Pagi yang cerah untuk memulai hari, Airin segera pergi ke kampus dan melihat ke arah matahari pagi. Terlihat cahaya yang bersinar seraya memberikan energi positif untuk Airin.
Ia berangkat menggunakan bus seperti biasanya, tak di sengaja ia justru bertemu dengan Stefan pria yang terlihat menggelikan itu. "Cowo ini lagi! males banget ketemu dia." ia memberikan senyuman terpaksa ketika tanpa sengaja bertemu dengan Stefan.
"Rin, maaf soal kemarin. Karena aku kamu jadi pergi deh!" lirihnya meminta maaf atas kejadian kemarin yang dengan sengaja menatap Airin dari atas hingga bawah.
"Santai aja, nggak masalah." Airin membalas perkataannya dengan cuek seakan tak ingin berbicara lagi dengannya.
Stefan merasa bersalah atas ulahnya, ia pun menawari Airin untuk makan bersama di kantin kampus, kebetulan Stefan adalah mahasiswa baru di kampusnya.
"Gimana kalo aku traktir kamu makan nanti di kantin? mau ya?" pintanya seperti anak kecil yang sedang merengek. Dengan menghela nafas aku menolaknya secara halus, "Maaf tapi aku sibuk."
Tiba-tiba ia berpindah kursi di dekatku dan merengek sambil memohon untuk menerima tawarannya itu, tanpa disadari ucapannya yang terlalu keras sehingga membuat pengemudi lainnya mendengar yang ada yang berceletuk, "Udah mba iyain aja deh kasian loh masnya."
Menghela nafas panjang-panjang, aku terpaksa menerima tawarannya itu.
"Padahal hari ini semangat banget ke kampus, eh jadi nggak mood gegara cowo satu ini," gumamnya di dalam batin.
Stefan sebenarnya jika dilihat dari dekat, cukup dibilang dia tampan, matanya sedikit sipit, rambutnya agak gondrong, parasnya pun seperti Yuta Nakamoto salah satu member NCT 127.
Tapi ketika bertemu dengannya di cafe itu membuatku merasa kesal lantaran ia menatapku dengan penuh nafsu karena ujung kaki hingga kepala tak luput dari pandangannya.
Tanpa disadari bus yang melaju dengan pelan itu telah tiba di halte dekat kampus, Aku segera turun diikuti langkah Stefan. Aku berjalan santai sedangkan Stefan berjalan di belakangku seperti orang yang sedang membuntutiku.
"Kenapa?" aku bertanya padanya yang tercengang kaget melihatnya.
"Hah! apanya?" dengan gagu ia menjawab pertanyaanku.
"Jawaban apa itu? emang bener ya cowo ini bener-bener bikin aku kesel!" sekali lagi ia bergumam di dalam hati sambil menghela nafasnya kasar.
Akhirnya aku sampai di kelas, tapi si Stefan tetap membuntutiku dari belakang.
"Kenapa jadi kayak ekor sih ngebuntut terus!" ujarnya kesal melihat sikap Stefan yang terus mengikutinya.
"Bukan ngikutin Rin, cuma kelasku juga disini."
"Glekk."
Terdengar Airin menelan salivanya. Ia tak menyangka akan sekelas dengan pria bodoh ini.
"Yaudah duluan gih!" titahnya pada Stefan untuk masuk mendahuluinya. Ia berhenti di depan pintu dan melihatnya masuk, terlihat Sana menyambutnya dengan pelukan hangat padanya, aku pun tercengang kaget dan melihat Sana sedang sibuk memperkenalkan Stefan pada teman sekelasnya.
'Ternyata dia sekelas sama aku! aduh pusing aku kalo liat dia terus!' Airin kemudian menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.
Kemudian ia memasuki kelas dengan diam-diam agar masuknya itu tak terlihat oleh Sana.
"Rin ngapain begitu?" Sana bertanya padaku karena melihat aku yang berjalan secara diam-diam.
Aku yang terciduk olehnya hanya menyengir lebar layaknya manusia bodoh dan berkata, "Nggak papa," ucapku sedikit malu.
"Ini Stefan yang waktu itu ketemu di cafe, tapi kamu malah pergi," ucapnya dengan menyandarkan kepala di bahu Stefan.
