Maya ditinggalkan calon suaminya--Arman-- di hari pernikahan mereka. Lalu tanpa dia duga Firhan--calon kakak iparnya justru menggantikan Arman atas permintaan adiknya itu. Apa yang menyebabkan Arman melakukan hal seperti itu? Apa rumah tangga Maya dan Firhan akhirnya bahagia? Ikuti kisah mereka.
Lihat lebih banyakJTA 1
"Saya terima nikahnya Ismaya Seroja dengan mas kawin tersebut tunai!" Lantang suara itu membuat Maya memejamkan mata. Dia jelas tak salah mengenali suara. Dia tahu dengan pasti, laki-laki yang beberapa detik lalu menyebut namanya dalam ikrar ikatan suci, bukanlah kekasihnya, Arman. "Mbak ...!" seru Maya saat melihat pintu kamarnya dibuka dari luar, sosok sang kakak datang dengan wajah yang terlihat murung. "Selamat, May, kamu sudah resmi jadi seorang istri," ucap Mala memaksa segurat senyuman di bibirnya. "Tapi, kenapa suara Arman terdengar berbeda, Mbak? Itu--" "Kamu lihat langsung saja, ya?! Yuk, kita keluar sekarang," sela Mala tak memberikan Maya kesempatan untuk berbicara banyak. Dengan lembut ditariknya tangan Maya untuk berdiri. "Mbak, semua baik-baik saja, kan?" tanya Maya menahan langkah dari tarikan tangan Mala. Hatinya berkata ada yang tidak beres. "Yang barusan ngucapin janji buat sehidup semati denganku Arman 'kan, Mbak?" Mala memalingkan tatap dari tuntutan pertanyaan Maya. Tangannya yang tadi mencekal lembut lengan Maya, kini terkulai lemas di sisi tubuhnya. "Lebih baik, kamu--" Suara berisik dari arah luar menghentikan perkataan Mala, tak lama muncul sosok laki-laki yang kini sudah resmi menjadi adik iparnya, berdiri dengan gagah menggunakan baju khas pengantin, serasi dengan pakaian yang dipakai Maya. Sedang Maya menatap tak percaya dengan penampakan di depan pintu kamarnya. Bola matanya membesar dengan jantung yang berdegup kencang. "Bang Fir-han," gumam Maya sambil menutup mulutnya. Otaknya bekerja keras mencerna apa yang terjadi. Mengapa kakak kekasihnya memakai baju yang seharusnya tersampir di tubuh sang adik? "Mbak keluar dulu, ya?! S-suami kamu datang menjemput rupanya," ujar Mala sambil tersenyum miris, tak menyangka hari bahagia adiknya harus berubah tanpa seorangpun dari keluarga yang tahu. Termasuk Maya Sang pengantin wanita. "Apa?! Suami?" pekik Maya dengan hati yang patah seketika. Tubuhnya mendadak lemas, kakinya tak bertenaga menopang raga yang tiba-tiba hilang semangat hidup. "Kamu dengarkan penjelasan dari suami kamu, ya?! Mbak pergi dulu," kata Mala setelah membantu Maya duduk di tepi tempat tidur. Dengan gegas wanita yang beda usia empat tahun dengan Maya itu melangkah keluar dari kamar Maya. Firhan berdiri kaku, dia bingung harus dengan cara apa menjelaskan pada calon istri adiknya itu--setidaknya sebelum dia mengucapkan janji di depan penghulu--beberapa menit lalu, gadis yang kini justru sudah menjadi istrinya. Kenapa ini harus terjadi, ya Allah? Namun Firhan tahu dia tidak bisa meratapi apa pun. Dia dengan secara sadar menyetujui untuk menggantikan Arman menikah dengan Maya. Langkah Firhan tersendat memasuki kamar yang sudah dihias sedemikian rupa. Aura kamar pengantin membuatnya masih tak percaya, kalau dirinya kini sudah menjadi seorang suami ... lagi. "Ehem!" Suasana hening kamar yang pintunya sudah ditutup oleh Mala, mengembalikan kesadaran Maya, begitu suara deheman Firhan terdengar, dia menatap laki-laki dewasa yang tengah menatapnya dengan kaku. "B-bang ... mana Arman? Kenapa, kenapa Abang yang ... yang menjadi suamiku?" tanya Maya dengan suara pelan, rasa sesak sudah menguasai dada, dia merasa tenggorokannya