Share

Twogether
Twogether
Penulis: Vaya Diminim

1. HOTEL AGOOLEY

          [Aku melihat pacarmu di hotel Agooley]

            Anna menerima sebuah pesan singkat dari teman dekatnya – Sherin, gadis itu juga menambahkan tautan lokasi. Rasa penasaran bercampur curiga telah mengalahkan kepercayaan Anna pada kekasihnya dan di sanalah dia berakhir, tempat Sherin melihat kekasihnya. “Semoga saja penglihatan Sherin salah.” Anna menghela nafas masih berharap dia tak menemukan kekasihnya di sana.

Satu detik kemudian pintu lift kembali terbuka. Ruangan sempit itu kini menjadi sesak setelah segerombolan orang memaksa masuk. Posisinya semakin terjepit di belakang. Anna mengutuk dalam hati. Selapar itukah mereka sehingga memaksa masuk seperti ini?

Tepat saat itu, Anna merasakan sesuatu bermain di bagian paha hingga pinggulnya. Pertama kali ia merasakan belaian. Dia biarkan. Kedua kali, dia kembali merasakan sesuatu seperti menusuk pinggulnya. Akhirnya dia menoleh ke samping dan mendapati seorang pria yang juga menoleh padanya.

Anna menyeringai. “Bisakah kamu berhenti?” Anna memperingatkan. Dia sudah cukup kesal.

“Apa?” Pria di sampingnya tampak bingung. “Tidak usah mengelak. Aku sudah sering bertemu orang berjas sepertimu yang melakukan tindakan seperti ini di dalam lift!” Anna memprovokasi pria yang mengenakan setelan jas hitam di sampingnya. Rambutnya rapi dengan potongan wajah khas asia.

“Kau mengenalku?” Pria itu tampak semakin bingung sambil menunjuk dirinya sendiri. Dia memperhatikan keadaan sekitar. Tentu saja semua perhatian orang dalam lift tertuju pada mereka. 

“Ya. Tentu aku sangat mengenalmu,” jelas Anna tak mau kalah. Dia semakin geram karena pria di sampingnya itu masih tampak bodoh. “Karena aku sering kali berurusan dengan orang sepertimu!”

Alis pria itu terangkat masih tak mengerti. “Bisakah kamu berhenti membelai pinggulku? Dasar orang mesum!” Semua orang di lift berseru tak percaya dengan yang Anna katakan. Semua orang menatap jijik pada pria berjas hitam itu. “Bukan. Aku bukan orang seperti itu,” seru pria itu sambil mengibas-ngibaskan kedua tangan. Mencoba untuk meluruskan kesalahpahaman yang terjadi di dalam lift yang masih terus bergerak naik. Tepat saat itu pintu lift terbuka. Mereka tiba di lantai sembilan. Beberapa orang keluar. Ruang di dalam lift sedikit lapang.

Pria berjas itu mundur selangkah. “Kenapa kau menyebutku mesum?” pria berjas itu masih saja mengelak membela diri. “Ya…. Karna kau menyentuh pahaku dan mengelus-ngelusnya,” jelas Anna sekali lagi. Suaranya sudah mulai meninggi karena pria berjas di sampingnya itu masih mengelak.

“Mengapa aku menyentuh bagian belakangmu? Tak ada untungnya bagiku,” sahut pria itu tak mau kalah. Suaranya juga mulai meninggi – berusaha membela diri.

“Huh! Mana aku tau mengapa kau menyentuhnya. Seharusnya aku yang bertanya seperti itu.”

“Aku tidak menyentuhmu,” tegas pria itu sekali lagi membela diri. Kemudian dia menatap beberapa orang yang masih berada dalam lift. “Aku tidak pernah menyentuhnya,” pria itu menjelaskan pada beberapa orang yang masih berada di dalam lift kemudian kembali menatap Anna. “Kau punya buktinya? Kenapa kau menuduh orang sembarangan?”

