Home / Romansa / Twogether / 8. KENANGAN BODOH

Share

8. KENANGAN BODOH

Author: Vaya Diminim
last update Last Updated: 2024-07-07 21:34:13

Anna menyelam di tengah gelapnya kamar. Sherin masih belum pulang karena masih pukul delapan malam. Mungkin jam segini masih siang padanya.

            Gadis yang belum berganti pakaian semenjak siang tadi merebahkan badannya di ranjang. Terlalu malas untuk berjalan ke arah pintu untuk menghidupkan lampu. Berbagai pikiran menjalari benaknya.

            Langit langit kamar sunyi. Hanya sayub-sayub klakson mobil di jalan bawah sana yang menyelinap masuk. Anna mendesah lantas mengangkat sebelah tangan menutupi wajah. Apakah keputusannya sekarang sudah benar. Jawaban Eden atas pertanyaannya cukup untuk mengoyak hati Anna yang sudah terluka.

            “Tapi bagaimana jika mereka benar-benar ingin kita menikah?” Anna bertanya setengah panik.

            Eden terkekeh pelan. “Tidak semua pasangan yang berkencan berakhir dengan pernikahan. Jangan bilang kalau selama ini kau berpikiran seperti itu?” Eden melirik Anna yang menatap lurus ke depan. “Apa kau juga mengharapkan sebuah pernikahan setelah berkencan dengan pria itu?”

            Anna masih diam, enggan untuk menanggapi. “Memangnya apa yang kau harapkan dari berkencan dari seorang pria. Kita tidak bisa tahu dia tulus atau hanya bermain-main. Toh, kau juga sudah tau kalau kau hanya mainan baginya dan sudah melihatnya dengan langsung.  Sepertiya dia juga tak berniat untuk mengajakmu menikah.”

            Air mata Anna sudah melarikan dari mata. Dia terisak. Hidungnya merah dan penuh dengan ingus. Dia teringat akan kenangan manisnya bersama Kevin dan menyadari betapa bodoh dirinya waktu itu. Entah mengapa dia berharap begitu banyak pada Kevin sementara dialah yang paling banyak berkorban. Anna bahkan selalu mengalah jika mereka bertengkar, selalu memberikan hadiah pada setiap peringatan hari jadi mereka walau Kevin tak pernah mengingatnya. Anna juga selalu datang jika Kevin menghubunginya lebih dulu, tak pernah bertanya apalagi membantah. Dia mengasihani dirinya karena semua tingkah bodohnya dulu.

            “Hei! Kenapa kau menangis?” Eden menjadi salah tingkah setelah mendengar tangisan Anna yang mulai keras. Akhirnya dia menghentikan mobilnya di tepi jalan. “Buat apa kau menangis? Karena pria itu lagi?” tebak Eden asal. Hanya itu alasan yang mungkin kenapa Anna menangis.

            Anna keluar dari mobil lalu bersandar di pintu. Dia menangis semakin keras. Ini kedua kalinya dia menangis di tengah keramaian setelah kejadian di halte waktu itu. Bedanya kali ini dia di temani oleh Eden.

            Matahari tepat berada di atas kepala, namun angin sepo-sepoi membuatnya menjadi sejuk. Menetralkan rasa panas yang membakar kepala. Eden ikut turun dari mobil dan mendapati Anna menutupi wajahnya dengan kedua tangan.

            “Sejujurnya dia tak layak untuk kau tangisi. Tapi… ya menangislah sepuasnya.” Eden menutupi wajah Anna dengan jas yang baru saja di bukanya lantas tangannya beralih menepuk pelan pundak gadis yang mulai terguncang itu.

            Anna mengusap wajah setelah dering ponsel membuatnya kembali tersadar. Dia meraih ponsel yang masih berada di dalam tas. Terpaksa dia duduk karena tak menemukan ponsel yang terus berbunyi – hampir saja dia mengutuk siapa yang menelepon. Kini dia malah tersenyum melihat nama yang tertera di layar.

            “Hallo.” Anna menyapa dengan ramah dan hangat.

            “Suaramu kenapa lesu begitu?” Anna ketahuan oleh neneknya. Dia memang tak bisa berbohong, lihatlah. Neneknya langsung tahu kalau Anna sedang tidak baik-baik saja hanya dengan suara.

            “Lesu? Tidak.” Anna mengelak sambil tertawa pelan. Ia kini bisa mendengar neneknya ikut tertawa di seberang sana. “Kau baik-baik saja nek? Kalau Kakek sehat?”

