Sebenarnya lokasi restoran milik Saka berada di area mall ternama di wilayah itu. Jadi saat keluar dari sana, Jean bisa sekalian cuci mata. Banyak toko yang ia lewati, dari mulai elektronik hingga aksesoris.
Namun ada satu toko yang sangat menarik perhatiannya. Yaitu toko pakaian dalam. Yup— toko yang menjual banyak baju dalaman dari bra hingga bawahan, baju tidur hingga lingerie dengan berbagai model tersebut cukup membuatnya tertarik.Tanpa sadar, pria itu masuk ke dalam. Ia memperhatikan beberapa jenis lingerie yang menurutnya sangat cocok dipakai untuk Nilam. Yah, dengan bodohnya ia malah memikirkan untuk membeli dalam untuk si pembantu, dan bukan untuk istrinya.Ada banyak jenis lingerie. Tapi yang menarik perhatian Jean adalah jenis korset dan buister. Jenis Lingerie yang menutupi area payudara hingga atas pusar. Yang akan membuat payudara Nilam kian membesar serta menonjolkan lekuk pinggang yang akan semakin menawan."Pasti cocok banget Ni"Udah jelas lah aku harus ngapain."Ibu kandung Qila itu menggigit lidahnya. Ia tidak tahan ingin menampar Dita karena terus mendesaknya seperti ini. "Oh, kamu mau lapor ke Mas Jean?""Hm. Itu emang yang aku rencanakan.""Kamu pikir Mas Jean percaya sama kamu?""Mungkin enggak. Maka dari itu aku akan mengumpulkan bukti yang banyak. Supaya suami kamu tau, jika istrinya punya affair sama bos sendiri." Dita menyeringai puas saat melihat wajah khawatir Elisha. Perempuan itu jadi semakin percaya jika ada sesuatu di antara teman baiknya ini dengan sang Bos."Kenapa wajah kamu pucat Sha? Kamu takut ketahuan ya?" cibir Dita lagi. Kamu pasti khawatir kan kalau suami kamu tau apa yang terjadi?"Elisha menggelengkan kepalanya. Ia tidak menyangka jika sahabat baiknya sendiri yang akan menusuknya dari belakang."Terserah kamu mau ngelakuin apapun. Aku nggak peduli. Karena apa yang kamu katakan itu semua nggak bener. Dan sekalipun kam
"Umphhh...." Elisha menggeliat. Cumbuan di bibirnya membuat ia merasa nikmat. Dan kali ini pelakunya ada Jean. Suaminya sendiri.Jean membingkai pipi Elisha, berciuman adalah satu hal yang membuat pria itu kian bergairah. Apalagi sudah berminggu-minggu lamanya ia harus 'puasa'."Ahh!" Elisha mendesah ketika suaminya mulai memasukkan jarinya ke dalam celananya. Tentu saja, tujuan pria itu adalah lubang hangat sang istri."M-maass.. Santai aja. Aku nggak akan kabur kok," gumam Elisha sambil menatap mata suaminya.Jean hanya menyeringai. "Cuma waspada aja Sha. Takut bos kamu tiba-tiba telfon."Elisha merangkul leher suaminya. Sesekali ia meremas rambut Jean saat jari sang suami menyentuh titik sensitifnya. "Aku masukin ya?"Perempuan itu mengangguk ketika sang suami meminta ijin kepadanya. Beda sekali dengan Dikta yang kasar dan tak sabaran."Uhm..." Elisha menganggukkan kepalanya. Dan seperti dapat lampu hijau, Jean pun la
"Nilam?"Suara baritone Jean itu membuat Nilam reflek membuka matanya. Ia melihat ke arah sang tuan dengan pandangan sedikit samar."Ba— Bapak?""Nggak usah bangun Nilam! Aku ke sini cuma ngecek keadaan kamu kok." Jean mendekati Nilam yang berusaha bangun untuknya, ia dengan sigap langsung membantu perempuan 20 tahun itu untuk kembali istirahat."Bapak kenapa di sini?" tanya Nilam terbata."Aku ke sini mau ngasih bubur sama vitamin," balas Jean sambil duduk di sebelah sang pembantu."Kok repot-repot sih Pak?""Nggak kok. Masa ada orang sakit dicuekin. Gimana pun juga kamu kan udah banyak bantu keluarga saya.""Saya jadi nggak enak Pak," ucap Nilam lirih."Kamu belum makan kan? Jadi gimana kalau kamu makan buburnya dulu? Mumpung masih anget."Nilam menganggukkan kepalanya. Ia berusaha bangun meskipun dengan bantuan Jean. "Hati-hati Nilam!" ucapnya."Mau aku suapin nggak?"Perta
