Bel pintuku berbunyi, menandakan dia sudah tiba. Segera aku membuka pintu dan kulihat dia membawa seikat mawar merah sebagai tanda cintanya, Ia langsung memeluk dan mencium keningku. Kemudian aku membalas pelukannya.
"Rin, Mas kangen kamu," ucapnya sambil mengusap rambutku. Aku tersenyum kepadanya dan berkata, "Kangennya ditunda dulu sekarang makan yuk aku udah masak buat kamu mas." Lalu aku menyajikan makan untuknya.
"Kok cuma mas aja yang makan, kamu nggak makan?" tanyanya padaku yang hanya menyajikan makanan untuknya.
"Nggak mas, aku lagi diet," ucapku dengan tertawa kecil.
Dengan lahap ia makan masakanku, Sesekali aku menatapnya.
"Bagaimana bisa aku melepaskan orang sepertinya? sudah tampan, mapan dan royal padaku?" gumamku dalam hati.
Selesai makan kami pun saling mengobrol dan bercanda ria. Aku dan Mas Gunawan melakukan hal seperti layaknya pasangan suami istri. Dia mencium area leher dan sekitar pundak, Kemudian ia melepaskan piyama berwarna merah muda yang kupakai malam itu.
Kami pun saling bercumbu menghabiskan malam dengan bercinta. Aku dan Mas Gunawan menikmati percintaan kami. Tubuhnya yang masih bugar dan atletis kurangkul dalam kehangatan malam itu, lenguhan serta desahan kamipun seraya mendominasi kamarku, hingga terasa panas ruangan itu meskipun AC berjalan normal.
Tak terasa kami bercinta sangat lama, melepaskan gejolak cinta dan rindu yang membelenggu. Usai sudah permainan ranjang kami, saling memeluk tanpa ada kain di antara kami,hanya selimut yang menutupi tubuh kami berdua. Setelah melepaskan kepuasan, Kami pun tertidur.
Keesokan harinya, Mas Gunawan pun bergegas mandi dan bersiap untuk ke kampus.
"Mas pergi dulu ya Rin, hari ini mas nggak pulang kerumah jadi langsung ke kampus aja!" sambil mengecup keningku dan merangkul pinggangku.
"Loh kenapa nggak pulang kerumah dulu mas? istrimu nggak nyariin emangnya?" tanyaku padanya dengan merangkul pundaknya. "Enggak Rin, Mas lagi ada masalah sedikit di rumah," sahutnya.
"Yakin nih nggak papa?" tanyaku padanya untuk meyakinkan Mas Gunawan, ia pun hanya mengangguk serta mengecup bibirku, ia pun segera keluar dari apartemen.
Aku pun segera mandi dan bersiap berangkat ke kampus.
Sesampainya di kampus, tiba-tiba aku melihat Mas Gunawan bersama dengan seorang wanita. Kulihat ia berbicara serius dengan Mas Gunawan, siapakah dia?
Aku berjalan melewati mereka berdua, rupanya wanita itu adalah istri mas Gunawan, mereka bertengkar di taman kampus, Aku menunduk dan melirik Mas Gunawan.
Kulihat ada perasaan malu di mata Mas Gunawan, dia tak melawan perkataan istrinya, karena bertengkar di lingkungan kampus. Sering kali Mas Gunawan dan istrinya ditegur oleh dosen lain ketika bertengkar di kampus hingga dilihat banyak mahasiswa. Karena perbuatannya itu tak pantas dilihat mahasiswa lainnya.
Sesampainya di kelas, aku melihat temanku sedang melihat mereka bertengkar. Kemudian tangannya kutarik dan aku berkata, "Anak kecil nggak boleh liat begituan yaa, dosa nanti."
"Dikit aja boleh kan? wah pasti bakalan heboh satu kampus nih." ucap Sana teman kuliahku.
Aku pun langsung menyangkalnya, "Nggak seharusnya begitu, kalian suka banget deh kalo ada yang berantem gini!"
"Lagian ya kenapa istrinya selalu ngajak ribut di kampus, kenapa ga di rumah aja. Harga dirinya dimana?" celetuk Sana.
Aku mengangguk menyetujui perkataan Sana itu.