            “Hm. Kami baik-baik saja.”

            “Ada apa menelepon?”

            “Begini…” Suara neneknya terdengar agak ragu.

            “Ada apa nek?”

            “Ibumu tadi datang ke sini.”

            Pupil mata Anna bergetar. Sudah lama dia tak mendengar kabar dari ibunya. Anna pikir ibunya benar-benar memutuskan hubungan mereka semenjak Anna menolak bergabung menjadi bagian keluarga setelah ibunya menikah lagi. Justru Anna tak menyangka kalau ibunya akan menemui nenek di pinggir kota padahal tak pernah menelepon hanya untuk bertanya kabar.

            “Dia bertanya keberadaanmu sekarang. Maaf aku memberitahunya tanpa mengabarimu lebih dulu.” Suara neneknya berubah menyesal.

            Anna tersenyum pelan meskipun tak terlihat olehnya. “Tidak apa-apa nek. Buat apa meminta maaf, toh itu bukanlah kesalahan. Nenek hanya menjawab pertanyaannya, kan? Tidak apa. Tak masalah. Aku tinggal bertemu dengannya nanti jika memang dia datang ke rumahku nanti.” Anna membalasnya dengan nada suara yang terdengar ceria. Supaya neneknya tak terlalu khawatir karena melakukan hal-hal yang dibenci oleh Anna.

            Bisa dibilang Anna adalah anak yang tak diakui secara hukum dalam keluarga Arasely. Dan tentu saja banyak saudara tiri terutama ibu tirinya sangat tak menyukai dirinya, terlebih semenjak ibu Anna menjadi istri kedua dari ayah tirinya saat ini. Hanya kakak keduanya yang bersikap baik padanya, sementara kakak laki-lakinya yang lain justru sangat membenci Anna. Takut jika ayahnya akan menjadikan Anna sebagai pewaris tunggal padahal tidak memiliki hubungan darah sedikit pun.

***

            Seketika Anna ingin minum bir. Dia berjalan ke dapur dan membuka pintu kulkas. Untuk kesekian kalinya Anna mendesah. Sherin menghabiskan semuanya tanpa mengisi kembali. Tak berpikir panjang, Anna bersiap pergi ke supermarket. Dia sangat ingin minum malam itu.

            Malam kota Jakarta tak pernah tidur. Kehidupan malam baru saja di mulai. Jalanan masih padat dan penuh dengan kepul asap yang menggumpal di belakang. Supermarket dua puluh jam tak jauh dari apartemen Anna. Hanya butuh sepuluh menit dengan berjalan kaki.

            Seorang kasir yang masih muda baru saja menyapanya tepat setelah Anna mendorong pintu supermarket. Anna membalasnya dengan sebuah senyuman dan anggukan kecil. Lantas dia langsung berjalan menuju rak bagian alkohol. Tak sengaja Anna melihat sebuah roti dengan merek dagang perusahaan ayahnya.

            Ah, dia merasa malas sekali lantas segera mengalihkan pandangan. Perusahaan keluarga Anna bergerak di berbagai bidang. Mulai dari makanan, pakaian hingga properti. Tak heran jika dia menemukannya dimana-mana.

            Anna mengambil sebotol bir dari kulkas lalu segera ke kasir dan membayarnya. Dia tak langsung kembali ke apartemen, tetapi memilih duduk di bangku plastic di depan supermarket. Duduk bersantai barang sebentar saja menatap bintang di langit meski tak bersinar seterang biasanya. Apakah dia ikut menertawakan keadaan Anna yang sekarang?

            Huft! Anna menghela nafas berat setelah menenggak bir. Matanya mulai berair karena angin malam yang berhembus. Payung meja tempat duduknya tak membantu untuk menghadang hembusan angin.

            “Oh, Anna!” Sherin berseru memanggil namanya dari kejauhan. Jarak mereka masih beberapa langkah, Sherin melambaikan tangan dengan semangat. Sepertinya dia mabuk berat.

            Anna segera bangkit dan berlari menghampiri Sherin – hampir saja gadis itu tersungkur ke tanah karena pijakannya yang tak kuat. “Astaga! Kau mabuk berat.” Anna memapah Sherin menuju tempat duduknya tadi. Dia kembali masuk ke dalam supermarket dan membelikan sebotol minuman penghilang pengar dan sebotol air putih.

