Share

3. CLUB

Penulis: Vaya Diminim
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-16 22:11:33

“Ya, aku bisa melihatmu.” Anna menutup panggilan dari Sherin. Dia melihat sebuah mobil SUV berwarna hitam mendekat. Gadis berambut panjang bergelombang di dalam mobil itu membuka kaca mobil. “Ayo,” katanya. Anna langsung masuk mobil ketika mobil sudah berhenti. 

            Mobil melaju membelah jalanan kota yang ditemani langit senja. Mereka tiba di sebuah club paling terkenal di kota, Channel A Bar and Club. Suasananya sangat ramai dan berisik. “Ingat! Tidak ada kata sedih. Kita di sini bersenang-senang. Oke?” Sherin kembali mengingatkan sebelum mereka melangkah masuk.

            Suara musik yang begitu keras langsung terdengar. Lampu yang redup dan berkilauan sudah menyadarkan Anna kalau mereka memang tengah berada di club.

“Ayo!” Sherin menarik lengan Anna ke tengah kerumunan, menari hingga puas melampiaskan semua rasa sakitnya lalu kembali ke meja. Mereka langsung menenggak segelas wiski lagi dalam sekali tegukan.

 “Oh ya, tadi seorang pria mengajakku berkenalan, kau mau minum bareng?” tanya Sherin semangat. Entah dari mana dia mendapatkan semangat seperti itu.

            Anna menggeleng-geleng sambil mengibas-ngibaskan tangan, tak tertarik. Pandangannya mulai kabur. Sepertinya dia mulai kehilangan kesadarannya perlahan. Dentuman musik luruh ke lantai, terabaikan. Kepalanya sudah terhuyung-huyung meskipun dia berusaha menopangnya dengan sebelah tangan. “Aku anggap kau setuju ya,” ungkap Sherin memutuskan sepihak. Dia segera bangkit. Berlari-lari kecil menemui kembali pria yang mengajaknya tadi.

            “Kau tidak mabukkan?” Bisikan Sherin kembali menyadarkan Anna setelah temannya itu kembali duduk di sampingnya. Anna melihat dua orang pria sudah duduk di depan mereka. Satu berpakaian formal mengenakan jas. Satu lagi berpakaian casual dengan balutan kemeja hitam berleher rendah.  Anna menyerngitkan kening mencoba memfokuskan penglihatannya. Dia melihat seorang pria yang tak asing. Matanya membesar. Anna menggosok-gosok matanya dengan tangan, memastikan penglihatannya tak salah. “Kau…”

            “Kalian saling kenal?” Sherin jauh lebih senang dibandingkan Anna karena dia tak perlu repot-repot untuk mengenalkan mereka.

“Tidak kenal!”

“Tentu!”

Anna dan Eden menjawab serentak dengan jawaban yang berbeda. Sontak Sherin tersenyum dalam diam. Kesempatan bagus untuk menggoda temannya itu lebih jauh.

“Kalau begitu kalian bisa mengobrol lebih lama,” ucap Sherin sambil bangkit dan mengajak pria lain yang bersama mereka. Sontak Anna menoleh pada Sherin. Bisa-bisanya temannya itu meninggalkan mereka berdua saja di sana. Sungguh Anna mengutuk Sherin dalam hati.

            Sebelum pergi, Sherin mendekatkan wajahnya pada telinga pria yang di kenal Anna itu. “Temanku ini agak kesepian, jadi perlakukan dia dengan baik, oke?” bisik Sherin sambil tersenyum picik kemudian berlalu. “Hei,” teriak Anna mengalahkan suara music club.

            “Sepertinya kau tak senang bertemu denganku,” kata Eden santai sambil bersandar dan melipat tangan di dada. Anna menoleh tapi tak berani menatap matanya karena bingung dan juga canggung. Terlebih kesadarannya sekarang sudah mulai menipis.

Anna kembali menenggak wiski di gelasnya. Tak tertarik dengan Eden yang terus menatapnya sedari tadi. “Apa?” Gertak Anna kemudian bangkit. Dia ingin pergi ke kamar mandi.

            “Sudah mau pergi?” tanya Eden terdengar seperti menggoda Anna. “Padahal aku mau mengajakmu ke hotel,” desisnya.

            “Apa?” Anna merasa geli lalu segera meninggalkan Eden di sana. “Dasar mesum!” gumam Anna pelan.

