Mendengar teriakanku, pria itu sepertinya tidak punya pilihan lain selain mengangkat kakinya dari rumah ini. Baik aku maupun kedua anak kami benar-benar sudah menolak keberadaannya masuk ke dalam keluarga kecil ini.Dia beralih ke kamar dan memasukkan semua pakaiannya ke dalam koper lalu menutupnya kembali sambil beberapa kali membuang nafas lemah."Sebenarnya aku menikah lagi bukan untuk menuruti hasrat ku kepada cinta dan nafsu ragawi. Aku hanya tidak bisa berpikir jernih dan menimbang bahwa semua tuduhan mudah membuat sakit hati sehingga aku mengambil keputusan terburu-buru seperti ini.""Menikah bukanlah perkara main-main tidak mungkin kau memutuskan untuk melakukan itu hanya untuk balas dendam padaku jujur saja di samping kau ingin membuktikan kan kamu juga tergila-gila kepada gadis itu," balasku yang berdiri tidak jauh darinya mengawasinya yang sedang mengemas barang untuk mencegah dia mengambil sesuatu yang bukan haknya."Tapi aku merasa hancur karena Kau memperlakukanku sepert
Selepas kepergian Mas Rafiq, mobil mertuaku muncul, dia membawa rombongan pengantin, Rosa dan kedua orang tuanya, juga dua orang pemuda, mungkin adik atau kakak si pelakor muda itu.Mereka turun dari mobil dan tanpa basa basi langsung merangsek masuk ke dalam rumah."Jannah, kau mana, Jannah?" tanya Ibu mertua dengan berteriak."Ada apa Mama?" Aku menuruni tangga dengan santainya."Kamu minta maaf sekarang juga sama Rosa dan besanku!" bentaknya sambil menunjukku."Untuk apa?" Aku mengangkat alis sebelah."Kau sudah mengacaukan pernikahan anakku, dasar tidak tahu diuntung!" cecarnya sambil tetap mengacungkan jari.Rasanya harga diriku hancur saat itu juga di depan orang tua perebut suamiku, aku tetap tersenyum getir meski di dalam hati terluka dan berdarah darah. Teganya Ibu mertua melakukan itu padaku, pada wanita yang sudah melahirkan cucunya."Kenapa diam saja, ayo minta maaf!" Teriakan ibu mertua menggelegar."Aku tak mau Mama, aku tak salah, wanita ini yang sudah merebut suamiku,
Selepas kepergian ibu, kurangkul puteraku yang sejak tadi terlihat cemas dan takut, nampak.sekalo dari raut wajahnya bahwa ia sangat syok pada sikap arogan neneknya."Bunda ... kenapa Nenek seperti itu?""Itu ... bunda juga gak bisa menebak dengan benar, tapi mungkin saja, itu karena Nenek tidak punya pilihan lain selain memuliakan menantu baru.""Tapi sampai kapan Bunda diperlakukan seperti ini, kenapa hidup Bunda pahit sekali, sampai dimadu tiga kali?" tanya Raisa yang sukses membuatku terkejut dan sadar bahwa aku sudah semalang itu selama hidup di dunia ini."Itu semua bukan kehendak Bunda," jawabku lirih."Tapi bunda yang memilih takdir demikian, maaf aku bukannya nyalahin Bunda, tapi sekali sakit sudah cukup bikin kita jera!""Tapi, bukannya bunda juga lakuin ini demi anak anak Bunda?""Memang betul aku yang minta Om Rafiq dan Bunda balikan, tapi bukan untuk mengulang lagi kejadian yang dulu," balasnya sambil bangkit dengan wajah kecewa."Naiklah dulu Rayan, Bunda akan membuat
Tak kusangka dia mencariku ke butik, mungkin untuk menjernihkan keraguannya atas apa yang ku bahas ditelepon malam tadi, Sebenarnya aku menatap wajah itu namun ia bersikeras untuk menemuiku."Apa lagi?" tanyaku sambil melipat tangan dan menemuinya di teras, aku risih mengajaknya masuk ke dalam toko kami."Apa yang ingin kau tunjukkan?"Aku buka layar ponsel lalu menunjukkan foto barang temuan yang ada di bawa kasur kami, sebuah kayu yang diikat seperti pocong dan helaian rambut serta foto Mas Rafiq."Ini dari mana?" tanyanya heran dan sekaligus terkejut."Dari bawah kasur di kamar kita.""Siapa yang bisa meletakkan itu di sana? Apa ini hanya akal-akalanmu?" tuduhnya yang langsung membuatku murka."Maaf ya, pekerjaanku sudah banyak aku tidak punya waktu sampai harus membuat drama seperti ini, aku hanya memberitahumu agar kau bisa meruqyah diri sendiri. Tapi jika kau lebih suka berada dan pengaruh ilmu sihir tersebut, ya lakukan saja sesukamu, aku tidak peduli," jawabku sambil membalikk
Ya, berakhir sudah, kusadari pada lembaran hidup yang ujungnya kutemukan kesimpulan bahwa aku memang tidak ditakdirkan Tuhan untuk menjalani waktu dengan seorang pria.Aku tahu harus menjalani semuanya sendirian, meski hari-hari sepi, ditambah menjaga anak-anak dan bisnis yang kukembangkan, dimana beberapa orang menggantungkan hidupnya di sana. Aku harus bisa.Ilham, dia sudah jadi karyawan, kusuruh ia bekerja dan menjaga stok di gudang. Bukan karena aku terpikat pada ketampanannya, tapi lebih pada merasa bahwa itu adalah kesempatan kedua menebus dosa pada mantan suami pertama, meski pemuda itu tidak ada hubungan sama sekali dengan Mas Ikbal.**"Bunda, Bunda bisa jaga Rayan dan Kakak sendirian Tanpa ayah?" tanya anakku pada suatu malam."Insya Allah bisa, kita akan saling menjaga," jawabku sembari merangkulnya."Bunda gak sakit hati pada ayah dan istrinya?""Sakit hati sih, iya, manusiawi tapi membesarkan dendam tak ada artinya, malah kita tak akan fokus dengan langkah sendiri."
