"Oh, Shit! Tertinggal di mobil Christian." Ara terduduk lemas di sofa.
Chloe mengambil minum di kulkas seolah dialah pemilik rumah. "Minum dan tarik napas lalu hubungi si tampan bersuara seksi itu untuk kembali membawakan barang belanjaanmu," ujar Chloe terdengar mudah.
Namun, bagi Ara yang tak ingin merepotkan orang lain malah merasa itu ide buruk. Sekalipun percakapannya hari ini sudah cukup santai, tetapi Ara masih merasa segan jika harus meminta Christian memutar balik.
"Aku akan mengirim pesan saja agar besok baru dikembalikan saat mengantar Christopher." Ara mencari nomor Christian dan setelah selesai mengetikkan pesan pada pria itu tiba-tiba panggilan dari nomor asing muncul, belum sempat Ara menekan pilihan kirim dirinya malah menjawab panggilannya.
"Halo, Arabelle?"
"Ya, dengan siapa di sana?"
"Oh, syukurlah Arabelle ini aku Jayden. Di mana kau?"
"Aku di rumah. Ada apa, kau sudah menemukan Kim?" tanyanya sejenak Ara sempat lupa untuk mencari Kim.
Namun, mengingat gadis itu menguras uang di rekening ayahnya membuat Ara merasa Kim tak menghilang karena diculik, melainkan bersenang-senang sampai uangnya habis barulah gadis itu akan muncul ke permukaan.
"Bukan, aku sudah tak butuh Kim, tapi aku butuh dirimu sebagai Eve. Kumohon kali ini bantu aku lagi," pinta Jayden tanpa basa basi.
"Tidak untuk kali ini. Tak ada alasan untukku membantumu lagi, Jay," tolak Ara.
"Tapi, ini tawaran besar dan-"
"Aku tak peduli, Jay. Kemarin kau menipuku dua kali, pertama kau bilang model pasangannya adalah Nick. Lalu kenapa tiba-tiba menjadi pria berengsek yang seenaknya menciumku di mana perjanjiannya mengatakan tak ada hal itu. Jadi aku rasa aku sudah sangat sabar dan sekarang aku tak ingin tertipu lagi!" tandasnya langsung mematikan sambungan.
"Siapa lagi Jay?" tanya Chloe. "Oh, sungguh aku tak tahu apa pun dalam semalam kau pergi, kau sudah bertemu tiga pria asing. Chris, Nick, Jay? Apa kau tak memiliki niat untuk mengenalkannya padaku?" Chloe memelas berakting seolah dia membutuhkan pria dalam hidupnya. Padahal selama ini banyak pria yang mengejarnya, tetapi selalu berakhir dengan tolakan.
"Oh, ayolah Chloe mereka semua membuatku semakin pusing." Ara mengeluh sambil meminum air yang dibawakan Chloe.
"Termasuk Chris?" tanya Chloe membuat Ara langsung tersedak. Sontak Chloe tertawa melihat temannya termakan godaannya. "Benar tebakanku. Kurasa kau paling pusing dengan Christian yang menyebut namamu dengan suara seksinya. Kau pasti tak tahan, bukan?"
"Sialan kau, Chloe! Jangan mengarang!" sanggah Ara beranjak dari sofa demi melarikan diri dari godaan Chloe.
"Oh ayolah, Ara. Aku yakin dia tampan seperti adiknya, akui saja itu. Aku ini sahabatmu aku tahu bagaimana reaksimu saat keluar dari mobilnya dan mendengarnya memanggil namamu 'Arabelle' sangat jarang seseorang memanggil nama lengkapmu terlebih dengan suara seksinya itu," cecar Chloe menggoda Ara sambil mengekori sahabatnya yang bergegas menaiki anak tangga.
"Sudah cukup menggodaku, Chloe. Aku ingin mandi dan makan lalu tidur, sungguh aku kurang tidur kemarin."
