Setelah bertengkar dengan istrinya kemarin mas Gunawan tak menghubungiku, Aku menunggu kabar darinya, hingga sore hari belum menghubungiku sama sekali. Aku terus memikirkannya, ada apa dengannya?
"Ting tung ting tung."
Terdengar bel berbunyi dari luar, Aku membuka pintu dan ternyata Mas Gunawan sudah berdiri dihadapanku. Aku terkejut melihat kedatangannya tanpa menghubungiku.
"Masuk Mas," ajakku. Tiba-tiba ia merangkulku dari belakang.
"Mas?" ucapku padanya dan membalikkan badan. "Kamu kenapa Mas? ada masalah apa? cerita ya sama aku," ucapku dengan mengusap pipinya.
"Nggak papa Rin, mas pengen peluk kamu biar rileks," sahut Mas Gunawan kemudian aku melepaskan pelukan dan mengajaknya untuk duduk di sofa. Setelah kami duduk di sofa, Aku memeluk dan menepukkan tanganku di pundaknya. Aku dapat merasakan perasaannya, hatinya sedang patah.
Aku bertanya padanya, "Ada masalah apa mas?" kemudian ia menjawab, "Istri mas ingin cerai!"ucapannya itu membuatku terkejut sekaligus bahagia, kemungkinan setelah perceraian ini aku bisa menikah dengan Mas Gunawan.
"Loh bagus dong Mas kalo istrimu ngajak cerai, jadi kita nggak perlu sembunyi lagi kalo pacaran," ucapku padanya. Tapi raut wajahnya tak menggambarkan kegembiraan justru sebaliknya, ia tampak sedih dan murung.
"Tapi setelah perceraian ini mas nggak bakal bisa ngeliat anakku Rin, dia pasti ikut ibunya pindah di luar negeri, sedangkan Mas nggak bisa hidup tanpa dia. Kamu kan tau Rin dia anak semata wayangnya Mas," sahutnya dengan meneteskan air mata.
Tak tega melihatnya menangis, Ku usap air mata yang membasahi pipinya.
"Pulang lah Mas bicara baik-baik sama istrimu," ucapku.
"Yaudah Mas pulang dulu ya Rin," sahutnya dengan mencium keningku. Ia segera pergi untuk menemui sang istri agar perceraian itu tak terjadi. Entah apa alasan istrinya menggugat cerai suaminya itu, harapanku ingin bersamanya seperti hilang ditelan bumi. Dia ingin mempertahankan pernikahannya dengan alasan anaknya. Setelah perkataan Mas Gunawan itu, hatiku menjadi goyah, entah harus diapakan hubungan ini.
Keesokan harinya, Aku berangkat ke kampus dengan Sana. Tiba-tiba mobil putih berhenti di halaman kampus, keluar lah si pemilik mobil itu, ternyata Mas Gunawan dengan istrinya. Kemudian mereka berpelukan di halaman kampus, Sana pun berkata, "Padahal kemarin mereka berantem kok bisa langsung baikan gitu sih?" Aku yang melihat mereka berpelukan menjadi sedikit kesal, padahal kemarin sang istri meminta perceraian dan sekarang mereka melakukan hal mesra di depan umum?
Kemudian aku berbalik arah dan meninggalkan Sana, "Mau kemana Rin? kok aku ditinggal?" ucap Sana dengan mengejarku.
"Hari ini aku libur dulu San, lagi nggak enak badan nih!" jawabku dengan lemas. Hari itu aku libur kuliah, Aku pulang dengan menaiki bus.
Sesampainya di apartemen, Aku berbaring di atas kasur sejenak, tiba-tiba ponselku berdering, Mas Gunawan menelponku dan mengirimiku pesan. Tapi tak ada satupun yang ku balas karena aku masih sedikit kesal melihat kejadian tadi, Aku pun tertidur.
Ketika aku terbangun, perutku merasa lapar. Kemudian aku pergi untuk mencari makan, setelah membeli beberapa makanan aku segera pulang, setibanya di apartemen aku terkejut, melihat Mas Gunawan sudah di dalam ruangan.