tercekat. Matanya sudah memanas, hingga tak lama buliran bukti kesedihan meluncur dengan mulus menuruni pipi. "Saya tidak tahu harus bicara apa sama kamu, D-dek. Tapi keberadaan saya di sini, adalah keinginan dari Arman," sahut Firhan seraya semakin memangkas jarak, hingga tersisa jarak satu meter dengan Maya yang sontak berdiri. "Maksud, Abang? Arman sengaja melakukan ini semua? Dia ...." Maya tak lanjut berkata-kata, dia menoleh ke atas kasur di mana ponselnya tergeletak di sana. "Tidak! Arman tidak mungkin melakukan ini padaku!" gumam Maya dengan tangan bergetar membuka ruang percakapannya dengan Arman. Terakhir mereka bertukar kabar dua hari lalu. Arman bilang biar mereka merasakan bagaimana rasanya rindu, dan bertemu lagi hari ini saat ikatan mereka sudah berganti jadi suami istri. "Angkat, Arman!" Maya mengusap kasar air mata yang semakin banyak berjatuhan. Pengabaian yang dilakukan Arman merajam hatinya. Laki-laki itu sedang online, tapi sepertinya dia memang tak ingin menerima panggilan telepon dari mantan calon istrinya itu. "Maya," panggil Firhan, saat Maya semakin kalap menekan layar ponsel agar Arman menerima panggilan. "Percuma, Maya." "Diam, Bang! Ini pasti salah! Kalian sengaja nge-prank aku, kan?! Kamu dan Arman sengaja membuat kejutan seperti ini buat aku 'kan?" Tangan Maya terangkat, dengan kesal dilemparnya ponsel ke atas kasur, lalu dengan tergesa Maya melangkah hendak keluar kamar, bahkan dengan kasar ditabraknya tubuh Firhan hingga badannya limbung. Beruntung Firhan dengan sigap menahan tubuh Maya, hingga keduanya seperti berpelukan. "Lepas! Jangan sentuh aku!" teriak Maya dengan meronta. Tak dihiraukannya lagi penampilannya yang kini terbalut pakaian pengantin.Seperti rencana semula, acara resepsi pernikahan Maya dan Firhan pun digelar dua minggu kemudian. Yang awalnya berniat digelar sederhana, akhirnya pesta itu pun berlangsung cukup meriah. Firhan mengundang semua kenalan juga rekan kerjanya. Begitu juga dengan Maya meskipun dia sudah tidak lagi bekerja. Mereka mau datang, syukur. Tidak pun tak jadi masalah untuk Maya. Apalagi acara tersebut digelar di kota tempat tinggal Firhan, kemungkinan teman-teman Maya yang bekerja di perusahaan cabang, tentu sangat kecil bisa datang. Namun Maya tak berkecil hati, cukuplah dengan adanya Nova sebagai temannya yang hadir di hari bersejarah untuknya itu. Ucapan selamat juga doa restu mengalir dari para tamu. Maya terlihat anggun dengan gaun putih panjang dan jilbab yang menutup rambutnya. Ya, Maya memutuskan untuk berhijab seperti niatnya dulu. Dia akan menggunakan penutup aurat itu saat dirinya sudah menikah. Jadi tak ada alasan lagi untuk menunda niat baiknya. "Ih, cantik banget kamu pake j
"Ap-apa maksud kamu, Man?" Anna memucat wajahnya, apalagi tatapan semua orang kini tertuju padanya. "Kamu tidak pernah kehilangan ingatan kamu kan, Anna?! Kamu sudah membohongi aku hingga aku merasa bersalah, dan meninggalkan dia yang seharusnya menjadi istriku saat ini!" Arman berteriak lantang, semua kata yang sudah dia ucapkan tentang keikhlasan atas gagalnya pernikahan dengan Maya, kini seakan disesalinya begitu sadar Anna sudah membohonginya. Menipunya mentah-mentah. Siapa yang bodoh sebenarnya? "Man, bicarakan baik-baik." Lidya menghampiri Arman, mengusap punggungnya dengan lembut berharap Arman bisa menahan kemarahannya. "Anna tidak mengerti apa yang Arman katakan, Mama," kata Anna mencari simpati Lidya, sayangnya Arman sudah tidak percaya. "Bohong," desis Arman. "Kita bicarakan nanti. Tak enak dengan pak Idham dan bu Lani." Rudi menyela, "Nak Angga, bisa antar Anna pulang, Nak? Arman butuh menenangkan diri," lanjutnya pada Angga yang dengan sigap mengangguk. "Ten
