"Saya dengar begitu sedih perasaan Raisa memikirkan nasibnya, hati saya terenyuh dan pedih sekali membayangkan semua itu. Karenanya saya semakin yakin untuk menjadikan dia istri karena saya tahu dia adalah wanita yang baik dan penuh dengan kesabaran.""Bagaimana kalau aku menolakmu, panjang sekali kau ingin menjadi ayah anakku!" "Aku tahu kau marah kamu maafkan Aku tapi aku tidak bisa membendung perasaanku, aku prihatin dan ingin....""Cukup! jangan campur adukkan perasaan kasihanmu itu dengan empati, lalu kau berusaha untuk menikahiku. itu sama sekali bukanlah cinta dan kau tidak akan berhasil menjalani rumah tangga tanpa cinta.""Aku belajar darimu tentang kenaifan karena begitu tulusnya mencintai seseorang, aku lebih memilih untuk bersamamu karena sudah tahu latar belakang dan bagaimana perjalanan hidupmu, tolong bantu aku mendapatkan keyakinanmu, Raisa.""Nak ...." Bunda seakan memberi isyarat agar aku memberi kesempatan kepada haris untuk menunjukkan perasaan dia yang sebenarnya
Suatu pagi Bunda menemuiku di balkon, aku yang baru saja selesai memandikan Nayla lalu menggendongnya dan membiarkan bayiku sedikit terkena matahari agar tubuhnya tidak menguning. Lagi pula sinar matahari hangat dan mengandung vitamin D jadi itu akan baik untuk perkembangan dan pertumbuhannya."Apa kabar sayang?" bunda datang dan mencium bayiku."Baik Bunda," jawabku."Aku senang kalian terlihat sehat dan ceria. Oh ya, belakangan pipimu jadi lebih tirus ya ....""Mungkin karena rutinitas baru menjaga bayi yang membuat berat badan saya menurun," balasku tergelak."Tapi meski sedikit kurus kau tetap cantik. Btw, bagaimana kabar Haris, sudah tiga hari dia tidak datang.""Ada acara Bund, semacam pelatihan dan pertemuan.""Tapi dia baik baik aja kan?""Tentu, Alhamdulillah."Bunda menggumam dan tersenyum penuh arti, dia menatapku dan bayiku bergantian lalu berkata,"Mungkin ini sudah saatnya untuk berbahagia dan lepas dari semua masa lalu yang telah menyakiti dirimu anakku."“Iya, semoga
Empat Minggu kemudian.Iring iringan pengantin terdengar penuh kesemarakan. Dari jarak seratus meter aku bisa menangkap suara tetabuhan rebana yang mengantar Mas Haris sekeluarga untuk meminang diriku, membawaku ke meja akad untuk disahkan sebagai istri, untuk diikat ke tali pernikahan yang akan kami jaga selamanya. Aku didudukkan di meja akad sambil membawa serta bayiku karena aku ingin semua orang tahu bahwa diri ini bukanlah seorang gadis, melainkan janda dengan satu anak di mana semua orang harus tahu dan menerima diri ini beserta dengan putraku. Sudah ku tanyakan pada mereka sebelumnya Kalau ada yang keberatan maka pernikahan ini tidak akan terjadi tapi alhamdulillah mereka semua merestui sehingga terjadilah akad yang detik ini sedang berlangsung."Bismillah, Haris Aditya Saya nikahkan kamu dengan Raisa Almira binti Muhammad Ikbal almarhum yang diwakilkan kepada saya sebagai wali dengan Mas kawin seperangkat alat salat, uang tunai sepuluh juta dibayar tunai.""Saya terima nik
