Arabelle berjalan tergesa menuju ATM center di mana ia sudah berjanji akan mengirimkan uang bunga dari pinjaman mendiang ayahnya yang masih menumpuk. Namun, ia terkejut saat melihat saldo dari rekening peninggalan sang ayah telah kosong. Dirinya yakin semua itu ulah Kimber yang entah digunakan untuk apa karena bahkan sampai saat ini gadis itu masih belum bisa dihubungi.
Ara keluar dari ATM dan berjalan dengan langkah gontai menuju arah rumah. Dia berharap para rentenir itu mau mengerti dan memberikan waktu untuknya menunda beberapa hari ke depan sampai ia mendapatkan solusi.
Sialnya, belum juga ia sempat membicarakan baik-baik. Pria berjanggut tebal itu kini sudah berada di depan rumahnya. Bertepatan dengan itu Chloe membunyikan klakson sebagai tanda dirinya ada di belakang Ara.
"Ara!" seru Chloe dari dalam mobilnya.
"Chloe," sapanya sekilas sambil melirik pada si penagih hutang yang berjalan mendekatinya. Melihat pria kekar itu berjalan dengan tergesa lantas Ara pun turut bergegas memasuki mobil Chloe. "Chloe cepat jalan!" serunya dengan nada panik.
"Wanita licik mau ke mana, kembali kau!"
Mendengar teriakan rentenir tersebut Chloe tersadar dan langsung menekan pedal gas untuk melarikan diri sejauh mungkin membiarkan rentenir itu berlari kembali mengambil motornya untuk menyusul.
"Jangan bertanya," ujar Ara ketika Chloe menatapnya seolah menuntut penjelasan.
"Kau bilang sudah bisa kau tangani, tapi kenapa mereka masih mengejarmu?" tanya Chloe yang tahu bagaimana para penagih hutang selalu datang setiap bulannya. Padahal ia sempat menawarkan bantuan, tetapi Ara menolaknya dan berkata semua bisa diatasi.
"Seharusnya aku bisa membayar bunganya minggu ini. Namun, uang di rekening ayahku dikuras habis oleh Kim, maka dari itu aku tak mau—"
"Sudah cukup, Ara! Kau harus menerima bantuanku," sela Chloe.
"No, tidak perlu Chloe sungguh aku tak enak jika kau meminjamkan uang padaku."
"Apa yang membuatmu tak enak, Ara? aku ini sahabatmu. Mana ada sahabat yang rela membiarkan sahabatnya dalam masalah pelik ini."
"Tapi-"
Chloe tak lagi mendengarkan Ara, dirinya malah berhenti di pinggir jalan membiarkan penagih hutang yang sejak tadi mengejar mereka akhirnya berhenti tepat di depan mobil Chloe.
"Chloe, apa yang kau lakukan?"
"Sudah kau diam saja biar aku yang mengurus pria besar ini!" Chloe menurunkan kaca jendelanya.
"Chloe, please jangan bertindak gila!" peringat Ara takut jika Chloe terlibat urusannya. Namun, sahabatnya itu malah mendelik tajam padanya seakan menyuruhnya untuk diam saja.
Tak berapa lama pria bertubuh kekar itu turun dari motor besarnya dan menghampiri pintu kemudi. Chloe sudah memunculkan kepalanya di sana. "Hey, Big Guy. Berapa yang harus dibayar temanku?"
"$500 hanya untuk bunga bulan ini, tapi jika kau ingin membayarkan semuanya, aku harus menghitung seluruhnya berikut bunga-"
"Tidak! cukup bunga di bulan ini saja, Chloe." Ara menyela hingga mendapatkan tatapan tajam dari Chloe.
Ara hanya bisa memelas meminta Chloe tak membayarkan seluruhnya. Ara sungguh malu dan tak ingin menyusahkan sahabatnya itu. Jika dia mau, sudah sejak lama ia meminjam pada Chloe.
Chloe mengambil ponselnya dan meminta nomor rekening yang dituju untuk membayarkan bunga dari pinjaman Ara. Setelah itu ia menunjukkannya pada penagih hutang tersebut.
"Aku bayarkan sampai bulan depan," ujar Chloe.
"Chloe!" pekik Ara menajamkan tatapan kesal pada sahabatnya.
"Ya, You're welcome," jawab Chloe tersenyum lebar.