Tak lama setelah Anna menjauh, ponsel Eden bergetar di meja. Ia meraihnya. Panggilan tak terjawab dari Nyonya Arini. Tidak sekali tetapi lima kali. Wajar saja jika ia tak mendengar ponselnya yang berbunyi mengingat musik club yang begitu keras. Eden berdiri dan berjalan agak dekat dengan pintu keluar. Tempat dimana musik tak terdengar begitu keras. Dia menghubungi kembali Nyonya Arini. Jika tidak, bisa-bisa ibunya ngamuk lagi.

            “Hallo,” sapa Eden ramah. Sebelah tangannya terangkat menutup telinganya yang tak ditempeli ponsel.

            “Kenapa tak mengangkat panggilan ibu dari tadi?” teriak ibunya dari seberang sana. “Kau dimana? Berisik sekali.”

            “Club,” jawab Eden singkat. “Kenapa Ibu meneleponku?” tanya Eden tak berbasa-basi.

            “Oh ya, jangan datang malam ini ya, ibu dan ayahmu masih sibuk mengurus pekerjaan kantor. Aku takut nanti pulang kemalaman, datang besok pagi saja, kita sarapan bersama atau mungkin mengajaknya minum teh bersama,” terang ibunya.

            “Apanya? Aku tak pernah bilang mau datang.” Eden bingung dengan permintaan ibunya. Seingatnya dia tak membuat janji akan pulang ke rumah dengan Nyonya Arini atau pun Tuan Teddy.

            “Aku sudah mengundang gadismu ke rumah. Oh ya, sampaikan juga permintaan maaf ibu padanya karena menunda perjanjian awal, padahal ibu yang mengajaknya,” jelas ibunya lagi terdengar sedikit kecewa.

            “Apa? Ga-gadisku?” Eden semakin bingung. Kini dia keluar dari club agar bisa mendengar ibunya dengan jelas. Sekarang scenario apa lagi yang dilakukan oleh Nyonya Arini. Ibunya tak pernah kapok jika sudah menyangkut pernikahan Eden.

            “Apa maksud ibu? Gadis siapa?”

            “Gadis yang bersamamu di hotel kemarin.”

            “Hm? Siapa? Aku tak bersa…..” Kalimat Eden terpotong. Dia teringat kejadian kemarin. Jangan-jangan ibunya melihat Anna masuk ke mobilnya kemarin. Eden memijat-mijat pelipisnya. “Dia bukan gadisku, bu.” Eden berusaha menjelaskan agar ibunya tak terus salah paham.

            “Oh ya? Ibu lihat kemarin dia masuk ke mobilmu, tapi kenapa kau menurunkannya di tepi jalan? Ibu sampai melihatnya menangis kemarin.”

            “Ibu mengikutiku?” Eden semakin terkejut dengan ibunya yang terdengar seperti mengetahui persis kejadian kemarin.

            “Masalah itu tak terlalu penting, pastikan saja kau membawanya pulang besok pagi, akan ibu siapkan sarapan terbaik untuknya,” pinta ibunya. Kini suaranya terdengar lebih tegas dan serius.

            “Sepertinya ibu salah paham, aku tak bisa membawanya pulang, aku bahkan tak begitu mengenalnya,” tolak Eden masih tak terlalu peduli dengan permintaan ibunya. 

            “Begitukah? Baiklah, begini saja, kalau kau bisa membawanya pulang besok pagi, aku berjanji tak akan memaksamu untuk menikah lagi. Seperti yang kau inginkan, aku tak akan ikut campur lagi. Bagaimana?” Nyonya Arini memberi pilihan dari balik ponsel.

            Hening sejenak, tawaran ibunya terdengar begitu menarik. Ini juga kesempatan baginya agar bisa lepas dari ibunya, tapi ia tak bisa membawa Anna dengan mudah. Siapa yang mau diajak pulang oleh orang asing? Tidak ada yang mau kecuali dia sudah kehilangan akal sehat.

“Eden! Kau mendengarku?” Nyonya Arini memastikan kalau ia masih terhubung dengan putranya. “Bagaimana? Kalau kau tidak bisa, maka kau harus ikut kencan buta yang ibu atur lusa.”