"Pantes aja dia ngelirik yang lain," ucapku dengan tak sengaja, Sana yang mendengar ucapanku langsung melotot padaku dan berkata, "Nge-ngelirik siapa Rin?"
"Emm-maksudku ngelirik dosen lain gitu," jawabku dengan gugup karena keceplosan berkata seperti itu serta ku alihkan pembicaraan kami,
"Hari ini mau makan apa? Aku bayarin khusus hari ini yaa," tanyaku pada Sana. "Liat menu aja nanti ya cacing di perutku pilih apa," ucapnya dengan mengelus perut, akhirnya jam kuliahku pun dimulai.
Mas Gunawan masuk ke ruangan kami, tatapan kosong dari wajahnya sangat terlihat, terkadang dia memberi candaan ketika mengajar kami. Sesekali aku memandangnya, saat itu juga dia pun sadar ketika aku memandangnya, ia justru membalas dengan senyumannya.
"Brakk!!" suara dari meja yang ku gebrak karena terkejut ketika melihat Mas Gunawan memberikan senyuman padaku. Semua orang terkejut dan menatapku, aku tersenyum malu. Sedari tadi aku terus memikirkan mas Gunawan, pasti ia malu dan kesal atas peristiwa tadi.
Tapi kenapa ketika di kelas berlagak tidak terjadi apa-apa padanya. Bahkan dia bisa bercanda dengan mahasiswa lain. Bagaimana bisa dia begitu cepat melupakan kejadian yang cukup membuatnya malu itu?
Entah itu karena tuntutan kerja yang mengharuskan profesionalitas atau apapun itu aku tidak tahu. Aku melamun dan bergumam dalam hati, "Andai saja aku istrimu, takkan kubiarkan kamu seperti itu, akan melayaninya dengan sepenuh hati." Aku pun berangan-angan, "Bisakah aku menjadi istrimu? Apakah aku dapat memilikimu seutuhnya?"
Setelah bertengkar dengan istrinya kemarin mas Gunawan tak menghubungiku, Aku menunggu kabar darinya, hingga sore hari belum menghubungiku sama sekali. Aku terus memikirkannya, ada apa dengannya?"Ting tung ting tung."Terdengar bel berbunyi dari luar, Aku membuka pintu dan ternyata Mas Gunawan sudah berdiri dihadapanku. Aku terkejut melihat kedatangannya tanpa menghubungiku."Masuk Mas," ajakku. Tiba-tiba ia merangkulku dari belakang."Mas?" ucapku padanya dan membalikkan badan. "Kamu kenapa Mas? ada masalah apa? cerita ya sama aku," ucapku dengan mengusap pipinya."Nggak papa Rin, mas pengen peluk kamu biar rileks," sahut Mas Gunawan kemudian aku melepaskan pelukan
Cahaya matahari pagi menembus gorden putih kamarku, Aku membalikkan badan melihat Mas Gunawan masih tertidur di sampingku. Aku menatapnya dan tak lama kemudian ia bangun, Kami pun saling bertatapan."Mas, tumben semalem nggak minta jatah," ucapku dengan malu-malu mengatakannya, Mas Gunawan pun tertawa mendengar perkataanku itu."Yaudah yuk sekarang," pintanya seraya ingin memeluk tubuhku. Akupun menghindari pelukannya dan berkata, "Aku kan cuma tanya, lagian aku mau ke kampus Mas nanti telat gimana?"Dia masih tertawa melihatku seperti itu dan mengusap rambutku."Mas juga bercanda Rin, Mas tulus sama kamu Rin, jadi nggak harus minta jatah ke kamu," jawabnya sambil mencium keningku.
