Share

Rumah untuk Arumi

Jemari lentik Arumi saling bertaut, gemetar meremas selimut yang menutupi tubuh polosnya, Arumi menuruti perintah Harjuna dan sudah melepas kain-kain yang semula merapat di tubuhnya.

Ceklek!

Bunyi singkat dari pintu terbuka itu sanggup membuat Arumi melonjak hebat, dia menoleh ke arah pintu dan benar saja pria itu … Harjuna sudah datang ke kamarnya.

Melihat pria itu melangkah mendekat memicu debar jantung Arumi semakin menggila, dia takut, tapi tak mungkin untuk kabur malam ini, Arumi berharap malam ini segera berlalu dengan singkat.

“Tubuhmu di balik selimut itu sudah tak tertutup apa pun ‘kan? Saya hanya malas harus membuang banyak waktu untuk membuka kain-kain yang ada di tubuhmu.” Harjuna terus mendekat kemudian mendaratkan dirinya di samping ranjang, duduk menghadap Arumi.

Arumi mengangguk kaku, cengkeramannya di selimut semakin erat.

“Saya melakukannya bukan karena ingin, tapi karena papa. Kamu pasti mengerti bukan?”

“Iya Pak saya mengerti.” Arumi mengangguk dengan lugunya.

“Baiklah kita mulai sekarang.” Harjuna beringsut ke depan Arumi memangkas semua sisa jarak di antara dirinya dengan wanita itu.

Sepasang mata mereka saling bertemu begitu dekat.

Untuk saat ini Arumi ingin jujur dengan dirinya, meski Harjuna dosen yang terkenal Arogan dan kata-kata pria itu sudah beberapa kali menyakiti perasaannya, tapi ketampanan Harjuna sanggup membuat Arumi tak berkedip, tenggelam ke dalam pesona pria itu.

Arumi meneguk salivanya dalam saat jemari-jemari Harjuna mulai membelai wajahnya dengan lembut.

Lalu tatapan pria itu … Arumi melihatnya sedang tertuju ke bibirnya, refleks Arumi menggigit bibir bawahnya sekaligus menetralkan gugup yang sedang dia rasakan.

Arumi mulai memejamkan mata melihat Harjuna memiringkan wajah, dia menebak pria itu akan menciumnya dan Arumi sudah pasrah membiarkan Harjuna bebas menyentuhnya.

Detik demi detik berlalu ditemani debar jantung Arumi yang semakin tak terkendali. Namun, ada satu yang membuat wanita itu merasa keheranan, belum ada sentuhan apa pun lagi selain belaian di wajah yang semula Harjuna berikan.

Kening Arumi mengernyit dalam, dia sedikit mengintip, ingin tahu mengapa Harjuna tidak juga menyentuhnya lebih jauh.

“Pak Harjuna kenapa?” tanya Arumi melihat Harjuna yang mulai mundur perlahan dari posisinya.

Harjuna mengusap rambutnya kasar, dia berada dalam kebimbangan setelah tadi sempat meyakinkan dirinya agar menyentuh Arumi.

Antara menuruti pemintaan papanya dan juga menjaga janjinya ke Kinara, dua hal ini terus berperang di dalam batin Harjuna.

Harjuna menggeleng tegas lalu bangkit dari ranjang, dia tidak bisa, lagi dan lagi wajah Kinara terus mengusiknya saat dia berusaha menyentuh Arumi.

Perasaan Harjuna ke wanita itu memang begitu besar dan Harjuna tidak sanggup memaksakan dirinya menyentuh wanita lain seperti ini, meski itu Arumi, istri keduanya.

Arumi hendak menahan Harjuna, tapi pria itu lebih dulu beranjak, berlari keluar dari kamar begitu saja.

Arumi menunduk penuh, bukan dia kecewa karena Harjuna meninggalkannya begitu saja setelah Arumi menyiapkan dirinya untuk pria itu malam ini, tapi yang Arumi pikirkan adalah permintaan papa mertuanya.

Jika Harjuna terus seperti itu, dia akan sulit mewujudkan keinginan papa mertuanya yang sudah tak sabar ingin mempunyai cucu.

***

Dari dekat pintu Arumi mengintip kebersamaan Harjuna dengan Kinara pagi ini di taman rumah itu.

Harjuna meluncurkan satu suapan penuh bubur ayam ke dalam mulut Kinara membuat Kinara memukul manja lengan Harjuna sebagai bentuk protes karena suapan yang Harjuna berikan terlalu banyak.