"Sebaiknya segera tentukan pilihanmu Nak, Ibu juga tidak ingin kamu terus-menerus sendiri seperti itu, karena penilaian orang lain tentang status janda sangat merugikan posisimu," ujar Ibu ketika aku menelponnya."Iya Bu, aku tahu tapi aku belum menentukan pilihanku, aku belum siap untuk naik ke jenjang berikutnya.""Ada dua pria yang begitu tulus dan menyayangimu, Nduk, kamu tinggal memilihnya," ujar Ibu."Bagaimanapun itu adalah pilihan yang sulit, Bu," gumamku pelan."Raisa menyukai salah satu dari pria itu?" tanya Ibu lagi."Raisa ingin aku kembali kepada Mas Raffiq.""Bagaimana dengan perasaanmu sendiri?""Entahlah... masih bingung," jawab ku sambil menghela nafas pelan."Lalu apa yang terjadi tentang Soraya?""Dia masih ditahan di rumahnya, Bu, polisi belum memiliki cukup bukti untuk bisa menjebloskan dia ke penjaara.""Jelas-jelas dia yang menyerang wira dengan air keras," ujar Ibu sedikit ingin marah."Tapi keluarga dan pengacaranya memiliki pengaruh besar, Bu. Mereka mati-m
"kabar buruk apa Mas?" tanyaku dengan khawatir."Mungkin kamu akan terkejut," ujarnya sambil menunduk."Apaan sih, ngomong dong Mas," ujarku penasaran."Aku mendapat kabar kalau Soraya mengalami tabrakan bersama sopir Dan pengacaranya ketika mereka kembali dari kantor polisi, sore tadi," jawab Mas Rafiq."Nggak mungkin, masa sih Mas?""Ya, bahkan ceritanya pun masuk koran dan media online kalau nggak percaya lihat aja bawa anak seorang pengasuh pondok pesantren terkenal mengalami kecelakaan," ujarnya sambil menunjukkan ponselnya.Kuambil ponsel dari tangan Mas Rafiq lalu melihat portal berita online yang menyajikan berita yang terjadi pagi hari ini. Setelah kubaca, ternyata benar bahwa korbannya adalah Soraya Hamid beserta 2 orang penumpang lainnya."Kok bisa ya Mas?"Aku masih terkejut dan tidak pernah menyangka apa yang akan terjadi ini."Katanya sih mobilnya terlalu mengebut di jalan tol, lalu ketika ingin ingin menghindari mobil yang ada di depannya sopir kehilangan kendali dan m
"Apa hubungannya denganku andai soraya koma atau mati sekalipun?" tanyaku.Mereka yang mendengar ungkapan itu seketika menghentikan kegiatannya dan menatapku dengan wajah dan ekspresi terbelalak."Ta-tapi, orang tuanya menyalahkan Mbak Jannah," ujar Rina."Aku tidak peduli,anaknya juga hidupku menderita dan suamiku sampai meninggal dunia,Aku ingin melihat kembali ekspresi wajah ustadz Hamid yang datang untuk menuntutku," jawabku sengit.Mereka terkesiap bukan main selama ini mereka tahu bahwa aku wanita yang lembut berhati luas dan selalu mengalah, tapi tidak untuk sekarang ini. Aku lelah menjadi putri yang baik hati, sesekali Aku pun ingin menjadi penyihir jahat demi keselamatan dan kepentingan hidupku juga."Aku akan hidupku atau menikah dengan siapa saja yang aku inginkan, aku tidak akan bertanggung jawab atas apa yang tidak aku lakukan, dan aku tidak akan menolong orang yang tidak tahu diuntung lagi, maaf," ujarku sambil menangkupkan kedua belah tangan dan meninggalkan tempat itu.
