Aku mungkin sudah gila, kenapa aku terbawa suasana dan malah melakukan ini? batin Eve saat dengan nekatnya mencium Leon.Apa dia sedang ingin bermain denganku?! pikir Leon lagi dalam hati. Baiklah, kau ingin menunjukkan dirimu yang sebenarnya. Leon membalas pagutannya berusaha mengganti posisi dengan menggulingkan tubuh Eve untuk berbaring agar dirinya bisa mengontrol ciuman tersebut.Sementara itu ketika kedua model tersebut tengah melakukan pergulatan dalam ciuman. Jayden akhirnya tiba dan terkejut melihat pemotretan serta shoot video tengah berlangsung dalam keadaan seperti itu."Oh, sial ini terjadi lagi," umpatnya bergumam sambil berlari ke arah Paul untuk menegur penata gaya tersebut. "Paul apa kau tak ingat kata-kataku? Ar-Eve tak mau melakukan ini, terakhir dia marah dan-""Tahan dulu amarahmu Jay dan tanyakan siapa yang melakukan ciuman lebih dulu." Ucapan Paul sukses membuat Jayden mengernyit tak percaya."Eve yang ...."Paul mengangguk saat Jayden hanya menggantung ucapanny
"Oh, jangan begitu, Tampan. Tak ada salahnya sekali-kali kau membantu rekanmu saat melakukan improvisasi," tutur Paul."Nope! Aku sudah mengulurkan dua kali tanganku, tetapi dia menolaknya dan-""Dia melakukannya sambil mengejekku!" sela Eve dan sontak membuat Paul juga Jayden kembali menatap Leon kesal."Leon ...!" geram Paul dengan intonasi khas miliknya."Kau keterlaluan Leon. Jangan begitu pada modelku," sambung Jayden mendukung."Oh, c'mon. Kalian sungguh percaya padanya?" tukas Leon tak percaya dirinya disudutkan karena tuduhan tak berdasar."Mengingat tingkahmu selama ini. Kami percaya pada ucapannya," ujar Paul mendapat anggukan setuju dari Jayden. "Tanggung jawab dan gendonglah dia ke ruangannya," pinta Paul."Ti-tidak, Paul. Dia tak perlu melakukan itu. Lagi pula sudah ada Jayden di sini," tolak Eve."See! Dia yang menolakku!" ketus Leon kesal hendak kembali meninggalkan mereka."Tidak begitu caranya, Darlin' biarkan Leon bertanggung jawab. Lagi pula Jayden masih ingin memba
Malam sebelumnya di tempat Christian.Christian memasuki ruang santainya usai memerhatikan kedekatan Christoph dengan adiknya. Ia hanya duduk dan memikirkan ucapan Leonard memang sangat benar hingga membuatnya hanya bisa terdiam memerhatikan kegiatan sang putra tampak menyenangkan saat bersama Leonard seolah putranya merasakan perhatian Leon begitu tulus pada keponakannya.Terlalu sibuk dengan pikirannya sampai membuat Christian tak sadar kini putranya sudah diangkut oleh Leon untuk dipindahkan ke kamar usai mengerjakan ucapan permintaan maaf yang diminta Arabelle untuk teman Christoph di sekolah esok hari. Christian berinisiatif merapikan barang Christopher kembali ke tempatnya lalu ia berbalik dan menemukan Leon berada di ambang pintu menatapnya seolah menunjukkan dirinya peduli pada kehidupannya bersama Christoph."Let's talk," ajak Leonard.Christian mengangguk dan tersenyum. "Ambil minuman dan tunggu aku di kolam. Aku ingin melihat Christoph sebentar." Christian beranjak keluar d
Christian tersenyum mengingat perbincangannya dengan Leon semalam, maka dari itu ia tak memaksakan Ara untuk ikut bersamanya walau dirinya masih ingin berbincang banyak hal dengan wanita tersebut. Lantas kini Christian bersama putranya sudah berada di resto sekitar. Memesan makanan yang mereka inginkan lalu Christoph bercerita sambil menunggu pesanan mereka tiba. Akan tetapi, saat tengah asik mendengarkan cerita putranya, netra biru Christian melirik sekilas wanita yang tengah berjalan mendekat ke meja mereka lalu melintasinya begitu saja menuju kasir dan memesan makanan. Setelah Chloe terlihat selesai memesan makanan dan menunggu tepat di samping meja Christian—masih tetap tersambung pada ponselnya.Pria itu melambaikan tangan di hadapan wanita yang mengenakan blouse hitam tersebut."Hai, Chloe, right?" panggil Christian."Ya," jawabnya berbalik menoleh pada sumber suara sambil menutup ujung benda pipih yang masih tertempel di telinga. "Nanti aku hubungi kau kembali, Mom," ujarnya pa