"Hmm..." Jantung Jean berdebar tak karuan. Ternyata apa yang dikatakan Saka itu 100% benar. Ternyata perawan baunya beda. Bahkan menciumnya aromanya saja sudah membuat ujung Jean Junior basah."Ahhh... Nilam... Padahal cuma gini aja, tapi kamu bikin aku hampir gila." Jean berulang kali menelan ludah. Otaknya terus memerintahkannya untuk melakukan lebih dari ini."Ugh, Nilam... Hmm..." Jean sudah seperti orang mesum saja. Mengendus pusat Nilam sampai menggosok-gosokkan hidungnya di sana. Bahkan sesekali memberikan jilatan di paha putih mulus Nilam."Seandainya aku bisa melihat milik kamu secara langsung. Seandainya aku bisa masukin milikku ke lubang perawan kamu, pasti aku bakal jadi orang yang paling beruntung di dunia.""Ughh... Nilam... Lama-lama kamu bisa bikin aku gila," gumam Jean yang mulai panas dingin karena butuh pelampiasan. "Please Nilam... kasih tau dong aku harus gimana? Langsung ke tempat Elisha atau main sama kamu aja?"Jea
"Kamu dari mana mas?"Jean seperti lupa caranya bernafas saat Elisha muncul di hadapannya tepat saat ia membuka pintu kamar. "E- Elisha, ini aku dari dapur buat minum."Pria tampan dengan kaos oblong itu menunjukkan gelas berisi air putih."Ow... Kirain kamu ke mana tadi."Jean meringis. Dalam hati dia merasa lega karena disaat genting seperti tadi, ia masih punya ide untuk mengambil air. Jaga-jaga kalau istrinya bangun dan bertanya aneh-aneh padanya."Kirain kamu abis ke mana tadi. Soalnya aku cari-cari nggak ada."Jean mengulum senyum sambil merangkul lengan Elisha. "Emang aku mau ke mana Sha. Paling kalau nggak di ke dapur, ya ke teras, atau kalau nggak ke kamar Qila buat ngecek dia," ucapnya mencoba rileks. Padahal dalam hati dia sudah gugup bukan kepalang."Iya juga sih Mas.""Ya udah yuk, kita tidur lagi aja! Masih malem banget lho ini. Kan besok kamu harus kerja," Jean menuntun istrinya untuk kembali ke t
"Ni— Nilam?" Jean seolah lupa bagaimana cara berkedip saat melihat pemandangan 'indah' di depannya. Di mana sedang tidur di ranjangnya dengan kaos yang tersingkap hingga perut serta celana pendek 20 centi di atas paha. Perut rata nan mulus. Paha sintal dan putih. Jadi pemandangan yang membuat liur Jean hampir menetes. "Ya Tuhan... Godaan apa ini?" Bukannya memalingkan muka, Jean terus memandangi tubuh sintal itu. Kalau bisa, ia ingin segera menjatuhkan nampannya dan melompat ke atas tubuh Nilam sekarang juga. Tapi kan, itu mustahil. "Nilam... Nilaaaam..." Ia berusaha fokus. Dia tidak mau hawa nafsu menguasainya. Jadi dia ingin langsung membangunkan Nilam lalu keluar dari kamar ini. "Nilaaaam... Aku bawain makan malam sama obat nih. Ayo bangun dulu Lam!" titahnya sambil meletakkan nampan itu di atas meja kecil. "Nilam... Ayo bangun dulu!" Jean mendekati perempuan ca
Saat di perjalanan menuju ke sekolah Qila, Jean hanya fokus bercanda dengan Qila. Sementara Nilam duduk di kursi belakang sambil menyandarkan kepalanya di bangku. Naik mobil di saat kepalanya sedang sakit membuatnya semakin pusing."Nilam!"Gadis cantik dengan hoodie oversize itu membuka matanya dan melihat ke arah sang majikan. "Iya Pak?""Kamu nggak pindah ke depan aja?"Nilam menatap lesu ke arah Jean sebelum berucap, "Pak, sebenarnya saya mau ngomong sesuatu.""Mau ngomong apa?" tanya Jean sedikit was-was. Bagaimana tidak, dia takut Nilam membahas masalah semalam."Ehm... Bisa nggak kita ke apotek aja? Saya nggak mau ke klinik Pak," pinta Nilam dengan nada canggung.Jean menautkan alisnya. "Lho? Kenapa? Kan kamu lagi sakit?"Nilam menggigit bibir bawahnya, ekspresi wajahnya juga terlihat sangat memelas. "Bukannya apa Pak, saya takut sama jarum suntik."Jawaban Nilam itu membuat Jean tertawa. "Kamu takut disuntik?""I- iya...""Ya ampun Nilam, kirain kamu nolak ke klinik gara-gara
