Share

Mabuk dan Sentuhan Hangat

Malam ini Arumi datang ke pesta ulang tahun Soraya—wanita yang dia kenal baik sejak SMA hingga kuliah di kampus dan jurusan yang sama dengannya.

Datang ke pesta malam ini sekaligus menjadi pelarian Arumi untuk bisa melupakan kejadian tadi siang, saat dia mengatakan hal lancang itu di depan Harjuna.

“Sungguh memalukan!” Arumi merutuk untuk dirinya sendiri, tidak mampu melupakan ucapannya tadi siang yang sangat memalukan.

Memasuki keramaian di pesta ulang tahun itu penampilan sederhana Arumi dipandang sinis oleh banyak tamu yang sudah lebih dulu datang. Pakaian yang mereka kenakan tampak mewah, kekinian dan terlihat mahal berbeda dengan dress vintage sederhana yang Arumi kenakan.

Di mata mereka penampilan Arumi ketinggalan zaman, kuno dan cupu.

Pesta ulang tahun itu semakin ramai, Arumi memandang bahagia temannya yang mengadakan pesta malam ini, di atas stage kecil itu, Soraya sedang bernyanyi dengan kekasihnya lalu menenggak minuman berwarna merah itu secara bergantian.

Arumi melihat ke sekitar, banyak juga tamu-tamu yang menikmati minuman itu termasuk Novita yang berdiri di dekatnya.

Arumi yang mulanya ragu menenggak minuman itu kini tertarik untuk menikmati, dia meneguk pelan minuman itu.

Meski rasa dan aroma minuman itu sangat asing di mulutnya, tapi kini membuat Arumi kecanduan. Arumi menenggak minuman dalam seloki itu lagi hingga tandas.

Pesta ulang tahun hampir selesai, beberapa tamu pun sudah ada yang memilih pulang lebih dulu. Sementara Arumi dengan langkah sempoyongan sedang berjalan keluar dari rumah mewah temannya yang dijadikan tempat pesta.

Berdiri di dekat gerbang rumah, Arumi berusaha mengumpulkan seluruh kesadarannya sambil menghubungi taksi online.

Tapi sekarang lebih dulu ada panggilan masuk dari Harjuna, wanita itu segera menjawabnya.

“Kamu di mana, Arumi?”

“Saya lagi di pesta ulang tahun teman saya, namanya Soraya. Ini mau pulang Pak, tapi kepala saya pusing sekali. Bisa tolong jemput saya?”

Alis Arumi saling bertaut saat menunggu balasan dari pria di seberang sana, mendadak tidak ada suara apa pun. Arumi mengecek ponsel dan baru menyadari Harjuna sudah lebih dulu mengakhiri obrolan.

Novita dan beberapa teman Arumi yang lain menawarkan tumpangan untuk Arumi, tapi Arumi menolak. Dia tidak ingin jika teman-temannya mengantarnya pulang statusnya sebagai istri kedua Harjuna akan terbongkar.

Cukup lama menunggu dengan tidak pasti, Arumi melihat sepasang kaki yang kini berdiri tegak di depannya, tatapan Arumi naik hingga melihat pria yang mengenakan masker, kacamata hitam, dan topi.

Pria di depannya itu lebih dulu menarik Arumi dan membawa Arumi masuk ke dalam sedan berwarna putih.

“Jadi begini kelakuan kamu Arumi! Kata papa, kamu itu wanita yang baik-baik dan penurut, nyatanya kamu wanita nakal yang suka keluyuran bahkan suka mabuk-mabukkan!”

Arumi kini tahu pria itu adalah Harjuna setelah pria itu melepas kacamata, masker dan topi yang pria itu kenakan.

Arumi ingin menjelaskan mengapa dia bisa sampai mabuk begini, tapi rasa pusing di kepalanya menyerang begitu kuat, Arumi memilih untuk bersandar penuh di tempat duduknya dan tidak berkata apa pun.

***

Jika bukan karena papanya yang tiba-tiba menanyakan keadaan Arumi, Harjuna lupa dengan Arumi bahkan tidak peduli dengan wanita itu.

Setelah mencari Arumi di dalam kamar, Harjuna tidak menemukan keberadaan Arumi, itu yang menarik Harjuna kemudian menghubungi Arumi dan menanyakan keberadaan wanita itu.

Sekarang sambil mendesah kasar Harjuna membawa wanita itu keluar dari mobil dan membawanya masuk ke dalam kamar.

“Jangan berharap sama kamu? Siapa juga yang mau berharap? Aku juga terpaksa mau menikah sama kamu!” oceh Arumi kesal yang masih mabuk saat Harjuna meletakkannya ke atas kasur.

Harjuna berusaha menyingkirkan kasar kedua tangan Arumi yang melingkar erat di lehernya, tapi Arumi lebih dulu menarik Harjuna mendekat hingga Harjuna jatuh menindih wanita itu.

Sentuhan bibir Arumi pun tak sempat Harjuna tolak, kini masih merapat hangat di bibirnya dan sialnya terasa manis!