“Astaga!” Anna mendengus, tak tahan dengan sikap bodoh pria itu. “Ayo ikut denganku.” Anna langsung menarik pria berjas itu keluar tepat saat pintu lift terbuka. “Kena kau, akan aku laporkan ke polisi,” gumam Anna. Tepat di depan mereka terdapat petugas keamanan hotel.

“Permisi pak,” salam Anna pada pria yang tak terlalu muda. Sepertinya dia berusia awal tiga puluhan. “Bisakah kau melaporkan orang mesum ini ke polisi?” Anna menarik kasar pria berjas itu ke hapadan petugas keamanan yang berjaga. “Dasar mesum!” ungkap Anna. Dia menekankan setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya.

“Apa maksudmu? Siapa yang mesum? Lihat saja nanti! Hei!” teriak pria berjas itu ketika Anna hendak meninggalkannya dengan petugas keamanan yang sudah bersiap melaporkannya ke polisi. Anna berbalik, lalu menunjukkan senyuman picik dan puas padanya.

“Tidak pak, saya sumpah tidak menyentuhnya,” jelas pria berjas itu sambil mengangkat kedua tangan layaknya seseorang yang ditodong oleh pistol. Tetapi petugas keamanan itu tak bergeming. Dia menuruti perintah Anna. Pria berjas hitam itu menghela nafas. Pasrah dengan kejadian yang menimpanya.

***

            Tepat saat Anna hendak menuju ke arah lift lagi, saat itulah mata Anna terpaku pada seorang pria yang tengah tersenyum manja dengan sebelah tangan yang merangkul seorang gadis di sampingnya. Mata mereka bertemu, tapi mulutnya kelu. Dengan cepat Anna membalikkan badan, menghindari tatapan mata Kevin. Saat itu dunianya serasa runtuh. 

            “Anna,” panggil Kevin – kekasih Anna. Dia sudah berdiri di depan Anna dengan wajah setengah panik, sedangkan gadis yang dirangkulnya tadi sudah pergi lebih dulu. Anna terlonjak kaget. Dia termenung untuk beberapa detik di tempat yang sama. “Hm?” gumamnya setelah Kevin memanggil namanya lagi.

            Suasana hening bergelut diantara mereka. Anna memutuskan untuk membicarakan masalah yang baru saja terjadi dengannya di lounge hotel. “Tidak adakah yang mau kau jelaskan padaku?” tanyanya sembari menatap tajam pada Kevin. Dia berusaha terlihat tegar dan tak menunjukkan kalau dirinya sedang terluka. “Aku masih tidak percaya dengan apa yang baru saja kulihat.”

            “Anna,” bujuk Kevin pelan. Dia tahu kalau Anna berusaha menahan marah.

            “Aku baru saja melihatmu berdua dengan wanita lain di sebuah hotel, di malam hari, tapi kenapa kau diam saja?”

            “Ini tidak seperti yang kau pikirkan,” bantah Kevin masih terlihat setengah santai dan setengah panik.

            “Lalu?”  

            “Aku memang melakukan kesalahan, tapi perasaanku padamu tak pernah berubah, kau tetap menjadi gadis yang paling aku cintai,” lanjut Kevin lagi berusaha meraih tangan Anna yang terletak bebas di atas meja.

            Anna menyeka sudut matanya yang mulai berair. Untunglah ia masih tertawa, setidaknya bisa menutupi air matanya yang hendak melepaskan diri. “Kesalahan? Ini bukan yang pertama, kan?” Anna semakin merasa kalau selama ini hanya dirinyalah yang mencintai Kevin. Sedangkan Kevin hanya bermain dan suka menggoda wanita lain.

            “Apa?” alis Kevin terangkat. Tak menyangka dengan pertanyaan Anna.

            “Sudah berapa kali kau melakukannya?” desak Anna menyudutkan Kevin.

            Kevin mendesah. “Lagi pula kau tak akan percaya pada apapun yang akan kukatakan, bukan?”

