Share

Nanti Malam Layani Saya!

“Kamu berharap saya akan menciummu? Tidak menyangka isi kepalamu ternyata seliar itu Arumi!”

Kalimat yang Harjuna katakan seminggu yang lalu saat di perpustakaan malam itu belum mampu Arumi lupakan sampai sekarang. Wanita itu mendengus kesal di depan cermin sambil mengikat kencang rambutnya.

Bagaimana mungkin Arumi mampu melupakan momen memalukan itu?

Malam itu dia mengira Harjuna akan menciumnya dan Arumi dengan bodohnya hanya pasrah memejamkan mata, ekspresi Arumi malam itu seperti mendambakan sentuhan Harjuna.

Hingga kalimat menyakitkan itu terlontar dari mulut Harjuna, Arumi baru sadar pria itu hanya sedang meledeknya dengan sengaja memancing seolah akan menciumnya, tapi setelah itu bebas mempermalukannya.

“Aku malu banget setiap ketemu sama Pak Harjuna, untungnya sekarang aku sudah tinggal di rumah ini, tapi tetap aja, aku tidak benar-benar bisa menghindari Pak Harjuna. Dia kan suami aku.” Arumi menggerutu sambil menyambar tas kuliah yang kemudian dia letakkan di punggungnya.

Arumi keluar dari kamar yang baru dia tempati satu hari itu setelah renovasi gudang di belakang rumah Harjuna itu selesai dilakukan.

Di bagian depan dekat dengan kamar Arumi terdapat ruang kosong yang bisa dijadikan ruang tamu, lalu berjalan sedikit ke belakang dekat juga dengan kamar Arumi ada dapur kecil. Yah, gudang yang sudah disulap menjadi rumah itu sudah lebih dari cukup untuk Arumi tinggali.

“Padahal gudang yang penuh dengan tikus-tikus itu jauh lebih cocok buatmu dibandingkan harus direnovasi seperti ini karena terlalu bagus untuk wanita kedua yang kehadirannya bahkan tidak dianggap sama sekali di hidup Mas Harjuna.”

Arumi baru menutup pintu rumah saat Kinara datang bersama Mika yang mendorong kursi roda yang Kinara duduki.

“Jujur sama aku, Arumi. Apa kamu sama Mas Harjuna sudah pernah bercinta?” Kinara mendekat dan menghalang-halangi Arumi yang sudah siap akan pergi ke kampus.

“Belum,” balas Arumi apa adanya.

“Bagus deh dan sepertinya Mas Harjuna tidak akan pernah mau menyentuhmu melihat … penampilan kunomu itu pasti membuat Mas Harjuna sudah lebih dulu enek saat melihatmu, Arumi.” Kinara memindai Arumi dengan sinis dari ujung kepala sampai kaki.

Mika yang berada di belakang Kinara mengeluarkan tawa kecil untuk meledek Arumi.

Tidak peduli sudah direndahkan oleh kedua wanita itu, Arumi memandang Kinara dan Mika dengan sorot mata tenangnya sekaligus tersenyum elegan, dua cara itu sudah sangat berkelas untuk membalas Kinara dan Mika yang merendahkannya.

“Aku permisi ya Mbak Kinara, Mika. Aku harus segera ke kampus.” Arumi kembali memberikan senyuman untuk kedua perempuan itu lalu pergi melewati keduanya yang masih berada di depan rumah kecil itu.

Arumi berlari menuju ke depan gerbang rumah Harjuna. Arumi sebelumnya sudah memesan ojek online, pagi ini sengaja tak naik sepeda karena takut terlambat seperti pagi itu apalagi mata kuliah yang akan dia ikuti pagi ini adalah mata kuliah Harjuna.

Di kampus Arumi bisa menghela napasnya lega, dia bisa duduk di dalam ruangan itu tepat di samping kanan Novita sebelum Harjuna masuk ke dalam ruangan.

Tidak sampai lima menit setelah Arumi duduk di tempatnya terdengar derap langkah tegas khas Harjuna, pria itu memasuki ruangan yang seketika merubah suasana di dalam ruangan itu menjadi tegang.

Mereka yang sedang memegang ponsel pun segera menyimpan benda itu ke dalam saku dan tas masing-masing.

Setengah jam berlalu semua berjalan aman, tidak ada yang menjadi sasaran kemarahan Harjuna, semua mahasiswa di dalam ruangan itu memperhatikan dengan saksama materi kuliah yang sedang Harjuna sampaikan.