"Kau ingin cepat tidur agar memimpikan prince charmingmu?" Chloe semakin gencar menggoda Ara.
"Ya ampun Chloe, aku ingin mandi!" tegas Ara walau sambil terkekeh dan menutup pintu kamar mandinya dengan sedikit usaha menyingkirkan Chloe dari ambang pintu masih tersenyum jahil padanya.
Ara bersandar di balik pintu ia tersenyum malu dan wajahnya memerah setiap kali Chloe menggodanya dengan Christian. Karena memang diakuinya pria itu sangatlah tampan. Mirip dengan model ternama yang diikutinya di i*******m bernama Sean O'pry satu-satunya model yang dia ketahui karena menjadi model video klip lagu blank space milik Taylor swift.
Sejak dari situlah Ara sangat mengagumi sosok Sean terlebih mata birunya begitu mirip dengan Christian dan saat menatapnya sungguh membuat Ara salah tingkah. Entah Ara yang merasa atau memang Christian menatapnya begitu lembut seolah menunjukan ketertarikan terhadap dirinya.
Senyumnya tak juga luntur setelah ia mandi dan bahkan ketika turun ia tetap menunjukan keceriaan di wajahnya. Chloe yang masih betah di sana memerhatikan raut bahagia dari wajah Ara yang padahal siang tadi wanita itu tampak pusing memikirkan setumpuk hutangnya.
"Kenapa dengan wajahmu, Chloe?" tanya Ara mengerutkan keningnya. Ia mengenakan kaos oblong yang besar dengan celana pendek menutupi kaos tersebut sambil menuju dapur di seberang ruang televisi dirinya membuka kulkas mencari sesuatu yang bisa dimasak untuk mengisi perut laparnya.
"Wajahmu tampak sumringah," jawab Chloe santai.
"Tentu, karena aku baru saja mandi," jawab Ara tanpa menoleh dan sibuk memilih bahan makanan yang ada.
Namun, sahabatnya itu enggan mengganti ekspresi wajahnya dan malah menyeringai penuh kecurigaan. "Ara sejak tadi si tampan bersuara seksi menghubungimu," ucap Chloe.
"Sungguh?" Kali ini ucapan Chloe berhasil membuat Ara menoleh sambil mengerutkan keningnya.
Chloe mengangguk dan mengangkat ponsel Ara tanpa membuka isi pesan yang masuk. "Ya, tiga kali dan satu pesan juga masuk. Jangan bilang kau lupa mengirim pesanmu agar dia membawa bahan kuemu besok saja?"
"Oh, Sial! Gara-gara Jayden menelepon aku jadi lupa!" pekik Ara meninggalkan bahan makanan yang baru ia keluarkan di meja dan bergegas mengambil ponselnya.
Ara langsung membaca pesan dari Christian.
[Arabelle, sepertinya barang belanjaanmu tertinggal dan Christopher bilang kau ingin membuat kue dengan ini.]
[Pesan bergambar terkirim]
[Christoph merengek ingin melihatmu membuat kue dan mencicipinya langsung dari loyang, bolehkah kami mampir?]
"Apa isi pesannya?" tanya Chloe penasaran.
"Chloe pesannya masuk sejak aku baru saja mandi?"
"Ya, sepertinya dia sudah menghubungi ketika kau naik ke atas. Dan saat aku-"
"Permisi, Miss Stewart. Ini aku Christopher."
"Oh My God. Mereka datang?" tanya Chloe malah lebih terkejut.
"Chloe bisa tolong buka pintunya sementara aku mengganti pakaian?"
"Tidak. Kau terlihat seksi dengan itu," ujar Chloe malah menggodanya.
"Chloe, Please ada muridku dan ayahnya. Aku tak mungkin memakai pakaian tak sopan ini!" pinta Ara memelas.
"Ya, baiklah. Kau ingin terlihat sopan di depan Christian yang ramah," ledeknya lagi walau menyetujui permintaan Ara.
