Lia diam saja tak menghiraukan protes anaknya. Ryan di buat dongkol akan rencana Ibunya.
'Huuh, Ibu ada- ada aja memanggil Tania batin Ryan sewot.
Ryan konsentrasi Nyetir, Mamanya fokus melihat jalanan, tak menghiraukan emosi anaknya. Merasa menyesal tak mengajak Amelia bersamanya.
Mereka sampai di rumah, Mang ujang udah membukakan pintu gerbang. Tak lupa menyapa kedua majikanya. Ternyata Tania sudah ada di teras depan menunggu sedari tadi.
'Busyet gercep amat datangnya' batin Ryan.
"Hallo Tante Lia, sakit apa?" Sapa Tania lebay dan melirik Ryan. Ryan tak ingin memandang tania. Tingkahnya membuat dia eneg, melanjutkan langkah menuju kekamar.
"Kenapa Ryan ketus amat, Tante?"
"Biarinlah jangan pedulikan dia," balas Lia.
"Gimana jalankan aksi kita malam ini?"
"Sabar dulu Tania sayang, Tante beneran pusing. Kamu pijitin Tante dulu ya."
"Siap Tante," ucap Tania bersemangat. Mereka menuju kamar atas. Tania dengan sabar memijit kepala calon mertuanya.
Di kamar Ryan berusaha tenang, sengaja menelpon kakaknya dan calon isrtrinya datang ke Rumah Ibu menemani dirinya malam ini. Merasa risih ketika istrinya tak ada di sisinya. Di sini cuma ada Tania dan Ibunya. Sedang Mamanya selalu membela Tania.
Ryan mengambil hp di nakas, memencet nomer kakaknya. Sambungan telepon tersambung.
"Halo, ada apa Ryan?
"Mas Hendri tolong dong ke rumah Mama temani di sini, ada Tania aku merasa risih."
"Baiklah, nanti aku ke rumah Ibu sama Putri juga mau membahas pernikahanku" ucap Hendri.
Kembali dirinya merebahkan di Bednya yang empuk. Kangen menghinggap hati Ryan. Ia pun menghubungi Amelia.
Nama Suami tertera di layar hp Amelia. Segera ia mengangkatnya.
"Halo sayang," sapa Ryan.
"Mas Ryan, kapan pulang?" Tanya Amelia sedikit manja, merasa kangen suaminya dua hari tak di sisinya.
"Sabar sayang, mungkin sekitar tiga hari lagi."
"Mama Tensi darahnya naik juga kolesterolnya. Dia juga memanggil Tania buat nemenin Ibu,"
Amelia kaget saat Ryan menyebut Tania. Dirinya yang menantunya kenapa mengundang Tania?' Batin Amelia.
"Kenapa Mama mengundang Tania Mas? Kan aku menantunya? Mama tak ingin melihatku ya?" ucap Amelia sedih.
" Tak taulah, Aku nggak ngerti jalan pikiran Mama. Tapi Tenang aja sayang, aku juga mengundang Mas Hendri dan Mbak Putri buat nemenin aku," ucap Ryan sendu. Ryan berusaha menenangkan pikiran istrinya supaya tak berpikiran macem- macem.
"Jangan khawatirkan Mas di sini, kamu jaga diri di sana ya sayang, Mas pasti pulang,"
"Iya," jawab Amelia berusaha tersenyum. tapi dari raut wajahnya mengambarkan cemburu.
"Ya udah sayang, Nanti Mas telepon lagi," ucap Ryan. Dia memutus sambungan teleponya.
Sesuatu yang menganjal di hati Amelia. Segera ia tepis. Berusaha berpikir positif.
Pov Amelia.
Aku duduk termenung sebentar. Memandangi hp yang baru saja Suamiku telepon. Jujur ketika menyebut nama Tania keluar dari mulut suamiku rasanya sakit sekali. Apalagi Ibu mertua mendukung mereka berdua, Malah ingin memisahkan kami. Apa ini nasib pernikahan kami? Aku memandang pohon berguguran di samping rumah. Apa nasibku akan seperti itu?
Ku hela nafas pelan, memandang langit tampak cerah. Ku pasrahkan perjalanan hidupku pada Sang pembuat Hidup. Aku akan hadapi apapun yang terjadi di depan. Dengan semangat dan doa.
****
Tania lega setelah selesai memijat. Mereka merencanakan sesuatu untuk nanti malam. Menjebak Ryan dengan membubuhkan obat tidur di dalam minumanya. Nanti Tania seolah di perkosa oleh Ryan.
Lia membisikan kata itu di telinga Tania. Dan Tania sangat senang dengan Rencana kali ini.
"Ide Tante Lia, begitu cemerlang," puji Tania mengacungkan jempolnya.
"Semoga kita berhasil memisahkan Ryan dan Si Amel gadis kampung itu, aku udah eneg gayanya sok jadi orang kaya!" ujar Tania emosi. Ia ingin balas dendam Menghancurkan Amelia.
Tak berapa lama, Hendri dan Putri datang dan langsung naik ke kamar Mamanya.
"Ma, kata Ryan Mama sakit, udah periksa belum Ma?" Tanya Hendri khawatir.
"Lah ko ada Tania di kamar Mama, Amelia nggak kesini? Tanya Hendri.
"Ko tanya Mama, Tanya aja adikmu di mana istrinya!"
Hendri harus menahan emosi ucapan ibunya. Dia mendekat menghampiri Mamanya yang terbaring, mencoba memberi pengertian pada Mamanya.
"Ya nggak gitu Ma, menantu Mama kan Amelia bukan Tania !"
"Sebentar lagi juga Tania yang akan menantu Mama!"
"Astagfirullah Mama ...."
"Lagian kenapa kesini sih, kan udah ada Tania dan Ryan. Apa nggak kasihan sama tunanganmu sampai harus meluangkan waktu jenguk Mama, lagian Mama hanya pusing aja "
Lia tak suka kalau Hendri di sini, rencana bisa gagal total.
"Ya kan, seharusnya yang nemenin Mama itu Amelia bukan Tania ini Ma!"
"Tania , lebih baik kamu pulang aja, karena kamu orang lain disini!" ujar Hendri menatap tajam pada Tania. Sedangkan Tania langsung mengalihkan pandangan Tatapan tajam Hendri.
"Tania, tak boleh keluar dari kamar ini, Mama yang mengundang, tak boleh ada memgusirnya !"
Hendri tak habis pikir Mamanya keras kepala. Ia beranjak tak ingin mamanya Tensi makin tinggi. Karena emosi.
"Ayo, sayang kita ke bawah aja. Biarin Mama istirahat !" Ajak Hendri pada Putri.
"Ma, Putri ke bawah dulu," ujar putri kepada Lia.
Lia hanya menganguk.
"Tante, ini gimana Mas Hendri dan Mbak putri ada di sini. Rencana kita bisa gagal !"
"Sabar Tania, nanti Tante akan menyuruh mereka pulang!"
"Aku juga heran, mengapa mereka berdua bisa datang sih!"
"Ryan yang telepon mungkin!"
Tania mendengus kesal, rencananya bisa gagal total. Kalau Hendri dan Putri ada di sini.
Ada Ryan, Hendri serta putri berkumpul di ruang tengah.
"Mas Hendri kapan rencana Nikahnya? Tanya Ryan.
"Mungkin bulan depan," ucap Hendri santai.
"Kenapa Amelia tidak ikut Ryan? Dia bisa nemani Mama di sini?"
"Mendadak sekali, Mama juga keberatan kalau Amel ikut,"
"Kebangetan Mama itu, Menantunya itu kan Amel bukan Tania," ucap Hendri sewot.
"Nggak tau apa Maunya Mama, kadang aku pusing nurutinya."
"Ya udah sabarlah Ryan, siapa tau Mama suatu hari nanti bisa berubah,"
"Amiin ...."
"Oh ya Ryan, kakak mau istirahat dulu. Aku capek baru pulang kantor,"
"Iya, silakan Mas," ucap Ryan.
"Bi Sumi, tolong antarkan Putri ke kamar tamu." Perintah Hendri.
"Baik Tuan," jawab Bi Sumi patuh.
Bi Sumi mengantar putri ke kamar tamu.
Di kamar Tania dan Lia emosi sendiri. Hendri dan Putri menginap di sini. Yang jelas rencana mereka malam ini gagal total. Padahal mereka sudah mempersiapkan dengan mateng.
"Udah besok masih ada waktu, nggak usah di pikirin, sini temani Tante tidur,"
Wajah Tania cemberut, kemudian beringsut mendekati Tante Lia. Tidur di sebelahnya menyelimuti dirinya sampai sebatas leher. Lia langsung terlelap karena pengaruh obat tadi. Sedang dirinya masih memikirkan Ryan.
Bersambung..
Tania gelisah tidur di samping Lia, tapi Lia sudah terlelap dalam mimpi indahnya. Mata tak bisa terpejam, padahal waktu sudah menunjukan pukul sebelas malam. Ia beranjak dari tidurnya. Ingin membangunkan tubuh Lia menemani rencana malam ini, tapi tak tega. Tapi di dalam hatinya ia membulatkan tekad menjalankan rencana malam ini. 'Aku tak boleh gagal, harus berhasil malam ini' batin Tania. Segera beranjak menyingkap selimutnya. Ia turun ke bawah. Masih ada suara televisi menyala. Tania berjalan menyusuri tangga. Melihat dari dekat, siapa gerangan yang masih nonton tv. Ryan yang sedang menikmati acara bola. Pertandingan MU dan Arsenal. 'Ini kesempatan bagus' batin Tania. "Hai Mas Ryan, mau ku temani? Sapa Tania bersikap seramah mungkin serta senyum tak lepas dari bibirnya. Ryan mendongak mendengarkan sumber suara. Tapi matanya segera mengalihkan panda
Ryan tampak frustasi mengacak rambutnya, Ia merasa tidak melakukan apa di tuduhkan padanya. Tapi saat ini tak ada yang percaya padanya. Saat tubuh polos Tania meringkuk di bawah selimut. Itu menjadi sebuah bukti.'Lalu bagaimana perasaan Amelia, dalam sekejap perasaan akan hancur tak bersisa' batin Ryan mengacak rambutnya sendiri.Ia melihat Tania tak merasa sedih kehilangan kegadisanya. Seakan dia telah menang walau mengorbankan sesuatu yang berharga dalam dirinya.Begitu miris Ryan menatap Tania. Rela melakukan apa saja demi mencapai kehendaknya."Aarrrrggghhh ...."Ryan mengacak rambutnya Frustasi. Merasa jijik terhadap dirinya ia melangkah ke kamar mandi. Menguyur tubuhnya dengan air menghilangkan bekas tubuh Tania.Hendri dan Putri mereka hanya saling diam. Tahu perasaan Adiknya. Betapa Ryan sangat mencintai Amelia. Apa ini semua rencana Tania d
Amelia menatap Hp sejenak. Perasaanya tidak enak, ada sesuatu yang menganjal. Entah apa itu. ia mencoba berpikir positif.'Aah ... mungkin ini hanya perasaanku saja' batin Amelia. Segera ia melanjutkan kembali kerjaan. Saat ini untuk mengalihkan pikiranya Amelia menyetrika baju. Setelah itu ia masukan di lemari. Ada Buku kecil terselip di antara pojokan baju Ryan. Note kecil warna hitam.'Ini buku apa ya?' Tangan Amelia berusaha menyibak lembaran kertas. Nama client, juga nama temen ada di situ. Amelia mengembalikan ke tempat semula.Di kediaman Tania.Tania menginjakan kaki di rumahnya, memanggil Ibunya dengan suara lantang."Mama ...." panggil Tania. Tapi tak kunjung muncul mamanya.Bi ijah datang muncul mendengar suara Majikanya."Ibu Arisan Non, mungkin sebentar lagi pulang Non," ucap Bi Ijah berdiri tak jauh dari Tania.
Ryan duduk menunduk sambil mengengam hp miliknya. Tak ada kata yang ingin terucap, bibirnya kelu. 'Apa dosa di masa lalu hingga punya nasib seperti ini?' Ia mencoba menelan salivanya sendiri. Ketika Mamanya begitu heboh dengan pernikahan ini, beda dengan Papanya juga kakak lelaki satu- satunya. Semua tampak sedih. "Kenapa kalian tampak murung semua? Ayo berangkat sekarang keluarga Tania sudah menunggu !" Mendengar ocehan Mamanya yang bak meriam itu, ia beranjak. Menyeret kakinya yang terasa berat. Ingin rasanya masuk ke lubang tanah dari pada harus menjalani pernikahan yang tak di inginkan ini. Sesak di hati membayangkan wajah Amelia ketika mengetahui dirinya di madu. Ryan melangkah gontai menuju mobjl, Hendri mengusap punggung adik satu- satunya. Tanda untuk bersabar menghadapi semua ini. Mereka akhirnya sampai di rumah Tania. Tak banyak anggota keluarga yan
Ryan mengemasi pakaianya, terlihat Tania berdiri mematung di depan pintu. Menatap nanar di depanya."Sayang, kau tak mengajaku," ucap Tania sedih. Sejak menikah seminggu denganya tak sedikitpun Ryan berbasa basi denganya. Menyentuh pun tidak. Padahal dirinya menginginkan anak dari Ryan."Maaf, aku belum siap bicara sama Amelia,"'Amelia terus yang ada di pikiranmu' batin Tania."Apa aku yang harus bicara dengan Amelia, bahwa kau telah menikah denganku? Tanya Tania mencari belas kasihan dari mata teduh Ryan."Jangan Tania, biar aku sendiri yang bicara dengan Tania,"Untuk saat ini ia tak sanggup melihat air mata di wajah Amelia.'Aah, seandainya kejadian itu tak terjadi, mungkin tak meninggal rasa bersalah ini' batin Ryan. Selesai packing ia keluar kamr. Berniat pamitan dengan kedua orang tuanya.Mereka sedang sarapan pag
Pov. Ryan. Aku semakin hari merasa bersalah pada istriku, walau sebenarnya aku merasa tak melakukanya. Apa aku di jebak Tania? Aaaaggghh ...." 'Ya Tuhan, Aku masih mencintai Amelia jangan pisahkan kami' batin Ryan. Tak sanggup untuk aku kehilangan Amelia, ia sangat berharga bagiku. Menghembuskan nafas pelan, aku meraih Foto pernikahan di depan mejaku. 'Maafkan aku sayang ...' batin Ryan. ****** Tinn ...tin Amelia setengah berlari ke depan, ia memang tadi memesan dua botol susu. Alangkah kagetnya saat sosok dua orang berdiri di depan pintu. Mama mertua dan Tania. Ia menarik bibirnya dan berusaha ramah. "Silakan masuk Ma," ucap Amelia ramah. Tania mengekor di belakang Mama. Firasat Amelia tak enak saat ini. Tapi mencoba tenang. Mungkin ini hanya firasatku saja?&nbs
Amelia meletakan gawainya di atas nakas kamar tidurnya. Merebahkan diri di atas tempat tidur. Tempat memadu kasih bersama suaminya. Selama ini Suaminya masih bersikap biasa tak ada yang mencurigakan. Perhatian dan romantis seperti biasa. Tapi saat ada Tania dan Mama mertua di sini, sikapnya langsung berubah. Ada apa ya? Amelia memijit keningnya sendiri, takut apabila lelaki yang bersamanya saat ini mendua. Seandainya mendua apa aku harus melepaskan Mas Ryan? Batin Amelia. Amelia bangkit, ia berjalan menuju balkon lantai atas ingin menutup jendela dan korden. Ingatan bersama Ryan kembali hadir. Saat dia memeluk pinggangnya dari belakang dan membisikan kata cinta. Bersama menikmati keindahan kota Singapore yang sangat indah ketika malam datang. Ia menutup korden dan jendela, perasaan dari tadi tidak enak. Untuk mengusir kegundahanya ia iseng mengecek akun medsos suaminya. Tapi tak ada
Amelia shock melihat Mereka ada di depan pintu. "Mana Ryan !" Tanya Mama. "Lagi tidur Ma," Sedang di Belakang Mama, Tania sedang menangis. 'Ada drama apa ini?' Batin Amelia. "Panggil Ryan!" "Kasihan Ma, dia masih tidur," Mama danTania langsung masuk ke dalam. Mereka menghenyakan diri di sofa. "Ambilkan minum Amel, Mama haus !" Perintah Mama. Amelia segera membuat teh hangat untuk mereka berdua. "Diamlah Tania! Jangan nangis terus Mama pusing dengernya!" "Bagaimana Tania bisa diem Ma, kalau Mas Ryan menceraikanku," Tania menangis semakin menjadi. Amelia membawa dua cangkir teh. Di berikan pada mereka berdua. Tadi sempet dengar Tania menyebut nama suaminya. Tapi tak denger begitu jelas. 'Aah sudahlah, aku mau masak saja