"So, apa aku lebih tampan dari Leon?"
"Oh, sungguh jangan dengarkan Chloe. Jika menyuruhnya menilai dia akan memilih adikmu." Ara menjawab dengan sedikit kekehan.
"Pertanyaan itu untukmu, Arabelle." Christian menegaskan.
"Jangan memintaku. Percayalah penilaianku sangat buruk," jawab Ara lagi sambil meringis.
Christian terkekeh dan mulai keluar dari area parkir. "Baiklah, aku percaya. Jadi, di mana rumahmu?" tanya Christian mengalihkan perbincangan menyenangkan itu.
"Brooklyn, tepatnya di kawasan Ridge Boulevard." Ara menjawab cepat hingga membuat Christian menaikkan sebelah alisnya. "Rumah peninggalan ayahku. Aku tak ingin menjualnya karena banyak kenangan di sana," imbuhnya tak ingin membuat orang salah berpikir dirinya memiliki banyak uang karena tinggal di lingkungan yang terbilang masih cukup bagus meski hanya kawasan Brooklyn.
Christian mengangguk dengan senyum mulai menjalankan mobilnya menuju tempat tujuan. "I'm so sorry," ujar Christian.
"Tak apa, beberapa pengajar di sekolah menunjukkan hal yang sama saat aku baru masuk. Jadi aku sudah terbiasa," jawabnya.
"Kau tinggal sendiri?" tanya Christian.
"Ya, sebenarnya aku memiliki adik tiri, tapi kami tak tinggal bersama. Dia masih kuliah dan memilih tinggal di apartemen di Upper East Side—ayahku menyewakannya setahun penuh,” ungkap Arabelle.
Christian kembali mengangguk dan perjalanan selama delapan belas menit pun berlalu hingga mereka tiba di depan rumah.
"Terima kasih sudah mengantarku, Christian."
"You're welcome dan terima kasih juga sudah menjaga Christoph hari ini," ujar Christian tersenyum dan menoleh ke belakang.
Ara turut menoleh ke kursi belakang di mana Christoph masih tertidur nyenyak. Wanita itu tersenyum sangat menyukai wajah teduh setiap bocah yang terlelap. Raut wajahnya tak bisa menipu, seolah mengatakan bahwa dirinya teramat mencintai anak-anak muridnya dan mungkin Christopher cukup spesial.
Tatapan penuh kasih itu tak luput dari pandangan Christian di sampingnya. Netra biru terangnya itu tetap terlihat jelas walau langit sudah tampak redup. Arabelle mengalihkan tatapannya dari Christopher dan tak sengaja bertemu tatap dengan Christian yang sempat tertegun.
"Ah, maafkan aku. Tak seharusnya aku menunda perjalananmu lebih lama lagi. Aku hanya menyukai wajah lelap anak-anak. Kau tahu wajah mereka sungguh seperti malaikat kecil," ungkap Ara dengan suara lembutnya. Bibirnya mengulas senyuman dengan raut wajah menyejukkan.
"Tak apa tatapanmu sudah mengatakan semuanya," jawab Christian tak sedikit pun mengalihkan tatapannya dan malah menunjukan senyum menawan yang membuat lesung pipinya tercetak.
Ketampannya itu jelas membuat Ara jadi salah tingkah dan memutuskan tatapannya sambil bersiap-siap keluar. "Yah baiklah, sepertinya aku harus segera keluar," ujar Ara kembali tersenyum dan membuka pintu. "Good evening, Christian," imbuhnya membungkuk dan menatap Christian sekali lagi.
"Good evening, Arabelle." Christian mengangguk dengan senyum.
Setelah itu sedan hitam keluaran merci itu melaju. Arabelle masih sempat memandang ke arah mobil tersebut membuat Christian memiliki kesempatan untuk menatapnya melalui kaca spion. Pria itu tersenyum melihat Ara.
"Good evening, Arabelle," ujar suara Chloe menirukan nada suara Christian.
Arabelle tersenyum lebar sambil memutar iris matanya lalu berbalik. "Chloe ...!"
"Chloe? Siapa wanita cantik itu? Aku Christian. Apa kau lupa setelah kuantarkan pulang?" goda Chloe.
"Silakan menjadi Christian sepuasmu, Chloe. Aku ingin mandi dan bersiap membuat kue." Ara melengos masuk ke rumah sederhana bercat putih tempatnya bertumbuh sejak kecil.
Chloe mengekori Ara dan terkekeh sambil memerhatikan Ara. "Kau ingin membuat kue dari apa, Ara. Di mana belanjaanmu?" tanya Chloe.