"Mas...""Iya Bu?""Istrinya cantik banget sih. Wajahnya juga kelihatan kalem banget," Si ibu yang beberapa saat yang lalu melihat Nilam yang masih tidur, secara tiba-tiba memberikan pujian tersebut kepada si pembantu seksi."Eh, iya Bu. Istri saya emang cantik. Imut juga kayak boneka," sahut Jean sambil tersenyum lebar. Setuju dengan apa yang si Ibu katakan."Cocok sama Mas-nya. Ganteng dan cantik. Nggak kebayang kalau kalian punya anak nanti.""Ehehehe. Yang jelas pasti mirip sama kita, Bu.""Ya iya dong Mas. Kalau mirip tetangga itu yang bikin khawatir."Sungguh, Jean bingung harus bersyukur atau bersedih. Sebab kehadiran ibu-ibu extrovert di sebelahnya membuat waktu mengantri Jean jadi sedikit lebih cepat berlalu.*"Dari gejalanya, Mbak Nilam ini sepertinya kena tipes."Jean langsung menoleh ke arah Nilam yang tampak kaget karena penjelasan dari dokter."Ti— tipes dok.""Iya. Tapi masih ringan kok. Jadi masih bisa rawat jalan aja di rumah," jelas sang dokter. "Nanti saya kasih an
"Sayang... Sayaaang...""Sayaaang ayo banguuun...""Hnggg?" Tidur Jean hari itu sedikit terganggu karena panggilan lembut Nilam. "Apa Nilam sayang?" Mau tak mau, ia membuka kedua matanya dan membiasakan sinar matahari menyilaukan pandangannya."Sayang, liat deh!" Nilam memegang pipi Jean yang masih sibuk memfokuskan penglihatannya, memaksa pria yang beberapa tahun lebih tua darinya ini untuk menatap langsung ke arahnya."Nilam? Ngapain kamu pake baju gitu?" Rasa kantuk Jean seketika lenyap, matanya bahkan nyaris mendelik saat melihat istrinya hanya memakai bikini.Yup— BIKINI! Warna pink pula. Ada hiasan pita di bagian dada pula. Dan celananya— kalau ditarik sedikit saja sudah ke mana-mana itu aurotnya Nilam."Iih! Kamu gimana sih?" Nilam yang tadinya berdiri di samping ranjang dengan posisi setengah membungkuk supaya bisa melihat wajah suaminya dari dekat langsung mundur. Dia duduk dengan posisi W di atas tempat tidur sambil memasang raut cemberut. "Katanya mau ngajakin renang pagi-p
Devi menatap Elisha dengan mata berkaca-kaca. Bukan karena kasihan—tapi karena ia bisa merasakan tulusnya penyesalan itu. Rasa bersalah yang tak hanya tertahan di kepala, tapi meresap hingga ke dalam tulang. Elisha mungkin tak lagi bersama Jean, tapi luka yang ditinggalkan masih menggores.“Sha… semua orang pernah buat kesalahan,” ucap Devi lirih. “Yang membedakan kita adalah gimana kita belajar dari situ.”Elisha hanya menunduk. Tangannya kembali meremas ujung selimut. Kali ini, ia tak lagi menahan air mata. Setetes jatuh, menyusul satu lagi. Tapi tak ada isakan, tak ada tangisan keras—hanya keheningan yang menyakitkan.“Aku cuma pengen jadi ibu yang layak buat Qila,” ucap Elisha lirih. “Aku gak bisa balikin waktu, tapi aku pengen punya kesempatan kedua. Meskipun kecil… meskipun aku harus mulai dari nol.”Devi meraih bahunya, menepuk pelan. “Dan kamu akan punya kesempatan itu, Sha. Kamu udah jalanin hukumannya, kamu udah bayar semua. Yang penting sekarang, kamu harus semangat. Kamu j
