina, dua orang yang setia menemani Arumi saat Arumi sedang sakit. Dia bisa saja meminta ibunya menemaninya agar tidak begitu kesepian, tapi Arumi tidak ingin masalah rumah tangganya diketahui ibunya. Arumi hanya ingin menunjukkan kebahagiaan di depan ibunya.Setiap ibunya bertanya tentang kabarnya, Arumi mengatakan baik-baik saja. Saat ibunya datang mengunjunginya secara langsung bersama Lily ke rumah, Arumi akan menunjukkan wajah bahagianya, menutup semua luka di hatinya.“Saya bantu Nyonya,” kata Radit bergegas memapah Arumi yang baru keluar dari mobil.Setelah dua hari dirawat di rumah sakit, sore ini Arumi kembali ke rumah, tapi sekarang hanya ditemani Radit karena Ina sibuk meladeni Kinara.“Saya bisa jalan sendiri Radit,” kata Arumi sebelum melangkahkan kakinya.Radit tidak mengindahkan, dia tetap memapah Arumi melihat Arumi yang masih pucat dan lemah.Dari kejauhan Harjuna melihat kedatangan istrinya bersama Radit.Harjuna yang masih mengenakan pakaian formal setelah
Arumi mengusap-usap perutnya, pandangannya tertuju ke rumah besar itu, dia tersenyum miris dengan keadaannya. Hingga kehamilannya memasuki usia 8 bulan, Harjuna masih membencinya setelah kejadian Kinara yang keracunan.Arumi lelah menjelaskan, dia sudah pasrah membiarkan waktu menjawab kebenarannya. Namun, sampai sekarang kebenaran itu belum juga terungkap, dia masih dianggap sebagai seseorang yang meracuni Kinara.“Sudah sore Nyonya, sebaiknya Nyonya masuk ke dalam,” kata Radit kembali ke belakang Arumi setelah selesai menjawab panggilan masuk dari seseorang.Arumi berbalik menatap Radit tanpa menunjukkan ekspresi apa pun, dia melangkah pelan menuju kamarnya.Bersandar di atas tempat tidurnya, Arumi meraih ponselnya yang tergeletak di sampingnya. Arumi tersenyum tipis saat melihat fotonya dengan Harjuna saat liburan di villa beberapa bulan yang lalu.Hari itu dia merasakan kebahagiaan, sayangnya kebahagiaan itu membuat Arumi salah menilai sikap manis yang Harjuna tunjukkan.Tidak ada
Arumi mencoba dahulu bubur ayam buatannya sebelum nanti dia berikan ke Kinara yang sedang sakit.Setelah pulang liburan dari villa Arumi mendengar kabar dari Ina bahwa Kinara sedang sakit. Setelah tahu kabar itu, Arumi berkeinginan untuk menjenguk Kinara sambil membawakan makanan untuk wanita itu.“Nyonya Arumi ini baik sekali ya. Padahal menurut bibi, Nyonya Arumi tidak usah jengukin Nyonya Kinara apalagi sampai masakin bubur ayam buat dia.” Ina geleng-geleng kepala pelan saat memperhatikan kesibukan nyonya muda itu yang pagi ini terlihat semangat memasak dan itu buat Kinara.Arumi menoleh sekilas menatap pelayan itu dan hanya tersenyum merespons ucapan Ina barusan. Arumi lalu menghidangkan bubur ayam buatannya itu ke dalam tempat makan berbentuk bulat yang sudah Arumi letakkan di atas meja makan.“Nyonya mau ke mana?” tanya Radit saat melihat Arumi keluar dari rumah.Seperti biasa sejak semalam Radit berjaga di depan rumah itu tidak peduli meski Harjuna beberapa kali memperingatkan
Harjuna tidak begitu memperhatikan Kinara meski istrinya itu memintanya untuk melihat ke arah kamera, Kinara ingin mengabadikan momen bersama Harjuna di taman bunga milik Pak Aji yang berada di villa milik pria itu.“Mas, lihat ke sini dong!” Kinara meraih paksa wajah Harjuna saat tatapan pria itu sedang tertuju ke salah satu arah—tempat Arumi sedang berduaan dengan Radit.“Kamu foto-foto sendiri saja.” Harjuna merespons cuek seraya menyingkirkan tangan Kinara yang menahan wajahnya.“Kamu kok begitu sih Mas? Kamu nggak suka berduaan sama aku? Kamu pengin berduaan sama Arumi makanya sejak tadi kamu mandangin dia terus, hah?!” Kinara terpancing emosi.Sejak Sabtu kemarin saat Harjuna mengajaknya liburan ke villa milik papa pria itu yang berada di puncak, Harjuna lebih banyak memperhatikan Arumi walaupun tak secara langsung mendekati wanita itu dan itu membuat Kinara sangat geram.“Bukan begitu Kinara. Aku hanya sedang kepikiran sama penjelasan dia hari itu. Tentang dia yang katanya diga