Dengan muka malas aku meresponnya, "Iya aku udah tau!" Kemudian si Stefan pun menceritakan bahwa kami satu bus ketika berangkat ke kampus.
"Tadi kita satu bus pas mau berangkat, terus aku minta maaf sama dia soal…"
"Stop!!" aku berteriak menghentikan ucapannya itu ketika ia mulai berbicara hal yang kami katakan di bus tadi.
Seisi ruangan pun terkejut dan terheran-heran atas tindakanku ini. Yang mereka tahu Airin adalah seorang gadis yang lemah lembut tak pernah berteriak di depan semua orang. Tapi hari ini dan mulai detik ini mereka tercengang melihat Airin seperti tak biasanya.
"Aduh kenapa jadi begini sih aku?" tanyaku dalam hati ketika ia tidak bisa menahan emosionalnya sendiri. Ia pun keluar dari kelas dan pergi ke taman.
Ketika duduk di taman, mood yang hampir kembali normal tiba-tiba seseorang menepuk pundakku dari belakang. Rupanya sii Yuta kw alias Stefan sudah berada di belakangku.
'Mood hancur lagi!' gumamku seperti tekanan batin ketika melihatnya. Dengan malas menengok ke arah wajahnya.
"Aku nggak bermaksud apa-apa kok, aku cuma pengen kita kenalan aja. Tolong jangan berpikiran negatif sama aku," ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
Ya! Sebenarnya ia tak melakukan kesalahan yang berat padaku, kesalahannya hanyalah cara menatapku ketika di cafe yang aneh itu sehingga membuatku merasa risih dan kesal terhadapnya. Aku yang terlalu berlebihan padanya, aku pun merasa bersalah padanya.
Kemudian aku berusaha untuk tidak berlaku cuek padanya. Kami pun akhirnya duduk bersama di taman kampus, berbincang-bincang cukup lama. Aku telah salah menduganya. Ternyata ia adalah sosok yang baik dan mampu memberikan masukan positif padaku. Ia mampu mendengar setiap keluh kesah yang terucap dari mulutku. Aku merasa lebih bersalah lagi padanya.
Tiba-tiba ia mengingat janjinya padaku.
"Sesuai janjiku tadi buat ngajak kamu makan siang yuk ke kantin," ajaknya padaku.Belum menjawab ajakannya tersebut ia langsung menggandeng tanganku dan mengajakku berlari kecil.'Widih baru kenal main gandeng tangan orang!' gumamku dalam hati.Setelah sampai di kantin aku memesan makanan yang cukup lumayan banyak. Sengaja untuk mengerjai si kembaran Yuta ini.'Aku buat dia ilfeel sama aku biar nggak deketin lagi,' bergumam dalam hati dengan sedikit tersenyum lebar dengan memainkan bola mata."Apa kamu habis makan segini banyaknya?"tuturnya ketika melihatku memesan banyak makanan. Ia melihat dengan terheran-heran
"Loh Mas kapan datengnya?" aku terkejut akan kehadiran Mas Gunawan yang sudah duduk di sofa apartemenku."Sini duduk deket Mas." dengan meneguk jus jeruk yang tertenteng di atas meja.Aku mendekat ke arah Mas Gunawan tiba-tiba Mas Gunawan menarik tanganku dan aku terjatuh di pangkuannya.Aku menatapnya, bola mataku menatap mengedip melihatnya. Ia mencium keningku."Mas?" lirihku."Hmm kenapa?" suaranya lirih manja pipinya menempel ke sekitar pelipisku kemudian bibirnya menyentuh bagian telingaku. Hembusan nafasnya menusuk dalam romaku merasa menggelikan aku menggeliat di pangkuannya."Geli Mas," uc
Matahari mulai terbit di ufuk timur, cahayanya menyembul sinar yang menyilaukan mata. Semalaman aku dan Mas Gunawan tidur bersama. Rupanya dia bangun mendahuluiku."Mas udah bangun daritadi?" tanyaku dengan nada lemas.Dia mengangguk dengan manisnya mencium keningku dan berbisik di telingaku mengucapkan, "Selamat pagi."Dia mulai menggodaku, menggelitik bagian pinggangku. Akhir pekan kami habiskan di kamar seharian dengan mesra.Tidur di bagian dadanya di dalam pelukannya membuat perasaanku lebih tenang dan rileks."Mas, istri kamu nggak nyariin kamu?" tanyaku.Kemudian Mas Gunawan menjawab d
