Dibuang Setelah Numpang Tenar

Dibuang Setelah Numpang Tenar

Oleh:  Quinsha R. Shita  Baru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 Peringkat
32Bab
54Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Aku menyuruh suamiku keluar dari pekerjaannya karena tidak ingin keluargaku memakan uang hasil riba. Dengan penampilannya yang menarik, aku lantas mendorong dia agar mau terjun ke dunia entertain, sama sepertiku. Aku-lah yang pertama kali mengajarinya berakting, mencarikan pekerjaan lewat koneksiku, hingga membukakan jalan untuk mencapai ketenaran seperti sekarang. Namun, orang yang kucintai itu diam-diam menyimpan rahasia di belakangku. Aku tidak menyangka bahwa selama ini dia ...

Lihat lebih banyak
Dibuang Setelah Numpang Tenar Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Quinsha R. Shita
Terima kasih sudah membaca buku ini! Semoga ada hikmah, manfaat, dan pelajaran yang bisa dipetik!
2024-09-08 03:22:04
0
32 Bab

1. Video Viral

"Oke, guys! Seru banget tadi kita udah belajar bikin sup kacang merah sama-sama! Naomi juga seneng, kan, Sayang?"Aku menoleh cepat pada putriku yang berdiri di sebelah. Namun, bukannya menjawab, dia malah merengek sambil menarik-narik tepi gamisku. "Undaa ... Nao capek, lapel!"Seketika aku melotot."Cut! Cut! Dialognya nggak gitu, Naomi Sayaang ...," tegurku pelan-pelan meski aslinya gemas sekali."Tapi Nao emang capek, lapel ..." Suara gadis 3 tahun itu mulai terdengar bergetar seperti akan menangis.Cepat-cepat aku berjongkok untuk menyamakan tinggi kami. Kuusap kepala Naomi lembut sambil berusaha membujuknya, "Iya Sayang ... Bunda tahu. Tapi, please ... tinggal dikiiit aja, ya?"Naomi menekuk wajah dengan bibir cemberut. Namun, ia tidak lagi merengek atau berontak. Kuanggap itu sebagai bentuk persetujuannya.Aku kembali berdiri dan memberi isyarat pada juru kamera di hadapan kami untuk bersiap mengambil gambar. Dia memberi aba-aba dengan hitungan mundur supaya kami siap berakting
Baca selengkapnya

2. Pesan di HP Suamiku

Aku mondar-mandir di ruang tamu, menunggu Mas Sandy pulang dengan perasaan gelisah. Entah sudah berapa kali aku mencoba menghubunginya, baik melalui telepon atau pesan, tetapi yang kudapati justru ponselnya tidak aktif. Padahal waktu sudah menunjukkan hampir tengah malam. Sebenarnya ke mana laki-laki itu pergi? Suara deru mesin mobil yang memasuki pelataran rumah menghentikan gerakan kakiku. Aku terdiam demi menajamkan pendengaran. Suara itu kian jelas dan menghilang ketika memasuki car port yang ada di sebelah rumah. Aku yakin, itu adalah Mas Sandy yang akhirnya pulang."Lho, Re, kamu kok belum tidur?" Mas Sandy tampak terkejut saat membuka pintu dan mendapati aku yang berdiri di hadapannya. "Mas sendiri ke mana aja baru pulang?" tanyaku ketus. Meski berusaha untuk tetap tenang, nyatanya video yang memperlihatkan kebersamaan suamiku dan wanita lain di gala premiere tadi seolah terus berputar di kepala dan membuat emosiku mendidih. "Aku kan udah bilang, ada gala premiere film." Mas
Baca selengkapnya

3. Permintaan Suamiku

"Kamu hari ini jadi dateng kan ke lokasi syuting?"Mas Sandy bertanya di sela-sela waktu sarapan kami. Entah sudah berapa lama kami tidak makan semeja bersama. Kebetulan dia bilang hari ini waktu syutingnya dimundurkan sehingga dia tidak perlu keluar rumah pagi-pagi buta.Aku yang sedang menyuapi Naomi hanya meliriknya sekilas. Lantas menjawab singkat, "Ya."Terhitung sudah tiga hari ini aku memberi silent treatment pada suamiku. Penyebabnya adalah Line yang dikirimkan Sinta waktu malam-malam kemarin. Bagaimana aku tidak marah kalau isi pesan yang kulihat sepintas itu menanyakan apakah Mas Sandy sudah mandi atau belum? Memang apa urusannya sama dia?Sayang, waktu itu aku tidak bisa memeriksa lebih jelas, termasuk riwayat obrolan-obrolan lain yang terjadi sebelumnya antara Mas Sandy dan Sinta. Sebab, Mas Sandy buru-buru keluar dari kamar mandi dan mengambil ponselnya lebih dulu. Ketika aku berusaha mendesaknya dengan pertanyaan-pertanyaan, dia justru balik memarahiku lebih keras.Aku t
Baca selengkapnya

