Kejadian semalam saat Harjuna datang dan menuduhnya sebagai wanita licik terbawa sampai ke mimpi Arumi.
Di balik selimut yang menutup sebagian tubuhnya, Arumi menggigil bersama keringat yang membasahi sekujur tubuh wanita itu. Terucap samar dari mulutnya, “Ibu, aku tidak kuat. Aku ingin pulang ke rumah.”
“Nyonya Arumi!” Pelayan di rumah itu membelalak syok melihat keadaan Arumi pagi ini.
Wanita paruh baya itu segera mendekat untuk mengecek lebih dekat keadaan Arumi. “Nyonya kenapa?” Ina panik melihat wajah pucat Arumi dan menyentuh keringat dingin yang membasahi tangan wanita itu.
Arumi tidak sanggup mengatakan apa pun, bentakan hebat Harjuna semalam dan tuduhan-tuduhan menyakitkan pria itu terus bergema di telinganya, Arumi memeluk Ina sambil terisak hebat.
Setelah lebih tenang dan menenggak sedikit air hangat yang Ina berikan, Arumi kembali merebahkan tubuhnya.
“Kalau Nyonya Arumi ada masalah, bisa cerita sama bibi. Nyonya bisa anggap bibi teman curhat atau apa pun yang bisa membuat Nyonya Arumi nyaman.”
“Bi, semalam Pak Harjuna marah. Dia menuduhku memasukkan sesuatu ke kopinya. Sementara aku tidak tahu apa pun, Bi.” Arumi mengungkap ketakutannya itu dengan suara lemah, dia memandang serius Ina sekaligus menyelidik wanita itu karena semalam yang membuat minuman itu Ina bukan dirinya.
“Nyonya tenang saja, itu urusan bibi.” Ina tampak meyakinkan Arumi dengan wajah tenang dan senyumnya.
Keluar dari kamar Arumi, wanita paruh baya itu mencari tempat yang aman, jauh dari Harjuna, Kinara dan Mika yang masih berada di dalam rumah itu.
“Tuan Aji, sepertinya Tuan Harjuna semalam salah paham. Dia menuduh Nyonya Arumi yang tidak-tidak. Saya kasihan melihat Nyonya Arumi pagi ini ketakutan.”
“Kamu tenang saja, biar saya yang urus!”
Ina menghela napas lega, hilang sudah bayang-bayang ketakutannya karena semalam terpaksa menuruti perintah Aji untuk memasukkan sesuatu ke minuman Harjuna. Ina tidak banyak bertanya apa tujuan Aji memerintahnya demikian, Ina hanya berusaha menuruti perintah Aji, pria itu yang dulu menugaskannya untuk bekerja di rumah Harjuna.
***
Dering dari ponselnya sekarang mengalihkan fokus Harjuna saat sedang menatap padat kendaraan di depannya sekaligus sedang memikirkan bayang-bayang kejadian semalam saat dia hampir menyentuh Arumi, tapi kemudian Harjuna memilih menahan diri, keluar dari kamar Arumi, dan berakhir mengunci dirinya di dalam kamar mandi.
Harjuna mendesah kasar saat melihat nama yang tertera di layar ponselnya, dia malas merespons panggilan masuk dari papanya, tapi takut ada hal penting yang akan papanya sampaikan.
“Halo Pa ada apa?”
“Cepat ke rumah papa sekarang!”
“Tapi Pa aku—“
“Ini sangat penting Harjuna!”
Harjuna terpaksa merubah tujuannya pagi ini, dia membunyikan klakson tak sabar memaksa pengendara yang lain membuka jalan untuknya.
Ulah Harjuna sukses membuat banyak pengendara menggeram, melontari Harjuna dengan kemarahan mereka.
Melihat kedatangan Harjuna, dua anak buah Aji sekaligus dua perawat, satu pria dan wanita itu mundur perlahan dari dekat Aji yang sedang menikmati keindahan taman di rumahnya.
Mereka segera menyingkir perlahan, sepertinya obrolan serius akan terjadi di antara anak dan bapak itu.
