Baru memasuki batas kota Luxury, Aron menjumpai pria dengan pakaian mewah tak lupa mobil mustang keluaran terbaru, tengah memarahi seorang gadis dan ibunya.
"Apa-apaan itu? Tolong hentikan mobilnya," perintah Aron sembari membuka kaca jendela mobil.Max mengintip keadaan di luar. Tentu saja ia geram dengan pria arogan itu. "Tuan, itu gadis yang saya maksud. Emm.... Sepertinya dia dalam bahaya," ucap Max yang bersimpati pada gadis itu."Bukan sepertinya lagi, dia memang dalam bahaya." Aron menoleh ke arah Max. "Apa kau akan diam dan menonton saja?""Eh? A–apa anda memberi izin untuk menyelamatkan gadis itu?" tanyanya gelagapan. Ritme detak jantung Max mulai tidak terkendali."Tunggu apalagi?" Tatapan Aron sinis. "Aku akan melihat aksi drama percintaan kalian," godanya dengan kegirangan. Di sisi lain Aron memiliki rencana setelah menyelamatkan gadis itu. Tentunya Aron selalu memprioritaskan segala apapun mengenai misinya.Max salah tingkah. Kali ini ia bisa menjadi pahlawan untuk gadis incaran hatinya. Tetapi, ia berhati-hati berlawanan dengan musuhnya. Skill Max tidak usah diragukan lagi, sebagai bodyguard pribadi anak bangsawan, ia bisa melawan siapa saja.Tangannya mengulur ke arah gadis itu. "Sayang, ayo kita pulang," ajak Max dengan suara tegas.Gadis itu menyambut uluran tangannya. Saat tangan mereka bertautan, ia semakin menggenggam erat. Max yang mendominasi, membuat langkah pria itu mundur selangkah.Perlahan gadis itu mendekat sampai tidak ada jarak diantara mereka. Ia memberikan sebuah kode, bahwasanya dirinya dalam keadaan bahaya. Namun hal itu disadari wanita tua disamping sang gadis dan menyeret gadis itu agar terlepas dari Max."Bangs*t! Siapa kau baj*ngan?!" teriaknya seakan bola matanya keluar. "Jangan bilang kau bisa kabur dariku, Angela! Cepat lepaskan tangan kotormu, baj*ngan!""Atas dasar apa kau menyuruhku? Dengar, kami sudah menikah. Jadi, jangan pernah mengganggu kami." Max menarik gadis itu meski dari belakang ada yang mencoba menahannya."Wanita b*d*h! Kau bilang anakmu yang perawan itu sebagai ganti hutang selama ini. Ternyata dia sudah bersuami. Cih!" Senyuman remehkan wanita tua itu. "Beraninya kau menipuku!" Kemarahannya menjadi-jadi."Tenanglah, Tuan. A–anak saya tidak seperti itu. Dia belum menikah, aku sudah menjaganya baik-baik tidak mungkin dia sudah bersuami apalagi—"Penjelasan wanita tua itu terpotong. "Apalagi, hah?! Sudah jelas semuanya, kan?"Wanita tua masih tak menyerah, ia menangkap kembali putrinya. "Angela, bantu ibu. Aku mohon. Katakan pada Tuan Bills kalau kau belum pernah menikah," pintanya penuh iba."Bantu ibu?" tanya Max sembari menepis tangan wanita tua itu. "Bahkan seekor induk anjing berani bertaruh nyawa demi anaknya."Gadis itu mengikuti langkah kaki Max, ia bahkan tak membalikkan badan untuk menatap ibunya. Beberapa tugas terakhir membuat Max selalu melintasi area kota Luxury. Rumor mengatakan para kriminal juga mulai ikut campur agar wilayah pinggiran Atlantik menjadi bagian negara lain.Max tidak peduli dengan wanita tua itu. Setiap kali ia melintas ke wilayah itu, bola mata Max sering mendapati Angela tertindas. Tetapi, gadis itu merasa ia diperhatikan setiap mobil yang dinaiki Max melintas, tanpa sadar bibirnya tersenyum seakan meminta bantuan.Hari ini keberuntungan Angela bisa terbebas dari ibu tirinya. Rasa trauma melekat di dalam memori otaknya."Tuan, apa yang harus kita lakukan selanjutnya?" tanya Max sembari membuka pintu untuk sang gadis."Tidak baik bicara saat pintu tidak tertutup. Masuklah dulu, Max." Terlintas sebuah ide agar semua teka-teki di kota terbongkar. Walaupun ide itu sedikit egois, karena memanfaatkan orang lain untuk kelancaran misinya, Aron yakin itu adalah keputusan yang bagus.Max duduk di belakang