Angin sejuk menyapu udara sore, dedaunan kering jatuh dan bertebaran di halaman rumah bapak.Hari Minggu aku tak memilih untuk ke toko, rasanya badan ini lesu untuk keluar dari rumah, sehingga ku hanya menghabiskan waktu untuk duduk di pelataran ruma bapa sembari menyaksikan kedua anakku yang bermain ceria."Assalamualaikum," sapa seseorang menyentak lamunanku."Oh, Mas Rafiq, silakan Masuk," jawabku."Ada Bapak dan Ibumu," tanyanya sambil m ngambil posisi di sebelahku."Ada Mas," jawabku pelan."Boleh aku bertemu?" Binar matanya terlihat ceria dan bersemangat."Iya, tapi ....""Kenapa?" Dia menangkap keraguanku."Sepertinya akan sulit menyakinkan Bapak, Mas, semalam aku sudah bicara, tapi beliau ...." Aku tak melanjutkan namun memberi isyarat berupa gelengan padanya."Kenapa?"Tanpa kami sadari bapak ternyata telah berdiri di belakang kami." Ehem, kamu ada di sini?""I-iya, Pak, saya di sini," jawab Mas Rafiq."Silakan masuk, kebetulan saya ingin bicara padamu," ujar Bapak."Oh,
Dua minggu berlalu setelah pertemuan terakhir Bapak dengan mas Rafiq hingga Aku tidak pernah lagi menemuinya atau dia yang datang ke rumahku, sesekali kami saling menelpon dan mengirimkan pesan namun tidak sesering dulu.Entah dia menyerah atau sibuk, jujur aku masih berharap dia datang dan semuanya kembali seperti semula. Ah, terkadang harapanku terlihat konyol, dan aku merutukinyaSeperti kegiatanku tiap hari setelah menyiapkan anak dan makanan, segera kuluncurkan kendaraan menuju pusat kota untuk membuka toko dan melanjutkan bisnisku.Kuparkirkan mobil di sebelah kiri toko di mana ada pohon teduh yang ketika musim hujan warna bunganya putih cantik melambai di jendela dan bertebaran di halaman storeku. Kulihat rollling door sudah dibuka artinya Rudi dan Rina sudah datang. Kualihkan pandangan ke meja kerja dimana biasanya asisten meletakkan to do list dan buku pesanan.Sebuah buket yang dipenuhi mawar cantik dilapisi dengan kertas berwarna fuchsia, letak cantik di atas meja, aku y
Empat Minggu kemudian.Iring iringan pengantin terdengar penuh kesemarakan. Dari jarak seratus meter aku bisa menangkap suara tetabuhan rebana yang mengantar Mas Haris sekeluarga untuk meminang diriku, membawaku ke meja akad untuk disahkan sebagai istri, untuk diikat ke tali pernikahan yang akan kami jaga selamanya. Aku didudukkan di meja akad sambil membawa serta bayiku karena aku ingin semua orang tahu bahwa diri ini bukanlah seorang gadis, melainkan janda dengan satu anak di mana semua orang harus tahu dan menerima diri ini beserta dengan putraku. Sudah ku tanyakan pada mereka sebelumnya Kalau ada yang keberatan maka pernikahan ini tidak akan terjadi tapi alhamdulillah mereka semua merestui sehingga terjadilah akad yang detik ini sedang berlangsung."Bismillah, Haris Aditya Saya nikahkan kamu dengan Raisa Almira binti Muhammad Ikbal almarhum yang diwakilkan kepada saya sebagai wali dengan Mas kawin seperangkat alat salat, uang tunai sepuluh juta dibayar tunai.""Saya terima nik
Suatu pagi Bunda menemuiku di balkon, aku yang baru saja selesai memandikan Nayla lalu menggendongnya dan membiarkan bayiku sedikit terkena matahari agar tubuhnya tidak menguning. Lagi pula sinar matahari hangat dan mengandung vitamin D jadi itu akan baik untuk perkembangan dan pertumbuhannya."Apa kabar sayang?" bunda datang dan mencium bayiku."Baik Bunda," jawabku."Aku senang kalian terlihat sehat dan ceria. Oh ya, belakangan pipimu jadi lebih tirus ya ....""Mungkin karena rutinitas baru menjaga bayi yang membuat berat badan saya menurun," balasku tergelak."Tapi meski sedikit kurus kau tetap cantik. Btw, bagaimana kabar Haris, sudah tiga hari dia tidak datang.""Ada acara Bund, semacam pelatihan dan pertemuan.""Tapi dia baik baik aja kan?""Tentu, Alhamdulillah."Bunda menggumam dan tersenyum penuh arti, dia menatapku dan bayiku bergantian lalu berkata,"Mungkin ini sudah saatnya untuk berbahagia dan lepas dari semua masa lalu yang telah menyakiti dirimu anakku."“Iya, semoga