“Papa yang meminta pelayan di rumahmu itu untuk memasukkan obat perangsang ke minumanmu.” Aji segera menjelaskan tanpa didahului basa basi lagi.
Harjuna mengernyit tajam mendengar penuturan papanya tadi.
“Pelayan di rumah yang melaporkan kalau kamu salah paham ke Arumi dan katanya Arumi pagi ini sampai ketakutan.”
“Kenapa Papa setega itu menyuruh pelayan untuk menjebakku?”
“Kemarin sore papa bertemu Arumi di rumahnya, papa mendesak dia untuk jujur tentang kamu yang sudah menyentuhnya atau belum. Dia hanya diam dan papa menganggap diamnya Arumi sebagai jawaban! Sungguh papa kecewa kamu belum menyentuhnya sampai sekarang!”
“Sebegitunya papa ingin aku menyentuh wanita itu?” Kedua telapak tangan Harjuna sudah terkepal erat meski begitu dia tetap menjaga suaranya agar tetap tenang.
“Jelas, Harjuna! Papa sangat berharap kamu bisa punya anak dari Arumi dan kalau kamu tidak mau dijebak dan dipaksa makanya menurut sama papa!” Aji melotot tajam menatap putranya yang sejak dulu terlalu banyak membantah keinginannya apalagi masalah pernikahan.
“Tidak mudah buatku untuk menuruti keinginan papa. Apalagi aku sangat mencintai Kinara, Pa! Tidak mungkin aku menyentuh wanita lain begitu saja meskipun dia istri keduaku!”
“Sejak dulu kamu sering membangkang, tidak mau menggantikan papa memimpin perusahaan, tidak mau menikah dengan anak sahabat papa dan kamu lebih memilih Kinara yang jelas-jelas bermasalah, tapi kamu selalu menutup mata dan telingamu tentang keburukan istrimu yang penuh skandal itu!” Dada Aji naik turun setelah menggebu-gebu mengungkapkan kekecewaan ke putranya.
“Bahkan saat orang-orang membicarakan kalau Kinara itu kecelakaan setelah pulang menghabiskan waktu bersama kekasih gelapnya di hotel, lagi-lagi kamu tidak percaya. Kamu memang sudah dibutakan oleh cinta, Harjuna!”
Harjuna mengalihkan pandangan dari tatapan tajam papanya, dia mengecek jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, sisa lima belas menit lagi sebelum dia mengajar pagi ini.
“Meski dulu papa dan mamamu sangat tidak setuju kamu menikah sama Kinara, sekarang papa sudah tidak peduli lagi, tapi papa sangat memohon sama kamu, berikan cucu secepatnya untuk papa. Setidaknya sebelum papa pergi menyusul mamamu, pria tua ini sudah bisa menggendong anakmu dan papa sangat berharap sama pernikahanmu dengan Arumi!”
Lengang meliputi keduanya hingga kemudian Harjuna mengangguk membuat senyum lebar menghias bibir papanya.
***
Sudah berjam-jam waktu yang Arumi habiskan di dalam kamar, mengerjakan tugas kuliah yang akan dikumpulkan beberapa hari lagi.
Suara hujan yang deras menarik wanita yang sedang duduk di depan meja belajar itu melihat ke luar jendela kamar.
Arumi membuka sedikit gorden yang kemudian menampakkan pemandangan itu, langit yang gelap pekat dan hujan yang turun deras.
“Pak Harjuna pulang belum ya?” Pemandangan di depannya itu membuat Arumi tiba-tiba memikirkan keberadaan Harjuna.
Arumi sendiri baru menyadari waktu sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam, Arumi keluar dari kamar hanya ingin mengecek Harjuna.
Di perpustakaan pribadi Harjuna, Arumi tidak menemukan keberadaan pria itu, kakinya kemudian berayun pelan menuju garasi.
Hanya ada mobil sedan putih di sana, biasanya saat ke kampus Harjuna menggunakan sedan mewah berwarna abu-abu.
