Share

2. CINTA SATU MALAM

“Ayo kita lakukan!” Eden memberi Anna tatapan nakal. “Cinta satu malam.”

Malam itu, Eden memiliki janji makan malam dengan keluarganya di hotel yang sama. Namun semuanya gagal karena sore itu suasana hati Eden terlanjur berantakan setelah bertemu seorang gadis aneh yang menuduhnya sembarangan di dalam lift. Di tambah dengan ibunya yang terus saja membahas masalah pernikahannya yang tak kunjung usai.  Belum lagi ditambah dengan rumor yang sudah beredar hampir satu tahun.

Eden berjalan santai keluar dari lounge – menghindari omelan ibunya sebisa mungkin. Ketika hendak mendekati pintu keluar, suasana lounge menjadi ribut. Dia mengikuti arah pandang semua orang yang tertuju pada sepasang kekasih yang sedang bertengkar hebat tak jauh dari posisinya kini. Matanya langsung membesar ketika mendapati seorang gadis yang sudah membuatnya berurusan dengan polisi tadi siang. Ia menyimak pasangan yang tengah beradu mulut itu.

Tak berselang lama, dia juga melihat seorang pelayan yang membawa nampan mendekati Anna tepat ketika tangan gadis itu terlepas dari cengkraman Kevin. Eden yang menyadari apa yang akan terjadi selanjutnya, dengan sigap mendekat dan menangkap badan Anna yang hampir menyatu dengan lantai. Dia menariknya kuat hingga Anna jatuh ke dalam pelukannya. 

Anna melepaskan tangan Eden dari pinggangnya dengan kasar. Ia menyeka pipinya lagi. Dia baru saja menunjukkan sisi lainnya pada pria di depannya ini setelah kejadian dua jam yang lalu.

“Berhentilah bercanda Anna,” Kevin kembali berseru. Anna menoleh ke arah Kevin lalu beralih pada Eden yang berdiri di depannya. Dirinya semakin tertantang. “Ayo kita lakukan!” Anna menerima tawaran pria yang bahkan namanya saja ia tak tahu. Tapi sekarang harga dirinya jauh lebih penting dari itu. Anna menarik lengan pria berjas hitam itu keluar dari lounge.

“Kalau kau pergi dengannya, hubungan kita benar-benar berakhir.” Ancaman Kevin membuat Anna berhenti kemudian menatap balik Kevin dengan tajam. Kemudian dia meraih tangan Eden dan mengalungkannya di pundaknya. “Ayo kita lakukan!” katanya dengan keras agar Kevin bisa mendengarnya dengan jelas. Kevin hanya terdiam tak menyangka melihat Anna dan Eden yang berjalan sambil berangkulan.

 “Ouh!” Anna segera melepaskan tangan Eden dari bahunya ketika mereka baru saja keluar dari pintu utama hotel. “Jangan salah paham. Aku tidak akan benar-benar tidur denganmu, jadi jangan menganggapnya serius,” ungkap Anna tegas sambil menunjuk-nunjuk Eden dengan jari telunjuknya yang terangkat. Dia teringat dengan kejadian itu.

“Seharusnya aku yang memperingatkanmu,”

“Tentang apa?” Anna menantang.

“Aku bukan orang kotor seperti yang kau pikirkan, berhentilah menatapku seperti itu!” tegas Eden tak mau kalah. Bukannya merasa lega, Anna malah semakin menatapnya dengan pandangan jijik. “Benarkah begitu?”

“Iya. Aku.bukan.orang.seperti.itu.” Eden menekankan setiap kata-katanya.

“Jadi kau membantu dan membawaku keluar hanya untuk mengatakan itu?” Anna mempertanyakan niat baik Eden yang membantunya beberapa menit lalu.

“Memangnya kenapa lagi? Kau pikir aku benar-benar ingin tidur denganmu?”

“Kau memang terlihat seperti itu,” balas Anna lagi.

“Kalau begitu mari kita pesan satu kamar karena sudah sekalian di sini,” kata Eden semakin memancing Anna. Dia menarik tangan Anna kembali masuk ke dalam hotel. Tetapi gadis itu segera menepis tangan Eden. “Kenapa aku harus menurut denganmu.” Anna memegang pergelangan tangannya yang agak perih karena berusaha melepaskan cengkraman Eden.

“Makanya, tidak bisakah kau berpikir menggunakan otakmu? Sama sekali tidak mengerti dengan situasi sekarang. Bukannya berterima kasih, tapi masih saja menuduh orang sembarangan tanpa bukti. Dan juga dimana letak sopan santunmu?”

Mulut Anna ternganga setelah mendengar Eden yang terkesan merendahkannya. “Apa? Tidakkah perkataanmu agak keterlaluan? Huh. Sembarangan mengatai orang.” Anna merapikan rambutnya yang tidak berantakan dan memasang wajah kesal.

