Matahari mulai terbit di ufuk timur, cahayanya menyembul sinar yang menyilaukan mata. Semalaman aku dan Mas Gunawan tidur bersama. Rupanya dia bangun mendahuluiku.
"Mas udah bangun daritadi?" tanyaku dengan nada lemas.
Dia mengangguk dengan manisnya mencium keningku dan berbisik di telingaku mengucapkan, "Selamat pagi."
Dia mulai menggodaku, menggelitik bagian pinggangku. Akhir pekan kami habiskan di kamar seharian dengan mesra.
Tidur di bagian dadanya di dalam pelukannya membuat perasaanku lebih tenang dan rileks.
"Mas, istri kamu nggak nyariin kamu?" tanyaku.
Kemudian Mas Gunawan menjawab d
"Boleh kok," aku memperbolehkan Stefan ikut denganku ke taman. Akhirnya kami berjalan keluar berdua."Oh iya kamu tinggal di lantai berapa?" Stefan bertanya padaku."Lantai lima hehe," sambil tertawa kecil padanya."Boleh sewaktu-waktu aku main?" tanyanya.Aku mengangguk dan hanya tersenyum cringy padanya. Ketika di parkiran ia menawari untuk naik mobilnya."Naik mobilku aja Rin!" ajaknya."Loh taman kan deket Stef, kenapa bawa mobil?" padahal lokasi apartemen dengan taman tida
"Ehm!" sambil mengekspresikan kepala dengan mengangguk terlalu antusias.Wajahnya mendekat padaku, tatapan matanya seperti Yuta itu menjadikanku terhening dalam suasana di mobil. Aku menatap lekat matanya yang menatapku serius."Aku…" ketika ucapannya membuat jiwa penasaranku semakin menggebu-gebu."Ayolah aku penasaran?" rengekku dalam hati. Sebenarnya juga tidak terlalu penting menanyakan hal pribadinya. Namun, kalau sudah penasaran mau bagaimana lagi kan?"Kepo banget sih. Dah kita pulang yuk!" mencubit pipi kananku lembut dengan tertawa kecil."Ih dasar kamu ya bikin aku penasaran!" memukul lirih bahunya. Ia pun mulai menjalankan mobilnya d
"Hah! Apa?" Mataku terbelalak bulat ketika Stefan mengungkapkan perasaannya padaku. Ucapannya itu membuat hatiku bergejolak. Kami terdiam dan menimbulkan keheningan yang cukup lama serta kecanggungan diantara kami.Stefan mulai mendekatiku dengan penuh getaran pada tubuhnya, terlihat dari jari-jari tangannya bergetar hebat. "I-ya Rin aku su-suka sama ka-kamu." Dia pun berkata dengan gugup."A-aku nggak tau harus bilang apa Stef. Aku pulang dulu buat mikirin semuanya." Aku langsung keluar dari apartemennya dan meninggalkan Stefan tanpa jawaban. Ini semua terlalu cepat bagiku, lagipula aku sudah memiliki Mas Gunawan.Sesampainya di apartemen, aku langsung menjatuhkan tubuhku ke kasur. Aku terus memikirkan perkataan Stefan tadi.
Aku terdiam kaku melihat pria yang keluar dari mobil itu adalah Mas Gunawan. Stefan yang mengetahui Mas Gunawan sedang berada di area apartemen ini lalu menyapanya. Ia hanya berpikir jika Mas Gunawan adalah dosen kami berdua."Pak Gunawan!" Stefan menghampiri Mas Gunawan, sedangkan aku hanya membelakangi mereka dengan termenung diam serta menundukkan kepala."Halo Stef, mau kemana malem-malem begini sama Airin?" Mas Gunawan bertanya pada Stefan dengan mata menyorot ke arahku. Aku menunduk dengan sedikit melirik mereka berdua. Aku tetap diam dan berusaha tidak panik."Oh kita cuma mau makan malem aja kok Pak." Ucapan Stefan cukup membuat perasaanku lega. Aku khawatir jika Mas Gunawan akan berpikiran aneh pada kami berdua karena pergi di waktu malam.
"Mas Gunawan?" Aku menghampirinya yang sedang duduk dengan tenang di sofa. Aku memeluk bahunya dari belakang, ia pun menyentuh kedua tanganku dengan kelembutan dari tangannya."Udahan kalian perginya?" Mas Gunawan tiba-tiba membahas kebersamaanku dengan Stefan tadi."Apaan sih Mas, aku cuma pergi makan doang. Nggak mungkin kan kalo aku tolak." suara manja keluar dari mulut manisku agar Mas Gunawan tidak berpikir jauh antara aku dan Stefan."Aku sayangnya cuma sama kamu kok Mas." imbuhku manja. Mas Gunawan membalikkan muka ke arahku, ia tersenyum dan mengusap rambutku dengan kelembutannya dan mencium keningku."Mas juga tau kalo kamu sayangnya sama Mas." senyum yang tergambar di wajahnya membuat perasaank
Airin tampak tertegun melihat Helena ikut serta dalam kegiatan studi ilmiah yang dilakukan di Jogja. Helena menghampiri Airin yang tengah membawa koper miliknya."Halo. Kamu Airin kan?" sapa Helena dengan senyuman hangat."Ah, halo!" jawabnya dengan ragu-ragu."Apa suamiku masuk bus kamu? Atau lagi sama kamu?" tanya Helena dengan raut wajah datar sambil menengok kanan kirinya. Airin yang mendengar itu langsung tertegun dengan wajah yang tampak memucat."Apa? Apa maksudnya? Apa dia tau kalo suaminya selingkuh?" gumamnya dalam hati."Ya enggak lah bu, ibu kan tau kalo saya baru turun dari bus dan penumpangnya udah pada turun. Liat nggak Pak Gunawan turun dari
Namaku Airin Dea Natasha, seorang mahasiswa psikolog berusia 21 tahun yang menjadi yatim piatu sejak 5 tahun silam. Orang tuaku meninggal karena kecelakaan, sejak saat itu aku diasuh oleh bibiku.Bibi sudah menganggapku seperti anak sendiri, tetapi ekonomi bibiku tergolong tidak berkecukupan, Sehingga aku ikut membantunya mencari nafkah karena bibiku pun seorang janda. Saat berangkat sekolah aku membawa dagangan berupa jajanan,kemudian hasil berjualan itu akan kuserahkan pada bibi.Aku tak pernah malu untuk berjualan di sekolah, bagiku yang terpenting adalah bagaimana cara membantu bibi mencari nafkah. Meski status kami hanya bibi dan keponakan, tapi kami saling menyayangi satu sama lain. Ia juga sering memberikan uang untuk ditabung atau untuk membeli keperluan sekolahku.
Bel pintuku berbunyi, menandakan dia sudah tiba. Segera aku membuka pintu dan kulihat dia membawa seikat mawar merah sebagai tanda cintanya, Ia langsung memeluk dan mencium keningku. Kemudian aku membalas pelukannya."Rin, Mas kangen kamu," ucapnya sambil mengusap rambutku. Aku tersenyum kepadanya dan berkata, "Kangennya ditunda dulu sekarang makan yuk aku udah masak buat kamu mas." Lalu aku menyajikan makan untuknya."Kok cuma mas aja yang makan, kamu nggak makan?" tanyanya padaku yang hanya menyajikan makanan untuknya."Nggak mas, aku lagi diet," ucapku dengan tertawa kecil.Dengan lahap ia makan masakanku, Sesekali aku menatapnya."Bagaimana bisa aku melepaskan orang sepertinya? sudah tampan, mapan dan royal padaku?" gumamku dalam hati.Selesai ma