“Aku jadi ingat sama pria yang membawaku pulang malam itu. Kata Novita yang membawaku pulang pakai mobil sedan putih. Sepertinya memang Pak Harjuna.”
Arumi memutuskan menunggu kepulangan Harjuna di ruang tamu, yang dia lakukan ini persis seperti yang dulu ibunya lakukan ketika sedang menunggu ayahnya pulang bekerja.
Tidak peduli Harjuna sudah sering melontarkan kalimat yang menyakitkan, Arumi bertekad akan menjadi istri yang baik untuk Harjuna, ibunya berkali-kali menasihati Arumi tentang itu dan itu pula yang menjadi alasan Arumi bertahan.
Sorot lampu kendaraan memasuki halaman rumah, Arumi bergegas mengecek ke luar rumah, benar suaminya baru pulang.
“Kamu sedang apa di sini Arumi?” tanya Harjuna saat melangkah masuk melihat Arumi berdiri di ruang tamu.
“Hanya sedang menunggu Pak Harjuna pulang.” Arumi sedikit menunduk masih canggung berhadapan dengan Harjuna.
Pria itu membeku sempurna, ingatannya melayang ke setiap kejadian selama dia hidup bersama Kinara. Belum pernah satu kali pun Kinara menunggunya seperti yang Arumi lakukan sekarang.
“Saya bantu bawakan tasnya ya Pak.” Arumi meraih pelan tas Harjuna dan pria itu tidak protes.
“Taruh di ruangan kerja saya,” perintah Harjuna.
Arumi mengangguk kemudian melangkah pelan menuju ruangan kerja Harjuna, dekat dengan kamar utama di rumah itu.
Tangan Harjuna menahan Arumi yang baru meletakkan tasnya ke atas meja kerja.
“Ada apa Pak?”
“Saya minta maaf untuk kemarin malam. Saya sudah menuduhmu yang tidak-tidak.”
“Iya Pak tidak apa-apa. Selamat istirahat Pak, saya mau kembali ke kamar.”
Langkah Arumi tertahan, telapak tangan Harjuna masih melingkar erat di lengannya, menahan Arumi agar tak pergi dahulu.
“Kamu ingat bukan tentang permintaan papa saya tentang cucu?”
“I—ya saya ingat.”
“Tunggu saya di kamarmu, kita akan melakukannya malam ini.”
Wajah polos Arumi diliputi gugup, tenggorokannya mendadak kering dan Arumi berusaha cukup keras meski hanya untuk sekadar meneguk salivanya.
“Eh!” Arumi memekik karena satu tarikan yang Harjuna lakukan membuat tubuhnya mendekat ke dada bidang pria itu.
Arumi kesulitan mengontrol dirinya yang semakin gugup saat wajah Harjuna mendekat ke sampingnya dan merapatkan bibir ke telinganya.
Pria itu mengembuskan napasnya tepat di telinga Arumi, menggelitik hangat sampai ke leher Arumi kemudian membisikkan kalimat dengan lembut, “Pastikan kamu sudah tidak mengenakan apa pun saat saya masuk ke kamarmu!”