"Saya dengar begitu sedih perasaan Raisa memikirkan nasibnya, hati saya terenyuh dan pedih sekali membayangkan semua itu. Karenanya saya semakin yakin untuk menjadikan dia istri karena saya tahu dia adalah wanita yang baik dan penuh dengan kesabaran.""Bagaimana kalau aku menolakmu, panjang sekali kau ingin menjadi ayah anakku!" "Aku tahu kau marah kamu maafkan Aku tapi aku tidak bisa membendung perasaanku, aku prihatin dan ingin....""Cukup! jangan campur adukkan perasaan kasihanmu itu dengan empati, lalu kau berusaha untuk menikahiku. itu sama sekali bukanlah cinta dan kau tidak akan berhasil menjalani rumah tangga tanpa cinta.""Aku belajar darimu tentang kenaifan karena begitu tulusnya mencintai seseorang, aku lebih memilih untuk bersamamu karena sudah tahu latar belakang dan bagaimana perjalanan hidupmu, tolong bantu aku mendapatkan keyakinanmu, Raisa.""Nak ...." Bunda seakan memberi isyarat agar aku memberi kesempatan kepada haris untuk menunjukkan perasaan dia yang sebenarnya
"Cantik sekali putrimu, Raisa," ujar Mbak Aira."Terima kasih Mbak, Alhamdulillah.""Apakah kau mengalami kesulitan selama hamil?" tanyanya."Kalau masalah yang lain tidak satu-satunya kesulitan yang saya hadapi hanya berasal dari kalian berdua," balasku.Mendengar aku menjawab seperti itu mas Tama segera mahalan nafas dan memberi isyarat agar aku tidak terus mencari gara-gara tapi karena kepanasan sudah benci dan sakit hati aku tidak mampu membendung sikap sinis dan kekecewaanku. Mestinya aku bersikap dewasa dalam situasi seperti ini, terlebih mereka datang dengan niat baik, tapi diri ini seakan tidak mampu menyembunyikan gejolak sakit hati yang tiba-tiba meronta.Tadinya aku ingin terus bersikap tenang dan sabar tapi lama-kelamaan sepertinya aku tidak akan punya kesempatan untuk membalas perbuatan mereka kalau tidak hari ini."Ini kan mau main yang baik ya sebaiknya kita tidak usah berdebat dalam keadaan seperti ini, Aku ingin kita fokus untuk menyambut kedatangan bayi dengan rasa s
Sampainya di rumah sakit aku segera mendaftar dan diantar langsung ke ruang bersalin oleh beberapa perawat. Aku diminta untuk berganti pakaian dan langsung memeriksa bukaan di meja pemeriksaan."Bukaan tiga Buk, bisa jalan-jalan dulu, kan waktu sambil menunggu bukaan kami akan memeriksa kelanjutannya nanti.""Terima kasih," jawabku pada Bidan pemeriksa."Eh tapi rencananya lahiran normal kan?""Insya Allah," jawabku."Bagus, karena posisi anaknya juga baik jadi melahirkan secara normal saja.""Terima kasih ibu bidan," jawabku sambil tersenyum ramah, wanita itu mengangguk dan tersenyum lebar lalu meninggalkanku yang masih terguling di ranjang rumah sakit.*"Bagaimana Nak?""Masih bukaan tiga.""Oh masih tujuh jam lagi," balas Bunda."Semoga lancar," desahku."Semoga dengan kelahiran bayi ini membawa berkah dan kebahagiaan dalam hidupmu, tuntas sudah masalah perceraian dan kau bisa melanjutkan segalanya dengan lega.""Alhamdulillah."*"Surprise!"Aku aku terkejut saat beberapa sahaba