"Baiklah, kenapa kau tak membantunya sejak awal. Itu akan lebih mudah," ujar pria bertubuh besar itu. Lalu melirik Ara di samping Chloe. "Kali ini kau beruntung, Nona Stewart," pungkasnya berlalu meninggalkan Chloe dan Ara yang akhirnya bisa bernapas lega.
"Aku akan menggantinya minggu depan setelah gaji mengajarku keluar," ujar Ara.
"Oh, ayolah Ara. Kau bisa membayarnya kapan pun kau memiliki uang. Bahkan aku tak memintamu membayar," cicit Chloe mendapat pukulan ringan. "Och! sakit Ara. Inikah balasanmu setelah sahabatmu memberikan bantuan?" sindir Chloe.
Namun, Ara sama sekali tak tersinggung, dirinya malah terharu hampir menangis dan berakhir ia berhambur memeluk Chloe. "Kau terbaik, Chloe. Terima kasih dan aku akan membayarnya." Ara melerai pelukannya lalu menunjukkan tatapan serius. "Jangan meremehkanku dalam hal mencari uang," lanjutnya sedikit merajuk.
"Baiklah, kau atur saja. Sekarang kita pulang?" tanya Chloe.
"Ya, sebenarnya aku ingin ke supermarket. Sepertinya aku harus membeli bahan-bahan untuk menjual kue lagi. Aku harus membayarmu, bukan?"
"Baiklah, aku juga sangat lapar. Bagaimana jika kita makan dulu?" tanya Chloe dan mendapat anggukan setuju dari Ara.
o0o
Usai mengisi perut di resto dekat supermarket, Ara dan Chloe berjalan kaki menuju pusat perbelanjaan mencari toko penjual bahan kue. Namun, jalannya terhambat saat kerumunan di ujung koridor memenuhi pusat perbelanjaan di dekat toko buku.
"Wow, sepertinya ada orang terkenal yang berjalan ke tempat ramai ini tanpa penyamaran juga pengawalan," ujar Chloe.
"Ya, lebih baik kita lewat jalan memutar saja, Chloe."
"Tunggu Ara sepertinya aku mengenal orang itu." Chloe sedikit berjinjit saat mendengar suara pria yang menyuruh penggemarnya untuk membuat barisan jika ingin berfoto dengannya. "Ara, kau ingat pria yang sering kutunjukkan foto seksinya di majalah? sepertinya itu adalah ... oh, benar! Ara itu-"
"Leonard Hugo?" tebak Ara.
"Ya, OMG! Ara ayo kita ikut mengantri dan berfoto. Ya ampun, beritanya pagi ini sangat panas dia mencium wanita asing di hotel kakaknya. Lalu sekarang dia memberikan sesi foto gratis dan aku-"
"Ayolah Chloe di sana sangat ramai, aku lewat jalan memutar saja. Jika kau ingin antri kau bisa mengantri tanpaku sementara aku membeli keperluanku."
"Baiklah-baiklah, kita bertemu di starbucks jika saat kau kembali barisan ini sudah hilang," jawab Chloe tanpa mengalihkan tatapannya dari sosok yang dikaguminya itu.
Arabelle mengangguk setuju dan bergegas menjauh mengambil jalan memutar. Dalam hatinya berkata, Jika Chloe tahu semalam aku melakukan pemotretan dengan idolanya itu. Entah apa yang akan dilakukan Chloe. Ara menggeleng dan bergegas lebih cepat.
o0o
Saat Arabelle baru saja hendak memasuki toko yang menjual bahan-bahan kue, netranya melihat sosok anak laki-laki yang tampak tak asing tengah berjalan memasuki toko buku. Arabelle mengerutkan keningnya demi meyakinkan penglihatannya bahwa bocah itu adalah salah satu murid di sekolahnya. Begitu dia yakin ia baru teringat jika Leonard berada di sana berarti benar Christoph juga berada di sana."Christoph?" panggil Ara, tetapi bocah itu tak mendengarnya sehingga membuat Arabelle membelokkan arah tujuannya. "Christoph!" seru Ara lagi sambil sedikit berlari dan mengejar bocah itu.Namun, Christopher malah berlari semakin masuk dan menuju tempat pernak pernik perlengkapan berkarya. Sialnya, Ara tak melihatnya masuk ke rak mana. Kedua netra abu itu mulai sibuk mencari di setiap lorong rak-rak buku hingga akhirnya menemukan bocah itu tengah melihat-lihat kertas warna warni."Christoph!" serunya memanggil lalu menghela napas lega ketika akhirnya menemukan bocah itu.Christopher menoleh kepadany
"So, apa aku lebih tampan dari Leon?""Oh, sungguh jangan dengarkan Chloe. Jika menyuruhnya menilai dia akan memilih adikmu." Ara menjawab dengan sedikit kekehan."Pertanyaan itu untukmu, Arabelle." Christian menegaskan."Jangan memintaku. Percayalah penilaianku sangat buruk," jawab Ara lagi sambil meringis.Christian terkekeh dan mulai keluar dari area parkir. "Baiklah, aku percaya. Jadi, di mana rumahmu?" tanya Christian mengalihkan perbincangan menyenangkan itu."Brooklyn, tepatnya di kawasan Ridge Boulevard." Ara menjawab cepat hingga membuat Christian menaikkan sebelah alisnya. "Rumah peninggalan ayahku. Aku tak ingin menjualnya karena banyak kenangan di sana," imbuhnya tak ingin membuat orang salah berpikir dirinya memiliki banyak uang karena tinggal di lingkungan yang terbilang masih cukup bagus meski hanya kawasan Brooklyn.Christian mengangguk dengan senyum mulai menjalankan mobilnya menuju tempat tujuan. "I'm so sorry," ujar Christian."Tak apa, beberapa pengajar di sekolah m
"Oh, Shit! Tertinggal di mobil Christian." Ara terduduk lemas di sofa.Chloe mengambil minum di kulkas seolah dialah pemilik rumah. "Minum dan tarik napas lalu hubungi si tampan bersuara seksi itu untuk kembali membawakan barang belanjaanmu," ujar Chloe terdengar mudah.Namun, bagi Ara yang tak ingin merepotkan orang lain malah merasa itu ide buruk. Sekalipun percakapannya hari ini sudah cukup santai, tetapi Ara masih merasa segan jika harus meminta Christian memutar balik."Aku akan mengirim pesan saja agar besok baru dikembalikan saat mengantar Christopher." Ara mencari nomor Christian dan setelah selesai mengetikkan pesan pada pria itu tiba-tiba panggilan dari nomor asing muncul, belum sempat Ara menekan pilihan kirim dirinya malah menjawab panggilannya."Halo, Arabelle?""Ya, dengan siapa di sana?""Oh, syukurlah Arabelle ini aku Jayden. Di mana kau?""Aku di rumah. Ada apa, kau sudah menemukan Kim?" tanyanya sejenak Ara sempat lupa untuk mencari Kim.Namun, mengingat gadis itu men
Makan malam bersama ayah dan muridnya adalah hal yang tak pernah terpikirkan sama sekali oleh Arabelle. Meskipun bersama dengan muridnya itu sendiri, tetap saja rasanya sangat canggung. Entah topik apa yang akan dibicarakan, sedangkan seharian itu mereka sudah banyak berbincang mengenai Christopher dan rasanya semua topik antara orang tua murid dengan gurunya telah habis tak tersisa.Di sepanjang perjalanan Ara sibuk memikirkan hendak membicarakan apa dengan Christian dan ketika mereka sampai di restoran yang terbilang mewah menurut Ara. Tampak jelas seluruh orang mengira mereka adalah keluarga bahagia ditambah Christoph yang terus menempel padanya seakan menegaskan pandangan umum bahwa dia adalah ibu dari bocah itu dan istri dari pria di sampingnya yang tak henti mendapat tatapan dari tiap orang yang berpapasan.Oh, seharusnya aku menolak ajakan Christopher, tapi jika Chloe tak melarikan diri setidaknya aku memiliki teman bicara, gerutu Ara dalam hati."Reservasi atas nama Christian