“Ibu!” seru Eden spontan. Ibunya selalu melakukan hal-hal yang tak pernah disetujuinya. Dengan berat hati, akhirnya Eden menuruti kemauan ibunya. Setidaknya dia harus mencoba terlepas dari apa hasilnya nanti. “Baiklah. Pastikan saja ibu menepati janji ibu.” Eden memutus percakapan. Dia berjalan mondar-mandir di depan club. Memikirkan bagaimana caranya agar bisa membawa Anna pulang besok pagi.

****

Bab terkait

  • Twogether   4. TIMBAL BALIK

    Langkah Anna terhuyung-huyung ketika berjalan menuju kamar mandi dengan sebelah tangan memegangi kepala. Sesekali dia mengerjap. Mencoba kembali tersadar. Tetapi keseimbangannya hilang ketika tak sengaja menubruk punggung seseorang di depannya. Kakinya tak lagi kuat menahan tubuhnya hingga badannya terjatuh dan terhempas ke lantai. Anna terduduk di lantai dengan rambut berantakan menutupi wajah. “Maaf, kamu tidak apa-apa?” Pria yang ditabrak Anna tadi membantunya kembali berdiri. Bukannya berterima kasih, tetapi Anna malah menatap pria yang menolongnya itu dengan tatapan tak suka. Tak ingin terlibat lagi dengan pria itu, Anna memilih untuk berbalik. “Anna?” Kevin memanggilnya pelan. Dari semua tempat, kenapa mereka harus bertemu di sini. “Apa yang kau lakukan di sini? Tidak seperti biasanya. Bukannya kau tak suka dengan tempat-tempat seperti ini? Jangan bilang kau sampai harus datang ke sini karena tak bisa melupakanku?” Kevin menaruh curiga pada An

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-16
  • Twogether   5. MALAM PERTAMA

    Anna terkekeh pelan. “Balas dendam?” Anna berhenti tertawa, sedetik kemudian wajahnya kembali serius. Dia memang terluka, tapi tak pernah terpikirkan untuk balas dendam. Anna lebih memilih untuk melepaskan Kevin sepenuhnya dan tak berurusan lagi dengannya.“Sudahlah, aku tak tertarik untuk balas dendam seperti yang kau katakan. Mengurus hidupku saja sudah sangat sulit, terlalu melelahkan jika harus memikirkan orang lain juga. Untuk kali ini, aku akan berterima kasih atas bantuanmu tadi dengan tulus. Aku tak mau lagi dicap sebagai orang yang tidak tahu sopan santun. Kalau begitu, aku pamit dulu.” Anna membungkukkan badannya sembilan puluh derajat kemudian berbalik, berjalan mengabaikan Eden.Eden mengeluh dalam hati. Keras kepala sekali gadis ini. Eden melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kanannya, sudah pukul satu malam. Hanya beberapa jam sebelum matahari terbit.Eden menyusul Anna yang sudah agak jauh. “Dengarkan aku dulu,” dia menahan lengan Anna. “Begini…”

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-16
  • Twogether   6. SATU JAM

    “Apa yang kau lakukan?” seru Anna lagi sambil menutupi badan Eden dengan jas yang menutupinya tadi. Sontak Anna langsung menyilangkan tangan di dada dan menatap Eden dengan tajam.Eden menunduk menatap dadanya dengan polos kemudian ikut menyilangkan kedua tangan di dada. “Ini karena kau muntah di bajuku.” Eden membela diri.“Apa? Muntah? Aku?” Anna menjadi serba salah, tapi dia tak ingat.Anna melirik Eden sebentar kemudian segera keluar dari mobil. Bagaimanapun permintaan Eden untuk menemui orang tuanya cukup mendadak. Setidaknya dia ingat akan perjanjian tak tertulis mereka semalam.Sontak Eden menjadi panik. Waktu mereka semakin menipis. Dia hanya punya waktu kurang dari satu jam lagi untuk sampai ke rumah orang tuanya. Anna berjalan cepat dengan bertelanjang kaki. Eden pun langsung keluar mobil. Mengejar Anna. Tetapi dia berhenti ketika menyadari badannya yang tak pakai apapun.“Astaga,” gumamnya sambil melirik badan polosnya. “Hei! Kau mau kemana?” Eden kembali ke mob

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-07
  • Twogether   7. PERKENALAN PERTAMA

