Keesokan malam, Aku sudah bersiap di rumah hendak pergi menemui Rayan ke tempat Jannah, Rossa yang memperhatikanku berdandan rapi langsung curiga dan bertanya."Mau ke mana Mas udah rapi begitu?" tanya Rossa dengan tatapan menyelidik. Dia menggendong anak kami Marvin hendak mengajaknya berbaring di tempat tidur."Aku ingin keluar bersama teman-temanku.""Kok tumben biasanya masih nggak pernah keluar keluar serabi itu," gumamnya tak suka."Sebenarnya ... begini Rossa, aku ingin pergi menemui Rayan karena sudah sangat merindukannya. Bolehkah aku pergi menemui anakku?""Kenapa tiba-tiba Mas?"wanita itu langsung meluncurkan air mata kesedihannya. Ada hal yang tidak kupahami pada wanita mereka selalu menggunakan air mata sebagai senjata paling ampuh untuk mendapatkan keinginannya."Sebagai pria meski sudah bercerai tanggung jawab ku sebagai seorang ayah tetap berjalan Rossa Aku memang tidak memberikan nafkah uang tapi tanggung jawab untuk bertemu dan memberikan kasih sayang tetap ada.""
Sepanjang perjalanan pulang pikiranku berputar antara kaget dan kesal pada diri sendiri, Suara Jannah yang bahagia ingin menikah terus terngiang-ngiang di kepalaku. Kucoba mengalihkan semua itu dengan menyetel musik namun tetap saja semakin berusaha melupakan semakin kuat bayangan Jannah mantan istriku yang cantik itu.Aku sampai di rumah dalam keadaan diri linglung dan sempoyongan, kepalaku pusing dan tubuhku mendadak lemas. Aku menyesal kenapa harus mengambil waktu selama ini untuk bisa memperbaiki hubungan dengan Jannah? mengapa harus terlambat lagi? kenapa?Ketika membuka pintu Rossa dan mama tengah duduk di ruang tengah, agak heran melihatku masuk tanpa mengucapkan salam. Mereka cukup curiga dan kaget melihat dengan keadaanku terguncang dan lemas."Ada apa, Mas?"Aku yang sedang banyak pikiran tentu tidak tahu harus menjawab apa, hanya berjalan menuju ke kamar dengan perasaan kosong, ingin sekali menangis rasanya, namun ternyata setelahnya, Rossa mengekoriku dari belakang."
Kukendarai mobil dengan gamang, tak peduli pada berapa kecepatan spedometer mobil, kalau akan mati, ya, aku sudah siap meregang nyawa. Namun, nyatanya Tuhan memberi ksempatan untuk sampai di rumah dengan selamat.Ketika membuka pintu kamar, anak istriku terlihat sudah tidur, ketika masuk, Rossa menyadarinya dan langsung bangkit dari kasur."Mas, kamu dari mana?"Tak mau mengatakan apa-apa, dibarengi asa bersalah aku hanya bisa menjatuhkan diri di kaki istriku, dan memeluknya."Astaghfirullah ,ada apa, Mas?""Maafkan aku Rossa," ucapku sedih."Ada apa lagi, Mas mau meninggalkanku dan Marvin?""Tidak, aku hanya takut kehilangan kamu juga," jawabku dengan air mata bercucuran."Apa yang sebenarnya terjadi, Sayang?""Aku minta maaf karena selama ini masih merindukan Jannah, aku minta maaf karena belum tulus membuka hati untukmu, aku minta maaf karena ternyata aku tidak siap ditambah, telah menemukan bahwa kau ... kau melakukan semua itu ...." Tak tega menyebut ilmu sihir padanya. Aku s
Malam pertama sebagai keluarga baru berjalan lancar, keluarga kedua belah pihak berkumpul di rumah setelah acara, makan malam lalu kembali ke rumah masing-masing, mereka seluruh anggota keluarga antusias dan bahagia dengan pernikahan ini. Hanya saja, satu-satunya orang yang terlihat tidak bersemangat Hanya Rayan, entah kenapa anakku itu menjadi murung dan seperti kehilangan semangat.Di acara makan malam pun dia tidak bergabung, alasannya, tidak enak badan dan lebih memilih untuk tidur. Kucoba tanyakan kepada Raisa tentang apa yang terjadi pada adiknya, namun anak gadisku juga tidak tahu ada apa dengan Rayan.Hati ini merasa cemas, namun aku coba alihkan dengan kembali membaur dengan sisa anggota keluarga sampai mereka semua beranjak ke kamar dan kami--aku dan Mas Vicky masuk juga ke kamar kami.** Pagi-pagi sekali aku sudah bangun dan menyiapkan sarapan kesukaan Rayan, tak lupa kubuatkan secangkir susu panas dan membawakan untuknya obat.Kuketuk pintu kamar namun dia tidak men
Karena merasa tidak berhasil mendapatkan titik temu dengan Mas Rafiq, akhirnya aku memutuskan untuk pergi menemui istrinya saja. Mungkin dengan bicara pada Rossa dan berusaha membujuknya wanita itu, bisa jadi dia bisa mengendalikan suaminya.Sebenarnya agak ragu dan khawatir bahwa kedatanganku akan menimbulkan kesalahpahaman, Aku khawatir dengan mencari Rossa dia akan berasumsi bahwa aku akan meminta Mas Rafiq darinya. Lagipula satu-satunya tempat untuk menemukan wanita itu adalah di rumah mertuanya, menemui ibu mertuanya juga sama seperti meletakkan diri di dalam kandang singa.Kuparkirkan mobil di depan rumah yang pernah ku tinggalli selama hampir 1 tahun. Kebetulan ada Pak Eko yang merupakan supir sejak dulu sedang membersihkan mobil Mama mertua."Permisi Pak Eko .....""Oalah, Mbak, Jannah, tumben ...."Pak Eko terlihat senang dengan kedatanganku ia menghampiri lalu menyalami."Gimana kabarnya Pak," tanyaku pada pria baik itu."Baik mbak, Mbaknya kesini ada apa ya? Kok tumben?"
Ditelaah sejak dahulu awal-awal dari kehilangan bahagiaku adalah ketika aku memiliki madu. Setelah itu hidupku bahagia kembali aku memilih sendiri. Nggak tiba-tiba Mas Rafiq meyakinkanku untuk pernikahan. Dan awal petaka yang sesungguhnya adalah dia. Aku tidak menyangka bahwa pria yang ketampanannya melebihi Mas Ikbal akan memberikan penderitaan dan kesusahan yang cukup banyak di dalam hidupku. Aku tidak mengira bahwa takdir yang kupilih untuk bersamanya adalah jalan yang salah.Bahkan ketika kami sudah berpisah dan aku telah menikah lagi kemudian kami menjalani hidup masing-masing, dia tetap sama, masih saja memberiku masalah. Apa sebenarnya yang Mas Rafiq inginkan?Setelah tidak berhasil mempengaruhi untuk rujuk dengannya dia malah mempengaruhi Rayan untuk memberontak pada ibunya sendiri. Jika tidak bisa menjauhkan Mas Rafiq jadi anakku, maka yang harus dijauhkan adalah Rayan darinya.Pukul 7 malam aku menemui putraku di kamarnya, yang terlihat sedang duduk di meja belajar, langs
Hari itu aku dan Mas Vicky pergi menemui Mas Rafiq ke rumahnya, membawa serta Rayan bersama kami, aku berencana untuk memberinya kejutan yang akan membuat dia tidak berkutik.Lagipula bagaimana dia akan terketik jika istri dan ibunya berada di tempat itu.Siang itu dengan mengendarai mobil aku bersama anak dan suamiku sampai tepat di depan rumah megah milik keluarga Mas Rafiq.Kamu yang masuk ke pekarangan utama, dan suasana terlihat lengang tanpa adanya sopir atau tukang kebun. Dilanjutkan ke pintu utama, Rayan yang sejak tadi diberitahu akan menemui ayahnya terlihat tidak menunjukkan ekspresi apapun. Kuketuk pintu dan tak lama kemudian pintunya dibuka oleh si Bibi."Assalamualaikum, apa Mas Rafiq dan Rossa ada di rumah?""Uhmm, ada ... Mbak," jawab si Bibi ragu."Katakan bahwa saya ingin bertemu dengannya, dan katakan juga bahwa Rayan datang." "Baik, Mbak," jawab si Bibi beringsut ke dalam.Tidak lama kemudian Mas Rafiq turun, dia begitu bahagia melihat anaknya, mempercepat langk
"Aku mau kok Bun diantar ke pesantren," ucap Rayan yang tiba-tiba mendatangiku di meja makan, aku yang saat itu sedang duduk dengan mas Vicki langsung saling menatap."Yakin mau pergi? Kita nggak mau maksain juga kalau ternyata kamu nggak akan bahagia dengan keputusan kita," jawab Mas Vicky."Engga Om, aku juga setuju, Bunda juga pasti udah pilihin tempat terbaik buat aku," balasnya "Ya, hanya untuk mengenyam pendidikan SMP saja, nanti ketika SMA kamu bisa kembali ke mari.""Kalo nggak betah kamu juga bisa Bunda jemput kapan pun kamu mau," timpalku."Iya, Bund, aku bakal tahan kok, "Iya, Om. Jadi Bunda kasih tau aja aku harus bawa apa dan mengemasi apa," jawabnya."Sebelum berkemas, kamu makan dulu," ucapku sambil menyodorkan piring."Apakah ada hal yang akan kita beli Bunda?""Ya, kita harus belanja, belanja baju muslim sarung dan selimut," balasku."Oke, gak apa apa," balas anakku denan anggukan.Aku senang karena akhirnya dia setuju meski juga aku heran mengapa dia tiba-tiba setu