Aku tak menyangka jika Mas Gunawan melamarku secepat ini.Aku pun bertanya kepadanya, "Terus gimana sama istri dan anakmu?""Itu nanti urusan Mas, yang penting kamu nerima lamaran Mas kali ini? mungkin besok-besok Mas nggak akan nawarin lagi," ujarnya.Aku mengerutkan dahi, "Kok begitu Mas? aku kan butuh waktu lagian kamu belum bercerai dari istrimu," sangkalku.Dengan memegang bahuku serta meyakinkanku ia pun berkata, "Yang penting kamu terima lamaran ini dulu Rin, Mas pengen liat keseriusanmu. Soal kapan kita nikah itu bisa kamu yang nentuin."Tanpa berpikir panjang aku menerima lamarannya, "Aku terima lamaran Mas, tapi aku mau sebelum kita menikah kamu harus cer
Helena! Apakah kamu tidak mengingat kejadian 5 tahun silam? kamu adalah alasan orang tuaku meninggal secara tragis!Kamu juga yang sudah membuatku menderita! Bagaimana kamu menyimpan rahasia yang besar? Bahkan polisi pun sudah menutup perkara ini sejak lama.Peristiwa naas yang menimpaku tersebut memang sudah lama terjadi tetapi trauma yang kualami hingga kini tidak pernah hilang.Bahkan ketika menjadi mahasiswa psikolog yang sudah banyak mempelajari materi psikologi pun aku tidak cukup menghilangkan trauma ini.Kecelakaan itu terjadi ketika ayahku melaju dengan kecepatan tinggi, posisi ayah dan ibuku berada di depan, sedangkan aku berada di belakang. Kami melewati jalan yang tak begitu ramai dan l
Pagi yang cerah untuk memulai hari, Airin segera pergi ke kampus dan melihat ke arah matahari pagi. Terlihat cahaya yang bersinar seraya memberikan energi positif untuk Airin.Ia berangkat menggunakan bus seperti biasanya, tak di sengaja ia justru bertemu dengan Stefan pria yang terlihat menggelikan itu. "Cowo ini lagi! males banget ketemu dia." ia memberikan senyuman terpaksa ketika tanpa sengaja bertemu dengan Stefan."Rin, maaf soal kemarin. Karena aku kamu jadi pergi deh!" lirihnya meminta maaf atas kejadian kemarin yang dengan sengaja menatap Airin dari atas hingga bawah."Santai aja, nggak masalah." Airin membalas perkataannya dengan cuek seakan tak ingin berbicara lagi dengannya.Stefa
"Sesuai janjiku tadi buat ngajak kamu makan siang yuk ke kantin," ajaknya padaku.Belum menjawab ajakannya tersebut ia langsung menggandeng tanganku dan mengajakku berlari kecil.'Widih baru kenal main gandeng tangan orang!' gumamku dalam hati.Setelah sampai di kantin aku memesan makanan yang cukup lumayan banyak. Sengaja untuk mengerjai si kembaran Yuta ini.'Aku buat dia ilfeel sama aku biar nggak deketin lagi,' bergumam dalam hati dengan sedikit tersenyum lebar dengan memainkan bola mata."Apa kamu habis makan segini banyaknya?"tuturnya ketika melihatku memesan banyak makanan. Ia melihat dengan terheran-heran
"Loh Mas kapan datengnya?" aku terkejut akan kehadiran Mas Gunawan yang sudah duduk di sofa apartemenku."Sini duduk deket Mas." dengan meneguk jus jeruk yang tertenteng di atas meja.Aku mendekat ke arah Mas Gunawan tiba-tiba Mas Gunawan menarik tanganku dan aku terjatuh di pangkuannya.Aku menatapnya, bola mataku menatap mengedip melihatnya. Ia mencium keningku."Mas?" lirihku."Hmm kenapa?" suaranya lirih manja pipinya menempel ke sekitar pelipisku kemudian bibirnya menyentuh bagian telingaku. Hembusan nafasnya menusuk dalam romaku merasa menggelikan aku menggeliat di pangkuannya."Geli Mas," uc
Matahari mulai terbit di ufuk timur, cahayanya menyembul sinar yang menyilaukan mata. Semalaman aku dan Mas Gunawan tidur bersama. Rupanya dia bangun mendahuluiku."Mas udah bangun daritadi?" tanyaku dengan nada lemas.Dia mengangguk dengan manisnya mencium keningku dan berbisik di telingaku mengucapkan, "Selamat pagi."Dia mulai menggodaku, menggelitik bagian pinggangku. Akhir pekan kami habiskan di kamar seharian dengan mesra.Tidur di bagian dadanya di dalam pelukannya membuat perasaanku lebih tenang dan rileks."Mas, istri kamu nggak nyariin kamu?" tanyaku.Kemudian Mas Gunawan menjawab d