Baron Arsenio, pimpinan perang pasukan rahasia yang bertugas untuk perdamaian kota. Diusia yang tidak muda lagi bukan berarti ia tidak bisa menjalankan tugas. Tetapi malam itu menjadi akhir hidupnya. Pemerintah telah bekerjasama dengan organisasi kriminal untuk menjebak kematian Baron sekaligus meraup untung besar. Nasib berkata lain, Dewa langit berkeyakinan Baron layak mendapatkan keadilan. Hal tersebut disetujui para dewa yang memberikannya kesempatan hidup lagi. Baron yang memiliki prinsip memperoleh misi terakhir dari para dewa. Bahwasanya ia harus membunuh semua pahlawan, jika tidak maka umat manusia akan musnah termasuk keluarganya. Dihadapkan antara misi dan balas dendam, manakah yang ia pilih? Apakah Baron punya cara lain? Picture from Freepict. Edit with app Canva. Follow my instragram @mawar.mariani
Lihat lebih banyakAron tertegun sejenak, mencoba mencerna semua ingatan yang tiba-tiba membanjiri pikirannya. Gambaran-gambaran masa lalu yang sebelumnya kabur, kini menjadi jelas seperti film yang diputar ulang. Ia melihat dirinya sebagai sosok yang jauh lebih besar, lebih kuat, dan lebih tua dari yang pernah ia bayangkan. Dewa Perang. Itulah identitas sejatinya. Namun, mengapa ia terlahir kembali sebagai manusia? Mengapa ia harus melalui semua penderitaan ini? Dewa, yang masih berdiri di sampingnya, seolah membaca pikiran Aron. "Kau pasti bertanya-tanya mengapa semua ini terjadi, bukan?" ujarnya dengan suara tenang namun penuh makna. "Ini adalah bagian dari rencana yang lebih besar, Aron. Kau tidak hanya sekadar dewa yang terlahir kembali, tapi kau adalah kunci untuk menyeimbangkan dunia ini," jelasnya. Aron mengerutkan kening, mencoba memahami kata-kata Dewa. Rasa penasarannya memuncak. "Kunci? Apa maksudmu? Apa yang sebenarnya terjadi di balik semua ini?" Ia memperhatikan wajah Dewa tanpa menge
Aron menghela napas lega, seolah beban berat yang selama ini menekan bahunya akhirnya terangkat. Namun, meski sudah merasa lega, ada sesuatu yang masih mengganjal di dalam hati. Dendam yang membara, yang seharusnya sudah mereda, malah semakin menyala. Ia menatap telapak tangan yang penuh dengan bekas luka, setiap goresan menceritakan kisah perjuangannya, setiap lekukan mengingatkan akan penderitaan yang pernah dialaminya.Ada sesuatu yang masih belum selesai, sebuah bab dalam hidupnya yang tidak bisa ia tutup begitu saja. Meski musuhnya sudah tiada, rasa kekesalan yang menyelubungi jantungnya tak kunjung hilang. Perasaan itu seolah-olah telah mengakar dalam jiwa, menjadi bagian dari dirinya yang sulit untuk dilepaskan.Firasatnya, yang selalu tajam, berbisik kepadanya bahwa perang besar yang baru saja usai tersebut belum sepenuhnya berakhir. Mungkin ini adalah tanda bahwa pertempuran masih belum selesai, dan dia tidak bisa begitu saja melupakan semua yang telah terjadi. Namun, seiring
Ledakan besar menghancurkan dataran negara Neon, tak satupun anggota bagian Orlando yang selamat dari ledakan bom itu. Tubuh Sora juga ikut terkubur reruntuhan bangunan. Usahanya untuk menyelamatkan diri tak bisa dilakukannya. Kelopak mata setengah terbuka. Pemandangan yang begitu berantakan. Di sela-sela momen itu Sora mencoba mengangkat tumpukan bangunan yang menimbun bagian tubuhnya. Sesekali ia mencari-cari oksigen. "Bila bukan si tua bangka itu, aku tidak akan susah seperti ini," decaknya mencoba keluar.Nahas, kepalanya yang baru saja nampak di permukaan menjadi sasaran tembakan Betabot. Kali ini ia benar-benar kehilangan kesadaran. Arwah Sora menolak untuk mati, sementara tubuhnya tak bisa bertahan lama. "Sialan harusnya aku hidup lebih lama," ucapnya dalam hati. Kepalanya terus mengalirkan darah segar. Hanya dalam tiga detik Sora menghembuskan napas terakhirnya.Mendengar kabar peperangan besar sengit antara Orlando dan musuhnya, menimbulkan perseteruan dari devisi yang ber