Namun, pagi ini Arumi tak benar-benar bisa fokus. Melihat Harjuna sekarang membuat Arumi mengingat kejadian memalukan malam itu lagi saat dia mengira Harjuna akan menciumnya dan kalimat menyakitkan yang pria itu katakan.

“Arumi Dyah Erika, tolong berikan pendapatmu tentang etika bisnis di era digital sekarang?” Harjuna mengajukan pertanyaan untuk wanita yang sedang menopang wajah dengan satu tangan dan terlihat sedang terbengong di tempat duduknya.

“Arumi!” Harjuna meninggikan suaranya.

Melihat ekspresi wajah Harjuna dan mendengar suara pria itu barusan membuat mahasiswa yang lain saling sikut pelan. Meski sekarang Arumi yang sedang menjadi target pertanyaan Harjuna, tapi wajah yang lain ikut memucat.

“Arumi cepat jawab pertanyaan Pak Harjuna.” Novita yang duduk di samping Arumi menendang pelan kaki Arumi.

“Eh iya, kenapa?” Arumi tersadar dari lamunan, dia gelagapan memandang ke sekitar lalu tatapannya berhenti pada pria yang sedang berdiri di depannya dan memandangnya tajam.

“Cepat jawab pertanyaan saya barusan!” tagih Harjuna dengan nada suara tegas dan lantang.

“Uhm … itu saya….” Arumi melirik Novita meminta bantuan, tapi Novita menunduk takut karena Harjuna sedang memperhatikan dengan serius.

Jika membantu Arumi, dia mencari masalah dengan dosen arogan itu.

“Tidak bisa menjawab pertanyaan sederhana dari saya, Arumi?” Harjuna memastikan sambil menggeleng prihatin karena Arumi terlihat gelagapan dengan menunjukkan tampang bodohnya.

“Saya bahkan nggak tahu Pak Harjuna bertanya apa tadi. Maaf saya kurang mendengar dengan jelas.”

“Apa ada masalah sama pendengaranmu? Sampai kamu tidak mendengar dengan jelas pertanyaan yang saya berikan tadi padahal saya mengatakan pertanyaan itu dengan suara yang lantang!”

Terdengar tawa pelan dari beberapa arah tempat duduk di tengah suasana tegang saat melihat tampang bodoh dan kebingungan Arumi.

“Pendengaran saya baik-baik saja Pak.”

“Terus kenapa kamu tidak mendengar jelas pertanyaan saya semula, hah?!”

“Saya sedang—“

“Melamun?”

Arumi mengangguk dengan lugunya dan responnya ini membuatnya terlihat semakin bodoh.

“Kalau tidak serius mengikuti mata perkuliahan saya lebih baik kamu keluar! Daripada kamu duduk di sini, tapi tidak memperhatikan apa yang saya sampaikan!” bentak Harjuna sambil mengentakkan spidol dalam genggamannya itu ke atas meja.

Arumi menunduk dalam, bibirnya bergetar menahan tangisan.

Kejadian tadi yang amat memalukan itu mengingatkan Arumi pada kejadian di semester dua, saat itu Harjuna sukses membuatnya menangis di dalam ruangan. Kasusnya sama, Harjuna memberikan pertanyaan dan Arumi kebingungan saat menjawabnya membuat pria itu terus mencecarnya.

“Siapa pun yang tidak serius mengikuti mata kuliah saya lebih baik keluar sekarang juga!” tegas Harjuna membuat sisa-sisa tawa kecil saat menertawakan Arumi tadi lenyap.

Suara mengerikan Harjuna membuat seluruh mahasiswa di dalam ruangan itu memperbaiki kembali posisi duduk dan lebih serius menatap Harjuna.

‘Ya Tuhan, bagaimana caranya aku bertahan mempunyai suami seperti dia? Mulutnya sering sekali menyakiti perasaanku. Ditambah aku harus punya anak dari pria itu. Malang sekali hidupku!’ Arumi sudah di tahap sangat marah ke Harjuna, tapi tidak bisa apa-apa selain membatin seperti sekarang.

Dari tempat duduknya, Arumi sedikit mendongak menatap tajam Harjuna yang sedang mengajukan pertanyaan untuk mahasiswa yang lain lalu fokus mendengarkan jawaban dari mahasiswa yang semula pria itu berikan pertanyaan.

***

Sudah seminggu lebih Arumi belum mengembalikan buku yang malam itu dia pinjam, malam ini Arumi akan mengembalikannya takut nanti Harjuna akan menanyakan buku itu dan berujung akan memarahinya karena meminjam buku bersampul putih itu terlalu lama.

