Share

**Bab 3: Misteri dalam Kegelapan**

**Bab 3: Misteri dalam Kegelapan**

Pagi yang datang tidak membawa kedamaian bagi Aria. Setelah malam penuh ketegangan itu, rasa lelah yang luar biasa mendera tubuh dan pikirannya. Namun, lebih dari sekadar lelah, ada rasa takut yang terus menggerogoti dirinya, membuatnya gelisah meski sinar matahari menembus tirai kamarnya. Sosok misterius yang muncul di rumahnya malam tadi meninggalkan kesan mendalam, seolah-olah suatu kekuatan gelap telah merangsek masuk ke dalam kehidupannya.

Aria mencoba mengabaikan apa yang terjadi, berusaha bersikap normal seperti biasanya. Dia bersiap-siap untuk pergi ke sekolah, namun bayang-bayang dari kejadian semalam terus menghantuinya. Saat dia memandang dirinya di cermin kamar mandi, dia memperhatikan pantulan wajahnya yang tampak lebih pucat dari biasanya. Mata hitamnya tampak kosong, seolah-olah sedang melihat sesuatu yang jauh di dalam pikirannya sendiri.

Di sekolah, semuanya berjalan seperti biasa, tetapi Aria merasa seolah-olah dia berada di dunia yang berbeda dari orang-orang di sekitarnya. Lisa, yang duduk di sampingnya di kelas, terus-menerus menanyakan apakah dia baik-baik saja, dan Aria hanya menjawab singkat, berusaha tidak terlihat terlalu aneh. Dia tahu bahwa Lisa cemas, tetapi Aria tidak bisa membawa dirinya untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Bagaimana mungkin dia bisa menjelaskan bahwa dia melihat sosok tanpa wajah di ruang tamu rumahnya sendiri?

Selama pelajaran berlangsung, Aria mencoba berkonsentrasi, tetapi pikirannya terus-menerus kembali ke rumah tua itu dan bayangan yang muncul di cermin. Setiap kali dia menutup mata, dia bisa melihat senyum dingin dari bayangan itu, dan perasaan tidak nyaman semakin menguat. Dia merasa seolah-olah sesuatu atau seseorang mengawasinya, bahkan di tengah keramaian kelas.

Setelah sekolah usai, Aria memutuskan untuk pergi ke perpustakaan. Dia merasa perlu mencari jawaban, atau setidaknya pemahaman, tentang apa yang sedang terjadi padanya. Mungkin ada penjelasan logis di balik semua ini—mungkin hanya imajinasi yang berlebihan akibat stres. Di perpustakaan, Aria langsung menuju ke bagian yang jarang dikunjungi, di mana buku-buku tua yang berdebu menumpuk di rak-rak tinggi.

Aria menghabiskan waktu berjam-jam memeriksa buku-buku tentang sejarah lokal dan kisah-kisah mistis dari desa tempat tinggalnya. Dia berharap bisa menemukan sesuatu yang berkaitan dengan rumah tua itu atau pengalaman aneh yang dialaminya. Namun, semakin banyak dia membaca, semakin dia merasa bahwa apa yang dialaminya adalah bagian dari sesuatu yang jauh lebih besar—sebuah misteri yang sudah terkubur selama bertahun-tahun.

Sebuah buku tua dengan sampul berwarna cokelat gelap menarik perhatiannya. Judulnya, "Legenda Terkubur di Bawah Bayang-Bayang," terukir dengan tinta emas yang hampir pudar. Aria membuka buku itu dengan hati-hati, dan menemukan bahwa isinya penuh dengan kisah-kisah seram yang berhubungan dengan rumah-rumah tua dan makhluk-makhluk gaib yang menghuni tempat-tempat tersebut.