Di saat begitu, tiba-tiba saja suara dari televisi kecil yang menggantung di sudut ruangan terdengar lebih jelas. Awalnya hanya sekilas suara pembawa berita yang menyebut nama-nama populer di dunia bisnis, tapi tak lama, gambar wajah Jean dan Nilam terpampang jelas di layar.Devi yang tadinya menunduk menepuk-nepuk punggung balita, refleks mendongak ke arah TV.“Eh, itu bukannya?” gumam Devi.Elisha pun spontan ikut menoleh. Pandangannya langsung tertumbuk pada tayangan berita infotainment yang menampilkan potongan-potongan video pernikahan mewah. Ada kilatan blitz kamera, dekorasi bunga warna peach dan putih, dan tentu saja—sosok Jean yang mengenakan setelan jas putih elegan, berdiri di samping seorang wanita cantik bergaun pengantin berwarna senada.“Jean, pengusaha muda sukses sekaligus duda beranak satu, hari ini resmi menikahi Ayunda Nilam Wijaya anak dari pengusaha properti Wijaya dan ibunya Bu Mala, pemilik franchise minuman terkenal di Indonesia. Pernikahan mereka digelar seca
Suara anak-anak menyanyi riang memenuhi aula kecil yang terang oleh cahaya matahari yang menyusup dari jendela. Di tengah kerumunan anak-anak itu, berdiri seorang wanita dengan senyum keibuan—rambutnya dikuncir sederhana, seragam berwarna abu-abu yang dikenakan pun tak bisa menyembunyikan aura keibuannya.Elisha...Mantan istri Jean itu kini tengah menjalani kegiatannya yang seperti biasa. Dan karena hari ini hari senin, ia dapat jadwal mengajar untuk anak-anak panti asuhan sebagai bentuk kontribusi sosialnya“Ayo, kita ulang lagi dari bagian reff-nya ya, pelan-pelan, satu-satu.”Elisha mengangkat tangannya memberi aba-aba. Tangannya menggenggam ukulele kecil, yang ia petik lembut untuk mengiringi anak-anak menyanyi. Suaranya sabar, tidak pernah meninggi, bahkan ketika beberapa anak mulai tak fokus."Bunda, aku lupa nadanyaaa,” rengek salah satu anak.Elisha tertawa kecil. “Nggak apa-apa, kita ulang bareng-bareng. Kita belajar pelan-pelan ya, sayang.”Anak-anak kembali tertawa, suasan
"Liat deh, Dikta!"Dikta yang sedang bersantai sambil bermain ponsel, dikejutkan dengan kedatangan ibunya yang heboh. Di tangan kanannya Bu Sinta membawa sebuah ponsel yang hendak ditunjukkan padanya."Liat ini deh, Nak!" Bu Sinta memberikan hapenya pada Dikta."Apa ini Ma?" tanya pria berambut sedikit panjang itu."Itu acara pernikahan Jean dan Nilam kemarin."Dikta yang tadinya tak begitu tertarik dengan kabar yang akan di sampaikan oleh Mamanya, seketika mengalihkan pandangannya ke arah ponsel pintar tersebut.Di dalamnya ada beberapa foto pernikahan Nilam yang meriah. Dari proses pengikatan janji suci hingga resepsi. Foto-foto itu di posting di akun IG bu Mala. Tentu saja caption yang menyayat hati."Akhirnya Nilam nikah juga ya," ucap Bu Sinta kagum. "Tapi sayang, suaminya itu duda. Musuh kamu pula."Dikta terdiam. Ucapan sang Mama terdengar nyelekit tapi ada benarnya. Yang dimaksud musuh di sini bukanlah musuh di persidangan, tapi rival sesama CEO perusahaan."Padahal Nilam masi