Jemari lentik Arumi saling bertaut, gemetar meremas selimut yang menutupi tubuh polosnya, Arumi menuruti perintah Harjuna dan sudah melepas kain-kain yang semula merapat di tubuhnya.Ceklek!Bunyi singkat dari pintu terbuka itu sanggup membuat Arumi melonjak hebat, dia menoleh ke arah pintu dan benar saja pria itu … Harjuna sudah datang ke kamarnya.Melihat pria itu melangkah mendekat memicu debar jantung Arumi semakin menggila, dia takut, tapi tak mungkin untuk kabur malam ini, Arumi berharap malam ini segera berlalu dengan singkat.“Tubuhmu di balik selimut itu sudah tak tertutup apa pun ‘kan? Saya hanya malas harus membuang banyak waktu untuk membuka kain-kain yang ada di tubuhmu.” Harjuna terus mendekat kemudian mendaratkan dirinya di samping ranjang, duduk menghadap Arumi.Arumi mengangguk kaku, cengkeramannya di selimut semakin erat.“Saya melakukannya bukan karena ingin, tapi karena papa. Kamu pasti mengerti bukan?”“Iya Pak saya mengerti.” Arumi mengangguk dengan lugunya.“Bai
“Kamu berharap saya akan menciummu? Tidak menyangka isi kepalamu ternyata seliar itu Arumi!”Kalimat yang Harjuna katakan seminggu yang lalu saat di perpustakaan malam itu belum mampu Arumi lupakan sampai sekarang. Wanita itu mendengus kesal di depan cermin sambil mengikat kencang rambutnya.Bagaimana mungkin Arumi mampu melupakan momen memalukan itu?Malam itu dia mengira Harjuna akan menciumnya dan Arumi dengan bodohnya hanya pasrah memejamkan mata, ekspresi Arumi malam itu seperti mendambakan sentuhan Harjuna.Hingga kalimat menyakitkan itu terlontar dari mulut Harjuna, Arumi baru sadar pria itu hanya sedang meledeknya dengan sengaja memancing seolah akan menciumnya, tapi setelah itu bebas mempermalukannya.“Aku malu banget setiap ketemu sama Pak Harjuna, untungnya sekarang aku sudah tinggal di rumah ini, tapi tetap aja, aku tidak benar-benar bisa menghindari Pak Harjuna. Dia kan suami aku.” Arumi menggerutu sambil menyambar tas kuliah yang kemudian dia letakkan di punggungnya.Aru
Arumi pikir Harjuna tak sungguh-sungguh saat memintanya untuk melayani pria itu, tapi tadi sore Harjuna mengingatkannya lagi lewat pesan yang pria itu kirimkan agar Arumi menyiapkan diri untuk malam ini.Seperti malam itu Harjuna meminta Arumi sudah tak mengenakan apa pun saat pria itu masuk ke kamar.Tentu saja Arumi menuruti permintaan Harjuna dan dia sudah menunggu selama lebih dari sepuluh menit dalam keadaan tak mengenakan apa pun, tubuh polosnya itu bersembunyi di balik selimut.Wanita itu cemas menatap ke arah pintu, debar jantungnya mulai tak terkendali lagi saat mendengar samar langkah yang mendekat ke kamar.Benar saja pria itu … Harjuna yang datang ke kamarnya.“Pak Harjuna yakin akan melakukannya malam ini dan tidak akan pergi seperti malam itu?” Arumi bertanya untuk memastikan.Jika Harjuna tak yakin untuk melakukannya malam ini setidaknya Arumi merasa lega, dia tak perlu segugup ini. Namun, sampai kapan Harjuna tak siap? Arumi terus dibayang-bayangi permintaan papa mertu