Saat dia membaca lebih jauh, Aria menemukan sebuah bab yang khusus membahas tentang rumah di desanya. Rumah itu, yang disebut "Rumah Jendela Tua," diceritakan sebagai tempat terkutuk yang dihuni oleh arwah-arwah penasaran. Menurut legenda, rumah itu dulunya milik seorang pria kaya bernama Willem, yang terobsesi dengan cermin-cermin antik. Willem percaya bahwa cermin-cermin tersebut memiliki kekuatan magis yang bisa membuka gerbang ke dunia lain.

Dalam obsesinya, Willem mengumpulkan banyak cermin dari berbagai penjuru dunia, dan menempatkannya di seluruh sudut rumahnya. Namun, obsesinya berubah menjadi kegilaan ketika dia mulai melihat bayangan-bayangan aneh di cermin-cermin tersebut. Willem mengklaim bahwa bayangan-bayangan itu adalah roh-roh yang terperangkap di dalam cermin, dan dia berusaha untuk membebaskan mereka.

Namun, upayanya untuk berkomunikasi dengan roh-roh itu justru membawa bencana. Dalam satu malam yang gelap, Willem dikatakan telah menghilang tanpa jejak, bersama dengan semua cerminnya. Sejak itu, rumah tersebut dikenal sebagai tempat yang angker, di mana orang-orang sering melaporkan melihat bayangan-bayangan aneh dan mendengar bisikan-bisikan yang tidak jelas.

Aria merasa bulu kuduknya meremang saat membaca kisah itu. Dia tahu bahwa cerita itu bukan sekadar legenda—apa yang dia alami di rumah tua itu sesuai dengan deskripsi dalam buku. Bayangan yang muncul di cermin, bisikan-bisikan, dan sosok tanpa wajah yang menghantui malamnya semuanya terkait dengan rumah itu dan kegilaan Willem.

Saat dia menutup buku itu, Aria merasakan dorongan yang kuat untuk kembali ke rumah tua itu. Dia tahu bahwa jawabannya ada di sana, dan meskipun ketakutan masih menghantui pikirannya, rasa ingin tahunya lebih besar. Dia merasa bahwa ada sesuatu yang harus dia temukan, sesuatu yang mungkin bisa menjelaskan kematian misterius orang tuanya beberapa tahun yang lalu.

Malam itu, Aria memutuskan untuk kembali ke rumah tua tersebut. Dia menyiapkan sebuah senter dan membawa buku yang baru saja dibacanya, berharap bisa menemukan petunjuk lebih lanjut di sana. Dengan hati yang berdebar-debar, Aria meninggalkan rumahnya dan berjalan menuju tempat yang sudah membawa begitu banyak kegelapan ke dalam hidupnya.

Saat dia tiba di depan rumah tua itu, langit sudah mulai gelap, dan suasana mencekam semakin terasa. Rumah itu tampak lebih besar dan lebih menyeramkan dibandingkan terakhir kali dia melihatnya. Bayangan jendela-jendela tua itu tampak seperti mata yang mengintip, mengawasi setiap gerakannya.

Aria berdiri sejenak di depan pintu besar yang berderit, merasakan desakan kuat untuk lari. Namun, dia menekan rasa takut itu dan membuka pintu, memasuki rumah yang kini terasa lebih hidup daripada sebelumnya. Saat dia melangkah masuk, suara berderak dari lantai kayu di bawahnya menambah kesan bahwa rumah itu sedang menyambutnya kembali.

Lorong yang panjang dan gelap kembali menyapa Aria, tapi kali ini dia tidak sendiri. Bayang-bayang dari masa lalu, dari kisah Willem, seolah-olah ikut berjalan bersamanya. Aria tahu bahwa malam ini dia akan menemukan jawaban, atau mungkin sesuatu yang jauh lebih mengerikan.

Dengan senter di tangannya, Aria mulai menyusuri lorong itu, menuju ruangan tempat cermin-cermin Willem berada. Setiap langkah yang diambilnya terasa semakin berat, seolah-olah udara di sekitar rumah itu semakin padat dengan energi gelap yang mengelilinginya. Dia tahu bahwa tidak ada jalan kembali, hanya ada satu pilihan—menghadapi apa pun yang menantinya di sana.

---

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status