Tawanan Cinta Mafia Tampan

Tawanan Cinta Mafia Tampan

By:  Geny Giany  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
110Chapters
2.8Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Gabby dipaksa menjadi penari striptis di sebuah club malam milik Raizel, setelah orang tuanya bunuh diri meninggalkan hutang. Namun keluguan Gabby berhasil mencuri perhatian Raizel, hingga mafia tampan itu berubah pikiran, dan memilih Gabby untuk menjadi budak di rumahnya. Pertemuannya dengan Gabby yang semakin intense membuat Raizel jatuh cinta. Namun kecemburuan Lascrea sebagai asisten Raizel, membuatnya ingin mencelakai Gabby. Lascrea menjual Gabby ke pelanggan VVIP misterius yang dikenal bengis dalam bercinta. Akhirnya Gabby berhasil kabur dan bersembunyi di sebuah rumah terpencil yang terletak di dalam hutan. Namun siapa sangka jika persembunyian itu menuntunnya pada sebuah rahasia yang jauh lebih besar dari pada bisnis gelap Raizel? Dengan rahasia itu, akhirnya Gabby memiliki kesempatan untuk terbebas sebagai budak Raizel. Sebenarnya apa yang ditemukan oleh Gabby dalam persembunyiannya?

View More

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
110 Chapters

BAB 1

"Lepaskan aku!" teriak Gabby saat kedua pria berbadan kekar menyeretnya ke ruangan Raizel. “Siapa gadis ini?” tanya Raizel dengan tatapan nanar. Dia melangkah ke arah Gabby sambil memasukkan kedua tangan di saku celana. “Maaf, Bos! Setelah kami datang ke rumah Riko dan Laura, mereka ditemukan gantung diri dan rumahnya habis terbakar. Yang tersisa hanya gadis ini,” ucap Alex, preman yang bekerja untuk Raizel.Pandangan Gabby menjelajah seisi ruangan yang berukuran 5x5 meter itu. Suasananya terasa begitu mencekam. Apalagi ruangan yang didominasi oleh warna hitam itu terdapat banyak koleksi senpi dan sajam yang menggantung di dinding. Yang lebih mencuri perhatian Gabby adalah sosok pria tampan bertubuh kekar yang disapa bos oleh kedua preman itu.“Sebenarnya aku ada di mana? Kalian siapa?” teriak Gabby, masih berusaha memberontak. “Gimana, Bos? Barangkali dia bisa kita jual,” lanjut Dion, yang turut memegangi Gabby. Raizel hanya melambaikan tangan, memberi kode agar Dion dan Alex kel
Read more

BAB 2

“Apa aku jual saja organ tubuhmu ini?” bisik Raizel sambil membelai pipi Gabby. Seketika Gabby meludahi wajah Raizel lalu membuntang sambil berteriak, “Ya! Bunuh saja aku! Lebih baik aku mati menyusul orang tuaku dari pada harus bekerja dengan iblis sepertimu!”Raizel tertawa pedar. Dia mengusap pipinya yang basah akibat air liur. Kemudian menjambak rambut Gabby hingga gadis itu mendongak. “Sayang sekali aku tak memberikanmu pilihan itu, Nona Gabriella! Jika kau ingin terbebas dari semua ini, pilihannya hanya dua. Bekerja denganku, atau lunasi hutang itu sekarang juga!” bisik Raizel dengan tegas. Akhirnya dia melepas cengkramannya di rambut Gabby. Kemudian berjalan ke arah pintu untuk meninggalkan ruangan tersebut. Sementara Gabby hanya terisak sambil membenamkan wajahnya di kedua telapak tangan. Baru saja Raizel berjalan beberapa langkah, tiba-tiba dia berhenti. Pria itu memutar sedikit lehernya untuk melihat Gabby dengan ujung mata. “Kalau kau tak mau, hidupkan kembali saja ora
Read more

BAB 3

“Kenapa Anda membawa saya ke sini?” tanya Gabby sambil memandang sekeliling kamar Raizel yang tampak megah. Kasurnya begitu besar dengan ranjang emas yang tampak berkilau. “Setelah didandani. wajahmu lumayan juga,” ucap Raizel sambil meraih dagu lancip Gabby. Gabby menepis tangan Raizel sambil menatapnya tajam. “Anda tak menjawab pertanyaan saya!”Raizel terkekeh melihat Gabby yang tampak beringas. “Wow! Jangan galak-galak. pelangganku bisa kabur menghadapi perempuan sepertimu,” ucap Raizel, menepuk-nepuk pipi Gabby. “Sampai kapanpun saya nggak mau menjual tubuh saya! gertak Gabby, mengedikkan kepalanya agar tangan Raizel terlepas. Raizel tertawa pedar. “Sudah aku bilang kamu nggak punya pilihan, Gabriella."Raizel meraih kedua bahu Gabby lalu menuntunnya untuk mendekati tiang berukuran dua meter dengan diameter 45 mm. “Menarilah untukku!”Seru Raizel tiba-tiba. “Apa ini?” tanya Gabby dengan mata terpicing. Dia mendongak, memperhatikan tiang. “Kau tak tahu apa itu pole dance?
Read more

