Kacamata yang membingkai kedua matanya itu setidaknya bisa menutupi sisa kesedihan Arumi tadi pagi, Arumi pun merasa lega siang ini di kampus tidak bertemu dengan Harjuna.Entah Harjuna sedang ada jadwal mengajar atau tidak dan Arumi tidak berniat untuk bertanya ke pria itu.“Habis selesai kuliah aku ada perlu sama kamu, Arumi,” kata Soraya yang baru masuk ke ruangan itu menepuk pundak Arumi.“Ada perlu apa?” tanya Arumi menoleh menatap Soraya.“Nanti kamu akan tahu. Pokoknya nanti setelah selesai kuliah temuin aku dulu. Okay?” Soraya memainkan rambut Arumi yang terikat rapi itu dan tersenyum saat Arumi memberikan anggukan tanda menuruti permintaannya barusan.Dua mata kuliah yang Arumi ikuti hari ini sedikit bisa melupakan kesedihannya karena masalah tadi pagi, sekarang Arumi akan menemui Soraya yang tadi memintanya bertemu di lantai bawah.Arumi baru keluar dari ruangan, sedangkan Soraya dan teman satu geng wanita itu sudah lebih dulu keluar.“Di dekat gudang?” Arumi terkejut saat m
Tangan yang melingkar di perutnya pagi ini menyadarkan Arumi semalam dia tidur ditemani Harjuna dan pria itu kini masih memeluknya.“Diamlah Arumi. Saya masih mengantuk.” Harjuna menarik pelan Arumi hingga lebih mendekat ke tubuhnya.Senyum samar terukir di bibir Arumi saat mendengar suara serak Harjuna yang sialnya terdengar seperti sedang ingin dimanja.Waktu masih menunjukkan pukul setengah lima pagi dan pelukan dari Harjuna yang hangat itu membuat Arumi ingin terpejam lagi.‘Aku tidak tahu, apa dia begini karena sudah benar-benar menganggapku istri atau karena sedang menuruti permintaan papanya?’Arumi menepis cepat sesuatu yang mengganggu pikiran dan hatinya itu, dia memejamkan matanya rapat melanjutkan tidurnya.Kembali ke rumahnya setelah dari rumah kecil yang Arumi tempati, Harjuna langsung menuju perpustakaan, dia duduk di dalam ruangan itu dan melamun memikirkan penjelasan Arumi tentang kejadian kemarin hingga wanita itu berada di gudang.Tadi Harjuna sampai memaksa Arumi un
PRANG!! Arumi tersentak hebat saat bunyi benda pecah itu terdengar begitu keras. Arumi menutup buku yang sedang dia baca lalu beranjak dari kursi, dia hendak mengecek keadaan di luar kamarnya, bunyi benda pecah tadi berasal dari dapur yang berada dekat dengan kamar itu. Namun, suara ketukan di jendela kamar lebih dulu membuat Arumi tersentak lagi, Arumi meneguk salivanya dalam saat rasa takut menyergapnya. Arumi mengurungkan niatnya keluar dari kamar, dia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Arumi meraih ponsel lalu menghubungi Harjuna, dia ingin Harjuna datang ke rumah itu, Arumi sungguh takut sekarang. Terdengar langkah kaki seseorang dari luar rumah, terdengar ramai, lebih dari langkah satu orang. Mereka seperti sedang berlarian di luar rumah kecil itu. Tangan Arumi yang sedang memegang ponsel gemetar, pria yang dia hubungi sekarang tidak juga menjawab panggilan masuknya. Tidak ada jawaban dari Harjuna dan sekarang Arumi memilih menghubungi Ina. Sudah mencoba menghubungi kedu