bersama Angela. "Lantas, bagaimana Tuan?""Max, aku setuju kau menikahinya," sahut Aron. Ia memang tidak tahu seperti apa percakapan yang dibicarakan bodyguard itu tadi. Tetapi dari gerak geriknya sudah pasti Max membuat kesalahan besar.Deg. Keduanya terkejut. Mendapati dirinya tak direspon, Aron menatap mereka. "Kalian tidak keberatan bukan?""Sa–saya tidak tahu harus apa. Ba–bagaimana pendapatmu, Nona? Apa kau akan menerimaku?" Suaranya yang grogi begitu jelas.Angela hanya mengangguk.Max langsung memeluknya sangking senangnya. Aroma keringat Angela berbeda. Beberapa saat kemudian ia sadar kalau tidak seharusnya Max memberikan sebuah pelukan sebelum saatnya tiba. "Aku minta maaf." Tangannya merenggangkan pelukan itu."Kau mulai tidak sabar, yah," sindir Aron yang membuat kepala Max tertunduk malu. "Oh ya, siapa namamu, Nona?""Angela Melodi," balasnya. Jemarinya tidak bisa diam sebab gugupnya. "Terima kasih sudah menyelamatkan nyawa saya—""Apa perdagangan manusia terutama orang tua menjual anak karena hutang? Sepertinya itu drama klasik. Tapi, sebagai seorang wanita kau pasti memiliki perasaan jika lawan jenismu menyelamatkanmu, bukan? Ditambah pria itu tampan seperti pria di sebelahmu," sosor Aron yang terdengar gamblang tengah menjodohkan mereka.'Ya ampun ..., kenapa tuan muda memalukan? Kalau begini terus aku tidak bisa membendung perasaanku lagi.' Max menatap Angela. Ia menunggu gadis itu memberikan jawaban."Sebenarnya dia adalah ibu tiri. Ayah saya meninggal karena sakit sementara ibu yang menguasai harta kami. Luxury kini tidak seperti namanya. Kematian ayah membuat perekonomian semakin memburuk. Para bangsawan mulai menempati wilayah kami. Ibu menjual semua aset sebab hobinya bermain j*di dan menggunakan obat-obatan terlarang. Itulah kenapa saya berhak memberikan hidup saya kepada orang yang menyelamatkan saya," paparnya seraya menitikkan air mata."Itu artinya kau bersedia menerima lamarannya tadi, kan?" tanya Aron untuk memperjelas lagi."Iya." Angela meraih tangan Max membuktikan kalau ia menerimanya.Aron tersenyum. "Bagus!" Rencananya berjalan sempurna. Dengan bantuan Angela nantinya, Aron bisa mengetahui siapakah dalang perusuh wilayah Luxury. Sementara Aron bisa menebak Angela bukanlah gadis dari kalangan biasa.Ia mengotak-atik ponselnya. Aron memiliki skill otak yang tidak buruk sebelumnya dan kini ia gunakan dengan baik. Ternyata dugaannya benar. Wanita itu adalah putri satu-satunya pemimpin kota Luxury.Hal ini membuat Aron tidak sabar memulai aksinya, terlebih menantikan duel solonya dengan para musuhnya. Lagi-lagi ia harus menahan diri agar tidak membuat kekacauan. 'Max memang pintar dalam bidang apapun termasuk memilih seorang wanita.'Ditengah hatinya bahagia gegara Max yang menemukan cintanya, ia muak dengan pemandangan yang tidak ia lihat. Yang ingin ia lakukan aksi dan aksi. Menonton Max yang menyelamatkan Angela saja, tidak cukup baginya melawan sendirian dengan banyak pasukan dengan para perusuh wilayah Luxury.Setelah puas berkeliling, Aron meminta sopirnya untuk segera pulang. Ia tidak ingin membuat khawatir kedua orang tuanya itu. Aron sengaja membiarkan Max dan Angela berbincang lebih dekat. Kepala Aron bersandar di bagian sisi jendela mobil hingga ia tertidur pulas.***Setibanya di kediaman Smith, langit sudah gelap. Leo dan Emily menyambutnya, sayangnya Aron masih belum bangun dari tidurnya. Max mengangkat tubuh Aron menuju kamar. Sementara Angela berdiri mematung."Max, siapa gadis ini?" tanya Emily. Wajah gadis itu seperti familiar, kakinya memberanikan mendekat."Angela Melodi. Silahkan perkenalkan dirimu, Nona. Kalau begitu saya akan mengantarkan tuan muda ke kamarnya—""Tidak perlu, Max," selanya lalu Leo menjentikkan jarinya setelah itu muncullah bodyguard lain. "Antar Aron ke tempat tidurnya.""Baik, Tuan." Pria itu bergegas melaksanakan tugasnya.Kini tinggal mereka yang tengah berkumpul di ruang tamu. Leo menebak kalau semua ini dilakukan atas perintah Aron. padahal baru sehari saja anaknya itu dia latih malah membuat kejutan.Setelah pria tadi mengantar Aron, barulah Leo mengajukan pertanyaan lagi. "Jadi, apa tujuan semua ini?""Izinkan kami menikah, Tuan," jawab Max tanpa basa-basi. Ia juga tidak menyudutkan nama Aron dalam hal ini, mesk