Arumi terburu-buru mengenakan pakaiannya yang tadi tergeletak di lantai setelah sempat Harjuna lepaskan lalu merapikan rambutnya yang berantakan.Sebelum keluar dari perpustakaan, Arumi melirik Harjuna lagi yang sedang terlelap di sofa. Arumi sedikit memejamkan mata, belum terbiasa melihat pemandangan semacam itu.Dia berjongkok dan meraba-raba ke sampingnya untuk meraih kemeja dan celana milik Harjuna yang tergeletak di lantai kemudian merapatkan kemeja dan celana itu ke tubuh Harjuna agar tak terpampang polos seperti itu.Arumi bernapas dengan lega, tindakannya tadi tidak membuat Harjuna terbangun, dia kemudian keluar dari perpustakaan.Sepasang mata yang tajam itu lekat memperhatikan Arumi yang baru keluar dari arah perpustakaan sambil beberapa kali mengusap rambut tergerainya, wanita itu berjalan tergesa menuju pintu belakang untuk menuju rumah kecil yang dia tempati.“Apa yang sudah dia lakukan? Mencurigakan!” gumam Kinara setelah puas menatap kepergian Arumi.Kinara segera mengg
“Maafin aku Sayang, aku masih sering ngambek dan marah-marah ke kamu.” Kinara memegang lembut kedua pipi Harjuna dan terisak di depan pria itu.Setelah tiga hari pulang ke rumah orang tuanya, malam ini Kinara baru kembali ke rumah suaminya dan satu jam lalu dia yang meminta Harjuna menjemputnya pulang ke rumah itu.“Kamu nggak perlu minta maaf. Aku yang salah bukan kamu. Aku yang sudah ingkar janji sama kamu.” Harjuna menyentuh telapak tangan Kinara yang berada di pipinya dengan lembut.Harjuna mengangkat Kinara dari kursi roda lalu membawa wanita itu ke pangkuannya, keduanya menikmati pemandangan langit malam bersama dari bangku taman.Tidak jauh dari belakang keduanya, Arumi memperhatikan interaksi manis suami istri itu.Arumi memandang keduanya tanpa ekspresi lalu berbalik menuju rumah kecil itu dengan langkah pelan seolah takut bunyi langkahnya itu akan mengusik suami istri yang sedang bermesraan di belakangnya.“Nyonya Kinara ngapain pulang segala ya? Padahal kalau dia nggak kemb
Kacamata yang membingkai kedua matanya itu setidaknya bisa menutupi sisa kesedihan Arumi tadi pagi, Arumi pun merasa lega siang ini di kampus tidak bertemu dengan Harjuna.Entah Harjuna sedang ada jadwal mengajar atau tidak dan Arumi tidak berniat untuk bertanya ke pria itu.“Habis selesai kuliah aku ada perlu sama kamu, Arumi,” kata Soraya yang baru masuk ke ruangan itu menepuk pundak Arumi.“Ada perlu apa?” tanya Arumi menoleh menatap Soraya.“Nanti kamu akan tahu. Pokoknya nanti setelah selesai kuliah temuin aku dulu. Okay?” Soraya memainkan rambut Arumi yang terikat rapi itu dan tersenyum saat Arumi memberikan anggukan tanda menuruti permintaannya barusan.Dua mata kuliah yang Arumi ikuti hari ini sedikit bisa melupakan kesedihannya karena masalah tadi pagi, sekarang Arumi akan menemui Soraya yang tadi memintanya bertemu di lantai bawah.Arumi baru keluar dari ruangan, sedangkan Soraya dan teman satu geng wanita itu sudah lebih dulu keluar.“Di dekat gudang?” Arumi terkejut saat m
Tangan yang melingkar di perutnya pagi ini menyadarkan Arumi semalam dia tidur ditemani Harjuna dan pria itu kini masih memeluknya.“Diamlah Arumi. Saya masih mengantuk.” Harjuna menarik pelan Arumi hingga lebih mendekat ke tubuhnya.Senyum samar terukir di bibir Arumi saat mendengar suara serak Harjuna yang sialnya terdengar seperti sedang ingin dimanja.Waktu masih menunjukkan pukul setengah lima pagi dan pelukan dari Harjuna yang hangat itu membuat Arumi ingin terpejam lagi.‘Aku tidak tahu, apa dia begini karena sudah benar-benar menganggapku istri atau karena sedang menuruti permintaan papanya?’Arumi menepis cepat sesuatu yang mengganggu pikiran dan hatinya itu, dia memejamkan matanya rapat melanjutkan tidurnya.Kembali ke rumahnya setelah dari rumah kecil yang Arumi tempati, Harjuna langsung menuju perpustakaan, dia duduk di dalam ruangan itu dan melamun memikirkan penjelasan Arumi tentang kejadian kemarin hingga wanita itu berada di gudang.Tadi Harjuna sampai memaksa Arumi un