"Mas Bangun dulu!" ujarku pada pria yang baru saja kunikahi siang tadi."Iya, sebentar aku masih ngantuk.""Mas! Kamu harus pergi kerja!" Aku mengguncang tubuhnya."Iya Jannah, kamu kok kasar amat?" Ia menggerutu dan sesaat nama yang dia sebutkan tadi bukan namaku."Kamu kok manggil aku Jannah sih, Mas?" Tiba tiba hatiku sakit."Oh, maaf ...." Ia nampak salah tingkah dan tersenyum canggung, sementara aku terlanjur kecewa."Aku gak mau dengar nama Mba Jannah lagi di antara kita berdua, Mas," ungkapku dengan hati kecewa."Maaf, tolong maklumi bahwa aku masih terbiasa dengannya.""Tapi itu menyinggungku ...." ."Iya, maaf, ya, Sayang, istriku yang cantik," bujuknya sambil mencium keningku.Harusnya aku bahagia, tapi kenapa aku harus menuai luka di hari kedua pernikahan.ah, sesaknya.*Sarapan sudah terhidang di meja, sudah kusiapkan teh manis dan juga nasi goreng yang kubuat dengan penuh cinta. Berharap ia akan menikmatinya lalu berterima kasih dan memujiku di depan mertua. Sungguh manis
POV Rafiq."Rosa, Ros ... Aku mencari dompetku," ucapku pada istri yang sedang sibuk di kamar mandi, entah apa yang dia lakukan."Iya, Mas, bentar.""Kamu lagi apa?""Lagi beresin baju kotor," jawabnya."Kamu lihat dompet aku nggak?""Enggak, Mas, tapi coba kamu lihat di laci lemari atau di dekat meja tempat tidur," balasnya sambil mengangkut tumpukan pakaian kotor pada kedua tangannya.Karena ingin segera beragkat ke kantor, aku segera melakukan arahan Rossa untuk menemukan dompetku.Kubuka kedua meja yang berada tempat tidur lalu membongkar-bongkar laci itu namun masih tak menemukannya.Kuangkat bawah bantal dan seprai kemudian tiba tiba aku iseng mengangkat kasur, menebak bahwa mungkin dompetku jatuh ke sela-sela papan tidur, karena biasanya aku meletakkan benda itu di dekat bantalku bersama ponsel.Ketika mengangkat tumpukan busa itu aku langsung terkejut karena menemukan tumpukan bunga setaman yang sudah kering, ada sebuah lipatan kain yang dipintal dengan benang hitam. Kuambil
Demi ditimpa oleh kegamangan yang tidak berakhir, Aku tidak tahu harus mengungkapkan perasaan ini ke mana. Tiba-tiba saja aku merasa ada yang salah dengan diriku. Tiba-tiba aku dapatkan terjebak dalam sebuah pernikahan dengan gadis muda entah kenapa aku tidak menyadarinya."Kemarin aku masih menjadi suami Jannah, dia sudah memberi kesempatan untuk kedua kalinya tapi kenapa aku tiba-tiba menikah dengan Rossa. Ada apa denganku?" tanyaku bingung sambil memijit kepala Aku makin bingung mendapati diriku bertiga di rumah Ibu sementara kedua wanita itu terlihat akrab, ada anak kami yang duduk dan sibuk dengan mainan miliknya tapi hatiku tak bahagia, anak itu asing di mataku, namun bukan berarti aku tak mencintainya.Aku merasa terhimpit dalam situasi yang tidak kuinginkan. Seharusnya aku bersama Jannah dan anak-anak di rumah. Kenapa aku menjadi bingung seperti ini, kenapa aku bisa menikah dan punya anak, apakah pengaruh benda yang kutemukan kemarin sehingga tak kusadari aku kehilangan aka