“Aku punya ide deh Mas. Bagaimana kalau kita jebak Arumi dan Radit supaya mereka seolah-olah selingkuh setelah itu kamu laporin deh perselingkuhan Radit ke papa kamu. Pasti setelah itu papa akan membenci Arumi dan meminta Arumi pisah dari kamu.”Senyum mengembang di bibir Kinara saat mengungkapkan rencana buruk yang sudah terbesit sejak dia tahu kehadiran Radit sebagai pengawal pribadi Arumi.Awalnya Kinara tak terima karena perhatian papa mertuanya untuk Arumi terlalu berlebihan, tapi kemudian Kinara melihat peluang untuk memanfaatkan kehadiran Radit.“Kamu setuju ‘kan Mas?” Kinara meraih wajah Harjuna yang tadi melengos menghindari tatapannya, pria itu sedang menoleh menatap jauh ke rumah kecil itu.“Sudahlah Kinara, kamu jangan bicara aneh begitu. Papa bisa membenciku dan semakin tidak menerima kehadiranmu kalau sampai kamu ketahuan menyusun rencana buruk itu,” tolak Harjuna melepaskan kedua telapak Kinara yang tadi memegang wajahnya.Kembali tatapan Harjuna tertuju untuk rumah kec
“Wanita keduaku,” gumam Arumi, matanya berbinar saat menatap Harjuna yang sedang menjelaskan materi perkuliahan.Arumi menopang wajah dengan satu tangan, dia tenggelam dalam momen semalam saat Harjuna menyentuhnya dan mengatakan “wanita keduaku”.“Perhatikan dan dengarkan baik-baik materi yang sedang saya sampaikan. Jangan ada yang melamun!”Suara Harjuna yang tegas itu tidak cukup untuk menyadarkan Arumi, tatapannya memang tertuju untuk Harjuna, tapi tidak dengan pikiran Arumi yang terpusat untuk momen semalam.Harjuna terbatuk keras saat melirik Arumi yang sedang tersenyum-senyum saat menatapnya, dia menaikkan satu alisnya heran menatap wanita itu.“Arumi, kamu kenapa sih?” Novita menyenggol lengan Arumi, dia menangkap ada yang tidak beres dari temannya itu.Arumi tersadar salah tingkah, dia memperbaiki posisi duduk dan merapikan kuciran rambutnya yang sebenarnya masih rapi sejak tadi.‘Duh … bisa-bisanya aku bengong mikirin yang semalam. Lagian Pak Harjuna bikin aku bingung, dia ma
Arumi belum bisa terlelap meski waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam, dia beberapa kali melihat ke arah pintu kamar sedang berharap Harjuna muncul dari sana dan menemaninya tidur malam ini.Sadar tidak seharusnya berharap seperti itu, Arumi membuang jauh-jauh keinginannya.Arumi bangkit dari posisi berbaring kemudian menuju meja belajar, dia meraih salah satu buku yang berdiri di antara buku lainnya yang tersusun rapi di atas meja belajar.Arumi berharap setelah membaca buku dia akan mengantuk.Kini sayup-sayup terdengar oleh Arumi suara seseorang yang sedang bernyanyi, Arumi yakin itu bukan suara Harjuna.“Apa Radit yang sedang nyanyi malam-malam sambil main gitar?” Arumi mengernyit, dia meletakkan buku yang tadi dia baca itu ke sampingnya, Arumi akan mengecek langsung siapa yang sedang bernyanyi malam ini.Suara pria yang sedang bernyanyi itu memang merdu ditambah dengan permainan gitarnya menjadi perpaduan yang sangat pas.“Radit.”“Eh Nyonya belum tidur. Maaf say
“Benar dugaanku, kamu di sini bersama wanita kuno itu!”Harjuna menjatuhkan sendok dalam genggaman tangan kanannya setelah selesai meluncurkan makanan ke dalam mulut Arumi saat mendengar kemarahan Kinara tadi.Dia kemudian bangkit dari tempat duduk diikuti Arumi yang ikut bangkit dari pangkuan Harjuna.Mulut Arumi masih penuh dengan makanan saat mendengar kemarahan Kinara dan sekarang wanita itu sudah mendekat ke arahnya ditemani Mika yang mendorong kursi roda Kinara.“Hebat ya kamu Arumi. Makin pinter aja kamu menguasai Mas Harjuna!” Kinara maju pelan untuk meraih gelas berisi minuman yang berada di atas meja makan lalu akan menyiram Arumi dengan air itu, tapi Harjuna lebih dulu menghalangi hingga air itu mengenai wajah dan pakaian Harjuna.Kinara mengamuk karena tindakan kasarnya tadi dihalangi Harjuna, tangannya mengacak-acak apa pun yang berada di dekatnya hingga piring dan gelas yang berada di atas meja makan itu berjatuhan di lantai ruang makan.“Aku bisa jelasin Sayang!” Harjun