PRANG!! Arumi tersentak hebat saat bunyi benda pecah itu terdengar begitu keras. Arumi menutup buku yang sedang dia baca lalu beranjak dari kursi, dia hendak mengecek keadaan di luar kamarnya, bunyi benda pecah tadi berasal dari dapur yang berada dekat dengan kamar itu. Namun, suara ketukan di jendela kamar lebih dulu membuat Arumi tersentak lagi, Arumi meneguk salivanya dalam saat rasa takut menyergapnya. Arumi mengurungkan niatnya keluar dari kamar, dia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Arumi meraih ponsel lalu menghubungi Harjuna, dia ingin Harjuna datang ke rumah itu, Arumi sungguh takut sekarang. Terdengar langkah kaki seseorang dari luar rumah, terdengar ramai, lebih dari langkah satu orang. Mereka seperti sedang berlarian di luar rumah kecil itu. Tangan Arumi yang sedang memegang ponsel gemetar, pria yang dia hubungi sekarang tidak juga menjawab panggilan masuknya. Tidak ada jawaban dari Harjuna dan sekarang Arumi memilih menghubungi Ina. Sudah mencoba menghubungi kedu
Harjuna berdiri di tengah pintu memperhatikan kepulangan Kinara dan Mika, dia menatap dingin istrinya yang sedang tertawa kecil bersama Mika.“Kamu dari mana Kinara? Kenapa semalam nggak pulang ke rumah?” tanya Harjuna menghadang di depan pintu rumah.Pertanyaan Harjuna dibalas dengusan kasar Kinara. Kursi roda yang Kinara duduki bergerak lagi, tapi dia tetap tertahan di depan pintu karena Harjuna tidak beranjak dari posisinya.“Aku semalam menghubungi kamu berulang kali, tapi kamu tidak juga merespons. Aku khawatir sama kamu, Kinara.” Harjuna sedikit membungkuk di depan Kinara memegang erat kedua sisi kursi roda itu.“Apalagi Mika juga sama-sama susah dihubungin.” Harjuna melirik tajam Mika, tampak dia jengkel ke Mika karena perempuan yang bersama Kinara itu semalam hingga pagi tidak merespons panggilan masuk dan pesan masuknya. Sementara Harjuna sangat membutuhkan informasi tentang Kinara dari Mika.“Bukankah kamu sedang fokus sama istri mudamu itu Mas? Kamu aja rela bertarung demi
Kinara sudah mendengar tentang pertarungan yang akan suaminya lakukan dengan Radit, Kinara mendapat informasi itu dari Mika yang sempat menguping di rumah kecil yang Arumi tempati.“Apa tujuan kamu sampai mengajak Radit bertarung?” Kinara segera melontarkan pertanyaan yang sejak tadi mengganggunya itu saat Harjuna masuk ke dalam rumah.“Jawab aku Mas!” Kinara menyusul Harjuna, dia emosi karena pertanyaan pentingnya tadi tidak dijawab Harjuna.Langkah Harjuna sampai di dalam kamarnya, dia mengubrak-abrik beberapa bagian di dalam lemarinya, mencari baju dan beberapa keperluan lainnya untuk dia bertarung dengan Radit.“Kamu cemburu sama Radit sampai-sampai nantangin dia begitu? Kamu sudah beneran jatuh cinta sama Arumi, Mas?” Dada Kinara naik turun, telapak tangannya meremas erat sisi kursi roda dan tatapannya itu masih tertuju ke Harjuna yang sampai sekarang masih bungkam.Pria itu masih sibuk mengubrak-abrik isi lemarinya hingga menemukan boxing gloves yang sudah cukup lama tidak Harju