Awalnya Orlando mengira ia akan mendapatkan kemenangan besar. Melihat musuhnya tanpa senjata dan juga sendirian membuat kepercayaan dirinya semakin tinggi. Sayangnya tembakan tadi meleset tak mengenai musuhnya. "Apa?!" Kepalanya memanas menyaksikan Aron yang masih berdiri tegak. Orlando pun segera mengganti isian peluru yang ada di dalam pistolnya. "Arahkan senjata kalian padanya!" teriaknya memerintahkan seluruh pengikutnya.Serangan itu memang diterima oleh Aron. Ia mengubah elemen senjata yang diarahkannya menjadi tameng pelindung untuk mengatasi serangan bertubi-tubi. Menghilangkan rasa belas kasihan, Aron mengandalkan kebenciannya terhadap Orlando. Dendamnya begitu membara. Langkahnya maju mendekati musuhnya, belum menyerang balik mereka berjalan perlahan mundur. Dari balik gedung asap tembakan mulai menyebar. Aron memasang tatapan sinis. Emosinya dilihatkan secara terbuka. Menit-menit inilah yang sudah ia tunggu bertahun-tahun."Sekarang giliranku, Betabot mode musuh!" Dalam be
Max dan Jaz melaksanakan tugasnya sebagai mana yang diperintahkan Aron. Gadis itu hanya membatu menyaksikan pemandangan di depannya. Suara letusan senjata mulai mendengung. "Apa semua ini sudah kalian persiapkan sejak lama?" Pandangan matanya terlihat kosong. Namun dari pertanyaannya itu tidak mendapatkan respon dari keduanya. Lalu, Monica bertanya sekali lagi. "Kenapa kalian merahasiakan ini semua dariku?"Kepala mereka hanya menunduk sebagai jawaban. Tangisnya membasahi pipinya. Tatapannya ke arah jendela. Monica bisa merasakan akan terjadi peperangan besar bila mengaitkan teknologi senjata. Sangking khawatirnya, Monica tak sadarkan diri. Tubuhnya ambruk beberapa detik selanjutnya setelah berdiri tak lama menatap keluar jendela. Kedua bodyguard itu terpaksa menenangkan Monica dengan akses yang diberikan Aron. Untung saja mereka bisa mengatasi hal itu, tetapi nasib Aron masih menjadi tanda tanya. Mereka pun berdiri di samping kapsul tidur Monica. Bola mata mereka saling memandang.
"Kau sudah kelewatan batas, tuan Orlando," decak kawannya.Wajah datar Orlando tak peduli akan perkataan pria itu. Ia memilih tak peduli dan melanjutkan pesta pernikahan seperti tak ada terjadi sesuatu. Sementara dari kejauhan wajah Sora menundukkan dengan tangan mengepal. Pernikahan mereka memang digelar mewah, sayangnya kekacauan di depan mata membuat mood Sora buruk belum lagi kondisinya yang tengah hamil muda."Apa kau baik-baik saja, Sayang?" tanya Orlando sembari memeluk istrinya. Namun, setelah beberapa detik ia tidak mendapatkan balasan dari mulut Sora.Suasana canggung pun terjadi. Memang Orlando pernah berada di posisi teratas sebelum bisnisnya perlahan menurun. Siapa sangka hari itu juga semua orang yang ada di dalam pesta pernikahannya bersikap acuh tak acuh."Sudah cukup! Hentikan!" bentak Sora yang tak tahan kericuhan terjadi. Tangannya mendorong jauh suaminya itu. Lalu berlari menuju kembali ke kamar.Rasa kesal Orlando meledak seketika. Disaat kehilangan akal untuk men
