Jean kian mendekat ke arah Nilam sambil mengendus aroma parfum tersebut. Saking senangnya dengan bau wangi dari tubuh Nilam, pria itu sampai tidak sadar saat ia sudah menghimpit badan ramping Nilam di antara tubuhnya dan meja makan.
Bahkan tidak cuma itu, ia mulai mengulurkan kepalanya untuk mengendus aroma wangi itu lebih dekat lagi. Nilam yang disudutkan begitu tentu saja langsung menahan dada bidang Jean dengan kedua tangannya. Gadis cantik itu juga sempat memanggil nama si majikan beberapa kali agar menjaga jarak darinya. Tapi sayangnya, Jean seolah menulikan telinganya."Ahhh..." Suara desahan nakal itu terdengar lolos begitu saja dari bibir Nilam ketika hidung mbangir Jean menyentuh perpotongan lehernya. Area yang selalu menjadi titik sensitif seorang Nilam.Jean yang mendengar suara desahan Nilam, bukannya berhenti malah justru terus melancarkan aksinya. Ia menciumi leher putih mulus itu dengan hidung mbangirnya hingga membuat si empunya leher mendoMendengar Jean masih meragukan dirinya. Nilam pun kemudian berkata, "Kalau bapak nggak percaya, buka aja sendiri Pak!"Jean menyeringai saat mendapatkan lampu hijau dari Nilam. Jadi tanpa ragu-ragu, Jean pun mulai melepas kaitan bra di punggung Nilam."Gimana Pak? Bagus nggak?"Jean tak menjawab. Dia hanya diam tak berkedip memperhatikan milik perempuan 20 tahun yang tersaji di depan matanya."Pak? Gimana?""Pak Jean!""Pak!!!"****"Pak Jean?""Eh— hah?! Apa?!" Jean tersentak dari pikiran mesumnya. Ia menoleh ke belakang dengan wajah bingung yang membuatnya terkesan seperti orang bodoh.Nilam mengerutkan keningnya saat memperhatikan si bos gelagapan seperti itu. Entah apa yang dipikirkan Jean sampai-sampai pria itu melamun seperti sekarang."Bapak mikirin apa? Kok sampai pipi bapak merah kayak gitu?"Jean menelan ludah. Menatap Nilam yang berdiri
Flashback]"Ayo dong Elisha. Mau ya jadi sekretarisnya Bos Dikta? Dia orangnya baik dan loyal kok. Aku jamin hidup kamu bakalan tentram kalau kerja sama dia."Elisha mengerutkan keningnya. Meskipun berulang kali lawan bicaranya ini berusaha untuk meyakinkan dia agar mau menjadi sekertaris pribadi Dikta, namun entah kenapa Elisha masih ragu untuk menerima tawaran tersebut. Padahal iming-iming yang dikatakan Mbak Ratih sangat menarik perhatiannya."Tapi Mbak, aku ini udah punya suami dan anak lho. Kan biasanya bos itu suka cari sekertaris yang singel.""Bos Dikta itu beda Elisha. Dia bakal pilih sekertaris yang sesuai kriteria dia," balas Mbak Ratih lagi. "Jadi sebenarnya ada tiga kandidat buat gantiin aku. Dan salah satunya ya kamu.""Tiga kandidat Mbak? Kok banyak banget?""Ya emang selalu gitu Sha. Sama kayak aku dulu. Kita bakal di ajuin buat Pak Dikta pilih. Kalau cocok ya kita bisa langsung jadi sekretarisnya.""Teru
Kali ini Elisha yang menjadi sangat gugup saat manik tajam itu menelusuri lekuk tubuhnya dari atas hingga bawah. Mata bosnya itu seakan sedang menelanjangi Elisha."Kamu beneran udah nikah?"Elisha pikir, ia akan langsung di tolak seperti kedua kandidat sebelumnya. Tapi ternyata, Dikta malah mengajukan pertanyaan itu untuknya."Be— bener Pak. Saya udah nikah dan punya satu anak."Dikta memindai wajah dan tubuh Elisha sekali lagi. Kulitnya putih, rambutnya panjang dan sedikit ikal. Dan lagi, perempuan itu tidak terlihat seperti seseorang yang sudah melahirkan. Lekukan pinggang Elisha begitu indah, perutnya pun tampak datar-datar saja dan tidak terlihat bergelambir. Payudaranya pun juga tampak masih kencang, dan yah— ukurannya memang tampak lebih besar dibandingkan Nina dan Dita."Anak kamu usai berapa?""Jalan 8 tahun Pak.""Oh— udah besar ternyata.""Iya Pak."Mbak Ratih yang berdiri di belakang Elisha