Tanah Merah itu masih basah. Raga yang terbaring di dalam sana kini sudah tak merasakan sakit lagi. Segala beban dan masalah yang dirasakannya selama hidup sirna sudah, meninggalkan seseorang yang baru mengenalnya tapi justru kini dipaksa pisah lebih jauh lagi. Tak ada kesempatan bertemu, tak ada kesempatan bertanya kenapa dulu dirinya seakan dibuang. Arman terpekur dengan mata sembabnya, menatap kayu nisan yang bertuliskan nama wanita yang baru diketahuinya sebagai ibunya. Ada Anna, Angga, juga keluarga yang selama ini dikenal sebagai orang tua dan kakak lelakinya. Tanpa keberadaan Maya. Pencariannya dalam menemukan sang ibu berhasil, namun saat hendak mempertemukan ibu kandungnya dengan Lidya dan Rudi, kecelakaan malah menghentikan rencana mereka. Mobil Arman ditabrak oleh truk yang melaju kencang, saking kerasnya benturan membuat sang ibu yang tidak mengenakan sabuk pengaman, terpental keluar, hingga nyawa pun terlepas di tempat kejadian. Arman terluka cukup parah, tiga hari
Hening. Hingga beberapa saat kemudian tautan bibir keduanya terlepas. Maya langsung menunduk, namun Firhan menahan dagunya agar Maya terus bersitatap dengannya. "Apa abang bisa meminta hak dan memenuhi kewajiban abang sekarang?", tanya Firhan dengan tatapan mulai berkabut. Maya menenangkan debaran jantungnya yang menggila, namun dia pun tak bisa mengatakan tidak, hingga anggukan kepalanya sebagai izin yang diberikan, membuat Firhan kembali melabuhkan kecupan di bibirnya. Tak lama tubuh Maya pun melayang saat Firhan menggendongnya, membawanya menuju peraduan. Maya terpekik lirih, dengan sigap dia memeluk leher Firhan dengan mata keduanya yang terus bertukar tatap, senyuman terus Firhan sunggingkan, seakan menenangkan Maya bahwa semua akan baik-baik saja. "Percaya pada abang, kita akan bersenang-senang. Ibadah." Maya mengangguk dan mempercayakan semuanya pada Firhan. Membiarkan semua mengalir seperti apa harusnya. Dia hanya pasrah, saat apa yang dia jaga selama ini dan akan
"Sampe kaget gitu," ledek Maya menertawakan Firhan, padahal dia sendiri tengah mencoba menenangkan dirinya imbas perkataannya sendiri. "Harus minggir dulu, biar bisa fokus." Firhan menepikan mobil, lalu menatap Maya yang sudah memerah wajahnya. "Coba bilang sekali lagi ... yang jelas," kata Firhan menggenggam lembut tangan Maya, matanya lekat menatap manik mata sang istri. "Apaan sih, Bang. Ayo jalan lagi, katanya mau ke rumah bapak?" elak Maya menahan senyum. Firhan menggeleng merasa dipermainkan Maya. "Nggak jadi. Mau ajak ke hotel aja." "Ya ayo! Kemana aja abang mau bawa Maya, Maya ikut," balas Maya. Firhan tersenyum lebar, diciuminya tangan Maya. "Yakin?" Firhan masih mencari celah apa kebohongan itu ada. Maya menarik napas panjang, lalu mengangguk dengan sangat yakin meski wajahnya kini semakin merah saja. "Beneran sudah siap jadi istri abang sepenuhnya?" lirih Firhan membelai pipi Maya, gadis itu merasakan tubuhnya panas dingin. "Y-ya," sahut May