“Kamu tenang saja Arumi, aman. Dokter yang menanganimu tadi dokter pribadi papa.” Harjuna mengusap pelan punggung telapak tangan Arumi melihat Arumi yang masih berbaring di atas sofa di dalam ruangan dosen itu bergerak pelan tampak gelisah.“Semua baik-baik saja. Orang-orang di kampus tidak ada yang tahu kamu istri kedua saya termasuk kehamilanmu.” Harjuna menenangkan lagi, usapan tadi berubah dengan genggaman lembut yang Harjuna berikan di telapak tangan Arumi.Arumi mulai tenang setelah sempat memikirkan ketakutan itu, Arumi takut setelah pingsannya tadi akan membongkar statusnya sebagai istri kedua Harjuna dan kehamilannya sekarang.Tidak hanya ucapan Harjuna yang melepaskan kegelisahan Arumi, tapi juga genggaman pria itu.Namun, Arumi tidak membiarkan genggaman itu bertahan lama, Arumi tidak nyaman meski di dalam ruangan itu hanya ada dia dan Harjuna.“Saya mau pulang saja Pak, ingin istirahat di rumah. Kepala saya masih pusing. Biar Radit yang mengantar saya pulang.”“Jangan laki
Harjuna berdiri di tengah pintu memperhatikan kepulangan Kinara dan Mika, dia menatap dingin istrinya yang sedang tertawa kecil bersama Mika.“Kamu dari mana Kinara? Kenapa semalam nggak pulang ke rumah?” tanya Harjuna menghadang di depan pintu rumah.Pertanyaan Harjuna dibalas dengusan kasar Kinara. Kursi roda yang Kinara duduki bergerak lagi, tapi dia tetap tertahan di depan pintu karena Harjuna tidak beranjak dari posisinya.“Aku semalam menghubungi kamu berulang kali, tapi kamu tidak juga merespons. Aku khawatir sama kamu, Kinara.” Harjuna sedikit membungkuk di depan Kinara memegang erat kedua sisi kursi roda itu.“Apalagi Mika juga sama-sama susah dihubungin.” Harjuna melirik tajam Mika, tampak dia jengkel ke Mika karena perempuan yang bersama Kinara itu semalam hingga pagi tidak merespons panggilan masuk dan pesan masuknya. Sementara Harjuna sangat membutuhkan informasi tentang Kinara dari Mika.“Bukankah kamu sedang fokus sama istri mudamu itu Mas? Kamu aja rela bertarung demi
Kinara sudah mendengar tentang pertarungan yang akan suaminya lakukan dengan Radit, Kinara mendapat informasi itu dari Mika yang sempat menguping di rumah kecil yang Arumi tempati.“Apa tujuan kamu sampai mengajak Radit bertarung?” Kinara segera melontarkan pertanyaan yang sejak tadi mengganggunya itu saat Harjuna masuk ke dalam rumah.“Jawab aku Mas!” Kinara menyusul Harjuna, dia emosi karena pertanyaan pentingnya tadi tidak dijawab Harjuna.Langkah Harjuna sampai di dalam kamarnya, dia mengubrak-abrik beberapa bagian di dalam lemarinya, mencari baju dan beberapa keperluan lainnya untuk dia bertarung dengan Radit.“Kamu cemburu sama Radit sampai-sampai nantangin dia begitu? Kamu sudah beneran jatuh cinta sama Arumi, Mas?” Dada Kinara naik turun, telapak tangannya meremas erat sisi kursi roda dan tatapannya itu masih tertuju ke Harjuna yang sampai sekarang masih bungkam.Pria itu masih sibuk mengubrak-abrik isi lemarinya hingga menemukan boxing gloves yang sudah cukup lama tidak Harju