Elisha tidak langsung menyalakan mobilnya ketika setelah masuk ke dalam sana. Ia malah mengambil ponsel dan mengecek pesan yang masuk benda itu sejak tadi."Mas Jean kenapa kirim foto banyak banget?"Dengan rasa penasaran ia mencari tau foto apa saja yang dikirim oleh suaminya. Dan begitu gambarnya di buka, Elisha seketika terdiam."I- ini kan..." Hati Elisha merasa terpukul. Bagaimana tidak, Qila yang harusnya tertawa bersamanya justru terlihat bahagia saat bersama orang lain. Apalagi orang itu adalah pembantunya.Yap, benar. Jean sengaja mengirim foto-foto Qila saat membuat cup cake bersama Nilam. Dan yang makin membuat ia terenyuh karena anaknya bisa begitu bahagia saat bersama orang lain."Harusnya aku di sana ama Qila. Bukannya nurutin nafsu Pak Dikta sampai bikin Qila sedih." Air mata Elisha mulai jatuh di atas pipinya. Hatinya meradang hanya karena merindukan momen kebersamaan dengan anaknya."Rasanya aku nggak sanggup ker
Saat tiba di meja makan, aroma masakan buatan Nilam langsung menggoda indra penciuman keduanya. Bahkan Qila yang sudah duluan berada di meja makan, tampak tak sabar ingin segera menyantap makanan itu. "Silahkan di nikmati Pak, Bu. Saya mau ke belakang dulu buat beresin dapur." Itulah yang dikatakan oleh Nilam sebelum pamit dari hadapan majikannya. "Makasih ya Nilam," balas Elisha di penuhi tawa bahagia. Begitu Nilam masuk ke dapur, perempuan 20 tahun berbody seksi itu tidak langsung berbenah. Ia justru memperhatikan geral-gerik Elisha yang sedang mengambilkan nasi dan lauk untuk Jean. Ia dapat melihat bagaimana reaksi manis tuannya saat menerima makanan dari sang istri. Suasana di meja makan itu terasa hangat dan membuat semua orang menjadi iri. Termasuk Nilam. Ia ingin sekali mengambil alih posisi Elisha. Menjadi istri sempurna yang disayang suami dan anaknya. Punya banyak uang pula.
Sebenarnya lokasi restoran milik Saka berada di area mall ternama di wilayah itu. Jadi saat keluar dari sana, Jean bisa sekalian cuci mata. Banyak toko yang ia lewati, dari mulai elektronik hingga aksesoris.Namun ada satu toko yang sangat menarik perhatiannya. Yaitu toko pakaian dalam. Yup— toko yang menjual banyak baju dalaman dari bra hingga bawahan, baju tidur hingga lingerie dengan berbagai model tersebut cukup membuatnya tertarik.Tanpa sadar, pria itu masuk ke dalam. Ia memperhatikan beberapa jenis lingerie yang menurutnya sangat cocok dipakai untuk Nilam. Yah, dengan bodohnya ia malah memikirkan untuk membeli dalam untuk si pembantu, dan bukan untuk istrinya.Ada banyak jenis lingerie. Tapi yang menarik perhatian Jean adalah jenis korset dan buister. Jenis Lingerie yang menutupi area payudara hingga atas pusar. Yang akan membuat payudara Nilam kian membesar serta menonjolkan lekuk pinggang yang akan semakin menawan. "Pasti cocok banget Ni
