Makan malam bersama ayah dan muridnya adalah hal yang tak pernah terpikirkan sama sekali oleh Arabelle. Meskipun bersama dengan muridnya itu sendiri, tetap saja rasanya sangat canggung. Entah topik apa yang akan dibicarakan, sedangkan seharian itu mereka sudah banyak berbincang mengenai Christopher dan rasanya semua topik antara orang tua murid dengan gurunya telah habis tak tersisa.
Di sepanjang perjalanan Ara sibuk memikirkan hendak membicarakan apa dengan Christian dan ketika mereka sampai di restoran yang terbilang mewah menurut Ara. Tampak jelas seluruh orang mengira mereka adalah keluarga bahagia ditambah Christoph yang terus menempel padanya seakan menegaskan pandangan umum bahwa dia adalah ibu dari bocah itu dan istri dari pria di sampingnya yang tak henti mendapat tatapan dari tiap orang yang berpapasan.
Oh, seharusnya aku menolak ajakan Christopher, tapi jika Chloe tak melarikan diri setidaknya aku memiliki teman bicara, gerutu Ara dalam hati.
"Reservasi atas nama Christian Hugo," ujar Christian pada salah satu pelayan di meja penyambutan.
"Meja nomor sepuluh silakan, Tuan Hugo," jawab pelayan tersebut sambil menyuruh pelayan yang standby untuk mengantarkan mereka ke meja.
Sesampainya di meja sepuluh terdapat empat kursi di masing-masing sisi, mereka akhirnya bisa duduk. Christopher mengambil duduk di seberang ayahnya membiarkan Ara berada di tengah antara dirinya dan sang ayah. Pelayan tadi pun memberikan buku menu kepada mereka untuk dilihat-lihat.
"Baiklah, sekarang kau ingin makan apa, Christoph?" tanya Christian lalu menoleh pada Ara. "Kau juga Arabelle apa yang ingin kau pesan?" tanyanya.
Ara hanya tersenyum masih melihat-lihat menu yang ada dan bingung harus memesan apa karena dia sama sekali tak tahu menu favorite di restoran yang baru ia kunjungi itu. "Aku pesan menu favorite saja dan segelas mineral water," ujarnya lalu mengembalikan buku menu itu kepada pelayan.
"Aku pesan yang seperti biasa saja, Dad."
"Baiklah." Christian lalu memberitahukan menu yang mereka pesan pada pelayan dan kini keadaan kembali diam dalam beberapa detik.
"Dad, apa Nona Swinton tak jadi datang?" tanya Christopher tiba-tiba membahas nama wanita asing yang tak diketahui Ara. Tentu saja karena Ara tak mengetahui apa pun tentang mereka.
"Sepertinya dia akan sedikit terlambat. Kenapa kau menanyakan, biasanya kau selalu berharap wanita kiriman grandma tidak datang?" tanya Christian dan kontan dirinya baru teringat ia belum memberitahukan pada Ara bahwa akan ada wanita lain yang ikut dalam acara makan malam mereka. "Maafkan aku, Arabelle. Sebenarnya aku mengajak Christoph untuk makan malam bersama putri dari kolega ibuku. Kau tak keberatan?"
Ara menggeleng dengan senyum. "Tidak sama sekali, Christian. Lagi pula aku tak memiliki hak untuk keberatan. Aku malah sangat berterima kasih kau mengizinkan Christopher mengajakku juga," jawab Ara.
"Syukurlah, ya sepertinya Christoph ingin memiliki teman bicara saat aku dan wanita ini berbincang. Maaf jika putraku malah memakai waktu istirahatmu untuk menemaninya sampai malam begini." Christian merasa tak enak.
Ara hanya membalasnya dengan senyum. Oh, ya ampun Christopher. Apa dia tak mengerti bahwa ayahnya hendak berkencan, kenapa bocah ini malah mengajakku? entah bagaimana keadaannya saat wanita itu datang. Ara mengeluh dalam hati sambil meringis sempat merasa tersanjung dan berpikir berlebihan akan kegiatannya hari ini yang dipenuhi dengan senyum menawan Christian. Namun nyatanya, pria itu sudah memiliki seseorang yang mungkin saja membuatnya dikira sebagai pengganggu.
"Oh ini dia," ujar Christian melihat panggilan pada ponselnya. "Kalian tunggu sebentar, aku harus menjawab ini." sambungnya sambil beranjak dari meja mereka.