“Semoga aja Pak Harjuna tidak akan membahas kebodohanku saat mengikuti mata kuliahnya tadi pagi.” Arumi mendekap erat buku itu sambil melangkah menuju perpustakaan pribadi Harjuna.

Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, di dalam rumah itu sudah sepi, Arumi pun tidak melihat kemunculan Kinara membuat Arumi menghela napas lega karena tidak perlu meladeni drama pertanyaan dari wanita itu.

“Selamat malam Pak Harjuna, saya mau mengembalikan buku yang saat itu saya pinjam.” Arumi sudah sampai di depan pintu perpustakaan sambil pelan-pelan membuka pintu ruangan itu.

Tidak ada respons dari Harjuna, wanita itu sedikit melongok ke dalam untuk mengecek keberadaan Harjuna, tapi tidak menemukan pria itu.

“Mungkin Pak Harjuna lagi di kamarnya dan udah tidur sama Mbak Kinara.” Arumi menebak kemudian memilih meletakkan buku itu di atas meja.

Arumi baru akan keluar dari perpustakaan saat mendengar suara batuk yang cukup keras, Arumi segera mengedarkan pandangan hingga menemukan Harjuna yang sedang meringkuk di atas sofa yang berada di pojok perpustakaan.

Arumi tak jadi keluar dari ruangan itu, dia mengayunkan langkah cepat mendekati Harjuna dan mengecek keadaan pria itu.

“Badan Pak Harjuna panas sekali.” Arumi panik setelah menyentuh tangan dan kening Harjuna.

Tubuh Harjuna yang menggigil dan tidak tertutup selimut menarik Arumi segera berlari dari ruangan itu dan mencari selimut untuk Harjuna.

Malam ini Arumi memutuskan menemani Harjuna di dalam perpustakaan sambil mengompres pria itu.

***

“Sejak kapan kamu di sini Arumi?” tanya Harjuna meraba keningnya saat merasakan ada sesuatu di atas keningnya.

“Maaf Pak Harjuna kalau saya lancang. Semalam saya menemani Pak Harjuna soalnya Pak Harjuna batuk-batuk dan pas saya cek badan Pak Harjuna panas sekali.” Arumi menjelaskan dengan gelagapan setelah terbangun dari tidurnya pagi ini.

“Kamu yang mengompres saya?”

Arumi mengangguk pelan.

“Kalau begitu saya siapkan sarapan untuk Pak Harjuna dulu ya. Habis itu Pak Harjuna minum obat. Tunggu di sini ya Pak.” Arumi melangkah cepat seraya merapikan ikatan rambutnya yang sudah tak karuan.

Harjuna memandang kepergian Arumi lalu melihat kain yang digunakan wanita itu untuk mengompresnya.

Harjuna terdiam penuh mengingat dirinya yang selama ini jika sedang sakit tak pernah mengatakan sakit di depan Kinara, Harjuna ingin istrinya sendiri yang tahu lalu memberikan perhatian tanpa dia minta.

Namun, sebelum kondisi Kinara seperti sekarang pun, wanita itu tidak pernah memberikan perhatian seperti yang Arumi lakukan. Selama ini Harjuna yang selalu meluapkan banyak perhatian untuk Kinara.

“Kebetulan sekali Bibi pagi-pagi sudah masak bubur ayam. Saya suapin ya Pak.” Arumi kembali seraya membawa semangkuk bubur ayam dan air minum untuk Harjuna.

“Ya!”

Arumi tersenyum kaku saat mendengar respons dingin Harjuna. Ah sudahlah, Arumi tidak ingin terlalu memikirkan respons Harjuna yang penting untuk Arumi sekarang, dia berusaha menjadi istri yang baik untuk Harjuna.

Sudah lima suapan masuk ke dalam mulut Harjuna dan Arumi tidak merasa benar-benar tenang meski Harjuna tidak melontarkan kalimat apa pun karena tatapan pria itu sejak tadi seperti sedang mengintainya.

Tapi Arumi tidak paham apa arti tatapan pria itu sekarang.

“Eh ya ampun. Maaf Pak.” Arumi merutukki kebodohannya karena tidak hati-hati saat meluncurkan bubur ayam ke mulut Harjuna.

Baju Harjuna dan sudut bibir pria itu jadi kotor karena ulahnya.

Saat membersihkan sudut bibir Harjuna dengan tisu, tangan pria itu memegang lembut tangan Arumi, refleks Arumi mendongak menatap Harjuna.

“Hari ini kamu jangan terlalu lelah Arumi.”

“Memangnya kenapa, Pak?”

“Karena nanti malam kamu harus melayani saya!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status