Aron menunggu sampai langit terang. Pagi sekali, ia sudah membersihkan diri, mengenakan pakaian rapi. Jemarinya bermain di atas meja sangking bosannya. Jarinya mulai menekan tombol membuka jendela. Pemandangan di depannya masih tidak berubah. Andai saja ia bisa mempercepat latihan tapi Aron sudah meminta durasi waktu yang cukup cepat.Ia mengambil ponselnya, mengirim pesan singkat kepada Max. Bodyguard itu tak menjelaskan melalui ponsel. Semenit kemudian pria itu menghampirinya tentu saja tak sendiri."Tuan Aron, saya datang," sapa Max membelakangi Leo.Aron tersenyum lugu. Sudah diduga ayahnya akan ikut Max. Kakinya berjalan menuju kasur dan melempar diri. "Bukannya hari ini ayah ada tugas?""Apa maksudmu soal pernikahan Max dengan Nona Angela?" tanyanya balik menjerumus inti pembahasan."Haruskah itu menjadi persoalan bagi ayah?" Bola mata Aron melirik ke arah Max. "Aku hanya membantu kak Max untuk menikahi gadis idamannya. Apa itu salah?" Aron tidak meninggikan intonasi suaranya.
Tidak lama ponsel keduanya berdering. Notifikasi yang sama mengisi layar ponsel mereka. Bibirnya bisa tersenyum puas. "Selamat, kak Max! Akhirnya kau bisa menikahi gadis idamanmu.""Terima kasih, Tuan Aron." Bola matanya berkaca-kaca. Keduanya saling berpelukan. Aron yang sudah menjelaskan tujuannya, sedikit merasa tenang karena ia tidak menyembunyikan sesuatu lagi meski ia sulit percaya kepada orang lain. Tetapi, Aron bisa mempercayai keduanya karena ketulusan itu. Aron meregangkan pelukan yang sempat melingkar di pinggang Max. Hari ini ia akan fokus dengan latihannya. Sementara di tempat lain, Emily memiliki kesibukan sendiri. Merawat seorang anak perempuan adalah cita-cita dari dulu. Pernikahan itu akan digelar besok. Kebetulan hari di bulan itu merupakan hari yang bagus. itu sebabnya Leo menyetujui pernikahan Max dengan Angela yang mendadak.Meski sebelumnya tidak ada komunikasi maupun pengenalan diri satu sama lain Max percaya itu bisa dilakukannya setelah upacara pernikahan usa
Akhirnya hari pernikahan itu telah tiba. Angela nampak cantik dengan balutan makeup yang terpoles di wajahnya, ditambah gaun putih pilihan Emily. Wanita itu berjalan anggun menghampiri pengantin pria.Janji suci pun terucap. Semua orang yang hadir memberikan ucapan selamat atas pernikahan mereka yang sudah resmi. Aron menyapa mereka. Tangannya mengulurkan sebuah amplop kecil. "Ini hadiah untuk kalian."Sempat menjadi perbincangan bahkan tawa kecil mulai terdengar. Emily menggeleng malu melihat tingkah anaknya. "Tapi, kalian bisa membukanya sekarang," perintah Aron agar Angela tidak penasaran. Untungnya ia sempat menulis catatan di dalam kertas amplop itu.Max mengangguk lalu Angela membuka isi amplop tersebut. Benda kotak yang tipis membuat mulutnya menganga tidak percaya apa yang sedang dilihatnya itu. Blackcard dengan pinggiran emas menjadi pusat perhatian orang yang menghadiri pernikahan itu.Tawa kecil mulai lenyap tak ada orang yang bersuara. Emily terharu menyaksikan pemberian