***

Arumi memijat-mijat kepala dan tengkuknya sambil meneliti ruangan yang dia tempati sekarang.

“Ternyata aku sudah ada di kamarku, tapi siapa yang membawaku pulang?” Arumi memijat pelipisnya seraya mengingat-ingat kejadian semalam, tapi ingatannya hanya sampai saat dia menikmati keramaian di pesta dan menenggak minuman memabukkan itu.

Arumi meraih tas selempang yang tergeletak di sampingnya, dia merogoh ke dalam tas mencari ponselnya.

Arumi membelalak tak percaya saat mengecek daftar panggilan masuk di ponselnya, Harjuna semalam menghubunginya.

“Apa Pak Harjuna yang semalam mengantarku pulang?”

Diam di atas tempat tidur Arumi berpikir keras menebak siapa yang sebenarnya mengantarnya pulang semalam, memikirkannya terlalu lama membuat Arumi pusing sendiri, dia memutuskan turun dari tempat tidur menuju kamar mandi, membersihkan tubuhnya.

Karena hari ini tidak ada perkuliahan, Arumi berniat siang ini akan main ke rumah orang tuanya, dia rindu ibunya dan Arumi akan izin dahulu ke Harjuna, tidak seperti semalam pergi ke pesta tanpa izin dahulu ke pria itu.

“Bi, Pak Harjuna ke mana ya? Apa udah pergi ke kampus?” tanya Arumi ke pelayan yang sedang sibuk di dapur.

Belum sempat pelayan itu memberikan jawaban ada suara dari luar dapur yang menarik Arumi mendengarkan dengan serius, suara perempuan dan pria kemudian disusul tawa yang terdengar bahagia.

“Tuan dan Nyonya Kinara baru datang. Pagi tadi Tuan pergi buat menjemput Nyonya Kinara yang sudah beberapa hari dirawat di rumah sakit.” Ina menjelaskan melihat Arumi yang tampak kebingungan.

Wajah Arumi menegang tiba-tiba saat mendengar kedatangan Kinara, mendadak membuatnya gugup seperti ini, lebih karena Arumi belum siap menunjukkan dirinya di depan wanita itu.

“Nyonya Kinara itu kayaknya kena karma,” bisik Ina ke Arumi membuat Arumi melonjak.

“Kok Bibi bilang begitu?” tanya Arumi pelan melirik Ina.

“Nyonya Arumi belum tahu kalau Nyonya Kinara itu selingkuh dan dia kecelakaan pas pulang dari hotel. Bibi yakin Nyonya Kinara habis enak-enak sama selingkuhannya.” Ina berbisik-bisik tepat di telinga Arumi.

“Hush Bibi jangan bilang begitu. Bibi lanjut masak lagi.” Arumi mengusap-usap telinganya, dia tidak ingin terpengaruh hal buruk yang barusan dia dengar dari pelayan itu yang bahkan Arumi belum tahu kebenarannya.

Arumi kini mengintip dari dekat kamar utama di rumah itu, kamar Harjuna dan Kinara.

Tatapan Harjuna ke Kinara, tutur kata lembut pria itu ke Kinara dan juga kehati-hatian Harjuna saat menggendong Kinara memindahkan wanita itu dari kursi roda ke atas tempat tidur sangat berbanding terbalik dengan yang Harjuna tunjukkan ke Arumi.

Untuk saat ini Arumi kagum dengan Harjuna, pria itu terlihat sungguh mencintai Kinara, bahkan dalam keadaan Kinara sekarang pria itu meluapkan kasih sayang dan perhatiannya.

“Wanita pilihan papa ada di sini?” tanya Kinara setelah Harjuna meletakkannya pelan ke atas tempat tidur.

“Sepertinya ada, tadi waktu aku mau menjemput kamu, dia masih tidur,” jawab Harjuna.

“Kamu belum menyentuhnya ‘kan?” tanya Kinara.

Arumi berdiri gugup di dekat tembok di luar kamar itu, merasa tak nyaman saat mendengar Kinara mengajukan pertanyaan itu untuk Harjuna.

“Belum,” jawab Harjuna disambut senyum lebar Kinara.

“Bagus Sayang, aku harap kamu tidak akan pernah menyentuh wanita itu meskipun papa kamu terus memaksa agar kamu cepat-cepat mempunyai anak.”

“Kamu tenang saja Kinara, aku tidak mungkin melakukan hal itu. Aku sangat mencintaimu dan maafkan aku karena terpaksa menuruti kemauan papa karena papa terus mendesakku untuk menikahi putri dari sahabatnya itu.”

Arumi tidak sanggup menahan air mata yang tiba-tiba mendesak ingin keluar, Arumi menangisi keadaannya sekarang, dia seperti wanita jahat di sini, hadir di tengah kebahagiaan Harjuna dan Kinara.

“Aku harus bagaimana sekarang? Sangat sulit buatku untuk menuruti kemauan Papa Aji. Pak Harjuna pun tidak mungkin mau menyentuhku, dia sangat mencintai Mbak Kinara.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status