"Kayaknya, ga usah nunggu lama, aku bakal hamil deh, Yang." Jean yang sudah dilanda rasa kantuk itu seketika membuka lagi kelopak matanya, karena mendengar ucapan Nilam barusan. "Kenapa?" Ia melirik ke arah sang istri yang sedang membalut tubuhnya menggunakan bedcover hingga sebatas leher. "Gimana enggak, kamu jago banget nembaknya. Rahimku berasa penuh gara-gara kamu keluar beberapa kali tadi." Jean seketika jadi salting. Ucapan Nilam yang terdengar Nilam itu benar-benar membuatnya salah tingkah. Ia memiringkan tubuhnya dan memeluk perut Nilam. "Ya bagus dong, supaya Qila gak terlalu lama menunggu punya adiknya." Nilam meringis kecil. Ia sedikit kegelian saat Jean mengusap pelan perutnya yang rata. "Aku juga seneng banget kalau punya anak dari ibu se gemesin dan secantik kamu," lanjut Jean sambil mengecup pipi Nilam. "Kamu maunya anak laki-laki atau perempuan?" tanya Nilam kemudian. Sejujurnya dia memang sudah sangat mengantuk, ditambah aktivitas panas keduanya beberapa waktu
"Capeknya..." Kasur yang empuk adalah tempat yang paling Nilam impikan sejak beberapa jam yang lalu. Punggungnya benar-benar sudah pegel karena terus berdiri di acara resepsi. Kakinya juga. Kalau bukan Tuhan yang nyiptain, kakinya udah patah sih kayaknya. "Ganti baju dulu, Nilam sayang. Kamu juga belum bersih-bersih." Jean yang mengikuti gadis itu di belakangnya, mulai melepaskan jas pengantinnya. FYI, mereka emang langsung nyewa satu kamar hotel yang berada di gedung yang sama dengan acara resepsi karena permintaan Nilam. Maklum, kaum mager seperti Nilam ga bakal sanggup kalau setelah resepsi harus pulang dulu ke rumah atau apartemen. Apalagi jaraknya hampir 2 jam dari sini. "Mager sayang. Maunya langsung tidur." "Emang kamu ga sumpek pake gaun gitu?" Nilam membuka matanya. Ia melihat ke arah Jean yang sedang menyingsingkan lengan kemeja panjangnya. "Ya sumpek sih. Tapi beneran mager banget ini." Jean menggelengkan kepalanya. Ia tersenyum maklum sambil menarik kedua pergelanga
Setelah Nana dan Reno pamit, Jean menoleh pada Nilam yang dari tadi terus tersenyum sambil menyambut para tamu. Tapi ia tahu, senyuman itu mulai terasa dipaksakan. “Sayang, kamu kelihatan capek.” Nilam sempat menggeleng kecil, masih ramah melambai ke tamu lain. “Nggak kok. Aku gak apa-apa.” Jean tersenyum tipis, lalu mengisyaratkan pada salah satu panitia untuk membawakan segelas air putih. Tak lama, air itu datang bersamaan dengan dua kursi yang langsung diletakkan agak ke sisi, masih dekat pelaminan tapi sedikit lebih tenang. “Duduk dulu, ya!” bisik Jean seraya menggandeng tangan istrinya. Nilam sempat ragu, tapi akhirnya menurut. Sepatunya yang berhak tinggi sudah terasa menyiksa dari tadi. Ia duduk pelan-pelan sambil menarik napas dalam. “Thanks, sayang,” ucapnya tulus. Jean ikut duduk di sebelahnya, lalu meraih tangannya dan menggenggamnya erat. “Hari ini milik kita berdua. Tapi aku gak mau kamu maksain diri demi kelihatan kuat. Nikmati aja, ya?” Nilam tersenyum lembut.
Hari H pun tiba. Suasana pernikahan Nilam dan Jean dipenuhi dengan kebahagiaan dan kehangatan keluarga. Rangkaian bunga yang indah dan dekorasi yang bersinar menambah nuansa romantis di ruang pernikahan. Kedua pasangan itu berdiri di panggung resepsi dengan senyuman yang tak terus terkembang di wajah masing-masing, sama-sama siap untuk memulai babak baru dalam kehidupan mereka. "Kamu cantik banget." Nilam tersenyum malu, entah sudah berapa kali Jean mengatakan itu padanya hari ini. Dan yeah, gadis itu memang terlihat sangat cantik sekaligus anggun. Gaun pengantin warna putihnya begitu pas di tubuh ramping Nilam, rambutnya sengaja di sanggul ala modern. "Kamu juga keren banget," balas Nilam sambil memandang ke arah suaminya. Yah, beberapa saat yang lalu mereka telah mengikat janji suci pernikahan dengan di saksikan para tamu undangan. Manik gelap Nilam menatap lekat ke arah Jean yang begitu gagah dengan setelan jas warna putih, dasi hitam, dan sepatu fantofel. Terlihat sederh