"Udah jelas lah aku harus ngapain."Ibu kandung Qila itu menggigit lidahnya. Ia tidak tahan ingin menampar Dita karena terus mendesaknya seperti ini. "Oh, kamu mau lapor ke Mas Jean?""Hm. Itu emang yang aku rencanakan.""Kamu pikir Mas Jean percaya sama kamu?""Mungkin enggak. Maka dari itu aku akan mengumpulkan bukti yang banyak. Supaya suami kamu tau, jika istrinya punya affair sama bos sendiri." Dita menyeringai puas saat melihat wajah khawatir Elisha. Perempuan itu jadi semakin percaya jika ada sesuatu di antara teman baiknya ini dengan sang Bos."Kenapa wajah kamu pucat Sha? Kamu takut ketahuan ya?" cibir Dita lagi. Kamu pasti khawatir kan kalau suami kamu tau apa yang terjadi?"Elisha menggelengkan kepalanya. Ia tidak menyangka jika sahabat baiknya sendiri yang akan menusuknya dari belakang."Terserah kamu mau ngelakuin apapun. Aku nggak peduli. Karena apa yang kamu katakan itu semua nggak bener. Dan sekalipun kam
"Umphhh...." Elisha menggeliat. Cumbuan di bibirnya membuat ia merasa nikmat. Dan kali ini pelakunya ada Jean. Suaminya sendiri.Jean membingkai pipi Elisha, berciuman adalah satu hal yang membuat pria itu kian bergairah. Apalagi sudah berminggu-minggu lamanya ia harus 'puasa'."Ahh!" Elisha mendesah ketika suaminya mulai memasukkan jarinya ke dalam celananya. Tentu saja, tujuan pria itu adalah lubang hangat sang istri."M-maass.. Santai aja. Aku nggak akan kabur kok," gumam Elisha sambil menatap mata suaminya.Jean hanya menyeringai. "Cuma waspada aja Sha. Takut bos kamu tiba-tiba telfon."Elisha merangkul leher suaminya. Sesekali ia meremas rambut Jean saat jari sang suami menyentuh titik sensitifnya. "Aku masukin ya?"Perempuan itu mengangguk ketika sang suami meminta ijin kepadanya. Beda sekali dengan Dikta yang kasar dan tak sabaran."Uhm..." Elisha menganggukkan kepalanya. Dan seperti dapat lampu hijau, Jean pun la
Dikta melihat ke arah Elisha sambil menahan diri untuk tidak langsung menyerang sang janda. "Ayolah, Sha. Please...""Oke... Tapi jangan di si—" Belum selesai bicara, Dikta langsung meraup bibir Elisha dan menciumnya. Tidak sekedar ciuman biasa, karena lelaki itu juga berani melumat dan menggigit kecil bibir sekertarisnya.Dikta mendorong wanita itu dan menyudutkannya ke dinding. Lelaki itu kembali mencumbu Elisha bukan hanya di bibir saja, tapi mulai turun ke leher dan membuat bite mark di sana.Belum lagi tangan Dikta mulai menggerayangi tubuh Elisha sesuka hatinya. Hingga membuat janda itu berusaha keras untuk menahan nafas."Pak Dikta!" Elisha sengaja menginterupsi gerakan tangan si Bos yang hendak menurunkan gaunnya."Ada apa?""Kita pindah ke kamar bawah aja! Aku takut Mas Jean bangun," ajak Elisha dengan wajah memerah.Dikta menarik sudut bibirnya. Ia pikir Elisha akan menolaknya, tapi ternyata dugaannya salah besar."Oke. Terserah kamu aja."Flashback End...***Elisha mengusa
["Best daddy in the world."]["Thanks dad... For making me a top priority, compared to others."]Dada Nilam terasa sesak. Melihat postingan Elisha membuat perasaannya terisis.Tidak terasa air mata Nilam jatuh juga. Padahal sejak sore tadi, dia sudah mati-matian menahan diri untuk tidak menangis."Sialan.""Kalau dia emang mau pergi ama Qila dan Bu Elisha, kenapa nggak bilang aja?""Kenapa malah matiin hapenya? Dan nggak bilang apa-apa?"Nilam menggigit bibir bawahnya. Dadanya sesak sekali."Duda sialan! Capek-capek aku masak banyak buat dia! Dia malah seneng-seneng ama mereka.""Brengsek!" Nilam meremas sprei di bawah tubuhnya. Masih dengan wajah penuh air mata, dia berkata lagi, "Capek banget pacaran sama orang yang masih punya ikatan ama masalalu. Capek banget Ya Tuhan."Seharusnya Nilam sadar, Jean akan selalu menjadikan Qila prioritas di atas segalanya, bahkan lebih darinya. Dan dia sangat paham itu. Tapi yang paling membuatnya terluka, tiap Jean datang untuk menemui anaknya, Eli
