Raizel membelalakkan matanya tatkala bibir mereka bersentuhan. Ini kali kedua dia mendapat ciuman secara tiba-tiba setelah kejadian di kamar Lascrea. Bedanya, ciuman kali ini membuat perasaan Raizel melayang tinggi. Rasanya ada ribuan kupu-kupu yang berterbangan dalam perut hingga dadanya. Dia tak ingin mendorong Gabby seperti yang dilakukannya kemarin terhadap Lascrea. Yang ada Raizel malah menyambutnya dengan mengangkup wajah Gabby dengan kedua tangan. Entah apa yang merasuki pikiran Gabby, dia pun menarik handuk Raizel hingga pria itu terlihat polos. Tak ada lagi yang menutup bagian dari tubuhnya. Raizel tersenyum puas melihat gadis yang semula polos kini terlihat sangat agresif. Pria itu tak ingin kalah dari Gabby. Bisa tercoreng harga dirinya jika dia tak bersikap lebih dominan dalam permainan yang menyenangkan ini. Sepasang tangan kekar Raizel meraih bongkahan yang ada di belakang tubuh Gabby lalu mengangkatnya untuk menggendongnya hingga kedua kaki Gabby melingkar di pinggan
Gabby tersipu malu di dalam kamarnya taatkala mengingat kejadian hari ini. Berkali-kali dia membenamkan wajah di bantalnya seraya histeris sambil menggoyang-goyangkan kakinya. Dia belum pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya. Saat di sekolah dia terlalu sibuk belajar karena ingin masuk perguruan tinggi, sehingga tak ada waktu untuk mengurus masalah percintaan. Sayangnya, setelah menerima beasiswa di perguruan tinggi, Gabby harus putus kuliah karena harus bekerja untuk membantu melunasi hutang kedua orang tuanya. Pasalnya, Laura dan Riko tak hanya berhutang kepada Raizel saja. Ada beberapa situs pinjaman online ilegal yang pernah dipakai juga oleh mereka. Gabby bermonolog sendiri dalam kamar. Membayangkan wajah tampan Raizel yang terus menghantuinya. “Berarti apa yang dibilang mantannya kemarin nggak bener!” Tatapan Gabby menerawang, memandang langit-langit. “Eh, bisa aja bener, sih. Tapi, dianya aja yang nggak spesial,” ralat Gabby, merasa bangga dengan dirinya sendiri. “
Gabby tampak berbeda dengan potongan rambut pixie berwarna ash gray dan kacamata model frame cat eye. Richardo mempersiapkan identitas palsu yang dapat digunakan Gabby untuk menjerat George. Mereka berencana untuk menjadikan Gabby sebagai umpan agar George jatuh cinta kepadanya. Meskipun sebenarnya Raizel sedikit tak rela, tapi dia percaya kepada Gabby bahwa gadis itu akan bekerja sesuai rules dan tidak melewati batas.“Apakah dia tak akan mengenaliku?” tanya Gabby, melihat pantulan bayangannya sendiri di cermin.Richardo dan Raizel bertepuk tangan, merasa takjub dengan perubahan Gabby yang sangat signifikan. Bagaimana mereka tak merasa takjub jika gadis yang semula tampak lugu kini terlihat seksi dan badass.“Kalau kamu masih meragukan penampilanmu, akan kupanggilkan Lascrea dan mengetesnya, apakah dia mengenalimu apa tidak.Lascrea yang tengah sibuk memberikan brieffing kepada para staff seketika menghentikan aktivitas, saat Handy Talky miliknya berbunyi dan terdengar suara Raizel y
George sudah tak bisa memasuki El Camorra lagi karena dia khawatir wajahnya sudah dikenali oleh beberapa staff Raizel. Meskipun George sangat jenius dengan IQ-nya yang 148. Namun pria itu bukan tipe orang yang sombong dan percaya diri jika Raizel bersama Richardo tak akan berhasil menangkapnya. George berpikir, pasti di sana Raizel juga mempersiapkan rencana yang matang untuk menyerang balik. Sampai akhirnya George memutuskan untuk mengamati pergerakan Richardo saja seperti semula. Setiap akhir pekan, George selalu membuntuti Richrardo tanpa disadari oleh pria paruh baya tersebut. Dia bahkan menyewa mobil, khawatir jika Richardo mengenalinya. Dia mengikuti ke mana mobil SUV berwarna putih itu meluncur hingga akhhirnya berhenti di depan bangunan tua yang tampak besar. Dari luar, ruangan itu tampak usang dan tak terawat. Namun, pada kenyataannya, penampakan di bagian dalam sangat berbanding terbalik dengan penampakan di bagian luar. George menghentikan mobilnya, beberapa meter di bela
