Airin tampak tertegun melihat Helena ikut serta dalam kegiatan studi ilmiah yang dilakukan di Jogja. Helena menghampiri Airin yang tengah membawa koper miliknya.
"Halo. Kamu Airin kan?" sapa Helena dengan senyuman hangat.
"Ah, halo!" jawabnya dengan ragu-ragu.
"Apa suamiku masuk bus kamu? Atau lagi sama kamu?" tanya Helena dengan raut wajah datar sambil menengok kanan kirinya. Airin yang mendengar itu langsung tertegun dengan wajah yang tampak memucat.
"Apa? Apa maksudnya? Apa dia tau kalo suaminya selingkuh?" gumamnya dalam hati.
"Ya enggak lah bu, ibu kan tau kalo saya baru turun dari bus dan penumpangnya udah pada turun. Liat nggak Pak Gunawan turun dari
Namaku Airin Dea Natasha, seorang mahasiswa psikolog berusia 21 tahun yang menjadi yatim piatu sejak 5 tahun silam. Orang tuaku meninggal karena kecelakaan, sejak saat itu aku diasuh oleh bibiku.Bibi sudah menganggapku seperti anak sendiri, tetapi ekonomi bibiku tergolong tidak berkecukupan, Sehingga aku ikut membantunya mencari nafkah karena bibiku pun seorang janda. Saat berangkat sekolah aku membawa dagangan berupa jajanan,kemudian hasil berjualan itu akan kuserahkan pada bibi.Aku tak pernah malu untuk berjualan di sekolah, bagiku yang terpenting adalah bagaimana cara membantu bibi mencari nafkah. Meski status kami hanya bibi dan keponakan, tapi kami saling menyayangi satu sama lain. Ia juga sering memberikan uang untuk ditabung atau untuk membeli keperluan sekolahku.
Bel pintuku berbunyi, menandakan dia sudah tiba. Segera aku membuka pintu dan kulihat dia membawa seikat mawar merah sebagai tanda cintanya, Ia langsung memeluk dan mencium keningku. Kemudian aku membalas pelukannya."Rin, Mas kangen kamu," ucapnya sambil mengusap rambutku. Aku tersenyum kepadanya dan berkata, "Kangennya ditunda dulu sekarang makan yuk aku udah masak buat kamu mas." Lalu aku menyajikan makan untuknya."Kok cuma mas aja yang makan, kamu nggak makan?" tanyanya padaku yang hanya menyajikan makanan untuknya."Nggak mas, aku lagi diet," ucapku dengan tertawa kecil.Dengan lahap ia makan masakanku, Sesekali aku menatapnya."Bagaimana bisa aku melepaskan orang sepertinya? sudah tampan, mapan dan royal padaku?" gumamku dalam hati.Selesai ma
Setelah bertengkar dengan istrinya kemarin mas Gunawan tak menghubungiku, Aku menunggu kabar darinya, hingga sore hari belum menghubungiku sama sekali. Aku terus memikirkannya, ada apa dengannya?"Ting tung ting tung."Terdengar bel berbunyi dari luar, Aku membuka pintu dan ternyata Mas Gunawan sudah berdiri dihadapanku. Aku terkejut melihat kedatangannya tanpa menghubungiku."Masuk Mas," ajakku. Tiba-tiba ia merangkulku dari belakang."Mas?" ucapku padanya dan membalikkan badan. "Kamu kenapa Mas? ada masalah apa? cerita ya sama aku," ucapku dengan mengusap pipinya."Nggak papa Rin, mas pengen peluk kamu biar rileks," sahut Mas Gunawan kemudian aku melepaskan pelukan
Cahaya matahari pagi menembus gorden putih kamarku, Aku membalikkan badan melihat Mas Gunawan masih tertidur di sampingku. Aku menatapnya dan tak lama kemudian ia bangun, Kami pun saling bertatapan."Mas, tumben semalem nggak minta jatah," ucapku dengan malu-malu mengatakannya, Mas Gunawan pun tertawa mendengar perkataanku itu."Yaudah yuk sekarang," pintanya seraya ingin memeluk tubuhku. Akupun menghindari pelukannya dan berkata, "Aku kan cuma tanya, lagian aku mau ke kampus Mas nanti telat gimana?"Dia masih tertawa melihatku seperti itu dan mengusap rambutku."Mas juga bercanda Rin, Mas tulus sama kamu Rin, jadi nggak harus minta jatah ke kamu," jawabnya sambil mencium keningku.