    Suara burung pagi menyapa tak lagi terdengar. Bahkan suara anak-anak yang hendak berangkat ke sekolah yang melewati mereka luruh ke tanah. Mereka terdiam sejenak dengan mata yang saling bertatap tatapan. Namun, tak ada reaksi apapun setelahnya hingga Anna mengalihkan pandangannya. Pertanyaan Eden sangat tiba-tiba dan terkesan blak-blakan. “Apa? Tentu saja tidak,” tolak Anna mentah-mentah.“Makanya itu, buat apa kau memikirkan tanggapan dari orang tuaku nanti,” jelas Eden. “Tapi….” Anna masih beralasan. Dengan sekuat tenaga Eden menarik Anna masuk ke dalam rumah. Kenop pintu di putar. Pintu terbuka. “Ganti dengan ini!” Eden menyodorkan sepasang sandal rumah berwarna abu-abu pada Anna.“Astaga,” seru Anna. Dia membelalak ketika melihat kakinya yang kotor. Dia lupa membersihkannya dengan tisu basah tadi. “Pakai saja,” kata Eden tak peduli. Dia menyarungkan sandal ke kakinya.Anna menahan lengan Eden. “Kenapa lagi?” tanya Eden.“Pinjam kunci mobilmu,

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-07
  • Twogether   8. KENANGAN BODOH

    Anna menyelam di tengah gelapnya kamar. Sherin masih belum pulang karena masih pukul delapan malam. Mungkin jam segini masih siang padanya. Gadis yang belum berganti pakaian semenjak siang tadi merebahkan badannya di ranjang. Terlalu malas untuk berjalan ke arah pintu untuk menghidupkan lampu. Berbagai pikiran menjalari benaknya. Langit langit kamar sunyi. Hanya sayub-sayub klakson mobil di jalan bawah sana yang menyelinap masuk. Anna mendesah lantas mengangkat sebelah tangan menutupi wajah. Apakah keputusannya sekarang sudah benar. Jawaban Eden atas pertanyaannya cukup untuk mengoyak hati Anna yang sudah terluka. “Tapi bagaimana jika mereka benar-benar ingin kita menikah?” Anna bertanya setengah panik. Eden terkekeh pelan. “Tidak semua pasangan yang berkencan berakhir dengan pernikahan. Jangan bilang kalau selama ini kau berpikiran seperti itu?” Eden melirik Anna yang menatap lurus ke depan. “Apa kau juga mengharapkan sebuah pernikahan

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-07
  • Twogether   9. SEBUAH TAMPARAN

    “Bagaimana kau bisa menemukanku di sini?” Anna dan Eden berbicara empat mata di tempat duduk yang sama. Sementara Sherin sudah tertidur di meja. Baiklah. Anna akan menggendongnya nanti.“Lagi-lagi kau menatapku dengan tatapan penuh curiga seperti itu,” jawab Eden dengan setengah hati.Eden meletakkan sebuah dompet berwarna hitam di atas meja. “Aku ingin menyerahkan ini padamu.”Sontak Anna langsung meraih dompetnya di atas meja dengan mata berbinar. Padahal dia sudah hampir menyerah saat mencari dompetnya sesaat akan keluar rumah tadi. Dia mungkin akan melapor ke polisi jika besok dia tidak kunjung menemukan dompetnya itu.“Syukurlah kau menemukannya,” ungkapnya sambil tersenyum lega pada Eden. “Terima kasih,” lanjutnya lagi.“Kenapa harus repot-repot jauh mengantar ke sini. Kau bisa telfon saja jadi aku akan menjemputnya besok.”Kali ini Eden meletakkan ponselnya di atas meja. “Bagaimana aku bisa menghubungimu jika nomormu saja tidak punya,” celetuk Eden lagi.Ah, betul juga. Pertemu

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-07
  • Twogether   10. SCANDAL