Gabby melangkah mundur secara perlahan setelah membuka pintu dan melihat Raizel berdiri di depan kamarnya dengan tatapan menggoda. “Aku boleh masuk, kan?” tanya pria itu dengan senyum yang tersungging. Dia bahkan tak menunggu persetujuan Gabby dan melenggang begitu saja ke dalam kamarnya. “Rai! Gimana kalau ada yang lihat?” desis Gabby sambil celingukan lalu menutup pintunya. “Ahh!” Raizel mendesah nikmat saat mengempaskan tubuhnya ke atas kasur beralaskan seprai merah muda itu. Dia menghiraukan ucapan Gabby karena terlalu nyaman berbaring di sana. “Rai! Kamu nggak denger aku, ya?” Rengek Gabby. Dia menggembungkan pipi sambil melipat kedua tangan di depan dada. “Kenapa sih, Sayang? Orang aku cuma mau tidur di sini, nggak boleh?” Ahh, untuk pertama kalinya Raizel mengucap panggilan sayang terhadap Gabby. Tentu saja hal tersebut berhasilkan menimbulkan rona merah jambu di kedua pipi Gabby. “Ihh, sempit nanti! Kan, kamarmu lebih besar. Kenapa harus di sini, coba?” Gabby berlaga
“Kamu lagi belajar banyak gaya buat nyenengin aku, ya?” goda Raizel hingga membuat wajah Gabby memerah bak kepiting rebus. “Ih, apaan sih. Udah sini, balikin!” gerutu Gabby. Bisa-bisanya Raizel menemuka buku yang sudah sengaja Gabby sembunyikan di balik bantal saat Raizel berkata di telepon ingin memasuki kamarnya. “Hehe, kenapa malu? Aku justru bangga kalau kamu mau belajar banyak hal, jadinya wawasanmu luas kalau banyak baca. Tapi, sayangnya malam ini aku bukan mau itu.” Gabby masih mengerutkan wajahnya, pertanda kesal. “Apa, sih. Lagian siapa juga yang berharap itu.” “Ah, masa, sih?” Raizel pun menggelitik pinggang Gabby hingga gadis itu menggelinjang karena merasa geli. “Ahh, geli, Rai! Stop!” “Hehe, yaudah, maaf. Sini peluk aja!” Raizel merapatkan tubuhnya untuk memeluk Gabby. “Jangan godain terus, nanti aku usir kamu!” ancam Gabby. “Galak amat!” protes Raizel, mencubit hidung Gabby dengan gemas. “Hmmm, emang kamu kenapa malem-malem ke sini?”tanya Gabby setelah menepi
Setelah menagis di pusara kedua orang tuanya, Raizel pun mengantar Gabby ke makam orang tuanya. Tak jauh berbeda dengan Raizel, Gabby juga menumpahkan semua air matanya di hadapan pusara Riko dan Laura. Dia bercerita tentang kehidupannya saat ini bersama Raizel. “Awalnya aku kesal sama Mama dan Papa. Kenapa kalian begitu tega meninggalkanku seorang diri hingga aku ditangkap oleh dua preman yang sangat menyeramkan. Aku tahu harus menjalankan hidup seperti apa jika menjadi tawanan dari seorang mafia yang kau hutangi,” jelas Gabby sambil menabur beberapa bunga. Raizel yang menemani gadis itu dan memperhatikannya dari belakang hanya bisa tersenyum simpul. Dia jadi teringat ketika pertama kali menangkap Gabby hingga berniat memperkerjakan gadis itu di El Camorra. Namun, hingga detik ini Raizel belum mengetahui alasannya sendiri kenapa sejak awal dia sangat perduli kepada Gabby, hingga menyuruhnya berhenti di El Camorra dan bekerja di rumah saja. “Setelah aku menjalankan kehidupan baruku
Raizel tergelak saat melihat Lascrea tengah melipat kedua tangannya di depan dada. Wanita itu memandang Raizel dan Gabby dengan tatapan berapi-api, seperti harimau yang siap menerkam. “Aduh, kena lagi, deh!” desis Raizel, membuat Gabby menaikkan glabelanya sambil bergantian menatap dia dan Lascrea. Mereka pun melangkah ke arah Lascrea. Setelah mendekat, wanita itu menarik tangan Raizel dan mengajaknya masuk ke ruang kerja, meninggalkan Gabby yang masih terpaku di belakang mereka. Untuk kedua kalinya Gabby merasakan api cemburu.‘Dia nggak akan cium Raizel lagi, kam?’Setibanya Lascrea dan Raizel di ruang kerja, Lascrea pun membuntang sambil bertolak pinggang. “Kamu tuh, kebiasaan, ya! Kalau mau pergi-pergi tuh, ngomong! Gimana kalau ada klien yang tiba-tiba ngajak meeting?” bentak Lascrea yang sudah tak kuasa lagi menahan emosinya.Kini tak ada lagi sapaan formal yang biasa dia layangkan kepada bosnya, Namun, Raizel memaklumi itu. Dia tak pernah protes saat Lascrea bersikap demik