4. Serba Setting-an

"Lain kali nggak usah lebay! Gitu aja pake teriak-teriak."Tanganku berhenti mengusap kepala Naomi yang sudah duduk di pangkuanku. Mataku memicing, menatap Mas Sandy tidak suka.Lebay katanya? Padahal beberapa saat yang lalu anaknya bisa saja sesak napas gara-gara disuapin kue cokelat oleh Sinta! Tapi kenapa malah aku yang dianggap berlebihan?"Mas," panggilku penuh penekanan. "Naomi itu alergi cokelat. Kamu ingat, kan, dia dulu pernah masuk UGD gara-gara makan roti yang ada selai cokelatnya!"Aku berusaha sekuat tenaga mengatur volume suaraku. Bagaimanapun juga, kami sekarang berada di tempat umum dan tidak baik menampilkan pertengkaran di depan orang banyak."Ya itu kan dulu. Siapa tahu sekarang udah enggak," jawab Mas Sandy enteng. Sampai-sampai mataku melotot, tak percaya dengan apa yang kudengar."Lagian Sinta mana tahu kalau Naomi alergi cokelat," imbuh dia lagi sambil mengalihkan pandangan.Justru itu masalahnya! teriakku dalam hati. Kalau memang tidak tahu punya alergi atau ti
Baca selengkapnya

5. Ke Mana Larinya Uang Suamiku?

"Kalau gitu, nanti Nao punya Unda dua, dong. Asyikk!" Aku melongo mendengar celotehan putriku. Bisa-bisanya dia bersorak senang saat tahu ayahnya akan menikah lagi. Ah, kurasa dia masih belum mengerti apa yang terjadi jika seorang suami memiliki dua istri sekaligus. Sebenarnya bukan hal yang salah, mengingat dalam agama poligami memang tidak dilarang. Namun, tentu harus memenuhi kriteria dan syarat-syaratnya. Di samping itu, sayang sekali sepertinya aku bukan termasuk istri yang bisa kuat dan ikhlas jika tahu suaminya memiliki madu. Haduh ... mikirin apa sih aku ini? Daripada itu, lebih baik aku bertanya saja pada Naomi, bagaimana bisa dia menanyakan hal seperti itu. "Nao Sayang ... kok tanya gitu? Emang Nao dengar dari siapa?" "Dali Ayah," jawab anakku lugas. Perlu beberapa saat bagiku untuk mencerna perkataan Naomi. "Ooh ... " Lantas aku tersenyum lebar. "Itu cuma akting, Sayang." Dahi Naomi berkerut. "Akting?" "Iya, akting. Pura-pura. Kayak Bunda dan Naomi biasanya kalau Om
Baca selengkapnya

6. Tekanan dari Luar

[Kok kontennya berdua terus? Suaminya mana, Kak Re?] [Kalo ngontennya selalu bawa anak gini, bisa masuk eksploitasi nggak, sih?] Aku mengembuskan napas lelah membaca komentar-komentar di video Youtube terbaruku. Padahal dalam VLog yang baru diunggah oleh timku, aku dan Naomi sedang bersenang-senang bersama membuat salad buah. Video itu menampilkan saat kami mulai pergi ke pasar, memilih buah, mengupas, memotong-motong, sampai mengolahnya menjadi semangkuk salad yang menggoda. Meski cukup melelahkan, tetapi sepanjang proses syuting waktu itu pun Naomi menikmatinya dengan ceria. Namun, yang namanya orang telanjur tidak suka, pasti akan terus mencari-cari cela orang lain.Ya, beginilah kehidupanku yang tak lepas dari sorot kamera. Menampilkan hal baik di depan kamera saja masih ada yang mencibir, apalagi kalau sampai terang-terangan kepergok berbuat salah. Rasanya seperti tidak ada yang aman, kecuali jika aku mengunci diri sendirian di rumah. Sedangkan begi
Baca selengkapnya