Jika sedang bersama Kinara, pria itu tampak sangat manis, tidak tampak sisi arogan sama sekali. Harjuna tertawa dan tersenyum di depan Kinara, dua hal yang berbanding terbalik dengan yang Harjuna tunjukkan untuk Arumi.

“Tuan Harjuna beneran udah cinta buta sama Nyonya Kinara.”

Arumi mengelus dada saking terkejutnya mendengar bisikan Ina yang tahu-tahu menyambar telinganya.

“Emangnya salah kalau Pak Harjuna cinta buta sama Mbak Kinara? Kan Mbak Kinara itu istrinya, Bi.” Arumi geleng-geleng kepala heran ke pelayan itu.

“Masalahnya Nyonya Kinara itu selingkuh, tapi Tuan nggak pernah percaya.”

“Bibi nggak boleh bicara asal begitu. Udah ya sekarang Bibi lanjut masak atau bersih-bersih. Jangan ajak aku bergosip.” Arumi menegaskan dan segera beranjak dari dekat pintu, berhenti memperhatikan keromantisan suami istri itu terlebih dia tak mau mendengar gosip yang Ina bawa.

Di taman, Kinara yang baru selesai menyantap sarapannya itu meminta Harjuna lebih mendekat ke depannya.

Harjuna berjongkok di depan Kinara dan menggenggam kedua telapak tangan wanita itu.

“Biasanya kalau tiba-tiba begini, kamu mau minta sesuatu ke aku. Cepat bilang kamu mau minta apa Sayang?” Harjuna memandang penuh cinta istrinya lalu memberikan usapan lembut di wajah Kinara dengan telapak tangan kanannya.

“Kamu ini hebat banget ya Mas, tahu aja kalau aku mau minta sesuatu ke kamu.”

Harjuna tertawa pelan. “Jelas aku hebat, Sayang. Yaudah sekarang bilang mau minta apa sama aku? Apa kamu pengin jalan-jalan sama aku?”

Kinara menggeleng pelan lalu menoleh memandang jauh ke salah satu arah. “Aku nggak suka tinggal bareng sama Arumi. Aku mau dia tinggal di belakang rumah ini. Kamu mau kan penuhin permintaan aku?”

“Di belakang rumah kita kan hanya ada gudang, Kinara? Apa maksudmu Arumi harus tinggal di gudang?”

“Ya itu maksud aku Mas. Lagian gudang itu cukup kok buat tempat tinggal Arumi. Aku nggak nyaman Mas serumah sama dia. Aku mohon, penuhin permintaan aku.”

Beberapa saat Harjuna terdiam dan menghela napasnya berat.

Harjuna lalu mengangguk menuruti permintan Kinara walaupun nanti papanya bisa memarahinya habis-habisan jika tahu Arumi tinggal di gudang.

Kinara girang luar biasa saat mendapat respons memuaskan dari Harjuna, dia lalu memberikan ciuman singkat untuk Harjuna. “Makasih banyak suamiku yang sangat aku cintai,” ucapnya memegang lembut kedua pipi Harjuna.

***

“Duduklah Arumi, saya akan menyampaikan hal yang sangat penting.” Harjuna sudah lebih dulu duduk di dalam ruangan kerjanya saat Arumi melangkah masuk ke dalam ruangan itu.

Arumi mengayunkan langkahnya pelan menuju tempat duduk yang berada tepat di depan Harjuna. Saat Harjuna tadi memintanya ke ruangan kerja pria itu Arumi sudah bertanya-tanya, hal penting apa yang akan pria itu katakan.

“Saya mau menyampaikan kalau Kinara tidak nyaman tinggal satu rumah sama kamu dan nanti kamu harus tinggal di belakang rumah ini.” Harjuna menyampaikan tanpa banyak basa basi lagi.

Kebingungan meliputi wajah Arumi saat dia mendongak menatap Harjuna.

“Bukannya di belakang rumah ini cuman ada gudang ya Pak?” tanya Arumi ingin memastikan, dia masih tak paham.

Apakah dirinya akan tinggal di gudang? Jika demikian, Arumi tak menyangka Harjuna setega itu.

“Ya kamu memang akan tinggal di gudang, tapi nanti gudang itu akan saya ubah jadi rumah yang layak buat kamu. Kamu tunggu kurang lebih satu minggu sampai gudang itu selesai direnovasi dan setelah selesai kamu harus cepat-cepat pindah ke rumah barumu.”

Arumi mengangguk, setidaknya yang Harjuna sampaikan tadi membuat Arumi merasa lega, Harjuna tidak memintanya tinggal di gudang sungguhan, itu pun lebih baik untuknya, dia tidak satu rumah dengan Kinara.