"Maafkan aku, Miss Stewart sejujurnya aku tak menyukai wanita yang ingin hadir ini, maka dari itu aku berkeras mengajakmu walau dad sudah mengatakan tak akan enak denganmu," cicit Christopher tiba-tiba memasang wajah memelas menunjukkan mata birunya yang tampak redup.
"Oh, Christoph ... jangan bersedih. Aku sungguh tak masalah. Aku senang kau mengajakku ke sini." Ara berusaha menghibur sebisanya, walau ia memang merasa tak enak hati jika harus bergabung dengan mereka yang berstatus hanya sebagai guru Christopher.
"Benarkah?" tanya Christoph. Ara meyakinkan bocah itu dengan anggukan dan senyum.
"Apa kau tahu aku pernah merasakan apa yang kau rasakan saat ini ketika ayahku menemukan pengganti ibuku satu tahun setelah kepergiannya."
"Aku sangat tahu, lalu apa kau merasa sedih, Miss Stewart?" tanya Christopher dengan nada rendah dan suara serak seolah tengah menahan tangis.
Ara kembali mengangguk. "Aku cukup sedih saat itu, tapi aku lebih sedih saat melihat ayahku mengurus segala kebutuhanku juga harus bekerja mencari uang untuk membayar sekolah dan memberiku makan," ujar Ara memberikan perbandingan.
Christopher lalu menunduk memikirkan ucapan Ara. "Sepertinya kau benar, Miss Stewart. Seharusnya aku tak bertingkah. Namun, aku sungguh tak menyukai Miss Swinton. Dia membuat dad mengabaikanku setiap kali makan malam, dia selalu menyela dan mengajak dad bicara sampai aku tak memiliki celah untuk bicara. Apa menurutmu aku salah jika tak menyukainya?"
Ara semakin pusing mendengar cerita Christopher. Sepertinya sulit untuk membuat bocah itu memahami situasi yang juga tak diketahui oleh Ara. Namun, jika mendengar cerita kedua pria itu sepertinya wanita yang mereka bicarakan ini memang tak memberikan perhatiannya pada Christopher.
Ara tak sempat menjawab pertanyaan terakhir Christopher karena Christian sudah kembali ke meja mereka dengan kabar menyenangkan.
"Maaf membuat kalian menunggu lama. Akan tetapi, sepertinya doa seseorang selama ini akhirnya terjawab." Christian melirik putranya.
Christopher tampak memasang wajah bersalahnya karena sempat mengabaikan ayahnya minggu lalu saat wanita bermarga Swinton itu mengajak mereka dinner.
"Dad, aku ingin minta maaf sempat marah padamu karena kau berkencan dengan Miss Swinton. Namun, hari ini aku berjanji akan bersikap baik padanya saat tiba." Christopher berujar pelan memikirkan perkataan Ara yang merasa sang ayah juga berhak bahagia dengan seseorang yang mungkin dicintainya.
"It's okay, My son, Dad mengerti kau tak menyukainya. Lagipula hari ini Miss Swinton berhalangan hadir," ujar Christian membuat wajah Christoph tampak sumringah sambil menatap Ara penuh antusias. "Christoph apa kau mau tahu satu rahasia, Dad?"
Christoph mengangguk semangat. "Apa itu, Dad?"Christian sedikit melirik Arabelle yang juga menantikan apa rahasia yang hendak dikatakan Christian."Sebenarnya ...."