            Rencananya ingin mabuk malam itu pun batal. Jika dia ikutan mabuk, bagaimana mereka akan pulang. Tidak ada yang beres jika mereka berdua sudah mabuk.

            “Ini.” Anna membuat tangan Sherin mencengkram botol yang sudah di buka. Menyuruh gadis itu segera meminumanya agar segera tersadar. “Eeih, kebiasaan sekali. Sekarang dengan siapa lagi?” Bodohnya Anna mengomeli Sherin yang tak fokus.

            “Tampaknya temanmu mabuk berat ya?” Suara seorang laki-laki datang dari belakangnya dan membuat Anna berbalik.

            Matanya langsung membesar, “Eden?”

            ****

Related chapters

  • Twogether   9. SEBUAH TAMPARAN

    “Bagaimana kau bisa menemukanku di sini?” Anna dan Eden berbicara empat mata di tempat duduk yang sama. Sementara Sherin sudah tertidur di meja. Baiklah. Anna akan menggendongnya nanti.“Lagi-lagi kau menatapku dengan tatapan penuh curiga seperti itu,” jawab Eden dengan setengah hati.Eden meletakkan sebuah dompet berwarna hitam di atas meja. “Aku ingin menyerahkan ini padamu.”Sontak Anna langsung meraih dompetnya di atas meja dengan mata berbinar. Padahal dia sudah hampir menyerah saat mencari dompetnya sesaat akan keluar rumah tadi. Dia mungkin akan melapor ke polisi jika besok dia tidak kunjung menemukan dompetnya itu.“Syukurlah kau menemukannya,” ungkapnya sambil tersenyum lega pada Eden. “Terima kasih,” lanjutnya lagi.“Kenapa harus repot-repot jauh mengantar ke sini. Kau bisa telfon saja jadi aku akan menjemputnya besok.”Kali ini Eden meletakkan ponselnya di atas meja. “Bagaimana aku bisa menghubungimu jika nomormu saja tidak punya,” celetuk Eden lagi.Ah, betul juga. Pertemu

    Last Updated : 2024-07-07
  • Twogether   10. SCANDAL

    “Jadi dia – ?” mata Anna bergantian menatap layar ponsel kemudian beralih menatap Sherin. “Tapi dia tidak tampak seperti itu,” lanjut Anna menolak menerima isi dari berita itu. Sherin mengedikkan bahu tak yakin. “Kita memang tidak ada yang tau dalamnya seseorang seperti apa, kan? bisa jadi dia memang pandai menyembunyikan jadi dirinya selama ini. Kau bisa baca juga isi artikel lain yang terkait. Keluarga mereka keluarga terpandang. Seluruh keluarga bekerja di bidang kesehatan. Ibunya Kepala Yayasan pusat rehabilitasi, kakeknya juga Direktur Rumah Sakit besar bahkan kini ayahnya menjadi dosen ahli saraf. Dan dia juga seorang dokter kecantikan. Jadi wajar saja jika dia terkena isu isu miring seperti itu. Ya, bisa jadi juga karena dia tidak pernah terlibat dengan seorang wanita dengan wajah setampan itu. Bukankah itu agak aneh?” Sherin masih asik menyuap nasi goreng buatan Anna. “Tapi – “ “Lagi pula apa hubungannya denganmu jika dia memang gay atau buk

    Last Updated : 2024-07-14
  • Twogether   11. TEMAN LAMA

    Hari ini Anna mendapatkan tugas mengawasi salah satu gerai pakaian bermerek. Biasanya dia mendapatkan tugas di bagian perhiasan. Hanya saja kali ini dia mendapatkan jadwal rolling. Jabatannya yang hanya sebagai staff biasa, jadi dia tak punya hak untuk membantah. Intinya dia hanya bawahan dari bawahan yang berada di atasnya. Sialnya dia tak beruntung hari itu. Dia justru bertemu salah satu teman sekolahnya dulu yang paling di bencinya. Bukannya benci, dia terlalu tidak suka dengan teman yang suka pamer dan merendahkan. Terlebih temannya itu baru saja menikah dengan salah seorang pengusaha tajir. Tentu saja tingkat kesombongan meningkat hinga level tertinggi. “Oh my god, lihat siapa yang kutemui,” sapa Olive ketika melihat Anna berjaga di dekat kasir. Gayanya sudah seperti artis papan atas lengkap dengan tas jinjing bermerek. “Bukankah ini Anna? Yang katanya akan menikah tapi tak jadi?” sindirnya dengan nada suara yang keras. Anna hanya bisa tersenyum manis deng