"Ya terserah apa katamu, Chloe. But thank you," ujar Ara memeluk dan mencium gemas pipi Chloe yang sudah berjalan menuju pintu. Lalu Ara berlari menuju lantai dua di mana ia harus mengganti pakaiannya dulu.
Selang beberapa menit setelah Chloe mempersilakan Christian dan Christopher masuk serta duduk. Ara yang sudah mengganti pakaiannya dengan kaos santai juga celana selutut itu pun turun dari lantai dua.
"Hai, Christoph!” seru Ara menyapa.
Christopher langsung berdiri dan menyambut gurunya dengan riang. "Kenapa tak membangunkanku saat sudah sampai di rumahmu? Kau berjanji tadi akan membiarkanku melihatmu membuat kue yang biasa kau bagikan denganku dan teman-teman di kelas setiap akhir pekan."
Ara berlutut mensejajarkan tubuhnya dengan Christopher. "Maafkan aku. Tadi aku melihatmu tertidur pulas, jadi aku tak tega membangunkanmu."
"Baiklah, kau kumaafkan jika kau mau makan malam bersama denganku dan Dad," ujar Christopher.
Sontak Ara meneguk pelan salivanya yang tercekat seketika di tenggorokannya. Sementara itu Chloe berinisiatif untuk beranjak dari sana dan beralasan dirinya lupa memberi makan kucingnya. Padahal Ara tahu Chloe tak menyukai kucing. Gadis itu pasti sengaja meninggalkannya di tengah kegundahan.
"Christoph, kau berjanji tak akan mengganggu Nona Stewart, bukan?" peringat Christian karena merasa tak enak.
"Tapi Dad ..."
"It's okay, Christian. Aku janji akan makan malam setelah kita selesai membuat kue. Bagaimana?"
"Setuju!" seru Christopher lalu berlari kepada ayahnya. "Kau lihat itu, Dad. Sudah kubilang Miss Stewart sangat baik!" lapor Christopher pada ayahnya.
Ara dan Christian kembali bertemu tatap hingga rona wajahnya tak dapat disembunyikan lagi. Dirinya memilih bergegas menuju dapur dan menyiapkan bahan-bahan untuk membuat kue.
o0o
Makan malam bersama ayah dan muridnya adalah hal yang tak pernah terpikirkan sama sekali oleh Arabelle. Meskipun bersama dengan muridnya itu sendiri, tetap saja rasanya sangat canggung. Entah topik apa yang akan dibicarakan, sedangkan seharian itu mereka sudah banyak berbincang mengenai Christopher dan rasanya semua topik antara orang tua murid dengan gurunya telah habis tak tersisa.Di sepanjang perjalanan Ara sibuk memikirkan hendak membicarakan apa dengan Christian dan ketika mereka sampai di restoran yang terbilang mewah menurut Ara. Tampak jelas seluruh orang mengira mereka adalah keluarga bahagia ditambah Christoph yang terus menempel padanya seakan menegaskan pandangan umum bahwa dia adalah ibu dari bocah itu dan istri dari pria di sampingnya yang tak henti mendapat tatapan dari tiap orang yang berpapasan.Oh, seharusnya aku menolak ajakan Christopher, tapi jika Chloe tak melarikan diri setidaknya aku memiliki teman bicara, gerutu Ara dalam hati."Reservasi atas nama Christian