o0o
"Sebenarnya Dad juga tak menyukai Miss Swinton dan sepertinya makan malam kita kali ini akan menyenangkan," ujar Christian sontak membuat Christoph semakin antusias."Kau dengar itu, Miss Stewart. Berarti pemikiranku tak salah, bukan?"Ara mengangguk dengan senyum lebar.Christian mengerutkan keningnya "Well, sepertinya ada percakapan terjadi jika kau bicara begitu." Christian melirik Ara yang baru saja menerima air mineral dan meminumnya sedikit."Oh, maafkan aku Christian. Namun, tadi Christoph merasa sedih dan mengatakan apa yang dirasakannya jadi aku memberikannya perbandingan dari sisi orang dewasa. Karena aku pernah berada di posisinya walau saat itu aku sudah cukup mengerti untuk memahami kondisi ayahku. Jadi—""Hei, Arabelle. It's okay," sela Christian sambil menggenggam tangan Ara di atas meja memberikan tatapan serius tanpa ada sorot tajam dari mata indahnya itu. "Aku senang kau memberikan banyak perngertian pada Christoph. Aku mendengar dari Christoph di perjalanan menuju r
"Kau tak bisa menahan apa, Dad?""Hah, kenapa?" tanya Christian terkejut sampai menoleh ke belakang. "Christoph kau terbangun?""Ya, saat kau mengumpat," jawab bocah itu sambil mengucek matanya. "Miss Stewart sudah diantarkan?"Christian mengangguk. "Tidurlah lagi. Dad akan menggendongmu saat tiba nanti," ujarnya."Tapi Dad di rumah nanti aku masih harus membuat tulisan untuk ucapan maafku pada temanku. Paman Leon sudah berjanji ingin membantuku," ujarnya serak khas suara bangun tidur."Mungkin paman Leon lupa. Bagaimana jika Dad yang membantu?" tawar Christian.Namun, dengan cepat Christopher menggelengkan kepalanya. "Tidak mau. Terakhir membantu, Dad malah menumpahkan sisa cat ke karya indahku," keluhnya merasa trauma.Christian hanya bisa meringis karena ternyata kepintarannya tak cukup untuk menciptakan mahakarya seorang anak junior school. "Kau masih mengingat itu rupanya. Baiklah, kita hubungi pamanmu untuk datang, semoga dia tidak sedang membuat masalah." Christian melirik putr
Leonard melesat membelah jalanan berniat menghabiskan malam dengan mencari hiburan untuknya sendiri. Tak peduli berita apa yang akan terpampang besok yang ia tahu ia menyelamatkan kakaknya dari rencana ibu mereka yang begitu gencar ingin menguasai seluruh peninggalan ayahnya untuk Christian—setidaknya begitulah pemikiran Leon.Leonard masih mengingat bagaimana perpisahan terjadi antara ayah dan ibunya. Sang ayah yang sering bersikap kasar dan membawa wanita lain untuk bercinta dibalas oleh ibunya yang berselingkuh pada pria lain. Lalu dikala keadaaan sang ayah baru saja mengalami kegagalan lalu Christian yang secara kebetulan juga baru lulus kuliah dengan otak pintarnya mencetuskan sebuah ide hingga membuat ayah mereka bangkit.Sejak saat itu Christian menjadi kesayangan ayahnya, sedangkan dia terpaksa ikut dengan ibu mereka atas permintaan sang ayah agar tetap bisa menjaga ibu mereka. Namun, nyatanya ia malah melihat bagaimana sang ibu tak segan berganti pasangan dan membawa pulang s
Ara melebarkan senyumnya menatap mobil Christian hingga menghilang di ujung tikungan. Ia bergegas masuk ke rumahnya berniat ingin tidur lebih cepat. Akan tetapi, baru saja menutup pintu dirinya dikejutkan dengan dering ponselnya dari nomor tak dikenal lagi. Arabelle mengingat tawaran Jayden tadi sore membuatnya mengabaikan panggilan asing lainnya, tak peduli jika itu penting pastinya orang tersebut akan mengirim pesan padanya. Namun, nyatanya tidak.Sampai keesokkan harinya Ara kembali melakukan kegiatan seperti biasa. Akan tetapi, Kali ini dia bangun lebih awal karena berniat menitipkan kue kering buatannya kemarin juga donat yang pagi-pagi sekali sempat dibuatnya, untuk di bawa ke kedai kopi di persimpangan jalan yang akan dilewatinya ketika turun dari bus dekat sekolah tempatnya mengajar."Baiklah, Arabelle. Semoga hari ini titipanmu habis terjual," ujar wanita paruh baya masih menggunakan celemek khas kedai kopinya."Terima kasih, Nyonya Beatrice. Aku akan mengambil berapa pun has