Radit dan Ina, dua orang yang setia menemani Arumi saat Arumi sedang sakit. Dia bisa saja meminta ibunya menemaninya agar tidak begitu kesepian, tapi Arumi tidak ingin masalah rumah tangganya diketahui ibunya. Arumi hanya ingin menunjukkan kebahagiaan di depan ibunya.Setiap ibunya bertanya tentang kabarnya, Arumi mengatakan baik-baik saja. Saat ibunya datang mengunjunginya secara langsung bersama Lily ke rumah, Arumi akan menunjukkan wajah bahagianya, menutup semua luka di hatinya.“Saya bantu Nyonya,” kata Radit bergegas memapah Arumi yang baru keluar dari mobil.Setelah dua hari dirawat di rumah sakit, sore ini Arumi kembali ke rumah, tapi sekarang hanya ditemani Radit karena Ina sibuk meladeni Kinara.“Saya bisa jalan sendiri Radit,” kata Arumi sebelum melangkahkan kakinya.Radit tidak mengindahkan, dia tetap memapah Arumi melihat Arumi yang masih pucat dan lemah.Dari kejauhan Harjuna melihat kedatangan istrinya bersama Radit.Harjuna yang masih mengenakan pakaian formal setelah
Arumi mengusap-usap perutnya, pandangannya tertuju ke rumah besar itu, dia tersenyum miris dengan keadaannya. Hingga kehamilannya memasuki usia 8 bulan, Harjuna masih membencinya setelah kejadian Kinara yang keracunan.Arumi lelah menjelaskan, dia sudah pasrah membiarkan waktu menjawab kebenarannya. Namun, sampai sekarang kebenaran itu belum juga terungkap, dia masih dianggap sebagai seseorang yang meracuni Kinara.“Sudah sore Nyonya, sebaiknya Nyonya masuk ke dalam,” kata Radit kembali ke belakang Arumi setelah selesai menjawab panggilan masuk dari seseorang.Arumi berbalik menatap Radit tanpa menunjukkan ekspresi apa pun, dia melangkah pelan menuju kamarnya.Bersandar di atas tempat tidurnya, Arumi meraih ponselnya yang tergeletak di sampingnya. Arumi tersenyum tipis saat melihat fotonya dengan Harjuna saat liburan di villa beberapa bulan yang lalu.Hari itu dia merasakan kebahagiaan, sayangnya kebahagiaan itu membuat Arumi salah menilai sikap manis yang Harjuna tunjukkan.Tidak ada
Arumi mencoba dahulu bubur ayam buatannya sebelum nanti dia berikan ke Kinara yang sedang sakit.Setelah pulang liburan dari villa Arumi mendengar kabar dari Ina bahwa Kinara sedang sakit. Setelah tahu kabar itu, Arumi berkeinginan untuk menjenguk Kinara sambil membawakan makanan untuk wanita itu.“Nyonya Arumi ini baik sekali ya. Padahal menurut bibi, Nyonya Arumi tidak usah jengukin Nyonya Kinara apalagi sampai masakin bubur ayam buat dia.” Ina geleng-geleng kepala pelan saat memperhatikan kesibukan nyonya muda itu yang pagi ini terlihat semangat memasak dan itu buat Kinara.Arumi menoleh sekilas menatap pelayan itu dan hanya tersenyum merespons ucapan Ina barusan. Arumi lalu menghidangkan bubur ayam buatannya itu ke dalam tempat makan berbentuk bulat yang sudah Arumi letakkan di atas meja makan.“Nyonya mau ke mana?” tanya Radit saat melihat Arumi keluar dari rumah.Seperti biasa sejak semalam Radit berjaga di depan rumah itu tidak peduli meski Harjuna beberapa kali memperingatkan
Harjuna tidak begitu memperhatikan Kinara meski istrinya itu memintanya untuk melihat ke arah kamera, Kinara ingin mengabadikan momen bersama Harjuna di taman bunga milik Pak Aji yang berada di villa milik pria itu.“Mas, lihat ke sini dong!” Kinara meraih paksa wajah Harjuna saat tatapan pria itu sedang tertuju ke salah satu arah—tempat Arumi sedang berduaan dengan Radit.“Kamu foto-foto sendiri saja.” Harjuna merespons cuek seraya menyingkirkan tangan Kinara yang menahan wajahnya.“Kamu kok begitu sih Mas? Kamu nggak suka berduaan sama aku? Kamu pengin berduaan sama Arumi makanya sejak tadi kamu mandangin dia terus, hah?!” Kinara terpancing emosi.Sejak Sabtu kemarin saat Harjuna mengajaknya liburan ke villa milik papa pria itu yang berada di puncak, Harjuna lebih banyak memperhatikan Arumi walaupun tak secara langsung mendekati wanita itu dan itu membuat Kinara sangat geram.“Bukan begitu Kinara. Aku hanya sedang kepikiran sama penjelasan dia hari itu. Tentang dia yang katanya diga