            “Setidaknya kau harus berusaha menjelaskan situasi ini, bukannya malah membujukku seperti orang bodoh. Aku harus bagaimana jika kau bersikap seolah ini bukanlah masalah besar?” kali ini suara Anna meninggi hingga menjadi pusat perhatian bagi pengunjung lainnya. Dada Anna terasa panas dan sesak. Ia tak pernah menyangka kalau Kevin akan mengkhianati perasaannya yang tulus. Setelah apa yang mereka lakukan bersama. Selama ini Anna selalu mengalah ketika ada perdebatan. Dia selalu menghilangkan kecurigaan ketika Sherin memergoki Kevin sedang jalan dengan wanita lain. Dia memilih untuk percaya dan menunggu. Selalu berpura-pura bodoh dan tidak tahu apa-apa agar hubungan mereka tetap berjalan. Tapi apa?

            Kevin menghela nafas dengan berat. “Baiklah. Aku memang melakukan kesalahan. Akhir-akhir ini aku sedang banyak pikiran. Itu hanya cinta satu malam. Hanya satu malam. Tidak lebih besar dari rasa sayangku padamu. Aku akan minta maaf padamu, maafkan aku.” Kevin meletakkan kedua tangannya di atas paha. Tetapi raut wajahnya tak menunjukkan rasa bersalah sedikitpun.

            Anna berusaha menahan air matanya sekuat tenaga agar tak jatuh. Ia tak mau Kevin menganggap kalau dirinya sangat mencintainya. Memang dirinya sangatlah bodoh dan terlalu polos untuk mempercayai seorang pria dengan mulut manis di depannya ini. “Kau pikir aku bercanda?”

            “Lalu apa yang harus aku lakukan?”

            “Setidaknya cobalah untuk jujur dan bersikap serius dengan memasang wajah penuh penyesalan!” seru Jenna. Tanpa sadar, Anna sudah berdiri dari kursinya. Suaranya memenuhi langit-langit. “Kau pikir aku juga tak bisa melakukannya?” Kesabaran Anna hampir mencapai batas.

            “Apa?”

            “Lihat saja nanti. Dasar brengsek!” Anna memukul meja dengan keras sebelum meninggalkan Kevin yang hendak menyusulnya. Anna berjalan dengan cepat. Ia sudah tak dapat menahan air matanya lagi yang perlahan sudah jatuh dan membasahi pipi. Tangan Anna terangkat bergerak menyekanya dengan cepat.

            Secepat apapun langkahnya, Kevin tetap bisa menyusulnya. Dia menahan lengan Jenna. “Aku kan sudah minta maaf.” Dengan cepat Anna menepis tangan Kevin dengan keras namun gagal. “Kau pikir dengan minta maaf saja cukup,”

            “Lalu apa? Apa yang kau inginkan dariku? Kau mau putus dariku?”

            “Tidak,” kata Anna tegas. “Aku yang akan memutuskan apakah kita harus putus atau lanjut. Tunggu saja, aku akan menunjukkannya. Apa? Cinta satu malam? Kau pikir hanya kau saja yang bisa? Aku juga bisa, jadi kau harus menunggu sampai saat itu.” Anna melepaskan cengkraman tangan Kevin yang semakin keras.

            Namun ternyata tangannya yang terlepas menjadi bebas tak terkendali hingga hampir mengenai nampan wine yang dibawa oleh salah satu waiter yang tengah berjalan ke arahnya. Anna bergegas membalikkan badannya agar tak mengenai nampan itu, namun situasi tak berpihak padanya. Ia kehilangan keseimbangan, sedetik kemudian Anna mulai memejamkan mata ketika wajahnya sudah berhadapan dengan lantai. Tepat saat itu sepasang tangan yang entah dari mana tiba-tiba menangkap pinggang Anna dan menariknya kuat ke dalam sebuah dekapan. Anna mendongak melihat siapa pemilik tangan itu. Sial! Betapa terkejutnya dia. Pemilik sepasang tangan itu adalah seorang pria mesum dalam balutan jas hitam yang bertemu dengannya satu jam yang lalu.  

           

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status