Tak lama perbincangan mereka terhenti. Alarm keberangkatan berbunyi di setiap sudut ruangan. Sontak hal itu membuat Monica berdiri. Ia sedikit canggung usai mengungkapkan sedikit bagian dari isi hatinya. Aron menggandeng tangannya. Mulanya Monica tak menyadari kalau keduanya mengenakan warna baju yang sama. Hasratnya untuk bertanya semakin memuncak, mengapa pilihan warna yang dipilih tidaklah seperti persiapan sebelumnya.Gadis itu menurutinya. Semua berjalan lancar. Gaya penampilan Aron kini bak seorang bos dari segala bos kriminal. Walaupun tanpa ada tato palsu, wibawanya sudah terlihat. Mereka dikawal beberapa bodyguard. Dimana diantara mereka sebagian adalah anggota kepolisian dua negara sekaligus. Aron berjalan penuh waspada. Sewaktu-waktu, bisa saja para kepolisian tidak memihak padanya."Aku lihat aksimu, nona." Tatapan Aron lurus ke depan.Monica masih berpikir dengan apa yang akan dilakukannya. Meski ia gugup karena penampilannya yang terlihat berbeda dari pekerjaannya. Teta
Monica membuka kelopak matanya. Ia meraba-raba tubuhnya. Sepasang baju tidur melekat di tubuh Monica. "A–apa? Tidakkk!"Teriakan itu terdengar sampai di telinga Jaz. Dengan cepat Jaz menerobos masuk ke kamar. "Apa yang terjadi nona?""Siapa yang menggantikan bajuku?" tanya Monica balik. "Apa kita sudah sampai di negara Neon? Kenapa kau tidak membangunkan aku ketika pesawat sudah mendarat? Butuh beberapa jam lagi untuk bersiap?""Nona tenangkan diri anda. Undangan yang akan anda hadiri masih besok. Tuan sengaja membuat kejutan penampilan anda untuk persiapan besok," jelasnya singkat.Monica menghela napas. Ia meraih botol berisi air mineral, segera Monica meneguk hingga habis. Kakinya merangkak ke kasur. "Baiklah, dimengerti.""Bila ada keperluan lain, silahkan panggil saya," pamit Jaz meninggalkan ruangan tersebut.Monica tak percaya kalau Aron yang menggantikan baju tidur untuknya. Belum lagi ia tertidur di bahu Aron sepanjang perjalanan menuju Neon. Rona pipinya timbul begitu saja.
Monica meloncat kecil dengan girang menuju pesawat. Senyumannya diperlihatkan yang membuat semua orang salah paham. Gadis itu membalikkan badan seraya melambai ke arah Aron dan berteriak, "Cepatlah!"Aron memberikan isyarat tangan. Ia menyuruh Monica menikmatinya makanan lebih dahulu. Kakinya sengaja berjalan lebih lambat dari biasanya. Dari kejauhan pandangannya kearah gadis itu."Setibanya disana, biarkan aku yang melancarkan urusan ini. Kau tak perlu mengikutiku, Jaz—""Apa itu tidak terlalu berbahaya?" Langkah kakinya terhenti. Aron meliriknya. "Apapun itu aku akan ikut dengan anda," lanjutnya.Aron tak menggubris kalimat terakhir yang diucapkan Jaz. "Kau masih saja tidak mengerti. Aku tidak ingin melibatkan banyak orang untuk melancarkan misiku. Kau temani Monica setelah sampai di sana."Jaz mengangguk seolah mengerti apa yang dikatakan Aron. Tentu saja Jaz tidak langsung mengiyakan pernyataan itu. Ia memiliki rencana bila tuannya dikeroyok. Melihat keceriaan di wajah Monica, ki
Riuh kendaraan bersenjata berdengung. Pria dengan baju pertahanan lengkap melindungi wilayahnya. Ia tidak meloloskan anak didiknya untuk membongkar strategi. Namun, kesalahan terjadi membuat arena latihan perang membludak. Asap mulai berterbangan. Baron Arsenio, pimpinan perang pasukan rahasia, menarik kerah baju dua anak didiknya.Kekacauan di arena itu merusak beberapa fasilitas. Akan tetapi ruangan yang memiliki sistem canggih tersebut memadamkan kebakaran di dalamnya. Desain yang seperti asli hampir membuat mereka berlarian tanpa arah. "Pak, bagaimana selanjutnya?" tanya salah satu dari mereka seraya mengatur pernapasan."Minggu depan kita gunakan arena luar," sahut Baron berjalan menuju pintu keluar. Ia bersyukur tidak ada korban jiwa dari peledakan granat yang berbahaya. Meski ia tak menunjukkan sikapnya yang ramah, Baron lebih peka. Ia kembali berdiri di hadapan anak muridnya. "Latihan tadi sangat bagus. Memang kita diwajibkan mengorbankan nyawa, tapi jika ada kemungkinan wa...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen