"Apa kau bilang?!" pekik Ara.
Jayden tak langsung menjawab melainkan memutar tubuh Ara dan memerhatikan wajah wanita itu lalu membuka kacamata berbingkai tebal miliknya.
"Hei, apa yang kau lakukan?!" sentak Ara mengambil kacamatanya dari Jayden lalu mengenakannya kembali.
"Baiklah kau hanya tinggal dirias dan mengenakan pakaian yang sesuai dengan bentuk tubuhmu. Aku yakin semua orang tak akan mengalihkan pandangannya darimu."
"Apa yang kau bicarakan? siapa yang mengatakan aku bersedia?!" tanya Ara.
"Aku tak butuh persetujuanmu, Nona pemarah. Anggaplah kau menggantikan kontrak Kim. Jika kau tak melakukannya kau sebagai wali satu-satunya harus membayar penaltinya," ancam Jayden.
"Apa, kenapa harus aku?" tuntut Ara mengejar Jayden, "yang menandatangani kontrak adalah Kim. Jelas tak ada urusannya denganku!"
"Di dalam klausa sebelas poin lima di kontrak yang ditandatangani Kim berisi; Jika dia melakukan pelanggaran kontrak seperti melarikan diri atau menghilang dari pekerjaan, maka wali yang bersangkutan harus bertanggung jawab," tutur Jayden terdengar mengarang bebas di telinga Ara.
"Kau mengarang!" tukas Ara masih tak terima. "Aku tak percaya dan tak akan menanggungnya. Aku tak tahu apa pun perihal kontrak tersebut-"
"Itu benar," sela Nick sambil menoleh pada Ara yang menatapnya tajam. Dia hanya berusaha membantu Jayden juga dirinya sendiri agar malam ini tetap bisa melakukan pemotretan. "Aku membaca kontraknya. Selain itu Kim juga membawa mobilku, jadi jika dia tak datang malam ini. Aku akan melaporkan pencurian mobil juga kelalaian kerja yang membuatmu dua kali menanggung biaya."
Ara melongo menatap tak percaya dua pria yang tiba-tiba menyerangnya dengan berbagai tuntutan ganti rugi, mendesaknya karena menjadi satu-satunya wali Kim.
"Jadi kalian menyudutkanku untuk kepentingan kalian?"
"Tidak, tapi pilihan ada padamu, Nona."
Ara tampak berpikir sejenak sambil terduduk lemas di sofa. Kedatangannya ke sana adalah untuk memarahi Kim dan mengancam adik tirinya untuk melanjutkan study dengan benar. Namun, apa yang didapatnya kini malah dirinya yang terkena dampak masalah dan terdesak pada dua pria licik di hadapannya.
"Ayolah, Arabelle hanya untuk malam ini. Setelah Kim ditemukan kau bisa terlepas dari tanggung jawab ini." Jayden kembali membujuk sambil memainkan matanya pada Nick agar turut membantunya.
"Ya, Nona. Bayarannya cukup sepadan. Kau bukan hanya terbebas dari tuntutan agency Jayden, tetapi kau juga bisa membayar jaminan untuk mobilku yang dibawa lari adikmu," ujar Nick sedikit mengancam.
Membuat Ara semakin pusing hingga akhirnya memutuskan. "Fine! Tapi, aku punya syarat."
o0o
"Tiga, dua, satu!"
"Tiga, dua, satu!" Seru suara seorang photographer yang menjepret objek fotonya diiringi suara kamera juga lampu sorot menerangi dua makhluk di depannya.
Sepasang model tengah bergaya sesuai arahan penata gaya juga photographer yang sibuk mengambil gambar ke kiri dan kanan. Jepretan demi jepretan terus mengarah pada sosok yang sangat menarik perhatian mereka. Berbagai pose dan pergantian baju juga kerapian make up sudah dilakukan sebanyak tiga kali.
Arabelle Lynn Stewart akhirnya menerima tawaran Jayden untuk menggantikan Kim menjadi model pengganti Jayden dengan segala desakan berikut tuntutan yang dijabarkan pria itu siang tadi di apartemen.
Dia tak habis pikir bisa kalah beradu mulut dengan dua pria itu. Alhasil saat ini dirinya tak fokus dan malah kembali mengingat semua ucapan Jayden juga Nick karena sangat menakutinya dengan sejumlah perhitungan ganti rugi dan tuduhan pencurian mobil Nick.
"Ya, benar begitu, Leon! Rangkul tanganmu pada pinggangnya," ujar penata gaya bergaya kemayu.
"Hei, model baru lebih dekat lagi busungkan dadamu," perintahnya pada Ara. "Ya, bagus. Kamera sorot matanya," ujarnya lagi menoleh pada sang photographer.
Tubuh semampainya bersolek dengan tatapan tajam yang membuat banyak pasang mata terkagum melihatnya. Arabelle menggunakan wig pirang dan kontak lens biru serta pakaian kekurangan bahan melekat tipis di tubuhnya sehingga menonjolkan bentuk tubuh ramping ideal yang biasa tertutupi dengan kaos atau kemeja kebesaran yang selalu digunakan Ara. Meski membuatnya sedikit risih, tetapi ia juga memikirkan masalah yang akan diterima jika tak melakukan hal itu.
"Hei, Anak baru. Bisakah kau berpose dengan benar. Ini sudah sangat larut jika kau terlihat kaku, pria botak itu akan meminta ulang seluruh pemotretan!" bisik model pria yang memeluknya dari belakang dengan melingkarkan tangannya pada pinggang Ara.
Seketika itu juga Ara tersadar dari lamunannya saat ucapan sarkas terdengar jelas ke telinga. Masalahnya bagaimana Ara mau berpose benar, sedangkan dirinya sama sekali tak memiliki basic untuk berpose layaknya seorang model.
"Kau, model baru lebih merapat pada Leon!" teriak lagi pria itu. Penata gaya tersebut bahkan mengangkat tangan pada photographer untuk berhenti dan menghampiri Ara juga Leon.
"Mendekatlah seolah kau dan Leon sangat ingin bermesraan jangan terlihat kaku atau canggung," ujarnya lagi pada Ara yang mengangguk ragu. "Leon, letakkan tanganmu pada pinggangnya lebih dalam seperti ini," perintahnya sambil mendekatkan tubuh Leon dan Ara hingga bersentuhan.
Ara sedikit terkejut saat tubuhnya menekan sesuatu di belakangnya dari seluruh bagian tubuh Leon yang tegap ia merasakan sesuatu begitu nyata menyentuh bokongnya. Helaan napas Leon pun terasa menerpa kulit tengkuk Ara. Lingkar tangan pria itu tegas memeluk erat tubuhnya seakan memang ingin menunjukkan kemesraan pada semua orang. Belum lagi dengan wajah rupawan Leon yang semakin dekat menuju tengkuk seolah hendak mencium area tersebut.
Jayden sialan! Dia dan Nick sungguh menjebakku untuk melakukan ini. Kenapa tiba-tiba bukan Nick yang menjadi model prianya, tetapi malah pria angkuh ini?! gerutu Ara dalam hati. Oh, tubuhku pegal harus membusungkan dada selama berjam-jam seperti ini dan entah sudah jam berapa sekarang? Aku sangat lelah dan masih harus mengajar besok pagi, batin Ara.
"Ganti posisi, Leon sekarang pindah ke depan menghadapnya lalu pasanganmu sedikit keluar dari tubuhmu dan agak miring." Arahan dari penata gaya itu semakin membuat Ara pusing menyesuaikan kemauannya. "Hei, cantik, ayo semangat sayang ini take terakhir. Di mana penata rias? Berikan Eve sentuhan baru agar terlihat segar." Pria itu menoleh setelah memberikan semangat pada Ara yang mengangguk pasrah.
Lalu penata rias datang dan merapikan make up Ara juga menyemprotkan sesuatu ke wajahnya hingga tampak membuatnya lebih segar, sedangkan Paul -sang penata gaya- tetap terus mengarahkan posisi terakhir untuk mereka.
Setelah selesai memberi arahan Ara dan Leon kembali dalam posisi yang kali ini bahkan lebih menegangkan bagi Ara karena harus bertatapan langsung dengan si tampan misterius yang tiba-tiba datang di detik terakhir sebelum pemotretan dimulai
"Kuharap kali ini kau bisa bekerja sama dengan benar. Jika kau tak kaku, biasanya hanya butuh tiga kali jepretan untuk satu pose. Jadi berusahalah untuk natural!" ujar Leon bernada sarkas.
Ara mendelik dan menarik napas. Merasa tertantang setelah sejak tadi bersabar mendapat penindasan dari Leon.
Dasar pria angkuh! Dia berkata seolah aku memperlambat proses ini, padahal aku sendiri sudah lelah berdiri menggunakan heels sialan ini! batin Ara.
"Okay cukup diskusinya, Leon. Last pose ready?"
Leon mengangguk pada Paul dan menarik Ara mendekat lalu memegang dagu Ara sambil mendekatkan wajahnya seakan hendak mencium Ara sementara tangan satunya memegang pinggang Ara. Begitu juga dengan tangan Ara yang menyentuh dada dan pinggul Leon sesuai arahan Paul.
"Eve dongakkan wajahmu seakan kau ingin menyambut bibir Leon," teriak Paul padanya. "Leon sekarang pegang tengkuknya dengan gemas menggunakan tangan kiri lalu tangan kananmu memegang pahanya. Biarkan Eve mengangkat sedikit kaki kirinya."
Ara dan Leon pun mengikuti arahannya, membuat tatapan mereka bertemu lebih intens sehingga Ara merasa tak asing dengan wajah tampan Leon. Ia sedikit membulatkan matanya saat mengingat wajah itu sering ditunjukkan Chloe di setiap majalah yang selalu dibeli sahabatnya itu.
Wa-wait apa dia Leonard Hugo? batin Ara baru menyadari pria yang sejak tadi memeluknya mesra adalah bintang model terkenal yang sering ditunjukkan Chloe padanya. Ya! Dia orangnya. Oh, sial Chloe memang benar dia begitu tampan, tapi tidak dengan keangkuhannya. Ara lanjut membatin.
"Kenapa tiba-tiba menatapku terkejut? Kau baru menyadari siapa aku?" bisik Leon.
Ara hanya mendelik sekilas lalu mengalihkan tatapannya.
"Okay, sekarang kalian berciuman."
"Apa?!" pekik keduanya hingga membuat Ara kehilangan keseimbangan saat Leon juga terkejut dan secara tiba-tiba melepas pegangannya pada paha Ara.
"Ah, Leon!" pekik Ara hendak terjatuh.
Leonard dengan sigap meraih pinggang Ara dan menariknya hingga menabrak tubuh liatnya. Tatapan terkejut pun tak terhindar oleh Ara, berbeda dengan Leon yang tampak khawatir setelah berhasil menangkap Ara.
Lalu tanpa menunggu persetujuan Ara, Leon mendekat dan mencium Ara hingga wanita itu terkejut membulatkan matanya. Berbeda dengan Leon yang memejamkan mata juga meraih tengkuk Ara demi memperdalam ciumannya.
Seketika kaki Ara terasa semakin lemas juga bergetar hingga tak memiliki kekuatan untuk menolak pagutan tersebut dan jika kali ini Leon melepas tubuhnya Ara sangat yakin ia akan langsung terjatuh. Karena ia masih mencerna apa yang terjadi hingga tampaknya kini ia terbuai dengan sentuhan kenyal Leon dan membuatnya kehilangan akal sehat lalu membalas pagutan tersebut semakin dalam.
Keduanya terbuai sampai membuat seluruh kru turut terpanah begitu juga Paul yang akhirnya disadarkan Jayden untuk mengakhiri pemotretan. Masalahnya, dalam perjanjiannya dengan Ara, tak akan ada adegan berciuman seperti yang dilakukan kedua model itu, tetapi jika begini jadinya Jayden yang takut mendapat tuntutan balik dari Ara.
"Okay ..., cukup! Perfect, Leon!"
Seketika itu juga Leon melepas pagutannya dan menatap mata indah Ara yang masih terlihat tak percaya dengan apa dilakukan Leon padanya.
"You okay?" tanya Leon seolah tak merasa berdosa. Sialnya, Ara masih mengunduh pikirannya agar kembali waras. Namun, ketertegunan Ara malah membuat Leon terkekeh. "Kau beruntung, karena aku sangat lelah dan ingin ini segera berakhir. Maaf jika mengejutkanmu," ujar Leon beranjak dari hadapan Ara membiarkan wanita itu mengembalikan jiwanya yang seakan melayang entah ke mana.
o0o
Sebuah mobil sport hitam melaju membelah jalan di pusat kota yang tak terlalu lenggang, tetapi tampak gesit menyalip beberapa kendaraan lain hingga akhirnya mobil tersebut berbelok memasuki sebuah menara bertuliskan Hugo Hotel dan membawa si hitam gesitnya itu berhenti di lobby.Sang pengemudi keluar dan melemparkan kuncinya pada seorang petugas valley lalu pria dengan postur tubuh tinggi tegap dan berbentuk sempurna itu tampak memasuki gedung tersebut dan langsung menuju resepsionis untuk mengambil kartu suite room tempatnya bermalam saat ini.Leonard Hugo membuka kacamata hitam dan bicara pada seorang resepsionis untuk memberikannya kunci kamar."Hei, Zack kartu aksesku, please," pintanya dan dengan segera resepsionis yang dipanggil Zack itu bergegas mengambil hak putra kedua pemilik hotel yang kini sudah dikelola oleh sang kakak.Tak jauh dari sana tampak perkumpulan wanita keluar dari ballroom hotel yang terlihat seperti ada sebuah acara tertutup di dalam sana."Wah, apa dia putra
Ara berlari menuju pintu masuk di mana ia mengajar murid junior school yang berada di tengah antara rumah tinggalnya dengan pusat kota. Dirinya baru tidur selama satu jam seusai pulang dari pemotretan dan langsung kembali ke Brooklyn. Bingkai hitam tebal kacamata besarnya itu menutupi lelahnya mata yang kurang puas terpejam.Suara bell dari jam pelajaran yang dimulai terdengar tepat saat Ara baru tiba di depan gerbang. Langkahnya semakin tergesa sampai ketika dirinya tiba di pintu masuk, ia dikejutkan dengan cipratan air genangan yang muncrat ke celana juga kemeja birunya."Oh, My God!" pekik Ara. "Hei, apa kau tak melihatku!" teriak Ara.Mobil sedan yang melintas itu pun berhenti di depan pintu masuk gedung diiringi pemilik mobil—yang sepertinya tak menyadari ulahnya itu. Ara mempercepat langkahnya saat menatap pelaku yang keluar dengan tergesa menuju pintu penumpang di sampingnya."C'mon Christoph. Kau sudah terlambat, kenapa kau keras kepala dan malah menunggu Dad mengantarmu?" kel
Siang hari setelah jam mengajar Ara usai seperti biasanya seluruh murid sudah langsung mendapat jemputan dan menyisakan Christopher yang lagi-lagi jemputannya belum tiba."Christoph, apa ayahmu belum menjemput lagi?" tanya salah seorang temannya dengan rambut coklatnya yang klimis."Jelas saja terlambat ayahnya pasti sibuk mengurus bisnis keluarga. Ayahku pun begitu," jawab temannya yang lain.Ara yang masih sibuk menyusun kertas tugas murid-muridnya itu hanya bisa memerhatikan dari jauh, Christopher didatangi tiga temannya yang sedikit usil."Oh, ayolah kalian jangan begitu pada Christoph. Semua ayah kita memang sibuk, maka dari itu para ibu yang menjemput kita," sahut bocah lainnya yang lebih menonjol dibanding dua sebelumnya. "Namun, sayangnya Christoph sudah tidak memiliki ibu. Jadi wajar jika dia tak mendapat jemputan tepat waktu," ejeknya terkekeh."Oh, iya aku lupa Christoph tak memiliki ibu lagi," sahut teman pertama yang menyapanya.Disusul dengan ucapan si anak berambut cepa
Arabelle berjalan tergesa menuju ATM center di mana ia sudah berjanji akan mengirimkan uang bunga dari pinjaman mendiang ayahnya yang masih menumpuk. Namun, ia terkejut saat melihat saldo dari rekening peninggalan sang ayah telah kosong. Dirinya yakin semua itu ulah Kimber yang entah digunakan untuk apa karena bahkan sampai saat ini gadis itu masih belum bisa dihubungi.Ara keluar dari ATM dan berjalan dengan langkah gontai menuju arah rumah. Dia berharap para rentenir itu mau mengerti dan memberikan waktu untuknya menunda beberapa hari ke depan sampai ia mendapatkan solusi.Sialnya, belum juga ia sempat membicarakan baik-baik. Pria berjanggut tebal itu kini sudah berada di depan rumahnya. Bertepatan dengan itu Chloe membunyikan klakson sebagai tanda dirinya ada di belakang Ara."Ara!" seru Chloe dari dalam mobilnya."Chloe," sapanya sekilas sambil melirik pada si penagih hutang yang berjalan mendekatinya. Melihat pria kekar itu berjalan dengan tergesa lantas Ara pun turut bergegas mem
Saat Arabelle baru saja hendak memasuki toko yang menjual bahan-bahan kue, netranya melihat sosok anak laki-laki yang tampak tak asing tengah berjalan memasuki toko buku. Arabelle mengerutkan keningnya demi meyakinkan penglihatannya bahwa bocah itu adalah salah satu murid di sekolahnya. Begitu dia yakin ia baru teringat jika Leonard berada di sana berarti benar Christoph juga berada di sana."Christoph?" panggil Ara, tetapi bocah itu tak mendengarnya sehingga membuat Arabelle membelokkan arah tujuannya. "Christoph!" seru Ara lagi sambil sedikit berlari dan mengejar bocah itu.Namun, Christopher malah berlari semakin masuk dan menuju tempat pernak pernik perlengkapan berkarya. Sialnya, Ara tak melihatnya masuk ke rak mana. Kedua netra abu itu mulai sibuk mencari di setiap lorong rak-rak buku hingga akhirnya menemukan bocah itu tengah melihat-lihat kertas warna warni."Christoph!" serunya memanggil lalu menghela napas lega ketika akhirnya menemukan bocah itu.Christopher menoleh kepadany
"So, apa aku lebih tampan dari Leon?""Oh, sungguh jangan dengarkan Chloe. Jika menyuruhnya menilai dia akan memilih adikmu." Ara menjawab dengan sedikit kekehan."Pertanyaan itu untukmu, Arabelle." Christian menegaskan."Jangan memintaku. Percayalah penilaianku sangat buruk," jawab Ara lagi sambil meringis.Christian terkekeh dan mulai keluar dari area parkir. "Baiklah, aku percaya. Jadi, di mana rumahmu?" tanya Christian mengalihkan perbincangan menyenangkan itu."Brooklyn, tepatnya di kawasan Ridge Boulevard." Ara menjawab cepat hingga membuat Christian menaikkan sebelah alisnya. "Rumah peninggalan ayahku. Aku tak ingin menjualnya karena banyak kenangan di sana," imbuhnya tak ingin membuat orang salah berpikir dirinya memiliki banyak uang karena tinggal di lingkungan yang terbilang masih cukup bagus meski hanya kawasan Brooklyn.Christian mengangguk dengan senyum mulai menjalankan mobilnya menuju tempat tujuan. "I'm so sorry," ujar Christian."Tak apa, beberapa pengajar di sekolah m
"Oh, Shit! Tertinggal di mobil Christian." Ara terduduk lemas di sofa.Chloe mengambil minum di kulkas seolah dialah pemilik rumah. "Minum dan tarik napas lalu hubungi si tampan bersuara seksi itu untuk kembali membawakan barang belanjaanmu," ujar Chloe terdengar mudah.Namun, bagi Ara yang tak ingin merepotkan orang lain malah merasa itu ide buruk. Sekalipun percakapannya hari ini sudah cukup santai, tetapi Ara masih merasa segan jika harus meminta Christian memutar balik."Aku akan mengirim pesan saja agar besok baru dikembalikan saat mengantar Christopher." Ara mencari nomor Christian dan setelah selesai mengetikkan pesan pada pria itu tiba-tiba panggilan dari nomor asing muncul, belum sempat Ara menekan pilihan kirim dirinya malah menjawab panggilannya."Halo, Arabelle?""Ya, dengan siapa di sana?""Oh, syukurlah Arabelle ini aku Jayden. Di mana kau?""Aku di rumah. Ada apa, kau sudah menemukan Kim?" tanyanya sejenak Ara sempat lupa untuk mencari Kim.Namun, mengingat gadis itu men
Makan malam bersama ayah dan muridnya adalah hal yang tak pernah terpikirkan sama sekali oleh Arabelle. Meskipun bersama dengan muridnya itu sendiri, tetap saja rasanya sangat canggung. Entah topik apa yang akan dibicarakan, sedangkan seharian itu mereka sudah banyak berbincang mengenai Christopher dan rasanya semua topik antara orang tua murid dengan gurunya telah habis tak tersisa.Di sepanjang perjalanan Ara sibuk memikirkan hendak membicarakan apa dengan Christian dan ketika mereka sampai di restoran yang terbilang mewah menurut Ara. Tampak jelas seluruh orang mengira mereka adalah keluarga bahagia ditambah Christoph yang terus menempel padanya seakan menegaskan pandangan umum bahwa dia adalah ibu dari bocah itu dan istri dari pria di sampingnya yang tak henti mendapat tatapan dari tiap orang yang berpapasan.Oh, seharusnya aku menolak ajakan Christopher, tapi jika Chloe tak melarikan diri setidaknya aku memiliki teman bicara, gerutu Ara dalam hati."Reservasi atas nama Christian