“Maaf Nyonya.” Tangan Radit menjauh setelah berani menyentuh tangan nyonya muda itu. Radit fokus ke depan lagi dan mulai melajukan mobil.Arumi tidak begitu memikirkan meski tadi pengawal pribadinya itu seperti akan mengatakan sesuatu. Arumi teringat Harjuna lagi, dia mengecek ponsel, yah siapa tahu Harjuna tiba-tiba mencarinya. Namun, Arumi harus menelan kekecewaan dalam-dalam, tidak ada satu pun pesan dari Harjuna.Kedatangan Arumi di rumah kecil itu disambut Ina, pelayan itu sudah berdiri di dekat pintu dan tersenyum ramah untuk Arumi seperti biasanya.“Apa Pak Harjuna sempat ke sini, Bi?” tanya Arumi sebelum melangkah masuk ke rumah. Dia masih saja berharap Harjuna mencarinya.“Tidak Nyonya.” Ina menjawab.Arumi memaksakan bibirnya tersenyum meski amat kecewa mendengar jawaban itu, Harjuna benar-benar tak mencarinya atau mungkin memang melupakannya.Yah hebat sekali pria itu, belum lama memberikan perhatian, tapi kemudian seolah-olah menjadi orang yang tak memedulikannya sama seka
“Maaf Tuan Harjuna, saya mau kasih tahu kalau Nyonya Kinara sedang menangis di dalam kamar dan tidak mau sarapan,” lapor Ina pagi ini.Harjuna meletakkan kembali sendok di tangan kanannya itu ke sisi piring, tidak jadi menyuapi Arumi meski Arumi sudah sedikit membuka mulut, tadi Harjuna mengatakan akan menyuapinya.Harjuna beranjak cepat dari ruang makan, mengabaikan Arumi, seolah lupa beberapa menit yang lalu dia memberikan perhatian untuk wanita itu, dari sejak bangun tidur hingga menemani Arumi di ruang makan.Arumi terdiam menatap pria itu. Pantaskah dia kecewa ke Harjuna?Namun, Arumi tersadar lagi dengan posisinya di hidup Harjuna, pun dengan ucapan penuh ketegasan dan bagai peringatan yang Harjuna ucapkan di malam pertama setelah mereka resmi menjadi suami istri.Hanya Kinara yang pria itu anggap sebagai istri dan Harjuna menegaskan agar Arumi tak berharap lebih.Oh tentu, Arumi sudah merekam dan menyimpan baik-baik kalimat itu di ingatannya.Arumi melanjutkan sarapannya, membu
Arumi mengompres lebam di punggung telapak tangan Harjuna dengan gerakan pelan dan lembut, dia tidak ingin membangunkan Harjuna yang sedang tertidur nyenyak.Sadar pria itu memberikan pergerakan, Arumi menghentikan tangan kanannya yang sedang mengompres tangan Harjuna, dia bangkit dan hendak keluar dari perpustakaan—tempat Harjuna tidur sekarang.“Arumi.” Harjuna lebih dulu meraih tangan Arumi.“Maaf, saya sudah mengganggu tidur Pak Harjuna.” Arumi sedikit menoleh.Harjuna tidak melepaskan tangannya dari Arumi, dia bangun dari posisi berbaring lalu menarik Arumi hingga duduk di sofa yang sama dengannya.“Kamu malam-malam ngapain ke sini?” Harjuna melirik ke arah jam di dinding perpustakaan, waktu menunjukkan pukul setengah satu malam.Harjuna mengernyit menunggu jawaban keluar dari mulut Arumi.“Kamu habis melakukan apa dengan kain itu?” Harjuna melirik ke arah kain dalam genggaman Arumi.“Saya habis mengompres Pak Harjuna. Saya kepikiran setelah Pak Harjuna memukuli Radit tadi makany