"Arabelle," panggil pria yang semalam membuatnya merona tak karuan."Ya, Chris— maksudku Tuan Hugo," ujar Ara meralat mengingat masih di lingkungan sekolah.Cristian terkekeh melihat Ara meringis dengan panggilan tersebut. "Aku lebih suka mendengarmu memanggilku Christian. Sungguh jangan membuat dirimu canggung, Arabelle," ujarnya tersenyum ramah.Ara membalas senyumannya. "Ya, aku juga. Namun, kepala yayasan sangat ketat dengan tata tertib. Jadi aku harus mematuhinya," jawab Ara."Daddy!" seru Christopher dari ujung koridor."Hei, Jagoan! Bagaimana sekolahmu? Kertas permintaan maafmu sudah diterima?""Kertas permintaan maafnya sangat bagus, Tuan. Aku tak menyangka adikmu sungguh membuktikannya," ujar Ara."Yeay, Paman Leon memang terbaik di bidang kreatifitas!" seru Christopher memasuki mobil ayahnya. "Dad, aku sangat lapar, bisa kita mampir makan siang sebelum kau mengantarku pulang?" pinta bocah itu dijawab anggukan oleh sang ayah."Ya, Leon memang ahli melakukan sesuatu yang tak b
"Apa kau gila, Jay!" pekik Ara menuntut jawaban setelah melihat plang jalan mengarah ke luar kota dan dengan entengnya Jayden bilang iya."Maaf, Ara. Bukan maksudku menipumu lagi, tapi aku baru dikabari saat di kedai kopi ketika aku mengabari Paul bahwa kau bersedia ikut lalu dia baru mengirimkan lokasinya," ujar Jayden.Ara memijat keningnya pusing. "Jay kau tahu aku tak memiliki waktu untuk bolak balik keluar kota menjadi Eve dalam semalam dan kembali menjadi Ara pada pagi harinya. Kapan tubuhku istirahat?!" geram Ara membuat Jayden tak mampu membalas.Pria itu hanya meringis memohon untuk ijin satu hari menjadi Eve dan meliburkan sosok Ara. "Kumohon Ara. Aku sudah menyiapkan kostummu untuk menjadi Eve di kursi belakang." Jayden menunjuk ke paperbag di kursi belakangnya.Ara menoleh dan mengambil paperbag tersebut. "Kau memang sudah berniat, Jay!" pungkasnya terpaksa berpindah kursi belakang."Kau bisa menutup tirai saat mengganti baju, aku membuatnya untukmu," ujar lagi Jayden sang
Bukannya langsung naik Eve malah menatap Jayden menuntut penjelasan. Lagi-lagi Jayden juga hanya bisa meringis sambil mengedikkan bahunya."Sudah cukup berdiskusinya. Kau ingin ikut aku atau membiarkan pemotretan kita diundur lebih lama karena harus menunggu model spesial kita yang sangat tidak tepat waktu," sindirnya sarkas masih enggan mengganti sorot tajamnya.Jayden memberikan tatapan memohon pada Eve yang memang tak berkata apa pun, tetapi dapat dipahami Jayden bahwa dirinya harus memohon untuk menurut saja pada penjemputnya itu, maka dengan terpaksa Eve bergegas memutari mobil Leon. Wanita itu masih memberikan sorot tajam yang tak putus dari pria itu bahkan sampai ia masuk dan duduk di samping Leon keduanya masih sama-sama saling menatap dengan tajam.Leonard menaikan dagunya seolah menunjuk sesuatu untuk Eve lakukan sebelum jalan. Akan tetapi, Eve mengira bahwa Leon menantangnya menggunakan dagunya, sedangkan Jayden sudah berpura-pura tak melihat apa pun yang tengah mereka laku
"Bisa kau melakukannya dengan benar untuk kali ini?" ulang Leonard memastikan Eve mendengar perkataannya."Ya, aku tak janji untuk yang ini, we'll see, okay?""Kau hanya cukup mengikuti arahan Paul dan percaya pada pasanganmu untuk saat ini pasanganmu adalah aku. Jadi jika kau merasa kurang nyaman dengan sentuhan atau apa pun kau bisa bicarakan padaku, kau mengerti?" tanya lagi Leon lalu meninggalkan Eve lebih dulu masuk ke area syuting.Sikapnya itu terasa mencurigakan bagi Eve. Karena sebelumnya pria itu bahkan bertindak menyebalkan padanya, tetapi dalam hitungan detik sikapnya berubah dan itu sangat mengganggu pikiran Eve yang masih bergeming di samping mobil dan menatap punggung tegap Leonard."Ada apa dengannya, kenapa sebentar baik sebentar menyebalkan?" gumam Eve mengerucutkan bibirnya."Leon memang begitu, dia akan membaik dengan sendirinya jika kau tak membuat masalah dengannya," ujar suara Paul tiba-tiba sudah berada di samping Eve."Oh, Paul. Maafkan aku semalam tak menjawa