"Jadi, siapa pemilik mobil dengan plat itu?" tanyanya dengan tatapan tajam. Tertentang dari raut wajah, pria itu berusaha menahan emosi."Saya tidak tahu jelas. Tapi, kami menemukan sinyal dari ponsel atas nama—" Kalimatnya terpotong mencari informasi identitas dari saluran telekomunikasi. Bills mengintip tulisan yang ada di layar monitor. Tidak ada data petunjuk. Ia mendengus kesal. Emosinya meluap tak tertahankan. Tangannya membanting barang-barang di sekitarnya. Kumpulan alat pengetikan yang tertata rapi di rak kini berantakan. Semua orang yang ada di dalam ruangan itu nampak terkejut dan terdiam tak berkomentar.Brak! Napas Bills terengah-engah seakan kesurupan. Mereka sudah berupaya sebaik mungkin untuk mendapatkan informasi detail dari rekaman CCTV. Ia merasa terpukul akan kekalahannya itu. Tetapi, Bills tidak akan menyerap begitu saja."Ka–kami tidak tahu siapa orangnya, Tuan," sambungnya gelagapan. Kemudian bibirnya kembali terkunci."Payah!" Kepalan jemarinya sengaja dibent
Semenjak anaknya giat berlatih Emily tak berhenti belajar memasak untuk Aron. Pagi sekali ia mulai kesibukannya di dapur. Leo menyadari istrinya yang merubah dirinya sendiri karena inisiatif seorang ibu. Keharmonisan keluarga itu semakin terlihat. Tetapi, hari ini adalah penentuan atas semua latihan Leo selama sebulan. Tentunya Aron bersedia untuk menepati semua janji yang diucapkannya. Aron masih belum terbangun dari tidurnya. Sesuatu asing membuatnya bertemu dengan sang dewa langit. Ia tidak menduga pertemuan keduanya membuat Aron semakin membara. Bola matanya menatap dewa langit. Mereka saling berhadapan. Berbagai pertanyaan memutari isi kepala Aron. Dewa langit menyuguhi teh hangat."Senang berjumpa kembali, Baron Arsenio," sapanya sembari menyodorkan cangkir yang berisi teh. "Apa kau tidak ingin minum?""Sejauh ini tidak ada yang menjadi masalah. Tapi, mengapa untuk meningkatkan kekuatan saya harus lebih emosi?" tanyanya tanpa menjawab pertanyaan dari dewa langit."Aku memilihmu
Keduanya bergegas setelah meminta izin kepada wanita itu. Kekompakan antara Leo dan Aron bak kolaborasi yang pas. Aron membisu saat di dalam mobil. Akan tetapi, Leo mulai mengajaknya bicara. "Tidakkah kau pernah berfikir kalau pekerjaan kita bertentangan dengan status keluarga bangsawan?" Pandangannya yang mulanya fokus ke luar jendela, kini menoleh ke wajah Aron.Ia memaku tidak memberikan jawaban apapun. Aron menatapnya balik. "Mungkin ini aneh. Seharusnya aku lebih banyak menghabiskan waktu dari dulu bersama untuk mendiskusikan hal ini. Tapi, kita tidak menyesali apa yang sudah terlewat." Leo memaksakan senyum.Ia menatap tegas ayahnya. "Aku bersedia menggantikan posisi ayah," selanya. Aron mengikuti Leo melihat ke arah bangunan tanpa warna. Mobil yang dinaiki mereka berhenti tepat di sebuah parkiran. Mobil polisi tertata rapi memenuhi area tersebut. Kedatangan Leo disambut para polisi. Memang Leo pernah ikut andil dalam militer. Hanya para polisi terpercaya yang mengetahui iden
Layaknya anak pada umumnya, Aron berlari kecil menghampiri ibunya. Leo menggeleng kepalanya saat Aron kegirangan bertemu lagi dengan Emily. Wanita itu menyambut kedatangan mereka."Dari tadi ibu menunggu kita? Aku rindu masakan ibu," ucap Aron penuh semangat."Tidak biasa kau begini. Ada apa Sayang?" tanya Emily seraya mengelus kepala Aron. Sementara dua bola matanya melirik ke arah Leo. "Tidak apa-apa," jawabnya singkat yang melepas perlahan pelukan itu. Merasa tubuhnya bau keringat, Aron cepat-cepat membersihkan diri sebelum orang lain menyuruhnya. "Aku mau mandi dulu, yah," pamitnya kian menjauh.Emily duduk disebelah Leo. Ia sengaja menyandarkan kepalanya di bahu suaminya. Pikirannya sedikit goyah ketika kesibukan semakin menumpuk. Dirasa Aron sudah tidak ada dan mengintip kesana kemari barulah Emily menyampaikan maksudnya. "Apa yang kalian lakukan tadi? Mengapa Aron terlihat begitu gembira?" tanyanya tanpa basa-basi.Pandangannya lurus ke depan. "Pengujian tes. Malam ini kita a