BAB 4

Tiga meter dari arah kanan, tiba-tiba Gabby melihat sebuah pintu toilet. Tak ada pilihan lain dia pun memilih untuk bersembunyi di sana. Namun baru saja Gabby memasuki toilet, tiba-tiba Lascrea melihat sosoknya dan segera berteriak kepada para ajudan. “Woy! Dia masuk toilet!” teriak Lascrea yang berdiri sekitar sepuluh meter dari sana. “Jangan sampai lolos!” sahut salah satu ajudan lalu berlari dari arah yang berlawanan dengan Lascrea. Gabby hampir putus asa. Semakin kecil peluang dia untuk kabur dari rumah Raizel. Terlebih lagi mereka sudah tahu kalau Gabby bersembunyi dalam toilet. Bisa-bisa pintunya didobrak paksa dan mereka menyeret Gabby untuk kembali ke tangan Raizel.Tak lama berselang, Gabby menenukan sebuah ventilasi kotak yang ada di atap toilet. Dia pun berinisiatif untuk masuk ke sana dengan menjadikan toilet sebagai pijakan. “Semoga aku bisa kabur lewat sini,” gumam Gabby lalu menaiki toilet dan membuka ventilasi. “Woy! Keluar lo, Cewek Brengsek!” teriak Lascrea sam
Read more

BAB 5

“Kau baik baik saja, Nak?” tanya pria tua berkumis tebal dengan perut buncit yang tertutup mantel. Sebelah tangannya memegang senapan yang dia pakai untuk berburu. Gabby membuka matanya secara perlahan setelah mencium aroma minyak eucalyptus yang dioleskan oleh pak tua di lubang hidungnya. Pandangan Gabby yang semula kabur perlahan terlihat jelas. Dia memicingkan kedua matanya setelah melihat sosok pria tua di hadapannya yang tersenyum lega saat gadis itu tersadar. “Si-siapa Anda?” tanya Gabby, gemetar. Dia terbangun, mengambil posisi duduk. Kemudian menyeret mundur tubuhnya hingga menimbulkan suara daun kering yang bergesekan di atas tanah. “Tenang! Tenang! Saya polisi!” seru pria tua itu, sambil menunjukkan lencana anggota yang semula tertutup mantel. Gabby menatap pria itu dengan penuh curiga. Sesekali memutar lehernya untuk menatap sekeliling hutan. Dia khawatir jika pria yang ada di hadapannya adalah salah satu kaki tangan Raizel yang berhasil menangkapnya. "Perkenalkan, sa
Read more

BAB 6

"Raizel Eliezer! Lama tidak berjumpa!" seru Richardo saat menginjakkan kaki di ruangan pribadi Raizel. Gabby meringkuk ketakutan dalam dekapan Richardo. Dia benar-benar tak mengerti kenapa bisa kembali ke tempat ini. Terlebih lagi, kenapa Richardo bisa mengenal Raizel? Pria tampan bertubuh kekar itu cukup terkejut melihat kehadiran Richardo bersama Gabby. "Paman? Bagaimana kau bisa....""Ck, ck, ck!" Richardo berdecak, memotong pembicaraan Raizel. "Bagaimana kau bisa seceroboh ini, Rai? Untung saja aku yang menemukan dia. Bagaimana kalau polisi lain?" tanya Richardo, seraya menghela napas. Gabby mendongak, menatap Richardo yang lebih tinggi darinya. Kemudian pandangannya teralihkan pada sosok Raizel yang tengah menyilangkan kedua tangan di depan dadanya. Raizel menggerakkan rahang. Merasa kesal saat melihat wajah gadis mungil di hadapannya. Dia masih mengingat jelas saat Gabby menendang titik vitalnya. "Aish! Dasar kau setan kecil!" geram Raizel. Gabby membenamkan wajahnya di
Read more