    Last Updated : 2024-07-14
  • Twogether   12. PETAKA

    Anna menyesap kopinya. Dia berusaha menjaga sikap di depan orang yang tampak begitu tenang di hadapannya kini. Jangan bilang ibu Eden tadi melihat pertengkarannya dengan Olive tadi? Anna membatin. “Kau bekerja di sini?” tanya Nyonya Arini. Dia ikut menyesap kopi dari cangkirnya. Mereka berbincang di café. “Iya bu,” jawab Anna ramah. Dia bingung bagaimana harus bereaksi. Kenapa dia harus bertemu ibu Eden di sini? Bukankah seharusnya Eden yang duduk di hadapannya kini? Anna melirik jam mungil yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Masih tersisa satu jam lagi sebelum janji temu mereka. “Sebagai…” tanya Nyonya Arini lagi memastikan setelah melihat pakaian Anna yang sudah lebih dari cukup menjawab keraguannya. “Iya bu, aku hanya staff biasa,” jawab Anna masih tersenyum. Lagi-lagi dia menyesap kopinya untuk menutupi rasa gugup.“Aku juga sudah lama tidak berbelanja, bagaimana kalau kau menemani ibu berbelanja?” ajak Nyonya Arini tiba-tiba.

    Last Updated : 2024-07-14
  • Twogether   13. GARIS PEMBATAS

    Nyonya Arini berjalan cepat menerobos masuk ruangan kerja suaminya. Dia membuka pintu dengan keras hingga mengejutkan semua orang di dalam. Sontak Tuan Teddy terlonjak kaget dari bangku kerjanya dengan tangan terangkat memegangi dada. “Ada apa? Sekarang apa lagi?” “Sepertinya ada yang tidak beres antara Eden dan pacarnya Anna itu.” Nyonya Arini menaruh curiga sambil memicingkan sebelah matanya. “Apanya? Kenapa kau bisa berpikir seperti itu?” balas suaminya. “Begini…” Nyonya Arini mulai menyusun kata-kata yang akan di ucapkannya. Sekarang dia sudah berdiri di samping meja kerja suaminya. Tuan Teddy pun memutar kursinya hendak mendengarkan penjelasan sang istri dengan seksama. “Pertama, tiba-tiba saja Eden mempunyai kekasih, kedua…” “Bagus dong, bukankah itu yang kau inginkan?” potong Tuan Teddy. “Iya, memang bagus, tapi sangat tiba-tiba. dan mereka bilang sudah berkencan selama seratus hari. Tapi kenapa kita tidak pernah tahu? Maksudku se

    Last Updated : 2024-07-15
  • Twogether   14. TRUST

    “Jadi kenapa kau mau bertemu denganku sore ini?” Eden kembali bertanya untuk yang kedua kali. Teringat kesepatan mereka sebelumnya. “Apa kau sudah memikirkan tawaranku sebelumnya.” “Ah, itu.” Anna merubah posisi duduk. Sebenarnya tidak ada yang ingin dibicarakannya dengan Eden, hanya saja karena Sherin tadi pagi dia terpaksa mengajak Eden keluar. Terlepas dari kejadian bertemu dengan Ibu Eden secara tidak sengaja sore ini. “Maaf, sebenarnya tidak ada yang ingin kubicarakan denganmu.” Kening Eden berkerut. “Jadi mengapa kau mengajakku untuk bertemu?” “Karena Sherin tak sengaja menghubungimu tadi pagi,” lanjut Anna sambil memasang wajah penuh rasa bersalah. Kali ini Eden ikut menghela nafas. Setengah karena merasa iba dengan Anna, sebagian lagi karena sudah membantunya sore itu. “Kalau memang tidak ada yang ingin kau bicarakan. Sebaiknya aku kembali ke kantor.” “Tunggu!” kata Anna spontan yang berhasil m