"Mas kapan datengnya? Kenapa nggak nga-ngabarin aku?" ucapku, kemudian ia menjawab, "Lah kan dari tadi ditelfon nggak diangkat sama kamu, terus mas ngabarinnya gimana?"
"Bukannya udah baikan sama istrimu? kenapa dateng kesini?" ucapku dengan bersikap dingin.
"Kan kamu yang bilang suruh baikan sama istriku, jangan cuek dong sama Mas, sini peluk," sahutnya dengan merentangkan tangan dan membuka dadanya lebar bersiap untuk memeluk, aku menolak pelukannya dan ke dapur untuk menyiapkan makan.
Tiba-tiba Mas Gunawan memelukku dari belakang, Membalikkan tubuhku ke arahnya dan mengangkatku naik ke meja dapur, Ia pun berkata, "Kamu marah soal tadi pagi di kampus ya? Mas itu cuma pura-pura Rin supaya dia nggak ngajak pisah lagi. Ayolah jangan cuek sama Mas." Aku diam dan tak menjawabnya, wajahku yang menunduk diangkat oleh jari telunjuknya.
Kemudian ia mencium bibirku penuh kelembutan, rasa kesal dan marah padanya seakan-akan hilang begitu saja ketika ia menciumku, Tanganku pun merangkul pundaknya. Karena terlalu menikmati tak terasa kami berciuman sangat lama, akhirnya kami mengakhiri ciuman itu.
"Mas aku bisa kok ngasih anak yang lucu buat kamu," celetukku. Mas Gunawan yang mendengar perkataanku terkejut, matanya terbelalak seakan-akan dia tak percaya perkataanku.
"Hah! kamu serius Rin?Mas kira kamu nggak mau serius sama Mas. Kamu tau kan kita beda umurnya jauh," jawabnya.
"Aku serius Mas! selama ini aku setia sama kamu Mas. Bahkan mahasiswa lain ngedeketin pun nggak ada yang bisa macarin aku," seruku dengan meyakinkan Mas Gunawan.
"Apakah Mas Gunawan percaya perkataanku?"
Cahaya matahari pagi menembus gorden putih kamarku, Aku membalikkan badan melihat Mas Gunawan masih tertidur di sampingku. Aku menatapnya dan tak lama kemudian ia bangun, Kami pun saling bertatapan."Mas, tumben semalem nggak minta jatah," ucapku dengan malu-malu mengatakannya, Mas Gunawan pun tertawa mendengar perkataanku itu."Yaudah yuk sekarang," pintanya seraya ingin memeluk tubuhku. Akupun menghindari pelukannya dan berkata, "Aku kan cuma tanya, lagian aku mau ke kampus Mas nanti telat gimana?"Dia masih tertawa melihatku seperti itu dan mengusap rambutku."Mas juga bercanda Rin, Mas tulus sama kamu Rin, jadi nggak harus minta jatah ke kamu," jawabnya sambil mencium keningku.
Aku tak menyangka jika Mas Gunawan melamarku secepat ini.Aku pun bertanya kepadanya, "Terus gimana sama istri dan anakmu?""Itu nanti urusan Mas, yang penting kamu nerima lamaran Mas kali ini? mungkin besok-besok Mas nggak akan nawarin lagi," ujarnya.Aku mengerutkan dahi, "Kok begitu Mas? aku kan butuh waktu lagian kamu belum bercerai dari istrimu," sangkalku.Dengan memegang bahuku serta meyakinkanku ia pun berkata, "Yang penting kamu terima lamaran ini dulu Rin, Mas pengen liat keseriusanmu. Soal kapan kita nikah itu bisa kamu yang nentuin."Tanpa berpikir panjang aku menerima lamarannya, "Aku terima lamaran Mas, tapi aku mau sebelum kita menikah kamu harus cer
Helena! Apakah kamu tidak mengingat kejadian 5 tahun silam? kamu adalah alasan orang tuaku meninggal secara tragis!Kamu juga yang sudah membuatku menderita! Bagaimana kamu menyimpan rahasia yang besar? Bahkan polisi pun sudah menutup perkara ini sejak lama.Peristiwa naas yang menimpaku tersebut memang sudah lama terjadi tetapi trauma yang kualami hingga kini tidak pernah hilang.Bahkan ketika menjadi mahasiswa psikolog yang sudah banyak mempelajari materi psikologi pun aku tidak cukup menghilangkan trauma ini.Kecelakaan itu terjadi ketika ayahku melaju dengan kecepatan tinggi, posisi ayah dan ibuku berada di depan, sedangkan aku berada di belakang. Kami melewati jalan yang tak begitu ramai dan l