“Sekarang kau menyebutku keterlaluan? Tadi kau membuatku terlihat seperti orang kotor, sekarang kau menyebutku keterlaluan?” Suara Eden meninggi hingga membuat Anna tersentak. “Aku pikir kau akan berterima kasih, tapi lihatlah apa yang kudapatkan.” Eden meneruskan kalimatnya menjadi lebih pelan – bersungut-sungut. Eden tak habis pikir dengan Anna yang selalu saja memutarbalikkan setiap perkataannya. “Sebenarnya aku ingin melakukan hal yang sama padamu, mempermalukan dirimu di tempat umum. Tapi karena aku orang baik, jadi anggap saja kau beruntung hari ini. Aku tidak ingin membuat masalah lebih jauh dengan orang sepertimu.”

“Kau benar tak menyentuhku?” Kali ini Anna bertanya dengan hati-hati. Mulai ada sedikit kepercayaan pada Eden setelah melihat pria di depannya ini begitu putus asa menjelaskan secara berulang pada Anna.

“Sudah berapa kali kubilang?” Eden spontan menggertak Anna hingga gadis berambut sebahu itu mundur selangkah. “Aku tidak pernah menyentuhmu! Itu semua karena gulungan kertas yang dibawa oleh gadis yang berdiri di sampingmu tadi.” Eden berlalu meninggalkan Anna yang mematung di belakang karena mobilnya sudah tiba. Seorang valet baru saja keluar dari mobil dan menyerahkan kunci mobil padanya. Tak lama kemudian, dia kembali mendekati Anna yang masih berdiri di tempat yang sama.

“Oh ya. Mulai sekarang berhentilah menuduh orang tanpa bukti.” Eden memperingatkan Anna, kemudian kembali berjalan menuju mobilnya.

“Anna! ANNA!” Anna menoleh ke belakang. Sayub-sayub dia mendengar suara Kevin. Dia melihat Kevin yang ternyata menyusulnya sedari tadi. Lalu dengan cepat berlari ke arah Eden yang sudah masuk mobil. Untunglah dia sampai tempat waktu. Anna segera membuka pintu mobil. Gerak tangan Eden yang sudah bersiap di balik kemudi terhenti. Tentu saja ia terkejut ketika pintu mobilnya tiba-tiba terbuka.

“Astaga! Apa yang kau lakukan?”

“Mohon bantu aku sekali lagi,” pinta Anna sambil memelas. Dia sudah duduk di bangku penumpang di samping Eden. Tak lupa ia juga sudah mengaitkan sabuk pengaman. Ia melirik ke luar Jendela. Di sana Kevin melihatnya dengan tatapan tak percaya. Eden mengikuti arah pandang Anna.

“Ayo berangkat!” ujar Anna tanpa rasa bersalah sedikitpun, namun ia terlihat agak panik. Ia memaksakan seulas senyum pada Eden. Pria di sampingnya itu hanya bisa menghela nafas. Mobilpun melaju.

Hening sejenak. Tak ada percakapan semenjak mobil melaju hingga akhirnya Anna membuka mulut. “Aku minta maaf dan juga mau berterimakasih padamu,” kata Anna pelan sambil melirik Eden, sementara lelaki itu diam saja tak bersuara.

“Aku mengerti kenapa kau diam saja,” ucap Anna lagi karena tak mendapat balasan dari Eden. Ditatap pun tidak. “Baiklah. Turunkan saja aku di depan sana,” pinta Anna. Tiba-tiba saja dia merasa bersalah.

Eden tetap tak bersuara. Ia menepikan mobil di tepi jalan. Sembarang tempat seperti permintaan Anna. Dia menatap Anna dengan tajam. Berharap gadis itu segera turun dari mobilnya. Anna langsung membuka pintu. “Sekali lagi maaf dan terima kasih,” katanya sebelum turun. Mobil langsung melaju setelah pintu mobil kembali dirapatkan. Anna menghela nafas. Malam yang panjang saat baru saja patah hati setelah mendapatkan sebuah pengkhianatan.

Anna berjalan menuju halte bus yang tak jauh di depan. Perlahan dia mulai menangis sendiri. Tak peduli pandangan orang lain terhadapnya. Dia menyandarkan kepala pada sandaran bangku halte. Menangis dengan keras sambil menutup wajah dengan kedua tangan. Tak merisaukan pandangan orang sekitar yang menatapnya dengan aneh.

“Maaf nona,” suara lembut wanita paruh baya membuatnya berhenti menangis. Dengan cepat Anna menyeka pipinya ketika melihat seorang wanita paruh baya dengan dandanan yang sangat rapi menatap iba padanya. “Ya?” balasnya dengan suara yang agak parau.

“Kalau kau tak keberatan, maukah kau datang ke rumah kami besok malam sebagai balasan permintaan maaf?” ajak wanita itu tiba-tiba.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status