"Kamu pulang ke mana, May?" tanya Nova saat jam kerja habis. Setelah semua orang tahu tentang status pernikahannya dengan Firhan, Nova yakin Maya tidak akan tinggal di mess lagi. "Rumah abang," jawab Maya dengan malu. "Udah aku tebak, sih. Huh, aku jadi nggak ada temen ngegosip. Sepi," keluh Nova sedih namun dibalut canda. "Maaf, ya?! Abis mau gimana lagi?" ucap Maya, mereka tengah berjalan menuju keluar bangunan produksi, dia sudah tidak terlalu menjadi perhatian setelah para karyawan tahu dirinya istri Firhan, meski tentu saja sikap Rima jadi berubah drastis padanya. Atasannya itu jadi judes, sangat menyebalkan. Tapi Maya memilih abai, selama Rima tak membuat kontak fisik untuk menyakitinya, meski jadi suka membentak kalau memberikan perintah padanya. Biarlah, mungkin Rima sangat berharap pada Firhan sebelumnya, jadi begitu tahu laki-laki yang disukainya ternyata sudah menikah, dia jadi kecewa dan patah hati. "Loh, ya nggak papa, May. Aku paham, kok. Emang seharusny
Berita menyebar dengan cepat, hingga Maya merasa sungkan saat pergi ke kantin dengan Delia dan Nova. Dirinya terus mendapat tatapan dari para karyawan, tak jarang tatapan sinis juga bisik-bisik yang membuat Maya semakin tak nyaman. Sebagian besar mereka tak menyangka kalau pemeran utama laki-laki yang sempat viral jadi pengantin pengganti itu adalah; Firhan. Dan itu mereka sesalkan, lalu membandingkan Maya dan Rima yang selama ini mereka pikir mempunyai hubungan khusus dengan Firhan. "Boleh gabung di sini, kan?" Suara Firhan membuat Maya mengangkat kepalanya dari menekuri makan siangnya. "Bang," ucapnya, lalu melihat sekeliling yang kini menjadikan dia pusat perhatian. "Geser, Sayang," titah Firhan menyimpan nampan di sebelah nampan milik Maya. Nova dan Delia saling lirik dengan mengulum senyum, jelas sekali kalau Firhan benar-benar mencintai Maya. "Kenapa abang makan di sini? Bukannya di meja para staf?" Firhan tak menggubris pertanyaan Maya, dia langsung menjatuhkan
Maya sudah kembali bekerja, dua hari waktu istirahatnya sudah habis. Saat ini dia sedang tegang membayangkan reaksi semua orang yang pastinya sudah mengetahui tentang statusnya dan Firhan. Nova sudah memberitahu Maya, bagaimana dirinya diberondong pertanyaan oleh banyak karyawan. "Tegang amat," kekeh Firhan yang fokus mengemudi. "Takut," balas Maya tak ingin berbohong. "Santai saja, nanti juga nggak akan ada yang berani nanya. Liat saja," ucap Firhan sangat yakin. Maya berdecak, dia sudah tidak sungkan menunjukkan sikap di depan Firhan. "Sok tau!" Firhan tertawa, dengan Maya dirinya kini bisa tertawa lepas tanpa beban. Jadi bagaimana mungkin dia akan melepas Maya untuk Arman lagi? Maya istrinya, dia akan egois mempertahankan Maya. Meski selama dua malam tidur bareng, hubungan mereka belum lanjut ke tahap lebih intim, Firhan menunggu Maya benar-benar siap. Justru saat ini dia sedang membuat rencana, untuk mengundang rekan kantornya sebagai bentuk syukuran pernikaha
Arman tak pernah menyangka dirinya akan berada di titik ini. Keputusannya meninggalkan Maya, membuka kebenaran lain tentang siapa dirinya. Meski saat Lidya mengatakan, kalau wanita yang selama ini disangkanya sang ibu memang berniat membuka siapa jati diri Arman setelah dia menikah dengan Maya, pasti efeknya tidak akan seperti ini kalau Maya benar-benar menjadi miliknya. Dia pastinya tidak akan merasa sendiri, ada Maya yang akan menemaninya melewati semua kebenaran yang baru terungkap itu. Air mata Arman bercucuran, dadanya sesak serasa ada batu yang menghimpit di sana, berkali-kali dia menyesali lagi keputusannya yang keliru, namun semua terlanjur terjadi. Dia hanya berharap kesempatan memiliki Maya bisa terjadi. Seperti katanya pada Firhan tadi, dia hanya menitipkan jodohnya pada lelaki itu. Meski semua kekeliruannya harus dibayar dengan melajang seumur hidup. Mungkinkah? Sedang Firhan berhadapan dengan Lidya dan Rudi, dia mendengarkan dengan runut cerita yang dijabar
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen