Cahaya matahari pagi menembus gorden putih kamarku, Aku membalikkan badan melihat Mas Gunawan masih tertidur di sampingku. Aku menatapnya dan tak lama kemudian ia bangun, Kami pun saling bertatapan.
"Mas, tumben semalem nggak minta jatah," ucapku dengan malu-malu mengatakannya, Mas Gunawan pun tertawa mendengar perkataanku itu.
"Yaudah yuk sekarang," pintanya seraya ingin memeluk tubuhku. Akupun menghindari pelukannya dan berkata, "Aku kan cuma tanya, lagian aku mau ke kampus Mas nanti telat gimana?"
Dia masih tertawa melihatku seperti itu dan mengusap rambutku.
"Mas juga bercanda Rin, Mas tulus sama kamu Rin, jadi nggak harus minta jatah ke kamu," jawabnya sambil mencium keningku.
Mendengar Mas Gunawan berkata seperti itu aku yakin bahwa ia juga serius dalam hubungan ini.
"Yaudah mandi dulu sana nanti telat ke kampusnya lagi." bujuknya kepadaku.
"Siap Pak Dosen," ucapku dengan memberikan hormat kepadanya, akhirnya ia pun tertawa melihat tingkahku seperti itu.
Aku bergegas mandi dan berdandan, kemudian Mas Gunawan pun bersiap pulang.
"Loh Mas nggak mandi dulu?" tanyaku padanya yang sedang mengancingkan kerah kemejanya.
"Nggak Rin takut istri Mas curiga, izinnya lembur di kampus pulang-pulang udah mandi, nggak logis kan?" ucapnya.
"Bener juga sih mas," ucapku yang membenarkan perkataan Mas Gunawan.
"Rin, Mas pamit dulu ya? Mas ada kejutan buat kamu," ucapnya dengan bersiap memakai sepatu.
"Kejutan apa sih mas? Mana coba liat, " ucapku dengan penuh penasaran.
"Liat aja nanti di kampus," sahutnya. Akhirnya ia berhasil membuatku menjadi penasaran. Kemudian aku menghampiri dan mencium pipinya sambil berbisik di kupingnya.
"Hati-hati Mas, kangenin aku terus ya. Aku bakal suka kejutan dari kamu apapun bentuknya asal dari Pak Dosenku tercinta yang ngasih," godaku pada Mas Gunawan.
Dia pun tersenyum mendengar perkataanku dan berkata, "Bisa aja kamu, yaudah mas pulang dulu ya. Kamu fokus kuliahnya jangan sampe nilai kamu di semester ini turun, kalo gitu Mas pamit ya?"
Aku hanya tersenyum padanya dan melambaikan tangan ketika ia sampai di depan pintu.
Setelah ia pergi, Aku berangkat ke kampus menggunakan bus. Karena jarak antara apartemenku dengan kampus lumayan jauh.
Lalu, di bus aku bertemu dengan Sana, Aku langsung menyapanya.
"San, kamu naik bus juga?" tanyaku.
"Iya nih pacarku lagi sibuk jadi nggak jemput," sahutnya agak menggerutu tersebut.
"San, kamu nggak lupa sama janjimu kan?" tanya Sana padaku.
"Mau apa? Chicken spicy wings lagi?" jawabku.
"Ihh tumben inget ya biasanya juga lupaan kalo soal nraktir temen," ujar Sana.
"Hari ini mood aku lagi bagus jadi nggak lupaan," ucapku dengan tertawa lepas.
"Pasti habis nge-date nih sama cowok, kenalin dong sama aku?" ujar Sana.
Ketika mendengar Sana berkata seperti itu aku terkejut dan gugup, Aku pun menjawab, "Be-besok kamu tau sendiri kok."
Setelah bus berhenti di halte kami pun turun, tak jauh dari kampus kami akhirnya berjalan kaki bersama.
Aku dan Sana berjalan menuju kelas, tiba-tiba teman sekelasku menghampiri diriku. "Rin, kamu harus tau ini buruan!" seru temanku ini.
Aku penasaran dan tergesa-gesa melihat keadaan di kelas, ketika aku berada di kelas, aku melihat di atas mejaku terdapat seikat mawar merah dengan kertas berwarna merah muda yang bertuliskan namaku tanpa mencantumkan nama pengirim, ternyata inilah kejutan dari Mas Gunawan.
Seikat mawar yang membuat gempar seluruh kelasku, karena mereka tak pernah tahu aku berkencan dengan pria manapun dan tiba-tiba hari ini di mejaku ada seikat bunga untukku.
"Wah Airin punya pacar yaaa?" imbuh teman kelasku.
"Airin kamu pacaran sama siapa? kok bilang sama aku?" tanya Sana.
"Emm-mungkin dari fans," sangkalku dengan gugup.
Kemudian Sana menarikku keluar dengan cepat, "San pelan-pelan dong jalannya, " ucapku.
Kemudian ia berhenti berjalan dan bertanya padaku, "Rin kenapa sih harus diem-diem sama aku, bilang dong kalo kamu punya pacar! kamu udah nggak anggep aku sahabatmu?"
"Bukan gitu maksudku San, cuma aku mau bilang takut kamu kaget dan nggak mau lagi temenan sama aku," ucapku.
"Yaudah sekarang bilang sama aku, aku janji nggak bakal marah sama kamu," sahutnya.
"Mungkin kita ceritanya nggak disini, sesuai janji aku mau traktir kamu makan jadi aku ceritanya di kedai aja!" imbuhku dengan melihat isi dompet.
Akhirnya kami pun pergi ke kedai untuk makan siang sekaligus aku akan bercerita tentang hubunganku ini.
Setelah memesan, kami pun makan aku pun mulai bercerita.
"Hah! kamu bercanda kan Rin? ini mimpi kan?" lirih Sana dengan memukul pipinya sendiri.
"Aku serius San, selama ini aku pacaran sama Pak Gunawan," ujarku dengan meyakinkan Sana.
"Pantesan ya Pak Gunawan itu kalo masuk ke kelas kita jadi bawaannya happy mulu," ucapnya dengan bercanda.
"Hmm ya begitu lah," imbuhku.
"Eh ngomong-ngomong kalian pacaran berapa tahun, terus kamu nggak takut sama istrinya?" tanyanya sambil menyantap sayap ayam kesukaannya.
"Satu tahun, ya kalo takut itu pasti ada sih cuma aku santai aja," ucapku dengan tenang.
Dia terkejut ketika mendengar perkataanku, aku mengira dia akan marah jika mendengar sebuah rahasiaku ini, tetapi tidak pada kenyataannya.
"Rin, ada tugas dari dosen nih! kita disuruh cari materi buat presentasi minggu depan,"
tutur Sana.
"Oke gampang besok aku cari materinya," ucapku.
Kemudian kami kembali ke kampus, karena jam kuliah kami dimulai pada siang hari. Kami pun masuk ke kelas, jam kuliahku akan segera dimulai dan Mas Gunawan pun masuk ke kelas.
"Minggu depan kalian kuis ya! jangan lupa materi buat presentasi kalian," serunya.
Seluruh mahasiswa menyetujuinya, kemudian ia memberikan materi.
Satu jam kemudian jam kuliah kami berakhir, Mas Gunawan pun kemudian pergi dari ruangan.
Seperti biasa ketika akan diadakan kuis ia tak menghubungi dan tak mengunjungiku, karena ingin aku fokus pada kuliahku.
Hubungan kami tidak hanya soal bercinta saja, tetapi Mas Gunawan selalu mendukungku agar nilai semesterku tidak turun.
Selama menjalin hubungan dengannya, nilai yang kuperoleh tak pernah turun, justru meningkat, Mas Gunawan tak ingin setelah berkenalan dengannya justru membuatku tak fokus kuliah.
Ponselku berbunyi, Mas Gunawan sedang menelepon lalu kuangkat telpon darinya.
"Halo Mas, kenapa?" ujarku yang sedang berbicara dengannya.
"Boleh hari ini Mas nginep di apartemen?" pintanya.
"Ada apa Mas? biasanya kalo mau kuis kamu nggak ngehubungin aku," lirihku.
"Tut… tut… tut…" panggilan kami terputus sebelum ia menjawab pertanyaanku. Aku tak menghiraukan perkataannya dan segera pulang ke apartemen.
Aku pulang dengan menaiki bus kota, sesampainya di depan pintu apartemenku, kulihat Mas Gunawan yang berada di dapur.
"Mas kamu ngapain," ujarku lirih dengan mencoba mendekatinya. Ia langsung mendekap tubuhku erat, tak ingin melepaskan dekapannya itu aku juga memeluknya erat.
Hingga Mas Gunawan melepaskan pelukannya itu, "Makan yuk Mas udah buatin sup ayam kesukaan kamu," ajaknya dengan menuntunku ke meja makan.
Perasaan terharu dan bahagia bercampur menjadi satu, aku melihat tetesan keringat membasahi pelipisnya, aku segera mengambil tisu dan mengelap keringatnya.
"Mas, jangan repot-repot gini dong? kamu kan juga sibuk banyak kerjaan yang harus kamu urus," pintaku pada Mas Gunawan.
Ia pun tersenyum padaku, "Nggak papa Rin, Mas kan sayang kamu?" kemudian ia mencium keningku seperti biasa.
Aku menikmati sup ayam buatannya itu, "Enak Mas?" ucapku dengan mengacungkan jempol padanya.
Mas Gunawan pun tertawa dan hanya melihatku makan, ia tahu sup ayam adalah makanan favoritku. Menjadi dosen pembimbing membuatnya sibuk, tapi hari ini dia rela meluangkan waktunya untuk bertemu denganku dan membuatkan sup ayam untukku.
Selesai menyantap sup ayam, Aku membereskan meja makan dan dapur. Aku melihat Mas Gunawan duduk di sofa sedang menonton tv, selesai beberes aku pun menghampirinya dan merangkulnya dari belakang.
"Serius banget liatnya sih?" ujarku kemudian Mas Gunawan menyuruhku untuk duduk di sampingnya. Kami pun menonton tv bersama.
Ketika sedang asik menonton tv, ia pun langsung mematikannya.
"Loh Mas kok dimatiin? bagus itu acaranya," sergahku. Tiba-tiba keadaan menjadi serius, tatapan Mas Gunawan pun memperlihatkan tatapan serius padaku, tak disangka ia memberikanku sebuah cincin bermata berlian. Ia pun mengutarakan perasaanya padaku.
"Kamu mau nikah sama Mas? Mas mau kamu jadi istri Mas?" dengan terang-terangan ia mengatakan ingin menikahiku.
'Haruskah aku menerima lamarannya ini? jika aku menerima lamaran ini aku akan dianggap sebagai perusak rumah tangga, tapi aku terlanjur mencintainya?'
gumamku dalam hati.
Aku tak menyangka jika Mas Gunawan melamarku secepat ini.
Aku pun bertanya kepadanya, "Terus gimana sama istri dan anakmu?"
Aku tak menyangka jika Mas Gunawan melamarku secepat ini.Aku pun bertanya kepadanya, "Terus gimana sama istri dan anakmu?""Itu nanti urusan Mas, yang penting kamu nerima lamaran Mas kali ini? mungkin besok-besok Mas nggak akan nawarin lagi," ujarnya.Aku mengerutkan dahi, "Kok begitu Mas? aku kan butuh waktu lagian kamu belum bercerai dari istrimu," sangkalku.Dengan memegang bahuku serta meyakinkanku ia pun berkata, "Yang penting kamu terima lamaran ini dulu Rin, Mas pengen liat keseriusanmu. Soal kapan kita nikah itu bisa kamu yang nentuin."Tanpa berpikir panjang aku menerima lamarannya, "Aku terima lamaran Mas, tapi aku mau sebelum kita menikah kamu harus cer
Helena! Apakah kamu tidak mengingat kejadian 5 tahun silam? kamu adalah alasan orang tuaku meninggal secara tragis!Kamu juga yang sudah membuatku menderita! Bagaimana kamu menyimpan rahasia yang besar? Bahkan polisi pun sudah menutup perkara ini sejak lama.Peristiwa naas yang menimpaku tersebut memang sudah lama terjadi tetapi trauma yang kualami hingga kini tidak pernah hilang.Bahkan ketika menjadi mahasiswa psikolog yang sudah banyak mempelajari materi psikologi pun aku tidak cukup menghilangkan trauma ini.Kecelakaan itu terjadi ketika ayahku melaju dengan kecepatan tinggi, posisi ayah dan ibuku berada di depan, sedangkan aku berada di belakang. Kami melewati jalan yang tak begitu ramai dan l