BAB 7

Raizel menelan saliva yang terasa getir tatkala memandang wajah Gabby yang cukup manis. Begitu pun dengan gadis mungil yang kini berada dalam dekapan Raizel. Dia tertegun melihat ketampanan Raizel dari dekat. "Ekhem! Dalem banget natapnya," sindir Richardo seraya memperhatikan Raizel dan Gabby yang tengah terpaku. "Ih! Apaan, sih."Gabby langsung menjaga jarak dari Raizel sambil bergidik ngeri. Sementara Raizel hanya bisa berdeham untuk menghilangkan rasa canggung seraya melonggarkan dasi yang terasa mulai mencekik leher. "Sepertinya keinginan paman untuk menimang cucu akan segera terlaksana." Ucapan Richardo membuat Raizel membelalakkan mata sambil memasang ekspresi jijik terhadap Gabby. "Maksud Paman? Paman ingin menimang cucu dari perempuan ini?"Richardo menghisap cerutu lalu mengepulkan asapnya ke udara. "Kalau bisa kenapa enggak?""Ya jelas nggak bisa lah, Paman! Dia cuma bocah ingusan. Masih di bawah umur!" protes Raizel. "Eh, umurku udah dua puluh tahun, ya!" sambar Gabb
Read more

BAB 8

Gabby terlihat menawan dengan bikini berwarna keemasan. Rambut hitam pekat yang semula lurus berubah menjadi cokelat bergelombang. Sementara paras cantiknya terlihat makin memukau dengan riasan tebal yang cocok untuknya. Gabby pun mulai menaiki panggung. Pandangannya menjelajah sekliling, menyadari jika para pengunjung tengah menunggunya untuk menampilkan yang terbaik. "Aku sangat gugup. Mereka menatapku tanpa berkedip sedetik pun. Terlebih lagi.... "Gabby menggumam dalam hati hingga pandangannya terhenti pada sosok Raizel. Pria tampan itu tengah memperhatikan Gabby dari bangku penonton. Sorot matanya yang tajam selalu berhasil mengintimidasi. "Aku pasti bisa! Akan kutunjukan kepada pria iblis itu," batin Gabby. Kemudian jemari lentik Gabby mulai menyentuh dan membelai tiang. Meskipun dia belum terbiasa melakukan pole dance, tapi gerakan Gabby di atas terlihat sangat enjoy dan natural. Raizel mulai menyunggingkan senyum, bak seorang ayah yang bangga akan perkembangan anaknya. "
Read more

BAB 9

Setelah Gabby memakai kimono untuk menutupi bagian tubuhnya yang terbuka, dia pun ikut Arnold pergi ke rooftoop. "Kenapa kau mengajakku ke sini?" tanya Gabby sambil celingukan. Embusan angin malam menyapu rambut cokelatnya hingga berserakan menutup wajah. Berkali-kali Gabby harus merapikan rambutnya dan menyelipkan ke antara daun telinga. "Aku cuma mau nikmatin angin malam sambil ngobrol aja," jawab Arnold. Mereka pun terduduk di kursi payung sambil melihat pemandangan kota dari rooftop. Gabby menunduk, masih memainkan kuku jempolnya. Dia tak tahu harus berkata apa. "Kamu baru pertama kali ya, kerja di sini?"tanya Arnold seraya menghisap sebatang rokok. "Iya," jawab Gabby singkat. "Kayaknya kamu masih muda. Umur berapa?""Dua puluh tahun."Arnold mencebik lalu mengangguk tanda mengerti. "Udah punya pacar?" Gabby menatap Arnold beberapa detik sebelum menjawab, "Tidak.""Aku sangat menyayangkan kau bekerja di tempat seperti ini, Gabriella. You deserve better."Mendengar perka
Read more

BAB 10

"Siapa yang gemas?" tanya Raizel sekali lagi. Pria itu menatap tajam ke arah Gabby yang masih menunduk ketakutan. Gabby mencoba menenangkan diri dengan menghela napas panjang seraya terpejam. Dalam hitungan detik, dia pun memberanikan diri untuk mendongak lalu membalas tatapan Raizel. "Pak Bos, mau aku tendang lagi atau menyingkir dari hadapanku?" tanya Gabby, tersenyum licik. Raizel menggertakkan rahangnya lalu berdeham sambil mengubah posisi. Kini dia sudah tak mengimpit Gabby lagi. "Apaan sih, tendang-tendang! Orang gue cuma nanya," gerutu Raizel. "Tugas aku di sini cuma kerja ya, Pak Bos, bukan curhat!" seru Gabby sambil berjalan ke arah meja rias. "Lagian ngapain juga kepo sama orang yang aku suka? Nggak akan ngaruh ke omset Bapak, kan?" lanjut Gabby sambil terduduk di depan cermin. Gadis itu mulai menghapus riasan yang menempel di wajahnya. "Lo suka sama Arnold?" tanya Raizel, menyipitkan matanya. Gabby menelan saliva. Menghentikan aktivitasnya selama beberapa detik ser
Read more
DMCA.com Protection Status