    “Jadi dia – ?” mata Anna bergantian menatap layar ponsel kemudian beralih menatap Sherin. “Tapi dia tidak tampak seperti itu,” lanjut Anna menolak menerima isi dari berita itu. Sherin mengedikkan bahu tak yakin. “Kita memang tidak ada yang tau dalamnya seseorang seperti apa, kan? bisa jadi dia memang pandai menyembunyikan jadi dirinya selama ini. Kau bisa baca juga isi artikel lain yang terkait. Keluarga mereka keluarga terpandang. Seluruh keluarga bekerja di bidang kesehatan. Ibunya Kepala Yayasan pusat rehabilitasi, kakeknya juga Direktur Rumah Sakit besar bahkan kini ayahnya menjadi dosen ahli saraf. Dan dia juga seorang dokter kecantikan. Jadi wajar saja jika dia terkena isu isu miring seperti itu. Ya, bisa jadi juga karena dia tidak pernah terlibat dengan seorang wanita dengan wajah setampan itu. Bukankah itu agak aneh?” Sherin masih asik menyuap nasi goreng buatan Anna. “Tapi – “ “Lagi pula apa hubungannya denganmu jika dia memang gay atau buk

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-14
  • Twogether   11. TEMAN LAMA

    Hari ini Anna mendapatkan tugas mengawasi salah satu gerai pakaian bermerek. Biasanya dia mendapatkan tugas di bagian perhiasan. Hanya saja kali ini dia mendapatkan jadwal rolling. Jabatannya yang hanya sebagai staff biasa, jadi dia tak punya hak untuk membantah. Intinya dia hanya bawahan dari bawahan yang berada di atasnya. Sialnya dia tak beruntung hari itu. Dia justru bertemu salah satu teman sekolahnya dulu yang paling di bencinya. Bukannya benci, dia terlalu tidak suka dengan teman yang suka pamer dan merendahkan. Terlebih temannya itu baru saja menikah dengan salah seorang pengusaha tajir. Tentu saja tingkat kesombongan meningkat hinga level tertinggi. “Oh my god, lihat siapa yang kutemui,” sapa Olive ketika melihat Anna berjaga di dekat kasir. Gayanya sudah seperti artis papan atas lengkap dengan tas jinjing bermerek. “Bukankah ini Anna? Yang katanya akan menikah tapi tak jadi?” sindirnya dengan nada suara yang keras. Anna hanya bisa tersenyum manis deng

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-14

Bab terbaru

  • Twogether   97. AYAH

    “Kau dari mana pagi-pagi sekali?” “Tidak ada, aku keluar memang mau menemuimu,” Eden langsung melingkarkan tangan dan menarik Anna ke dalam dekapannya. “Bohong!” Anna mencubit manja hidung mancung milik Eden. “Mana ada, pakaianmu saja lengkap seperti ini. Kau habis dari mana?” “Rumah orang tuaku,” Anna menjauhkan badan dan mengangkat kepala. “Kenapa? Apa terjadi sesuatu di rumah?” Suara Anna terdengar khawatir. Eden menggeleng. Dia kembali memeluk Anna, kali ini lebih erat. “Bisa izin aja gak hari ini? Kerjanya,” “Tidak bisa, aku sudah terlalu sering tidak masuk. Tidak enak jika terus merepotkan Rian yang harus menggantikan shiftku terus. Tapi memangnya di rumahmu terjadi sesuatu? Sampai-sampai kau harus pulang sepagi ini? Tumben banget.” “Tidak ada. Atau kau mau berhenti bekerja saja?” Eden terus saja mengalihkan topik pembicaraan. “Hei!” Kali ini Anna mendorong tubuh Eden cukup jauh hingg

  • Twogether   96. RESTU RESMI

    “Ya. Aku memang bertengkar hebat di Departemen Store waktu itu,” jawab Nyonya Arini dengan suara yang lantang. “Tapi bukan dengan Anna,” lanjutnya lagi, suaranya mulai melunak. “Lalu?” “Aku tidak tau masalah mereka apa, tapi tiba-tiba saja seorang gadis menampar Anna bahkan menjambak rambutnya. Aku tidak terima dia mengatakan hal-hal buruk padanya di tengah keramaian seperti itu.” “Apa?” Eden mendengus tidak percaya. Siapa yang berani beraninya menampar kekasihnya itu. “Bagaimana dengan Anna? Dia tidak mungkin diam saja kan? Apa dia terluka?” “Tentu saja tidak, justru Anna balas menampar gadis itu. Aku segera berlari menghampirinya. Awalnya berniat untuk membantu tapi saat Anna memanggilku dengan sebutan ibu, gadis gila itu justru ikut menarik rambut Anna sambil mengatakan kalau aku tidak mendidik anakku dengan baik.” Nyonya Arini tertawa getir. Dia ingat betul bagaimana kata-kata itu meluncur dari mulut gadis yang berlagak sombong itu.