"Boleh kok," aku memperbolehkan Stefan ikut denganku ke taman. Akhirnya kami berjalan keluar berdua."Oh iya kamu tinggal di lantai berapa?" Stefan bertanya padaku."Lantai lima hehe," sambil tertawa kecil padanya."Boleh sewaktu-waktu aku main?" tanyanya.Aku mengangguk dan hanya tersenyum cringy padanya. Ketika di parkiran ia menawari untuk naik mobilnya."Naik mobilku aja Rin!" ajaknya."Loh taman kan deket Stef, kenapa bawa mobil?" padahal lokasi apartemen dengan taman tida
"Ehm!" sambil mengekspresikan kepala dengan mengangguk terlalu antusias.Wajahnya mendekat padaku, tatapan matanya seperti Yuta itu menjadikanku terhening dalam suasana di mobil. Aku menatap lekat matanya yang menatapku serius."Aku…" ketika ucapannya membuat jiwa penasaranku semakin menggebu-gebu."Ayolah aku penasaran?" rengekku dalam hati. Sebenarnya juga tidak terlalu penting menanyakan hal pribadinya. Namun, kalau sudah penasaran mau bagaimana lagi kan?"Kepo banget sih. Dah kita pulang yuk!" mencubit pipi kananku lembut dengan tertawa kecil."Ih dasar kamu ya bikin aku penasaran!" memukul lirih bahunya. Ia pun mulai menjalankan mobilnya d
"Hah! Apa?" Mataku terbelalak bulat ketika Stefan mengungkapkan perasaannya padaku. Ucapannya itu membuat hatiku bergejolak. Kami terdiam dan menimbulkan keheningan yang cukup lama serta kecanggungan diantara kami.Stefan mulai mendekatiku dengan penuh getaran pada tubuhnya, terlihat dari jari-jari tangannya bergetar hebat. "I-ya Rin aku su-suka sama ka-kamu." Dia pun berkata dengan gugup."A-aku nggak tau harus bilang apa Stef. Aku pulang dulu buat mikirin semuanya." Aku langsung keluar dari apartemennya dan meninggalkan Stefan tanpa jawaban. Ini semua terlalu cepat bagiku, lagipula aku sudah memiliki Mas Gunawan.Sesampainya di apartemen, aku langsung menjatuhkan tubuhku ke kasur. Aku terus memikirkan perkataan Stefan tadi.
Aku terdiam kaku melihat pria yang keluar dari mobil itu adalah Mas Gunawan. Stefan yang mengetahui Mas Gunawan sedang berada di area apartemen ini lalu menyapanya. Ia hanya berpikir jika Mas Gunawan adalah dosen kami berdua."Pak Gunawan!" Stefan menghampiri Mas Gunawan, sedangkan aku hanya membelakangi mereka dengan termenung diam serta menundukkan kepala."Halo Stef, mau kemana malem-malem begini sama Airin?" Mas Gunawan bertanya pada Stefan dengan mata menyorot ke arahku. Aku menunduk dengan sedikit melirik mereka berdua. Aku tetap diam dan berusaha tidak panik."Oh kita cuma mau makan malem aja kok Pak." Ucapan Stefan cukup membuat perasaanku lega. Aku khawatir jika Mas Gunawan akan berpikiran aneh pada kami berdua karena pergi di waktu malam.
"Mas Gunawan?" Aku menghampirinya yang sedang duduk dengan tenang di sofa. Aku memeluk bahunya dari belakang, ia pun menyentuh kedua tanganku dengan kelembutan dari tangannya."Udahan kalian perginya?" Mas Gunawan tiba-tiba membahas kebersamaanku dengan Stefan tadi."Apaan sih Mas, aku cuma pergi makan doang. Nggak mungkin kan kalo aku tolak." suara manja keluar dari mulut manisku agar Mas Gunawan tidak berpikir jauh antara aku dan Stefan."Aku sayangnya cuma sama kamu kok Mas." imbuhku manja. Mas Gunawan membalikkan muka ke arahku, ia tersenyum dan mengusap rambutku dengan kelembutannya dan mencium keningku."Mas juga tau kalo kamu sayangnya sama Mas." senyum yang tergambar di wajahnya membuat perasaank