    Last Updated : 2024-07-22
  • Twogether   15. CUBITAN MANJA

    “Kenapa ayah memanggilku?” kata Eden ketika baru saja tiba di ruangan ayahnya. Ia duduk di sofa empuk di tengah ruangan sambil menyilangkan kaki. “Sebentar lagi aku ada janji dengan klien.” Eden melirik jam tangan berlagak sibuk. “Aku dengar ibumu kemarin bertemu dengan Anna?” kata Tuan Teddy terdengar santai. Ayahnya juga sibuk membaca berkas yang terkambang di meja. “Ayah menyuruhku datang hanya untuk menanyakan itu?” protes Eden. Kenapa tidak di telepon saja tadi.“Hmm…. Tidak juga. Tapi itu salah satunya,” balas Tuan Teddy lagi terdengar bercanda. Kini dia sedikit terkekeh sambil merebahkan badan ke sandaran kursi. “Aku rasa ibumu melakukan sesuatu,” ungkap Tuan Teddy penuh curiga. “Aku sudah tahu itu,” jawab Eden dengan raut wajah sok tahu. Namun, ayahnya justru menatapnya dengan heran. “Kau sudah tahu? Bagaimana bisa?” “Terlihat jelas karena aku juga ada di sana ketika ibu bertemu dengan Anna,” terang Eden lagi sambil menyandarkan

    Last Updated : 2024-07-22
  • Twogether   16. SATU DETIK

    “Tumben sekali kau diam dan bersikap tenang?” kata Eden membuka pembicaraan. Memecah sunyi di dalam mobil yang terus melaju. “Hm?” Anna salah tingkah. “Tidak, hanya saja energiku sudah terkuras habis,” balas Anna asal sambil memasang wajah yang dilemas-lemaskan. “Memangnya kau melakukan apa sampai energimu terkuras habis begitu?” Eden menyeringai dengan nada mengejek. Sungguh Anna mengutuk dalam hati. Entah apa yang merasuki Eden hari ini sampai sikapnya menjadi selunak ini padanya. Semenjak pertemuan mereka dengan ibu Eden tadi sore, Eden lebih banyak tersenyum bahkan mengajaknya mengobrol lebih dulu. Dan hatinya yang tak bisa diajak bekerja sama. Terus berdebar dan bergejolak setiap melirik ke arah Eden. Tangannya yang menampilkan semburat hijau yang memegang erat stir kemudi. Matanya yang menatap lurus ke depan. Anna bisa melihat profil samping Eden yang nyaris sempurna. Bulu mata lentik dan hidung mancung. Astaga! Jantung Anna semaki

    Last Updated : 2024-08-02

Latest chapter

  • Twogether   103. DUA KELUARGA

    Tiga orang waiters baru saja menyelesaikan sajian makan malam di sebuah ruangan privat hotel bintang lima itu. Akhirnya pertemuan keluarga itu terlaksana. Sesuai perkataan Eden beberapa hari yang lalu. Kedua keluarga saling duduk berhadapan. Anna duduk bersebelahan dengan Eden yang berada di sisi keluarga Anna. Sementara di sisi seberang Eden duduk Nyonya Arini, Tuan Teddy dan juga nenek Eden. Di samping Anna ada ibu, nenek dan juga Ayah Anna. Persamaan kombinasi yang cukup mengejutkan saat mereka pertama kali memasuki ruangan itu. “Terima kasih sudah menjamu kami makan malam Tuan.” Ayah Anna memulai percakapan di meja makan. Dia tampak jauh lebih santai dibanding Ibu Anna dan juga ibu mertuanya. “Ah, tidak usah bilang seperti itu. Anggap saja ini seperti pertemuan keluarga,” sahut Ayah Eden tak kalah ramah. “Mari makan,” tangannya mulai bergerak mengambil mangkuk soto yang tersaji di atas meja. Mereka memang makan di hotel bintang lima, tapi menu m

  • Twogether   102. GEDUNG PERNIKAHAN

    Anna menarik lengan Eden agar pria itu menghentikan langkahnya. “Eden,” panggilnya. Usaha pertamanya gagal, pria yang dipanggilnya itu terus saja berjalan meninggalkan rumah dengan tangan yang masih berpegangan erat.“Eden!” Akhirnya Anna berhasil melepaskan tangannya dari Eden hingga pria itu membalikkan badan. “Kenapa?” katanya dengan suara yang mulai meninggi. Awalnya Anna sedikit terlonjak kaget. Itu pertama kalinya Eden meninggikan suara padanya. Tapi dia tak boleh teralihkan. Masalah utama mereka sekarang adalah ucapan dari Tuan Teddy beberapa menit yang lalu. “Kau tidak boleh seperti itu. Setidaknya kau harus mendengarkan penjelasan ayahmu dulu!” seru Anna balas berteriak. Eden terlonjak kaget saat Anna berseru marah. Keningnya berkerut mencoba memahami situasi saat ini. Jangan bilang kalau gadis di depannya ini setuju dengan pendapat orang tuanya? “Kau setuju dengan rencana ayah?” “Rencana apa?”