  • Twogether   95. KELUARGA CEMARA

    “Boleh aku bertanya bagaimana perasaanmu lebih jauh?” Sontak Anna langsung menoleh setelah mendengar pertanyaan Eden barusan. Mereka memilih kembali ke salah satu kedai tepi pantai setelah makan malam bersama di rumah Anna. “Hm?” Anna bingung perasaan mana yang dimaksud Eden. Bukankah mereka sudah sama-sama saling mengetahui perasaan masing-masing. “Sudah jauh lebih lega?” “Ah, tentang itu,” sahut Anna mengerti dengan arah pertanyaan Eden. Hampir saja dia salah paham. “Atau masih ada yang kau khawatirkan? Katakan saja padaku, aku akan menyelesaikannya untukmu,” Anna menggeleng. “Tidak ada, kini semuanya terasa lebih lega. Tapi – “ “Tentang ibuku?” Eden menyela lebih dulu. Jika masalah keluarga Anna sudah selesai, berarti hanya tinggal masalah keluarga. Eden pun mengerti tantangan yang akan dihadapi Anna walaupun ibunya sudah memberi restu. Tapi itu masih terasa fana sampai hubungan mereka b

  • Twogether   94. SENJA NAN INDAH

    Mereka duduk bertiga di meja makan. Tak ingin melibatkan nenek Anna yang masih asik menonton televisi di ruang tengah. “Maafkan aku bu, semua ini salahku bu. Aku yang meminta Anna untuk berpura-pura menjadi kekasihku untuk membuat ibuku berhenti menyuruhku menikah atau menjodokanku dengan beberapa kenalannya. Tapi sekarang hubungan kami tidak palsu lagi bu. Aku serius dengan Anna dan kami menjalani hubungan sungguhan. Bahkan ibuku juga sudah mengetahui semuanya dan memberi restu pada kami bu,” “Tapi itu – ?” Genggaman tangan Eden mengencang membuat Ana berhenti berbicara. Mereka saling berpengangan tangan untuk menunjukkan keseriusan mereka di depan Ibu Anna. Tapi perkara restu Nyonya Arini itu urusan lain. Ibu Anna cukup hanya tau dengan masalah mendapatkan restu atau tidak. Sebatas itu saja. Untuk masalah sampai mana batasan restu yang mereka dapatkan itu urusan nanti. Yang jelas kini mereka sudah mengatakan yang sebenarnya. Dan Anna menginginkan semuanya ter

  • Twogether   93. PENGAKUAN KEDUA

    Senyum gadis yang mengenakan skirt berwarna putih itu cerah secerah mentari pagi. Dia mendapati pria yang kini tengah tersenyum itu merentangkan tangan. Anna berlari-lari kecil segera menghampiri Eden lalu segera memeluk pria itu. Aroma kayu dan laut berpadu begitu menyegarkan. Eden menyipitkan kedua matanya, menilik penampilan Anna pagi itu dari bawah sampai kepala. “Oh, kau pakai lipstip baru ya? Oh pipimu juga.” Eden menggoda Anna sambil mengelus pelan pipi manis gadisnya itu. “Hei! Jangan merusak penampilanku. Aku harus bangun pagi-pagi untuk dandan dan memilih baju yang paling bagus yang aku punya.” Eden memanyunkan bibirnya pura-pura prihatin dengan perjuangan Anna untuk berdandan demi pertemuan mereka hari ini. “Tumben sekali.” Eden menyelipkan poni Anna ke belakang telinga. “Padahal kau tetap cantik tanpa berdandan, bahkan kau cantik memakai apa saja.”“Dasar pembohong!” Anna menyerngitkan kening. “Aku tau kau pura-pura saat bil