"Sebenarnya Dad juga tak menyukai Miss Swinton dan sepertinya makan malam kita kali ini akan menyenangkan," ujar Christian sontak membuat Christoph semakin antusias."Kau dengar itu, Miss Stewart. Berarti pemikiranku tak salah, bukan?"Ara mengangguk dengan senyum lebar.Christian mengerutkan keningnya "Well, sepertinya ada percakapan terjadi jika kau bicara begitu." Christian melirik Ara yang baru saja menerima air mineral dan meminumnya sedikit."Oh, maafkan aku Christian. Namun, tadi Christoph merasa sedih dan mengatakan apa yang dirasakannya jadi aku memberikannya perbandingan dari sisi orang dewasa. Karena aku pernah berada di posisinya walau saat itu aku sudah cukup mengerti untuk memahami kondisi ayahku. Jadi—""Hei, Arabelle. It's okay," sela Christian sambil menggenggam tangan Ara di atas meja memberikan tatapan serius tanpa ada sorot tajam dari mata indahnya itu. "Aku senang kau memberikan banyak perngertian pada Christoph. Aku mendengar dari Christoph di perjalanan menuju r
"Kau tak bisa menahan apa, Dad?""Hah, kenapa?" tanya Christian terkejut sampai menoleh ke belakang. "Christoph kau terbangun?""Ya, saat kau mengumpat," jawab bocah itu sambil mengucek matanya. "Miss Stewart sudah diantarkan?"Christian mengangguk. "Tidurlah lagi. Dad akan menggendongmu saat tiba nanti," ujarnya."Tapi Dad di rumah nanti aku masih harus membuat tulisan untuk ucapan maafku pada temanku. Paman Leon sudah berjanji ingin membantuku," ujarnya serak khas suara bangun tidur."Mungkin paman Leon lupa. Bagaimana jika Dad yang membantu?" tawar Christian.Namun, dengan cepat Christopher menggelengkan kepalanya. "Tidak mau. Terakhir membantu, Dad malah menumpahkan sisa cat ke karya indahku," keluhnya merasa trauma.Christian hanya bisa meringis karena ternyata kepintarannya tak cukup untuk menciptakan mahakarya seorang anak junior school. "Kau masih mengingat itu rupanya. Baiklah, kita hubungi pamanmu untuk datang, semoga dia tidak sedang membuat masalah." Christian melirik putr
Leonard melesat membelah jalanan berniat menghabiskan malam dengan mencari hiburan untuknya sendiri. Tak peduli berita apa yang akan terpampang besok yang ia tahu ia menyelamatkan kakaknya dari rencana ibu mereka yang begitu gencar ingin menguasai seluruh peninggalan ayahnya untuk Christian—setidaknya begitulah pemikiran Leon.Leonard masih mengingat bagaimana perpisahan terjadi antara ayah dan ibunya. Sang ayah yang sering bersikap kasar dan membawa wanita lain untuk bercinta dibalas oleh ibunya yang berselingkuh pada pria lain. Lalu dikala keadaaan sang ayah baru saja mengalami kegagalan lalu Christian yang secara kebetulan juga baru lulus kuliah dengan otak pintarnya mencetuskan sebuah ide hingga membuat ayah mereka bangkit.Sejak saat itu Christian menjadi kesayangan ayahnya, sedangkan dia terpaksa ikut dengan ibu mereka atas permintaan sang ayah agar tetap bisa menjaga ibu mereka. Namun, nyatanya ia malah melihat bagaimana sang ibu tak segan berganti pasangan dan membawa pulang s
Ara melebarkan senyumnya menatap mobil Christian hingga menghilang di ujung tikungan. Ia bergegas masuk ke rumahnya berniat ingin tidur lebih cepat. Akan tetapi, baru saja menutup pintu dirinya dikejutkan dengan dering ponselnya dari nomor tak dikenal lagi. Arabelle mengingat tawaran Jayden tadi sore membuatnya mengabaikan panggilan asing lainnya, tak peduli jika itu penting pastinya orang tersebut akan mengirim pesan padanya. Namun, nyatanya tidak.Sampai keesokkan harinya Ara kembali melakukan kegiatan seperti biasa. Akan tetapi, Kali ini dia bangun lebih awal karena berniat menitipkan kue kering buatannya kemarin juga donat yang pagi-pagi sekali sempat dibuatnya, untuk di bawa ke kedai kopi di persimpangan jalan yang akan dilewatinya ketika turun dari bus dekat sekolah tempatnya mengajar."Baiklah, Arabelle. Semoga hari ini titipanmu habis terjual," ujar wanita paruh baya masih menggunakan celemek khas kedai kopinya."Terima kasih, Nyonya Beatrice. Aku akan mengambil berapa pun has