Pagi yang cerah untuk memulai hari, Airin segera pergi ke kampus dan melihat ke arah matahari pagi. Terlihat cahaya yang bersinar seraya memberikan energi positif untuk Airin.Ia berangkat menggunakan bus seperti biasanya, tak di sengaja ia justru bertemu dengan Stefan pria yang terlihat menggelikan itu. "Cowo ini lagi! males banget ketemu dia." ia memberikan senyuman terpaksa ketika tanpa sengaja bertemu dengan Stefan."Rin, maaf soal kemarin. Karena aku kamu jadi pergi deh!" lirihnya meminta maaf atas kejadian kemarin yang dengan sengaja menatap Airin dari atas hingga bawah."Santai aja, nggak masalah." Airin membalas perkataannya dengan cuek seakan tak ingin berbicara lagi dengannya.Stefa
"Sesuai janjiku tadi buat ngajak kamu makan siang yuk ke kantin," ajaknya padaku.Belum menjawab ajakannya tersebut ia langsung menggandeng tanganku dan mengajakku berlari kecil.'Widih baru kenal main gandeng tangan orang!' gumamku dalam hati.Setelah sampai di kantin aku memesan makanan yang cukup lumayan banyak. Sengaja untuk mengerjai si kembaran Yuta ini.'Aku buat dia ilfeel sama aku biar nggak deketin lagi,' bergumam dalam hati dengan sedikit tersenyum lebar dengan memainkan bola mata."Apa kamu habis makan segini banyaknya?"tuturnya ketika melihatku memesan banyak makanan. Ia melihat dengan terheran-heran
"Loh Mas kapan datengnya?" aku terkejut akan kehadiran Mas Gunawan yang sudah duduk di sofa apartemenku."Sini duduk deket Mas." dengan meneguk jus jeruk yang tertenteng di atas meja.Aku mendekat ke arah Mas Gunawan tiba-tiba Mas Gunawan menarik tanganku dan aku terjatuh di pangkuannya.Aku menatapnya, bola mataku menatap mengedip melihatnya. Ia mencium keningku."Mas?" lirihku."Hmm kenapa?" suaranya lirih manja pipinya menempel ke sekitar pelipisku kemudian bibirnya menyentuh bagian telingaku. Hembusan nafasnya menusuk dalam romaku merasa menggelikan aku menggeliat di pangkuannya."Geli Mas," uc
Matahari mulai terbit di ufuk timur, cahayanya menyembul sinar yang menyilaukan mata. Semalaman aku dan Mas Gunawan tidur bersama. Rupanya dia bangun mendahuluiku."Mas udah bangun daritadi?" tanyaku dengan nada lemas.Dia mengangguk dengan manisnya mencium keningku dan berbisik di telingaku mengucapkan, "Selamat pagi."Dia mulai menggodaku, menggelitik bagian pinggangku. Akhir pekan kami habiskan di kamar seharian dengan mesra.Tidur di bagian dadanya di dalam pelukannya membuat perasaanku lebih tenang dan rileks."Mas, istri kamu nggak nyariin kamu?" tanyaku.Kemudian Mas Gunawan menjawab d
"Boleh kok," aku memperbolehkan Stefan ikut denganku ke taman. Akhirnya kami berjalan keluar berdua."Oh iya kamu tinggal di lantai berapa?" Stefan bertanya padaku."Lantai lima hehe," sambil tertawa kecil padanya."Boleh sewaktu-waktu aku main?" tanyanya.Aku mengangguk dan hanya tersenyum cringy padanya. Ketika di parkiran ia menawari untuk naik mobilnya."Naik mobilku aja Rin!" ajaknya."Loh taman kan deket Stef, kenapa bawa mobil?" padahal lokasi apartemen dengan taman tida
"Ehm!" sambil mengekspresikan kepala dengan mengangguk terlalu antusias.Wajahnya mendekat padaku, tatapan matanya seperti Yuta itu menjadikanku terhening dalam suasana di mobil. Aku menatap lekat matanya yang menatapku serius."Aku…" ketika ucapannya membuat jiwa penasaranku semakin menggebu-gebu."Ayolah aku penasaran?" rengekku dalam hati. Sebenarnya juga tidak terlalu penting menanyakan hal pribadinya. Namun, kalau sudah penasaran mau bagaimana lagi kan?"Kepo banget sih. Dah kita pulang yuk!" mencubit pipi kananku lembut dengan tertawa kecil."Ih dasar kamu ya bikin aku penasaran!" memukul lirih bahunya. Ia pun mulai menjalankan mobilnya d