Aku tak menyangka jika Mas Gunawan melamarku secepat ini.Aku pun bertanya kepadanya, "Terus gimana sama istri dan anakmu?""Itu nanti urusan Mas, yang penting kamu nerima lamaran Mas kali ini? mungkin besok-besok Mas nggak akan nawarin lagi," ujarnya.Aku mengerutkan dahi, "Kok begitu Mas? aku kan butuh waktu lagian kamu belum bercerai dari istrimu," sangkalku.Dengan memegang bahuku serta meyakinkanku ia pun berkata, "Yang penting kamu terima lamaran ini dulu Rin, Mas pengen liat keseriusanmu. Soal kapan kita nikah itu bisa kamu yang nentuin."Tanpa berpikir panjang aku menerima lamarannya, "Aku terima lamaran Mas, tapi aku mau sebelum kita menikah kamu harus cer
Helena! Apakah kamu tidak mengingat kejadian 5 tahun silam? kamu adalah alasan orang tuaku meninggal secara tragis!Kamu juga yang sudah membuatku menderita! Bagaimana kamu menyimpan rahasia yang besar? Bahkan polisi pun sudah menutup perkara ini sejak lama.Peristiwa naas yang menimpaku tersebut memang sudah lama terjadi tetapi trauma yang kualami hingga kini tidak pernah hilang.Bahkan ketika menjadi mahasiswa psikolog yang sudah banyak mempelajari materi psikologi pun aku tidak cukup menghilangkan trauma ini.Kecelakaan itu terjadi ketika ayahku melaju dengan kecepatan tinggi, posisi ayah dan ibuku berada di depan, sedangkan aku berada di belakang. Kami melewati jalan yang tak begitu ramai dan l
Pagi yang cerah untuk memulai hari, Airin segera pergi ke kampus dan melihat ke arah matahari pagi. Terlihat cahaya yang bersinar seraya memberikan energi positif untuk Airin.Ia berangkat menggunakan bus seperti biasanya, tak di sengaja ia justru bertemu dengan Stefan pria yang terlihat menggelikan itu. "Cowo ini lagi! males banget ketemu dia." ia memberikan senyuman terpaksa ketika tanpa sengaja bertemu dengan Stefan."Rin, maaf soal kemarin. Karena aku kamu jadi pergi deh!" lirihnya meminta maaf atas kejadian kemarin yang dengan sengaja menatap Airin dari atas hingga bawah."Santai aja, nggak masalah." Airin membalas perkataannya dengan cuek seakan tak ingin berbicara lagi dengannya.Stefa
"Sesuai janjiku tadi buat ngajak kamu makan siang yuk ke kantin," ajaknya padaku.Belum menjawab ajakannya tersebut ia langsung menggandeng tanganku dan mengajakku berlari kecil.'Widih baru kenal main gandeng tangan orang!' gumamku dalam hati.Setelah sampai di kantin aku memesan makanan yang cukup lumayan banyak. Sengaja untuk mengerjai si kembaran Yuta ini.'Aku buat dia ilfeel sama aku biar nggak deketin lagi,' bergumam dalam hati dengan sedikit tersenyum lebar dengan memainkan bola mata."Apa kamu habis makan segini banyaknya?"tuturnya ketika melihatku memesan banyak makanan. Ia melihat dengan terheran-heran