Jika Kinara mengatakan ketidaknyamanan karena tinggal satu rumah dengan Arumi maka Arumi sudah lebih dulu ingin mengatakan hal demikian. Namun, Arumi sadar posisinya sebagai wanita kedua di hidup Harjuna, dia merasa tak pantas untuk mengeluh apalagi melayangkan protes ke suaminya.

“Yasudah sekarang kamu keluar dari ruangan saya,” usir Harjuna dengan menatap dingin Arumi.

“Oh iya Pak, kalau saya butuh beberapa buku apa boleh saya pinjam di perpustakaan pribadi Pak Harjuna?” tanya Arumi meremas pelan jemarinya.

“Hm!” balas Harjuna dingin tanpa menatap Arumi, Harjuna sudah lebih dulu menatap layar laptop.

“Baik Pak terima kasih.” Arumi menunduk ke depan Harjuna tidak peduli meski Harjuna tidak melihat ke arahnya.

“Tunggu Arumi!” tahan Harjuna tiba-tiba.

Langkah Arumi tertahan di dekat pintu, wanita itu meremas sisi kanan dan kiri rok yang dia kenakan, menahan gugup teringat semalam saat Harjuna tidak jadi menyentuhnya.

“Apa dia mau membahas yang semalam dan memintaku untuk siap-siap lagi?” gumam Arumi. Jantungnya mulai berdebar tak karuan.

Saat menoleh, Arumi sudah melihat Harjuna bangkit dari tempat duduknya. Arumi memundurkan langkah pelan sampai menyentuh pintu ruangan itu.

“Ada apa ya Pak?” tanya Arumi ragu-ragu menatap Harjuna yang sudah berdiri di depannya.

Pria itu mendekatkan bibir ke telinganya dan Arumi sudah siap mendengar jika Harjuna memintanya bersiap-siap seperti semalam.

“Jangan sampai kamu mengadu ke papa tentang permintaan Kinara ke saya!” Harjuna menegaskan tepat di telinga Arumi.

Deg!

Arumi tersentak hebat, dia tersadar dari semua pikiran yang tidak-tidak yang tadi memenuhi kepalanya.

“Ba—baik Pak Harjuna, saya tidak akan mengadu ke papa. Saya keluar, permisi.” Arumi segera berbalik keluar dari ruangan kerja Harjuna.

“Bisa-bisanya aku mikir dia akan membahas yang semalam dan minta dilayanin.” Arumi merutuk pelan seraya mengetuk-ngetuk sisi kepalanya.

***

Malam ini Arumi menuju perpustakaan pribadi Harjuna, melihat-lihat buku yang berada di dalam perpustakaan itu sekaligus akan meminjam beberapa buku sesuai yang dia butuhkan untuk tugas kuliahnya.

“Nah akhirnya yang aku cari ada.” Arumi tersenyum lebar saat tatapannya menemukan judul buku yang dia cari.

Tangan kanan Arumi kini berusaha meraih buku bersampul warna putih itu, tapi tangannya kesulitan saat akan meraih buku itu.

Arumi mencoba lagi hingga berhasil, tapi membuat beberapa buku di dekat buku bersampul putih itu hampir berjatuhan menimpa dirinya jika tangan kokoh itu tidak lebih dulu menahan.

Aroma maskulin yang segar dan khas itu menguar kuat, sudah beberapa kali Arumi menciumnya. Arumi lalu mendongak untuk melihat lebih jelas tangan yang sedang merapikan buku-buku yang tadi hampir berjatuhan.

“Maaf Pak,” kata Arumi kemudian berbalik, tapi dia langsung menubruk dada bidang Harjuna.

Saat mendongak tatapan Arumi langsung bertemu dengan Harjuna yang sedang menatapnya. Arumi refleks mendekap erat buku yang semula baru dia ambil.

“Saya mau kembali ke kamar Pak.” Arumi berkata dengan sedikit gemetar.

Harjuna masih berdiri di depan Arumi, entah apa maksudnya, tapi Harjuna seolah sedang menahan Arumi agar tak pergi dahulu.

Satu tangan Harjuna masih bertumpu pada rak buku, dia maju selangkah hingga pergerakannya itu menghimpit tubuh Arumi.

Setelah mengumpulkan semua nyalinya dengan susah payah Arumi berani menatap Harjuna yang juga sedang menatapnya.

Tidak ada yang pria itu katakan, tapi jemari pria itu sudah lebih dulu menyentuh dagu Arumi hingga wajah Arumi lebih mendongak.

‘Apa Pak Harjuna mau menciumku?’

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status