Mendengar pengusiran dari ayah tiriku tentu saja Mas Tama langsung diam saja. Dia berdiri membeku tapi tidak melangkahkan kakinya untuk segera keluar dari rumah ini. Mas Tama menatapku dan orang tuaku secara bergantian.Aku sendiri entah apa reaksiku, meski sudah dibohongi dan diceraikan dengan cara demikian aku sama sekali tidak merasa sedih atau terluka. Mungkin karena perasaan di dalam hatiku sudah mati, jadi apapun yang akan Mas tamalakukan tidak ada bedanya di mataku. Dia mau mempertahankanku atau meninggalkanku semuanya tidak ada bedanya karena tetap saja aku akan merasa kesepian dan sendiri. Dia akan tetap sibuk dengan mbak Aira dan anak-anaknya sementara aku tetap akan jatuh dalam kesendirian."Terima kasih atas kebijaksanaan dan keputusanmu Mas aku sangat terharu sekali dan bahagia karena akhirnya hubungan kita akan selesai dan prahara di antara kita selesai juga.""Aku mengambil keputusan ini dengan perasaan yang amat sedih dan sesungguhnya aku sangat berat melepaskanmu Rais
"Maaf, kebetulan saya sedang pusing dan lelah sekali naik motor jadi saya putuskan untuk ikut dengan pak Wisnu saja.""Dengar Raisa, dia atau pun dia bukan siapa siapa untuk kamu, aku ini suami kamu Raisa!" Ucap Mas Tama."Oh ya? tapi kamu tidak memberiku pilihan, Mas. Maaf ya, aku pulang dulu," ucapku sambil mengarahkan sensor ke motor agar joknya terbuka dan aku bisa meletakkan helm lalu terkunci lagi."Pergi dulu ya," ucapku sambil naik ke atas mobil Pak Wisnu.Melihatku melenggang pergi kedua pria tadi hanya saling pandang. Haris nampak menghela napas sedang Mas Tama langsung menendang kerikil kerikil kecil yang kebetulan ada di aspal untuk menunjukkan kemarahannya. Mobil meluncur meninggalkan halaman rumah sakit, melaju mulus di jalan raya sedang aku hanya diam dalam kebungkaman dan pikiranku sendiri."Aku mengerti situasi yang sedang kamu hadapi dan aku turut bersimpati dengan itu. Seperti apa yang kamu alami di siang ini ... itu cukup menegangkan dan menguras perasaan." Pria
Aku segera memacu motor dan meninggalkan Mas Tama yang masih berdiri di pekarangan dengan wajah bingung dan harapan yang sudah aku patahkan. mungkin karena terlalu sakit hati juga aku sampai memacu motor dengan kecepatan tinggi dan sampai di rumah Bunda 10 menit lebih cepat.Kuturunkan koper dari motor lalu memanggil Mbak Tini asisten rumah tangga bunda untuk meminta dia mengantar barangku kamar."Tolong antarkan koper saya Mbak," perintahku kepada Mbak Tini."Baik mbak Raisa.""Katakan pada Bunda kalau aku tidak akan sarapan dan langsung meluncur ke rumah sakit, aku ingin makan siang dengan beliau jadi tolong beritahu untuk menyiapkan ayam kecap seperti janjinya.""Siap, Mbak.""Terima kasih Mbak Tini.""Sama sama."Saat aku kembali menaiki motor untuk meluncur pergi, kebetulan bunda sedang ada di balkon lantai dua. Melihatku terburu buru, bunda hanya menitipkan pesan agar aku berhati hati dan segera pulang saat pekerjaanku selesai."Hati hati, Nak. Cepat pulang sore nanti.""Iya Bun
Sepulang kerja, lepas dari rangkaian kegiatan panjang dan beberapa cerita yang terjadi hari ini Aku benar-benar merasa lelah. Setelah berendam dengan air panas aku duduk di depan kaca rias, sambil menyisir rambut dan menatap wajahku.Kuperhatikan diri ini dan mengingat-ingat kembali bagaimana selama ini aku telah mengambil keputusan untuk menentukan jalan hidup. Rupanya aku sudah terlalu banyak terjebak dalam pengaruh dan mudah dirayu jadi aku terkesan tidak bisa menentukan prinsip dan pilihanku sendiri alias plin-plan. Kondisiku yang sedang hamil juga memberi andil, membuat mood tidak stabil, kadang aku berada di mode mandiri yang tegar luar biasa, kadang juga sebagai wanita lemah yang sangat kesepian dan membutuhkan seseorang di sampingnya.Dan puncak dari semua itu, aku tetap saja pura-pura bahagia meski di ujung hari aku akan kembali pada tangisanku sendiri, membuka topeng pencitraanku, lalu meringkuk di tengah keremangan malam di sudut kamar ini. Akhir akhir ini aku memang lebi