“Maaf Nyonya.” Tangan Radit menjauh setelah berani menyentuh tangan nyonya muda itu. Radit fokus ke depan lagi dan mulai melajukan mobil.Arumi tidak begitu memikirkan meski tadi pengawal pribadinya itu seperti akan mengatakan sesuatu. Arumi teringat Harjuna lagi, dia mengecek ponsel, yah siapa tahu Harjuna tiba-tiba mencarinya. Namun, Arumi harus menelan kekecewaan dalam-dalam, tidak ada satu pun pesan dari Harjuna.Kedatangan Arumi di rumah kecil itu disambut Ina, pelayan itu sudah berdiri di dekat pintu dan tersenyum ramah untuk Arumi seperti biasanya.“Apa Pak Harjuna sempat ke sini, Bi?” tanya Arumi sebelum melangkah masuk ke rumah. Dia masih saja berharap Harjuna mencarinya.“Tidak Nyonya.” Ina menjawab.Arumi memaksakan bibirnya tersenyum meski amat kecewa mendengar jawaban itu, Harjuna benar-benar tak mencarinya atau mungkin memang melupakannya.Yah hebat sekali pria itu, belum lama memberikan perhatian, tapi kemudian seolah-olah menjadi orang yang tak memedulikannya sama seka
“Maaf Tuan Harjuna, saya mau kasih tahu kalau Nyonya Kinara sedang menangis di dalam kamar dan tidak mau sarapan,” lapor Ina pagi ini.Harjuna meletakkan kembali sendok di tangan kanannya itu ke sisi piring, tidak jadi menyuapi Arumi meski Arumi sudah sedikit membuka mulut, tadi Harjuna mengatakan akan menyuapinya.Harjuna beranjak cepat dari ruang makan, mengabaikan Arumi, seolah lupa beberapa menit yang lalu dia memberikan perhatian untuk wanita itu, dari sejak bangun tidur hingga menemani Arumi di ruang makan.Arumi terdiam menatap pria itu. Pantaskah dia kecewa ke Harjuna?Namun, Arumi tersadar lagi dengan posisinya di hidup Harjuna, pun dengan ucapan penuh ketegasan dan bagai peringatan yang Harjuna ucapkan di malam pertama setelah mereka resmi menjadi suami istri.Hanya Kinara yang pria itu anggap sebagai istri dan Harjuna menegaskan agar Arumi tak berharap lebih.Oh tentu, Arumi sudah merekam dan menyimpan baik-baik kalimat itu di ingatannya.Arumi melanjutkan sarapannya, membu
Arumi mengompres lebam di punggung telapak tangan Harjuna dengan gerakan pelan dan lembut, dia tidak ingin membangunkan Harjuna yang sedang tertidur nyenyak.Sadar pria itu memberikan pergerakan, Arumi menghentikan tangan kanannya yang sedang mengompres tangan Harjuna, dia bangkit dan hendak keluar dari perpustakaan—tempat Harjuna tidur sekarang.“Arumi.” Harjuna lebih dulu meraih tangan Arumi.“Maaf, saya sudah mengganggu tidur Pak Harjuna.” Arumi sedikit menoleh.Harjuna tidak melepaskan tangannya dari Arumi, dia bangun dari posisi berbaring lalu menarik Arumi hingga duduk di sofa yang sama dengannya.“Kamu malam-malam ngapain ke sini?” Harjuna melirik ke arah jam di dinding perpustakaan, waktu menunjukkan pukul setengah satu malam.Harjuna mengernyit menunggu jawaban keluar dari mulut Arumi.“Kamu habis melakukan apa dengan kain itu?” Harjuna melirik ke arah kain dalam genggaman Arumi.“Saya habis mengompres Pak Harjuna. Saya kepikiran setelah Pak Harjuna memukuli Radit tadi makany