Radit dan Ina, dua orang yang setia menemani Arumi saat Arumi sedang sakit. Dia bisa saja meminta ibunya menemaninya agar tidak begitu kesepian, tapi Arumi tidak ingin masalah rumah tangganya diketahui ibunya. Arumi hanya ingin menunjukkan kebahagiaan di depan ibunya.Setiap ibunya bertanya tentang kabarnya, Arumi mengatakan baik-baik saja. Saat ibunya datang mengunjunginya secara langsung bersama Lily ke rumah, Arumi akan menunjukkan wajah bahagianya, menutup semua luka di hatinya.“Saya bantu Nyonya,” kata Radit bergegas memapah Arumi yang baru keluar dari mobil.Setelah dua hari dirawat di rumah sakit, sore ini Arumi kembali ke rumah, tapi sekarang hanya ditemani Radit karena Ina sibuk meladeni Kinara.“Saya bisa jalan sendiri Radit,” kata Arumi sebelum melangkahkan kakinya.Radit tidak mengindahkan, dia tetap memapah Arumi melihat Arumi yang masih pucat dan lemah.Dari kejauhan Harjuna melihat kedatangan istrinya bersama Radit.Harjuna yang masih mengenakan pakaian formal setelah
Arumi mengusap-usap perutnya, pandangannya tertuju ke rumah besar itu, dia tersenyum miris dengan keadaannya. Hingga kehamilannya memasuki usia 8 bulan, Harjuna masih membencinya setelah kejadian Kinara yang keracunan.Arumi lelah menjelaskan, dia sudah pasrah membiarkan waktu menjawab kebenarannya. Namun, sampai sekarang kebenaran itu belum juga terungkap, dia masih dianggap sebagai seseorang yang meracuni Kinara.“Sudah sore Nyonya, sebaiknya Nyonya masuk ke dalam,” kata Radit kembali ke belakang Arumi setelah selesai menjawab panggilan masuk dari seseorang.Arumi berbalik menatap Radit tanpa menunjukkan ekspresi apa pun, dia melangkah pelan menuju kamarnya.Bersandar di atas tempat tidurnya, Arumi meraih ponselnya yang tergeletak di sampingnya. Arumi tersenyum tipis saat melihat fotonya dengan Harjuna saat liburan di villa beberapa bulan yang lalu.Hari itu dia merasakan kebahagiaan, sayangnya kebahagiaan itu membuat Arumi salah menilai sikap manis yang Harjuna tunjukkan.Tidak ada
Arumi mencoba dahulu bubur ayam buatannya sebelum nanti dia berikan ke Kinara yang sedang sakit.Setelah pulang liburan dari villa Arumi mendengar kabar dari Ina bahwa Kinara sedang sakit. Setelah tahu kabar itu, Arumi berkeinginan untuk menjenguk Kinara sambil membawakan makanan untuk wanita itu.“Nyonya Arumi ini baik sekali ya. Padahal menurut bibi, Nyonya Arumi tidak usah jengukin Nyonya Kinara apalagi sampai masakin bubur ayam buat dia.” Ina geleng-geleng kepala pelan saat memperhatikan kesibukan nyonya muda itu yang pagi ini terlihat semangat memasak dan itu buat Kinara.Arumi menoleh sekilas menatap pelayan itu dan hanya tersenyum merespons ucapan Ina barusan. Arumi lalu menghidangkan bubur ayam buatannya itu ke dalam tempat makan berbentuk bulat yang sudah Arumi letakkan di atas meja makan.“Nyonya mau ke mana?” tanya Radit saat melihat Arumi keluar dari rumah.Seperti biasa sejak semalam Radit berjaga di depan rumah itu tidak peduli meski Harjuna beberapa kali memperingatkan
Harjuna tidak begitu memperhatikan Kinara meski istrinya itu memintanya untuk melihat ke arah kamera, Kinara ingin mengabadikan momen bersama Harjuna di taman bunga milik Pak Aji yang berada di villa milik pria itu.“Mas, lihat ke sini dong!” Kinara meraih paksa wajah Harjuna saat tatapan pria itu sedang tertuju ke salah satu arah—tempat Arumi sedang berduaan dengan Radit.“Kamu foto-foto sendiri saja.” Harjuna merespons cuek seraya menyingkirkan tangan Kinara yang menahan wajahnya.“Kamu kok begitu sih Mas? Kamu nggak suka berduaan sama aku? Kamu pengin berduaan sama Arumi makanya sejak tadi kamu mandangin dia terus, hah?!” Kinara terpancing emosi.Sejak Sabtu kemarin saat Harjuna mengajaknya liburan ke villa milik papa pria itu yang berada di puncak, Harjuna lebih banyak memperhatikan Arumi walaupun tak secara langsung mendekati wanita itu dan itu membuat Kinara sangat geram.“Bukan begitu Kinara. Aku hanya sedang kepikiran sama penjelasan dia hari itu. Tentang dia yang katanya diga