Kembali ke tempat pemotretan Eve dan Leon.Leon keluar dari ruangan Eve dengan hati panas dan tak percaya bahwa penilaiannya salah. Dia yakin Eve sengaja mengatakan hal itu demi tetap melancarkan aksinya untuk mencuri hati Leon."Dasar wanita sinting. Dia pikir siapa dirinya bahkan ini baru pertemuan kedua dan dia sudah bersikap seolah mengenalku dengan baik!" geramnya kesal sendiri sambil menjauh dari pintu ruangan Eve hingga berpapasan dengan Jayden yang berlari menuju ke arahnya."Leon, kau sudah mengantarkan Eve ke dalam?" tanya Jayden sambil mengatur napasnya yang terengah."Menurutmu dari arah mana aku menjauh?" tanya balik Leon dengan sarkas."Yah, baiklah. Kau benar," ujar Jayden. "Masih mau donat? Bantu aku, Leon setidaknya ambil satu untuk mengurangi jatah pembagian," ujarnya lagi menahan kepergian Leonard.Leon yang kesal akhirnya mengambil satu dan menggigitkan kasar. "Sudah, kau puas?!" ketusnya lagi dan berlalu dari hadapan Jayden."You're welcome." Jayden menggeleng tak
Selang beberapa jam malam pun datang dan meja panjang telah disusun membentuk persegi panjang dengan deretan kursi yang berjajar di kiri dan kanan sisi juga pada tiap ujung meja. Terdapat empat meja panjang dan masing-masing memiliki sepuluh kursi di tiap meja.Aroma daging bakar juga sosis mulai membuat perut-perut kelaparan berteriak memanggil pemangsanya. Suara lagu klasik dari salah satu kru memainkan sound system terasa menghangatkan suasana makan malam tim sukses Paul. Pria itu memang baik dan menyenangkan, tak ayal pekerjanya kini sudah mencapai empat puluhan orang sebagai tim sukses yang sudah dipercaya oleh berbagai produser ternama.Eve duduk bersama tim penata rias yang kebanyakan para wanita, sedangkan Leon di meja lain bersama beberapa tim editing photoshoot tampak menunjukkan beberapa gambar dari kamera yang dibawa sang photographer di sebelahnya. Jayden bersama Paul berada di meja tengah antara meja Eve dan Leon yang berjauhan, tetapi dalam posisi berhadapan. Eve meliri
"Leon, saat aku mengatakan akan teriak. Aku tak main-main, jika kau—""Jika aku apa, Eve?" tantang Leonard sudah memojokkan Eve pada salah satu pintu toilet di belakangnya."Jika kau macam-macam aku akan teriak dan–" Seketika ucapan Eve kembali tertelan, tetapi kali ini bukan karena perkataan sarkas Leon melainkan bibir Leon yang melumat kasar bibirnya meraupnya rakus sehingga membuat Eve cukup kesulitan untuk menghindar terlebih kedua tangannya yang kini terkunci ke sisi kiri dan kanan dalam genggaman kuat Leonard.Dasar berengsek! umpat Eve dalam hati dan dengan usaha terakhirnya ia menggunakan lutut untuk menendang kemaluan Leon sehingga dalam sekejap pagutan mereka terlepas disusul dengan teriakan Leon yang meraung kesakitan."Damn! Apa kau sudah gila!" umpat Leon menyergah sambil memegangi pangkal pahanya.Tamparan keras menjawab umpatannya yang sontak mengingatkan Leon kembali pada tamparan yang diberikan ibunya berikut dengan ucapan sarkas sang ibu. "Jangan pernah menilai wanita
"Sial, ponselku!" Eve kembali mengumpat dan hendak turun mengambil ponselnya. Sayangnya, karena tak hati-hati dirinya malah hampir terpeleset akibat tanah basah yang ada di pijakannya. "Aku baru kemb- hei hati-hati!" pekik Leon meraih tangan Eve untuk menolong wanita itu hingga membuat tubuh ramping Eve berbalik arah. Mereka pun mengulang adegan pemotretan tadi sore. Eve menghela napas dan menabrak dada Leon hingga membuatnya terkejut. Selang beberapa detik kemudian Leon melepaskannya perlahan membuat Eve mulai tersadar dari keterkejutan. "Bisakah kau berhati-hati?!" sentaknya terdengar kesal. "Jika bukan karenamu, ponselku tak akan terjatuh. Aku terkejut akibat kedatanganmu yang seperti hantu!" balas Eve tak kalah sengit. Akan tetapi, Leon tak membalas dan hanya menghela napas. Dia melengos meninggalkan Eve berusaha menghindari masalah baru lainnya, sedangkan Eve tak puas dengan respon Leon. Lantas sembari mengambil ponselnya dengan sangat hati-hati ia kembali memancing. "Jadi