"Arabelle," panggil pria yang semalam membuatnya merona tak karuan."Ya, Chris— maksudku Tuan Hugo," ujar Ara meralat mengingat masih di lingkungan sekolah.Cristian terkekeh melihat Ara meringis dengan panggilan tersebut. "Aku lebih suka mendengarmu memanggilku Christian. Sungguh jangan membuat dirimu canggung, Arabelle," ujarnya tersenyum ramah.Ara membalas senyumannya. "Ya, aku juga. Namun, kepala yayasan sangat ketat dengan tata tertib. Jadi aku harus mematuhinya," jawab Ara."Daddy!" seru Christopher dari ujung koridor."Hei, Jagoan! Bagaimana sekolahmu? Kertas permintaan maafmu sudah diterima?""Kertas permintaan maafnya sangat bagus, Tuan. Aku tak menyangka adikmu sungguh membuktikannya," ujar Ara."Yeay, Paman Leon memang terbaik di bidang kreatifitas!" seru Christopher memasuki mobil ayahnya. "Dad, aku sangat lapar, bisa kita mampir makan siang sebelum kau mengantarku pulang?" pinta bocah itu dijawab anggukan oleh sang ayah."Ya, Leon memang ahli melakukan sesuatu yang tak b
"Apa kau gila, Jay!" pekik Ara menuntut jawaban setelah melihat plang jalan mengarah ke luar kota dan dengan entengnya Jayden bilang iya."Maaf, Ara. Bukan maksudku menipumu lagi, tapi aku baru dikabari saat di kedai kopi ketika aku mengabari Paul bahwa kau bersedia ikut lalu dia baru mengirimkan lokasinya," ujar Jayden.Ara memijat keningnya pusing. "Jay kau tahu aku tak memiliki waktu untuk bolak balik keluar kota menjadi Eve dalam semalam dan kembali menjadi Ara pada pagi harinya. Kapan tubuhku istirahat?!" geram Ara membuat Jayden tak mampu membalas.Pria itu hanya meringis memohon untuk ijin satu hari menjadi Eve dan meliburkan sosok Ara. "Kumohon Ara. Aku sudah menyiapkan kostummu untuk menjadi Eve di kursi belakang." Jayden menunjuk ke paperbag di kursi belakangnya.Ara menoleh dan mengambil paperbag tersebut. "Kau memang sudah berniat, Jay!" pungkasnya terpaksa berpindah kursi belakang."Kau bisa menutup tirai saat mengganti baju, aku membuatnya untukmu," ujar lagi Jayden sang
Bukannya langsung naik Eve malah menatap Jayden menuntut penjelasan. Lagi-lagi Jayden juga hanya bisa meringis sambil mengedikkan bahunya."Sudah cukup berdiskusinya. Kau ingin ikut aku atau membiarkan pemotretan kita diundur lebih lama karena harus menunggu model spesial kita yang sangat tidak tepat waktu," sindirnya sarkas masih enggan mengganti sorot tajamnya.Jayden memberikan tatapan memohon pada Eve yang memang tak berkata apa pun, tetapi dapat dipahami Jayden bahwa dirinya harus memohon untuk menurut saja pada penjemputnya itu, maka dengan terpaksa Eve bergegas memutari mobil Leon. Wanita itu masih memberikan sorot tajam yang tak putus dari pria itu bahkan sampai ia masuk dan duduk di samping Leon keduanya masih sama-sama saling menatap dengan tajam.Leonard menaikan dagunya seolah menunjuk sesuatu untuk Eve lakukan sebelum jalan. Akan tetapi, Eve mengira bahwa Leon menantangnya menggunakan dagunya, sedangkan Jayden sudah berpura-pura tak melihat apa pun yang tengah mereka laku