“Maaf Nyonya.” Tangan Radit menjauh setelah berani menyentuh tangan nyonya muda itu. Radit fokus ke depan lagi dan mulai melajukan mobil.Arumi tidak begitu memikirkan meski tadi pengawal pribadinya itu seperti akan mengatakan sesuatu. Arumi teringat Harjuna lagi, dia mengecek ponsel, yah siapa tahu Harjuna tiba-tiba mencarinya. Namun, Arumi harus menelan kekecewaan dalam-dalam, tidak ada satu pun pesan dari Harjuna.Kedatangan Arumi di rumah kecil itu disambut Ina, pelayan itu sudah berdiri di dekat pintu dan tersenyum ramah untuk Arumi seperti biasanya.“Apa Pak Harjuna sempat ke sini, Bi?” tanya Arumi sebelum melangkah masuk ke rumah. Dia masih saja berharap Harjuna mencarinya.“Tidak Nyonya.” Ina menjawab.Arumi memaksakan bibirnya tersenyum meski amat kecewa mendengar jawaban itu, Harjuna benar-benar tak mencarinya atau mungkin memang melupakannya.Yah hebat sekali pria itu, belum lama memberikan perhatian, tapi kemudian seolah-olah menjadi orang yang tak memedulikannya sama seka
“Maaf Tuan Harjuna, saya mau kasih tahu kalau Nyonya Kinara sedang menangis di dalam kamar dan tidak mau sarapan,” lapor Ina pagi ini.Harjuna meletakkan kembali sendok di tangan kanannya itu ke sisi piring, tidak jadi menyuapi Arumi meski Arumi sudah sedikit membuka mulut, tadi Harjuna mengatakan akan menyuapinya.Harjuna beranjak cepat dari ruang makan, mengabaikan Arumi, seolah lupa beberapa menit yang lalu dia memberikan perhatian untuk wanita itu, dari sejak bangun tidur hingga menemani Arumi di ruang makan.Arumi terdiam menatap pria itu. Pantaskah dia kecewa ke Harjuna?Namun, Arumi tersadar lagi dengan posisinya di hidup Harjuna, pun dengan ucapan penuh ketegasan dan bagai peringatan yang Harjuna ucapkan di malam pertama setelah mereka resmi menjadi suami istri.Hanya Kinara yang pria itu anggap sebagai istri dan Harjuna menegaskan agar Arumi tak berharap lebih.Oh tentu, Arumi sudah merekam dan menyimpan baik-baik kalimat itu di ingatannya.Arumi melanjutkan sarapannya, membu
Arumi mengompres lebam di punggung telapak tangan Harjuna dengan gerakan pelan dan lembut, dia tidak ingin membangunkan Harjuna yang sedang tertidur nyenyak.Sadar pria itu memberikan pergerakan, Arumi menghentikan tangan kanannya yang sedang mengompres tangan Harjuna, dia bangkit dan hendak keluar dari perpustakaan—tempat Harjuna tidur sekarang.“Arumi.” Harjuna lebih dulu meraih tangan Arumi.“Maaf, saya sudah mengganggu tidur Pak Harjuna.” Arumi sedikit menoleh.Harjuna tidak melepaskan tangannya dari Arumi, dia bangun dari posisi berbaring lalu menarik Arumi hingga duduk di sofa yang sama dengannya.“Kamu malam-malam ngapain ke sini?” Harjuna melirik ke arah jam di dinding perpustakaan, waktu menunjukkan pukul setengah satu malam.Harjuna mengernyit menunggu jawaban keluar dari mulut Arumi.“Kamu habis melakukan apa dengan kain itu?” Harjuna melirik ke arah kain dalam genggaman Arumi.“Saya habis mengompres Pak Harjuna. Saya kepikiran setelah Pak Harjuna memukuli Radit tadi makany