  • Twogether   101. GAGAL TOTAL

    “Selamat pagi semuanya,” seru Eden dari depan pintu. Suaranya terdengar penuh semangat, suasana hatinya cerah, secerah mentari pagi di luar sana. Ya. Hari libur adalah kesempatan Anna dan Eden berkunjung ke rumah orang tuanya. Ada hal penting yang harus segera di lakukan. Terlepas dari acara resmi yang memang harus mereka persiapkan. “Oh kalian sudah tiba?” Ayah Eden, Teddy sudah berada di depan pintu menyambut kedatangan Eden dan Anna. “Ibu mana ayah?” Eden melihat sekeliling rumah namun tidak menemukan orang yang dicarinya itu. “Jangan bilang ibu sudah berada di kantor di hari libur ini dan sepagi ini?” Eden menebak asal mengingat kejadian terakhir kali saat pulang ke rumah. “Selamat datang juga Anna,” sapa Tuan Teddy beralih pada calon menantunya itu sambil merentangkan kedua tangan yang disambut sebuah pelukan hangat oleh Anna. Harus Anna akui bahwa Eden memiliki keluarga yang penuh dengan kehangatan jika kita menghilangkan unsur tra

  • Twogether   100. SERANGAN PANIK

    “Jadi kau bekerja dimana tadi?” sela ayah Anna lagi di tengah perbincangan santai mereka yang berhasil membuat Eden tersedak. “Ayah,” sahut Anna mengingatkan. Ayahnya itu sudah bertanya untuk yang ketiga kali. Entahlah apa karena dia tak yakin setelah melihat penampilan Eden atau mungkin dia hanya butuh validasi demi masa depan putrinya itu. “Dokter ayah,” terang Eden sekali lagi. Setelahnya dia meneguk air putih di gelasnya hingga kosong. “Ah iya, dokter. Hebat sekali.” Dan itu adalah pujian yang ketiga kalinya. “Sudahlah ayah, jangan bahas tentang pekerjaan lagi.” “Baiklah. Ayah mengerti.” Ayahnya tersenyum menyudahi interogasi mini untuk calon menantunya itu. “Ngomong-ngomong kapan kita bisa bertemu dengan keluargamu?” Ayah Anna mengedikkan bahu. “Lebih cepat lebih baik bukan?” “Oh tentu saja ayah. Aku akan menjadwalkan secepatnya.” “Bukankah ayah harus bertemu dengan ibu lebih dulu?” An

  • Twogether   99. PRIVATE ROOM

    “Sepertinya suasana hatinya sedang bagus sekali,” gumam Eden pelan. Eden bersandar pada mobilnya yang terparkir di depan gedung apartemen Anna. Senyumnya merekah saat mendapati seorang gadis memasuki halaman gedung. Anna segera berlari dan memeluk pria yang sudah lebih dulu membentangkan kedua tangannya. “Sudah lama? Kenapa tidak menelfonku, kan jadinya kau menunggu lama di sini.” Gadis itu membenamkan kepalanya pada dada bidang milik Eden. Aroma parfum Eden yang khas begitu menenangkan. “Tak masalah. Aku tidak ingin mengganggu waktumu yang berharga.” Kening Anna terlipat. “Kau tau aku pergi menemui siapa?” “Tentu tidak. Tapi kau bilang kau akan menemui orang penting, jadi ya.. aku tak ingin menganggumu.” Anna tersenyum lalu menggenggam tangan Eden. “Mau jalan-jalan sebentar?” “Kau tidak lelah?” tanya Eden sambil merapikan rambut Anna yang sedikit berantakan. Anna menggeleng. “Ada yang ingin kubilang,”