Pagi yang cerah untuk memulai hari, Airin segera pergi ke kampus dan melihat ke arah matahari pagi. Terlihat cahaya yang bersinar seraya memberikan energi positif untuk Airin.Ia berangkat menggunakan bus seperti biasanya, tak di sengaja ia justru bertemu dengan Stefan pria yang terlihat menggelikan itu. "Cowo ini lagi! males banget ketemu dia." ia memberikan senyuman terpaksa ketika tanpa sengaja bertemu dengan Stefan."Rin, maaf soal kemarin. Karena aku kamu jadi pergi deh!" lirihnya meminta maaf atas kejadian kemarin yang dengan sengaja menatap Airin dari atas hingga bawah."Santai aja, nggak masalah." Airin membalas perkataannya dengan cuek seakan tak ingin berbicara lagi dengannya.Stefa
"Sesuai janjiku tadi buat ngajak kamu makan siang yuk ke kantin," ajaknya padaku.Belum menjawab ajakannya tersebut ia langsung menggandeng tanganku dan mengajakku berlari kecil.'Widih baru kenal main gandeng tangan orang!' gumamku dalam hati.Setelah sampai di kantin aku memesan makanan yang cukup lumayan banyak. Sengaja untuk mengerjai si kembaran Yuta ini.'Aku buat dia ilfeel sama aku biar nggak deketin lagi,' bergumam dalam hati dengan sedikit tersenyum lebar dengan memainkan bola mata."Apa kamu habis makan segini banyaknya?"tuturnya ketika melihatku memesan banyak makanan. Ia melihat dengan terheran-heran
"Loh Mas kapan datengnya?" aku terkejut akan kehadiran Mas Gunawan yang sudah duduk di sofa apartemenku."Sini duduk deket Mas." dengan meneguk jus jeruk yang tertenteng di atas meja.Aku mendekat ke arah Mas Gunawan tiba-tiba Mas Gunawan menarik tanganku dan aku terjatuh di pangkuannya.Aku menatapnya, bola mataku menatap mengedip melihatnya. Ia mencium keningku."Mas?" lirihku."Hmm kenapa?" suaranya lirih manja pipinya menempel ke sekitar pelipisku kemudian bibirnya menyentuh bagian telingaku. Hembusan nafasnya menusuk dalam romaku merasa menggelikan aku menggeliat di pangkuannya."Geli Mas," uc
Matahari mulai terbit di ufuk timur, cahayanya menyembul sinar yang menyilaukan mata. Semalaman aku dan Mas Gunawan tidur bersama. Rupanya dia bangun mendahuluiku."Mas udah bangun daritadi?" tanyaku dengan nada lemas.Dia mengangguk dengan manisnya mencium keningku dan berbisik di telingaku mengucapkan, "Selamat pagi."Dia mulai menggodaku, menggelitik bagian pinggangku. Akhir pekan kami habiskan di kamar seharian dengan mesra.Tidur di bagian dadanya di dalam pelukannya membuat perasaanku lebih tenang dan rileks."Mas, istri kamu nggak nyariin kamu?" tanyaku.Kemudian Mas Gunawan menjawab d
"Boleh kok," aku memperbolehkan Stefan ikut denganku ke taman. Akhirnya kami berjalan keluar berdua."Oh iya kamu tinggal di lantai berapa?" Stefan bertanya padaku."Lantai lima hehe," sambil tertawa kecil padanya."Boleh sewaktu-waktu aku main?" tanyanya.Aku mengangguk dan hanya tersenyum cringy padanya. Ketika di parkiran ia menawari untuk naik mobilnya."Naik mobilku aja Rin!" ajaknya."Loh taman kan deket Stef, kenapa bawa mobil?" padahal lokasi apartemen dengan taman tida