"Sebenarnya Dad juga tak menyukai Miss Swinton dan sepertinya makan malam kita kali ini akan menyenangkan," ujar Christian sontak membuat Christoph semakin antusias."Kau dengar itu, Miss Stewart. Berarti pemikiranku tak salah, bukan?"Ara mengangguk dengan senyum lebar.Christian mengerutkan keningnya "Well, sepertinya ada percakapan terjadi jika kau bicara begitu." Christian melirik Ara yang baru saja menerima air mineral dan meminumnya sedikit."Oh, maafkan aku Christian. Namun, tadi Christoph merasa sedih dan mengatakan apa yang dirasakannya jadi aku memberikannya perbandingan dari sisi orang dewasa. Karena aku pernah berada di posisinya walau saat itu aku sudah cukup mengerti untuk memahami kondisi ayahku. Jadi—""Hei, Arabelle. It's okay," sela Christian sambil menggenggam tangan Ara di atas meja memberikan tatapan serius tanpa ada sorot tajam dari mata indahnya itu. "Aku senang kau memberikan banyak perngertian pada Christoph. Aku mendengar dari Christoph di perjalanan menuju r
"Kau tak bisa menahan apa, Dad?""Hah, kenapa?" tanya Christian terkejut sampai menoleh ke belakang. "Christoph kau terbangun?""Ya, saat kau mengumpat," jawab bocah itu sambil mengucek matanya. "Miss Stewart sudah diantarkan?"Christian mengangguk. "Tidurlah lagi. Dad akan menggendongmu saat tiba nanti," ujarnya."Tapi Dad di rumah nanti aku masih harus membuat tulisan untuk ucapan maafku pada temanku. Paman Leon sudah berjanji ingin membantuku," ujarnya serak khas suara bangun tidur."Mungkin paman Leon lupa. Bagaimana jika Dad yang membantu?" tawar Christian.Namun, dengan cepat Christopher menggelengkan kepalanya. "Tidak mau. Terakhir membantu, Dad malah menumpahkan sisa cat ke karya indahku," keluhnya merasa trauma.Christian hanya bisa meringis karena ternyata kepintarannya tak cukup untuk menciptakan mahakarya seorang anak junior school. "Kau masih mengingat itu rupanya. Baiklah, kita hubungi pamanmu untuk datang, semoga dia tidak sedang membuat masalah." Christian melirik putr
Leonard melesat membelah jalanan berniat menghabiskan malam dengan mencari hiburan untuknya sendiri. Tak peduli berita apa yang akan terpampang besok yang ia tahu ia menyelamatkan kakaknya dari rencana ibu mereka yang begitu gencar ingin menguasai seluruh peninggalan ayahnya untuk Christian—setidaknya begitulah pemikiran Leon.Leonard masih mengingat bagaimana perpisahan terjadi antara ayah dan ibunya. Sang ayah yang sering bersikap kasar dan membawa wanita lain untuk bercinta dibalas oleh ibunya yang berselingkuh pada pria lain. Lalu dikala keadaaan sang ayah baru saja mengalami kegagalan lalu Christian yang secara kebetulan juga baru lulus kuliah dengan otak pintarnya mencetuskan sebuah ide hingga membuat ayah mereka bangkit.Sejak saat itu Christian menjadi kesayangan ayahnya, sedangkan dia terpaksa ikut dengan ibu mereka atas permintaan sang ayah agar tetap bisa menjaga ibu mereka. Namun, nyatanya ia malah melihat bagaimana sang ibu tak segan berganti pasangan dan membawa pulang s
Ara melebarkan senyumnya menatap mobil Christian hingga menghilang di ujung tikungan. Ia bergegas masuk ke rumahnya berniat ingin tidur lebih cepat. Akan tetapi, baru saja menutup pintu dirinya dikejutkan dengan dering ponselnya dari nomor tak dikenal lagi. Arabelle mengingat tawaran Jayden tadi sore membuatnya mengabaikan panggilan asing lainnya, tak peduli jika itu penting pastinya orang tersebut akan mengirim pesan padanya. Namun, nyatanya tidak.Sampai keesokkan harinya Ara kembali melakukan kegiatan seperti biasa. Akan tetapi, Kali ini dia bangun lebih awal karena berniat menitipkan kue kering buatannya kemarin juga donat yang pagi-pagi sekali sempat dibuatnya, untuk di bawa ke kedai kopi di persimpangan jalan yang akan dilewatinya ketika turun dari bus dekat sekolah tempatnya mengajar."Baiklah, Arabelle. Semoga hari ini titipanmu habis terjual," ujar wanita paruh baya masih menggunakan celemek khas kedai kopinya."Terima kasih, Nyonya Beatrice. Aku akan mengambil berapa pun has