7. Email di Akun Mas Sandy

"Unda!" Aku sedikit terperanjat dari lamunan. Mataku mengerjap dan buru-buru mencari sumber suara. Senyumku otomatis melebar saat penglihatanku akhirnya menemukannya.Di belokan dekat kamar, gadis kecilku berlari menghampiri sambil membawa boneka beruang merah muda kesayangannya. Boneka itu adalah hadiah ulang tahun keempat Naomi yang kubelikan bersama Mas Sandy saat kami berjalan-jalan bersama ke Singapura tahun lalu. Saat itu, tentu saja suasana hangat di antara kami jauh berbeda dengan sekarang. Aku segera menyambut Naomi dengan merentangkan kedua tangan lebar-lebar dan membawanya ke dalam pelukan. Dia balas melingkarkan kedua tangan mungilnya di leherku. "Nda, Ayah pelgi lagi yah?" tanyanya dengan nada sedih. Bola mata bulat Naomi yang biasanya tampak cerah kini sinarnya meredup. "Ayah kok seling pelgi-pelgi telus, sih, nggak ngajakin Nao? Nao kan pengen sama Ayah," rengeknya lagi. Kali ini bis
Baca selengkapnya

8. Rahasia yang Bocor

"Kak? Kak Ressa?!" Aku terlonjak kaget saat Rina tiba-tiba mengguncang lenganku. Secara refleks, aku segera menutup laptop dengan gestur panik."Eh-eh, iya. Iya, Rin. Ada apa?" responsku gelagapan. Aku benar-benar tidak sadar kalau saat ini masih berada di tengah meeting. Anehnya, malah aku yang gugup seperti takut ketahuan melakukan tindak kejahatan. Barangkali itu refleks yang normal dari seorang istri yang khawatir orang lain juga mencium 'ketidakberesan' dari suaminya."Lho, kok malah ditutup laptopnya, Kak? Email proposal kerjasama yang aku kirim, udah Kak Ressa periksa?" Rina menatapku bingung dengan kedua alis berkerut."O-oh, iya, Rin. Belum. Sorry, sorry. Lupa," kataku seraya membuka laptop kembali. Dari sudut mata, aku bisa melihat rekan-rekanku saling berpandangan."Apa ada masalah, Kak?" tanya Bunga terdengar khawatir.Tentu saja 'ya'! Andai aku bisa menjawab jujur seperti itu dengan percaya diri. Sayangnya masalah r
Baca selengkapnya

9. Di Ambang Keraguan

Mendadak tubuhku terasa pusing dan lemas. Aku tidak masalah jika memang vila tersebut untuk keperluan kerjaannya dan hanya kebetulan saja suamiku yang dimintai tolong untuk memesan vila tersebut—dengan memakai nama dan uang pribadinya terlebih dahulu. Namun, tentu aku akan merasa sangat terkhianati jika yang terjadi justru di luar dari prasangka baikku itu. Jangan sampai kamu menyewa vila itu untuk main gila di belakangku, Mas! teriak batinku geram. Tanpa sadar, tanganku mencengkeram tetikus erat-erat. Gambaran masa lalu tentang aku yang mengajari Mas Sandy berakting berkelebat di kepala, layaknya potongan adegan-adegan film yang terputar acak dan tak utuh. "Re, kamu yakin aku bisa jadi artis? Rasanya kok aku nggak berbakat, ya?" keluh Mas Sandy saat pertama aku mendesaknya untuk mencoba berakting sesuai transkrip yang kuberi. "Yakiin ... percaya, deh! Wajah kamu itu menjual banget lho, Mas. Good looking! Rugi kalau cuma di
Baca selengkapnya

10. Keyakinan yang Goyah

Sinta Ayudia. Nama itu muncul lagi. Kali ini dari mulut Venita yang menjadi saksi melihat keberadaanya di kafe tadi sedang duduk santai sambil bercanda akrab dengan suamiku. Nama yang sama itu juga kudapati tercetak jelas pada tiket pesawat Jakarta-Denpasar di email Mas Sandy, bersandingan dengan tiket lain yang memuat nama suamiku. Aku menatap layar laptop di depanku dengan nanar, kedua tanganku mengepal. Kuabaikan rasa perih yang muncul akibat kuku-kuku jemariku terlalu dalam menancap di telapak tangan. Semakin aku mencoba mengenyahkan kecurigaan dari pikiran, semakin kuat pula rasa sesak yang menyeruak. Nama itu terus menghantuiku seperti bisikan halus yang berubah menjadi jeritan.Kutarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya dengan raut lelah. Sekali lagi, aku berusaha berpikir positif. Mungkin hubungan mereka tidak seperti yang aku khawatirkan. Mungkin Sinta hanyalah rekan kerja, mungkin mereka hanya sebatas teman. Tapi, setiap kali aku mencoba menguatkan hati, rasanya seperti
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status