  • Twogether   98. KEBENARAN KEDUA

    Langkah kaki Anna terasa berat namun badannya enggan untuk berbalik. Ada perasaan takut yang bersarang di dalam hati kecilnya. Bercampur dengan rasa marah yang hendak meledak kapan saja jika menatap wajah pria yang masih setiap berdiri di belakangnya itu. Namun gadis yang mengenakan skirt itu terlonjak kaget saat pria paruh baya itu sudah tiba dihadapannya. Pupilnya bergetar tapi masih belum berani menatap wajah pria itu. “Maaf kau salah orang,” katanya pelan hendak pergi meninggalkan tempat itu secepatnya. Hanya itu yang bisa diucapkannya, padahal banyak hal yang ingin dikatakannya. “Tidak.” Jawaban pria itu kembali berhasil menghentikan langkahnya. “Kau putriku, Anna,” panggil pria itu lagi. Tanpa sadar air mata Anna sudah menetes membasahi pipi. Sebenarnya dia tak ingin bertemu dengan orang yang sudah meninggalkannya dan juga ibunya. Dia tak ingin lagi berurusan dengan orang tak bertanggung jawab ini. Tapi demi Eden dan juga keluargany

  • Twogether   97. AYAH

    “Kau dari mana pagi-pagi sekali?” “Tidak ada, aku keluar memang mau menemuimu,” Eden langsung melingkarkan tangan dan menarik Anna ke dalam dekapannya. “Bohong!” Anna mencubit manja hidung mancung milik Eden. “Mana ada, pakaianmu saja lengkap seperti ini. Kau habis dari mana?” “Rumah orang tuaku,” Anna menjauhkan badan dan mengangkat kepala. “Kenapa? Apa terjadi sesuatu di rumah?” Suara Anna terdengar khawatir. Eden menggeleng. Dia kembali memeluk Anna, kali ini lebih erat. “Bisa izin aja gak hari ini? Kerjanya,” “Tidak bisa, aku sudah terlalu sering tidak masuk. Tidak enak jika terus merepotkan Rian yang harus menggantikan shiftku terus. Tapi memangnya di rumahmu terjadi sesuatu? Sampai-sampai kau harus pulang sepagi ini? Tumben banget.” “Tidak ada. Atau kau mau berhenti bekerja saja?” Eden terus saja mengalihkan topik pembicaraan. “Hei!” Kali ini Anna mendorong tubuh Eden cukup jauh hingg

  • Twogether   96. RESTU RESMI

    “Ya. Aku memang bertengkar hebat di Departemen Store waktu itu,” jawab Nyonya Arini dengan suara yang lantang. “Tapi bukan dengan Anna,” lanjutnya lagi, suaranya mulai melunak. “Lalu?” “Aku tidak tau masalah mereka apa, tapi tiba-tiba saja seorang gadis menampar Anna bahkan menjambak rambutnya. Aku tidak terima dia mengatakan hal-hal buruk padanya di tengah keramaian seperti itu.” “Apa?” Eden mendengus tidak percaya. Siapa yang berani beraninya menampar kekasihnya itu. “Bagaimana dengan Anna? Dia tidak mungkin diam saja kan? Apa dia terluka?” “Tentu saja tidak, justru Anna balas menampar gadis itu. Aku segera berlari menghampirinya. Awalnya berniat untuk membantu tapi saat Anna memanggilku dengan sebutan ibu, gadis gila itu justru ikut menarik rambut Anna sambil mengatakan kalau aku tidak mendidik anakku dengan baik.” Nyonya Arini tertawa getir. Dia ingat betul bagaimana kata-kata itu meluncur dari mulut gadis yang berlagak sombong itu.

  • Twogether   95. KELUARGA CEMARA

    “Boleh aku bertanya bagaimana perasaanmu lebih jauh?” Sontak Anna langsung menoleh setelah mendengar pertanyaan Eden barusan. Mereka memilih kembali ke salah satu kedai tepi pantai setelah makan malam bersama di rumah Anna. “Hm?” Anna bingung perasaan mana yang dimaksud Eden. Bukankah mereka sudah sama-sama saling mengetahui perasaan masing-masing. “Sudah jauh lebih lega?” “Ah, tentang itu,” sahut Anna mengerti dengan arah pertanyaan Eden. Hampir saja dia salah paham. “Atau masih ada yang kau khawatirkan? Katakan saja padaku, aku akan menyelesaikannya untukmu,” Anna menggeleng. “Tidak ada, kini semuanya terasa lebih lega. Tapi – “ “Tentang ibuku?” Eden menyela lebih dulu. Jika masalah keluarga Anna sudah selesai, berarti hanya tinggal masalah keluarga. Eden pun mengerti tantangan yang akan dihadapi Anna walaupun ibunya sudah memberi restu. Tapi itu masih terasa fana sampai hubungan mereka b

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status