  • Twogether   92. TANTANGAN 1

    Eden memberikan kecupan pelan. “Hm?” Sebaliknya Anna membalas kecupan Eden. “Jangan malam ini, aku harus pulang.” “Hanya segitu?” Eden pura-pura merajuk layaknya anak kecil umur lima tahun. “Kalau kau mau pulang seharusnya lakukan dengan benar, kan?” Anna mendengus pelan. Dia kembali mendekatkan wajahnya pada Eden. Bibirnya beradu dengan lembutnya bibir milik Eden. Perlahan mulai mengulum dan hanyut dalam di dalamnya. Begitu sebaliknya dengan Eden yang membalas setiap ciuman yang diberikan Anna. Malam semakin gelap. “Kau janji besok akan menginap kan?” Eden tak melepaskan tangan Anna dari genggamannya semenjak mobil mereka meninggalkan gedung klinik. Kini mobil mereka terparkir tepat di depan gedung apartemen milik Anna. Anna mendongakkan kepala, melihat lampu apart di lantai tujuh masih menyala atau masih mati. Hanya ada dua kemungkinan, Sherin belum pulang atau memang dia sudah tidur lebih awal. Sebelah tangan Anna menyentu

  • Twogether   91. HARI PERTAMA

    Senyum Anna langsung merekah saat dirinya melihat kedatangan pria gagah yang berjalan mendekat ke arahnya. Gelapnya senja tak menghalangi Anna untuk mengenali sosok pria yang berhasil mencuri hatinya belakangan ini. “Jangan berlari,” katanya saat Eden mulai berlari-lari kecil begitu melihat Anna keluar dari pintu. “Sudah lama menunggu?” kata Eden dengan nafas yang masih tersengal setelah berlari. Anna memberi gelengan pelan sebagai jawaban. “Kenapa kau berlari?” Eden meraih tangan Anna lalu mengenggamnya. “Aku ingin segera melihatmu.” “Tapi..” Kepala Anna menoleh ke kanan dan kiri. Mencari sesuatu. “Mana mobilmu?” “Ah itu, aku meninggalkannya di kantor.” “Kenapa?” “Supaya aku bisa menghabiskan lebih banyak waktu denganmu.” Anna meninju pelan pada dada bidang milik Eden. Ada-ada saja kelakuannya. Padahal mereka pasti akan menghabiskan waktu bersama karena Eden pasti mengantar Anna pulang.

  • Twogether   90. LAMPU HIJAU

    “Bagaimana bisa? Kenapa kalian terlihat begitu santai?” Mereka duduk berhadapan di meja makan dengan kedua tangan saling tertaut di atas meja. Sedari tadi Eden tidak melepaskan genggamannya dari tangan Anna. “Aku sudah bilang semuanya pada ibumu,” “Semuanya? Dari mana? Dari awal kita bertemu?” Anna mengangguk. Memang tidak semuanya, tapi secara garis besar mencakup semuanya. “Dia tidak marah?” “Tidak, dia justru menyalahkan dirinya sendiri.” Tampak wajah khawatir dari raut wajah Eden. “Kau yakin? Ibuku orang yang pandai menyembunyikan perasaannya. Kau pasti tau sendiri, kan?” “Kenapa?” tanya Anna ikut khawatir. Dia menangkap raut wajah Eden yang tak fokus dan memikirkan banyak hal. “Firasatku tidak enak,” jawab Eden pelan. Ibunya bukan orang yang mudah berubah. Terlebih jika menyangkut masalah dirinya. Aneh sekali jika tiba-tiba ibunya memberi restu setelah sebelumny

  • Twogether   89. RESTU RESMI

    Suara tombol pintu di luar membuat Anna tersentak dan membuka mata. Matanya menangkap Eden yang masih terlelap di sampingnya. Seulas senyum tersungging di wajahnya. Digesernya tangan Eden yang mendekapnya semalaman. Kali ini suara pintu terbuka berhasil membuat Anna bangun dan menapakkan kakinya di lantai. Anna terperanjat bukan main saat mendapati Nyonya Arini sudah berdiri di depan pintu kamar mereka. Ya. Semalam Anna menginap di rumah Eden dan disinilah dia berakhir. “Ibu,” kata Anna pelan. Dia kembali menjadi seperti anak kecil berusia lima tahun yang baru saja dimarahi ibunya karena mencuri permen setelah di larang beberpa hari terakhir. Nyonya Arini melengos dan berjalan ke arah sofa di ruang tengah, seperti sudah menduga kejadian seperti ini akan terjadi. “Kau sudah nyaman sekali rupanya.” Anna mengikuti langkah Nyonya Arini di belakang, tapi langkahnya tertahan dan terhenti saat wanita paruh baya itu duduk menyilangka

DMCA.com Protection Status