"Oh, Shit! Tertinggal di mobil Christian." Ara terduduk lemas di sofa.
o0o"Oh, Shit! Tertinggal di mobil Christian." Ara terduduk lemas di sofa.Chloe mengambil minum di kulkas seolah dialah pemilik rumah. "Minum dan tarik napas lalu hubungi si tampan bersuara seksi itu untuk kembali membawakan barang belanjaanmu," ujar Chloe terdengar mudah.Namun, bagi Ara yang tak ingin merepotkan orang lain malah merasa itu ide buruk. Sekalipun percakapannya hari ini sudah cukup santai, tetapi Ara masih merasa segan jika harus meminta Christian memutar balik."Aku akan mengirim pesan saja agar besok baru dikembalikan saat mengantar Christopher." Ara mencari nomor Christian dan setelah selesai mengetikkan pesan pada pria itu tiba-tiba panggilan dari nomor asing muncul, belum sempat Ara menekan pilihan kirim dirinya malah menjawab panggilannya."Halo, Arabelle?""Ya, dengan siapa di sana?""Oh, syukurlah Arabelle ini aku Jayden. Di mana kau?""Aku di rumah. Ada apa, kau sudah menemukan Kim?" tanyanya sejenak Ara sempat lupa untuk mencari Kim.Namun, mengingat gadis itu men
Makan malam bersama ayah dan muridnya adalah hal yang tak pernah terpikirkan sama sekali oleh Arabelle. Meskipun bersama dengan muridnya itu sendiri, tetap saja rasanya sangat canggung. Entah topik apa yang akan dibicarakan, sedangkan seharian itu mereka sudah banyak berbincang mengenai Christopher dan rasanya semua topik antara orang tua murid dengan gurunya telah habis tak tersisa.Di sepanjang perjalanan Ara sibuk memikirkan hendak membicarakan apa dengan Christian dan ketika mereka sampai di restoran yang terbilang mewah menurut Ara. Tampak jelas seluruh orang mengira mereka adalah keluarga bahagia ditambah Christoph yang terus menempel padanya seakan menegaskan pandangan umum bahwa dia adalah ibu dari bocah itu dan istri dari pria di sampingnya yang tak henti mendapat tatapan dari tiap orang yang berpapasan.Oh, seharusnya aku menolak ajakan Christopher, tapi jika Chloe tak melarikan diri setidaknya aku memiliki teman bicara, gerutu Ara dalam hati."Reservasi atas nama Christian
"Sebenarnya Dad juga tak menyukai Miss Swinton dan sepertinya makan malam kita kali ini akan menyenangkan," ujar Christian sontak membuat Christoph semakin antusias."Kau dengar itu, Miss Stewart. Berarti pemikiranku tak salah, bukan?"Ara mengangguk dengan senyum lebar.Christian mengerutkan keningnya "Well, sepertinya ada percakapan terjadi jika kau bicara begitu." Christian melirik Ara yang baru saja menerima air mineral dan meminumnya sedikit."Oh, maafkan aku Christian. Namun, tadi Christoph merasa sedih dan mengatakan apa yang dirasakannya jadi aku memberikannya perbandingan dari sisi orang dewasa. Karena aku pernah berada di posisinya walau saat itu aku sudah cukup mengerti untuk memahami kondisi ayahku. Jadi—""Hei, Arabelle. It's okay," sela Christian sambil menggenggam tangan Ara di atas meja memberikan tatapan serius tanpa ada sorot tajam dari mata indahnya itu. "Aku senang kau memberikan banyak perngertian pada Christoph. Aku mendengar dari Christoph di perjalanan menuju r
"Kau tak bisa menahan apa, Dad?""Hah, kenapa?" tanya Christian terkejut sampai menoleh ke belakang. "Christoph kau terbangun?""Ya, saat kau mengumpat," jawab bocah itu sambil mengucek matanya. "Miss Stewart sudah diantarkan?"Christian mengangguk. "Tidurlah lagi. Dad akan menggendongmu saat tiba nanti," ujarnya."Tapi Dad di rumah nanti aku masih harus membuat tulisan untuk ucapan maafku pada temanku. Paman Leon sudah berjanji ingin membantuku," ujarnya serak khas suara bangun tidur."Mungkin paman Leon lupa. Bagaimana jika Dad yang membantu?" tawar Christian.Namun, dengan cepat Christopher menggelengkan kepalanya. "Tidak mau. Terakhir membantu, Dad malah menumpahkan sisa cat ke karya indahku," keluhnya merasa trauma.Christian hanya bisa meringis karena ternyata kepintarannya tak cukup untuk menciptakan mahakarya seorang anak junior school. "Kau masih mengingat itu rupanya. Baiklah, kita hubungi pamanmu untuk datang, semoga dia tidak sedang membuat masalah." Christian melirik putr