Sesuai perjanjian di awal. Sudah sejak pagi Nilam sibuk mencatat bahan makanan apa yang harus ART-nya belanjakan. Dari mulai ayam, beberapa jenis sayur, juga ikan. Gadis cantik dengan kaos oversize itu tampak bersemangat untuk menyiapkan menu-menu apa saja yang akan dia masak sore nanti. "Terakhir gue masak buat kak Jean kan pas dia masih di kosan, jadi hari ini gue harus masak yang enak buat dia." Nilam terlihat sangat antusias. Selain bisa bertemu lagi dengan Jean, nantinya dia juga bisa mengajak om duda kesayangannya itu untuk makan bersama. "Mau saya bantuin Non?" Melihat Nilam sibuk mengupas sayuran, bibi ART yang baru selesai menyapu halaman depan, berinisiatif untuk membantu sang majikan. "Boleh Bi." Nilam meringis lebar. "Minta tolong bersihin kangkungnya aja ya. Soalnya nanti mau aku tumis sama udang." "Baik, Non." Selesai dengan wortel, Nilam pun langsung mencuci dan mengirisnya tipis. Rencananya dia akan membuat bakwan jagung kesukaan Jean. Dengan dibantu si Bibi, men
"Termasuk kamu kan?" tukas Elisha tanpa tanggung-tanggung. Dikta ingin mengelak. Tapi karena dia pikir untuk apa menutupi perasaannya itu, jadi dia langsung membenarkan ucapan Elisha. "Lebih ke penasaran aja sih sebenernya. Bukan yang benar-benar tertarik." Sang sekertaris hanya bisa membuang nafas dengan kasar. Sudah dia duga, jika Dikta memang tidak bisa serius hanya pada satu wanita saja. Termasuk dengannya dulu. "Tapi Nilam itu tipe yang susah ditaklukkan. Aku sendiri heran bagaimana bisa membuatnya tertarik padaku," ucap Dikta dengan pandangan menerawang. Selama tiga bulan Nilam magang di perusahaannya, tidak sekalipun dia punya kesempatan untuk mendekati gadis berparas cantik tersebut. Bahkan hanya sekedar mencicipi bibir ranum nya saja, Dikta kesulitan. "Berhubung kedekatan kita udah nggak kayak dulu, aku mau minta saran ke kamu, Sha.". "Saran buat apa?" "Yah— siapa tau kamu punya ide su
Malam harinya, Nilam sedang tiduran di sofa dengan menggunakan paha sang Mama sebagai bantalnya. Gadis itu terlihat bermanja-manja bersama Bu Mala sambil menceritakan semua kejadian hari ini."Apa?! Jadi yang bantu Jean selama ini Papa kamu?""Iya, Ma. Papa bilang bakal nyerahin tanggung jawab mimpi perusahaan yang dia bangun ke kak Jean. Sementara aset sisanya bakal dikasih ke aku sama mama."Bu Mala terlihat syok. Dia tidak menyangka jika Jean akan mendapatkan keberuntungan seperti itu."Papa bilang, kak Jean sudah banyak membantu mengembangkan perusahaan selama Papa drop. Belum lagi, pas Papa sakit kak Jean juga setia nemenin Papa," Nilam kembali melanjutkan ceritanya."Menurut Mama gimana?" Tanya Nilam, mau minta pendapat kepada sang Ibu mengenai keputusan pak Wijaya."Rasanya itu udah wajar, Nilam." Bu Mala membalas dengan bijak. "Jean kan juga turut andil selama beberapa bulan ini, dan kalau kita liat hasilnya, sepertinya p