Leonard melesat membelah jalanan berniat menghabiskan malam dengan mencari hiburan untuknya sendiri. Tak peduli berita apa yang akan terpampang besok yang ia tahu ia menyelamatkan kakaknya dari rencana ibu mereka yang begitu gencar ingin menguasai seluruh peninggalan ayahnya untuk Christian—setidaknya begitulah pemikiran Leon.Leonard masih mengingat bagaimana perpisahan terjadi antara ayah dan ibunya. Sang ayah yang sering bersikap kasar dan membawa wanita lain untuk bercinta dibalas oleh ibunya yang berselingkuh pada pria lain. Lalu dikala keadaaan sang ayah baru saja mengalami kegagalan lalu Christian yang secara kebetulan juga baru lulus kuliah dengan otak pintarnya mencetuskan sebuah ide hingga membuat ayah mereka bangkit.Sejak saat itu Christian menjadi kesayangan ayahnya, sedangkan dia terpaksa ikut dengan ibu mereka atas permintaan sang ayah agar tetap bisa menjaga ibu mereka. Namun, nyatanya ia malah melihat bagaimana sang ibu tak segan berganti pasangan dan membawa pulang s
Ara melebarkan senyumnya menatap mobil Christian hingga menghilang di ujung tikungan. Ia bergegas masuk ke rumahnya berniat ingin tidur lebih cepat. Akan tetapi, baru saja menutup pintu dirinya dikejutkan dengan dering ponselnya dari nomor tak dikenal lagi. Arabelle mengingat tawaran Jayden tadi sore membuatnya mengabaikan panggilan asing lainnya, tak peduli jika itu penting pastinya orang tersebut akan mengirim pesan padanya. Namun, nyatanya tidak.Sampai keesokkan harinya Ara kembali melakukan kegiatan seperti biasa. Akan tetapi, Kali ini dia bangun lebih awal karena berniat menitipkan kue kering buatannya kemarin juga donat yang pagi-pagi sekali sempat dibuatnya, untuk di bawa ke kedai kopi di persimpangan jalan yang akan dilewatinya ketika turun dari bus dekat sekolah tempatnya mengajar."Baiklah, Arabelle. Semoga hari ini titipanmu habis terjual," ujar wanita paruh baya masih menggunakan celemek khas kedai kopinya."Terima kasih, Nyonya Beatrice. Aku akan mengambil berapa pun has
"Arabelle," panggil pria yang semalam membuatnya merona tak karuan."Ya, Chris— maksudku Tuan Hugo," ujar Ara meralat mengingat masih di lingkungan sekolah.Cristian terkekeh melihat Ara meringis dengan panggilan tersebut. "Aku lebih suka mendengarmu memanggilku Christian. Sungguh jangan membuat dirimu canggung, Arabelle," ujarnya tersenyum ramah.Ara membalas senyumannya. "Ya, aku juga. Namun, kepala yayasan sangat ketat dengan tata tertib. Jadi aku harus mematuhinya," jawab Ara."Daddy!" seru Christopher dari ujung koridor."Hei, Jagoan! Bagaimana sekolahmu? Kertas permintaan maafmu sudah diterima?""Kertas permintaan maafnya sangat bagus, Tuan. Aku tak menyangka adikmu sungguh membuktikannya," ujar Ara."Yeay, Paman Leon memang terbaik di bidang kreatifitas!" seru Christopher memasuki mobil ayahnya. "Dad, aku sangat lapar, bisa kita mampir makan siang sebelum kau mengantarku pulang?" pinta bocah itu dijawab anggukan oleh sang ayah."Ya, Leon memang ahli melakukan sesuatu yang tak b
"Apa kau gila, Jay!" pekik Ara menuntut jawaban setelah melihat plang jalan mengarah ke luar kota dan dengan entengnya Jayden bilang iya."Maaf, Ara. Bukan maksudku menipumu lagi, tapi aku baru dikabari saat di kedai kopi ketika aku mengabari Paul bahwa kau bersedia ikut lalu dia baru mengirimkan lokasinya," ujar Jayden.Ara memijat keningnya pusing. "Jay kau tahu aku tak memiliki waktu untuk bolak balik keluar kota menjadi Eve dalam semalam dan kembali menjadi Ara pada pagi harinya. Kapan tubuhku istirahat?!" geram Ara membuat Jayden tak mampu membalas.Pria itu hanya meringis memohon untuk ijin satu hari menjadi Eve dan meliburkan sosok Ara. "Kumohon Ara. Aku sudah menyiapkan kostummu untuk menjadi Eve di kursi belakang." Jayden menunjuk ke paperbag di kursi belakangnya.Ara menoleh dan mengambil paperbag tersebut. "Kau memang sudah berniat, Jay!" pungkasnya terpaksa berpindah kursi belakang."Kau bisa menutup tirai saat mengganti baju, aku membuatnya untukmu," ujar lagi Jayden sang