"Kenapa kamu nggak bilang dari awal?"Jean menatap sungkan ke arah Pak Wijaya. "Jujur, waktu bapak pertama kali menunjukkan foto masa kecil Nilam ke saya, saya juga belum tau kalau Ayunda yang dimaksud itu dia Pak," jelas Jean. "Saya juga baru tau kalau Ayunda dan Nilam ternyata satu orang saat saya berkunjung ke rumah Bu Mala."Nilam hanya menggigit bibir bawahnya. Ternyata selama ini Jean juga banyak menutupi masalah tersebut darinya."Ternyata dunia sesempit itu ya?" ucap Pak Wijaya. "Tapi bapak bersyukur dan ngerasa lega karena kamu yang jadi pacarnya, Ayunda."Nilam berdecak. Sungguh, nama itu sangat di benci olehnya.Pak Wijaya menoleh ke arah Nilam dan tersenyum. Dia merasa senang karena Jean berhasil membawa putrinya bertemu dengannya."Ayu—""Nilam! Panggil aku itu!" sergah gadis 20 tahun tersebut.Jean memegangi tangan kekasihnya itu. Mengode Nilam agar lebih tenang."Nilam..." Jean melirik ke arah kekasihnya dengan ekor mata. "Tolo
Nilam buru-buru ke rumah sakit yang Jean sebutkan di telfon. Ia di antar oleh Surya langsung menuju ke lokasi dengan perasaan kalut. Dia takut pacarnya itu kenapa-kenapa. Sebab Jean sendiri tidak menjelaskan apapun ketika memintanya datang ke sana."Kak Jean!" Begitu melihat kekasihnya, Nilam langsung berlari dan menghamburkan pelukannya ke dalam dekapan Jean.Sambil menangis dia terus saja bertanya bagaimana keadaan Jean, mana yang sakit, bagaimana kronologinya, bahkan gadis itu sama sekali tidak memberi kesempatan untuk Jean buka suara. Pria itu hanya berdiri sambil membalas pelukan Nilam."Nilam... Aku nggak apa-apa!"Nilam melepaskan pelukannya. Ia pindai sekujur tubuh Jean untuk memastikan apakah duda di depannya ini hanya berusaha untuk menenangkannya."Serius kakak nggak apa-apa?""Iya." Ia tersenyum lembut sambil menyeka jejak basah di pipi Nilam. "Liat sendiri kan aku nggak kenapa-kenapa.""Terus kenapa kakak di
"Jean..."Panggilan lemah pria itu makin membuat Jean merasa bersalah. Karena belum bisa mewujudkan keinginan Pak Wijaya sebulan yang lalu."Gimana acara ulang tahun mantan istri kamu kemarin? Lancar?"Jean menatap sendu pria paruh baya tersebut. Tidak menyangka hal itulah yang pertama kali ditanyakan oleh beliau. Padahal kondisinya sedang tidak baik, tapi Pak Wijaya masih sempat memikirkan orang lain."Lancar Pak. Walaupun ada sedikit ketegangan.""Kenapa? Apa mantan istri kamu cemburu karena kamu membawa pacar baru kamu ke acara itu?"Jean diam selama beberapa saat. Sebenarnya itu bukan masalah penting yang harus dia ceritakan pada Pak Wijaya."Kamu harus tegas, Jean."Pria itu mendongak dan menatap lurus ke arah Pak Wijaya."Kamu harus bisa memposisikan diri sebagai ayah dan pasangan yang baik," lanjut Pak Wijaya."Saya bingung Pak," desis Jean. "Setiap bersama anak saya, saya seperti orang
"Qila."Bocah 8 tahun yang sedang duduk di sofa sambil memperhatikan sang mama yang sedang memakaikan kaos kaki untuknya tersebut, hanya menaikan alisnya ketika sang Mama memanggil namanya."Ada apa Ma?" tanya bocah itu dengan nada riang seperti biasanya."Mama boleh cerita ke kamu nggak?" tanya Elisha dengan wajah lesu yang dibuat-buat."Cerita apa?""Mama— sebenarnya nggak suka ama Mbak Nilam."Ucapan tak terduga Elisha itu tidak langsung dapat tanggapan dari putrinya."Kamu sadar nggak sih sayang, kalau Mbak Qila itu pinter banget ngerebut perhatian Papa dari kamu," lanjut Elisha mulai meracuni otak polos putrinya."Hem?""Inget nggak kemarin? Pas kamu maksa Papa buat makan sama-sama kita? Tapi, Papa kamu malah mau anterin Mbak Nilam pulang dibandingkan kumpul sama kamu," tutur Elisha sambil mengerutkan keningnya. Memasang ekspresi sedih guna menarik simpati Qila."Tapi kan abis itu Papa mau