Share

**Bab 6: Pengorbanan Terakhir**

**Bab 6: Pengorbanan Terakhir**

Aria berdiri di depan cermin terakhir dengan napas yang tersengal-sengal, keringat dingin mengalir di pelipisnya. Bayangan Willem terus menatapnya dengan pandangan yang menusuk, seolah-olah mampu melihat ke dalam jiwanya dan menelanjangi setiap ketakutan yang dia coba sembunyikan. Tawanya masih bergema di dalam gua itu, menambah suasana yang sudah mencekam.

"Aria...," suara Willem terdengar lembut namun penuh ancaman, "kau tahu bahwa kau tidak bisa lari dari takdirmu. Cermin ini bukan sekadar pintu, ini adalah penjara dan kebebasan. Jika kau menghancurkannya, aku akan bebas...dan begitu juga dengan kegelapan yang mengikutiku."

Aria terdiam, mencoba memproses kata-kata Willem. Dia tahu bahwa setiap pilihan yang dia ambil akan memiliki konsekuensi besar. Namun, ada sesuatu yang aneh dalam kata-kata Willem, seolah-olah ada bagian dari kebenaran yang belum terungkap. Dia tidak bisa begitu saja percaya bahwa menghancurkan cermin akan memberikan kebebasan total bagi Willem. Tapi jika dia salah, apa yang akan terjadi?

Cermin itu bergetar lagi, kali ini lebih keras, membuat Aria terhuyung mundur. Willem mulai bergerak, lebih dari sekadar bayangan di dalam cermin. Tubuhnya mulai meraih ke luar, tangan-tangannya yang kurus dan pucat mulai merobek batas antara dunia cermin dan dunia nyata. Aria tahu bahwa dia tidak punya banyak waktu lagi.

"Sekarang atau tidak sama sekali," pikir Aria, meski kepalanya penuh keraguan. Dia meraih batu besar yang sudah dia genggam sejak tadi, mengangkatnya tinggi-tinggi. Namun, sebelum dia bisa menghantam cermin, sebuah ingatan melintas di benaknya—kata-kata yang dia baca di buku, tentang cermin yang bisa menahan roh-roh jahat jika digunakan dengan benar. Tapi bagaimana caranya?

Aria menatap cermin itu dengan intens, mencoba mengingat detail dari buku itu. Tiba-tiba, dia ingat sesuatu—sesuatu yang mungkin bisa menjadi kunci untuk menahan Willem di dalam cermin tanpa menghancurkannya. Buku itu menyebutkan ritual kuno, sebuah mantra yang bisa mengikat roh jahat ke dalam cermin, membuatnya tetap terperangkap selamanya. Tapi mantranya rumit dan memerlukan pengorbanan besar—sebuah jiwa yang murni harus rela mengorbankan dirinya sebagai penukar.

"Aku tidak punya pilihan lain," pikir Aria, menyadari bahwa dia mungkin harus menjadi pengorbanan itu. Ketakutan menyelimuti dirinya, tetapi dia juga merasa sebuah keberanian yang aneh. Jika ini adalah satu-satunya cara untuk menghentikan Willem, maka dia harus melakukannya. Tapi apakah dia siap untuk menyerahkan segalanya?

Dengan tangan gemetar, Aria mulai mengucapkan mantra yang dia ingat dari buku itu, suara Willem yang menggema di sekitarnya semakin keras, mencoba mengganggu konsentrasinya. Kata-kata itu terasa asing di lidahnya, bahasa kuno yang tidak dia mengerti, namun setiap suku katanya penuh dengan kekuatan yang menggetarkan. Aria merasa seolah-olah seluruh gua mulai bergetar bersamaan dengan mantranya.

Willem tampak terganggu. Wajahnya yang semula penuh dengan kepuasan kini menunjukkan kemarahan. Dia berusaha keluar dari cermin dengan lebih cepat, tapi mantranya mulai memberikan efek. Tangan Willem yang sudah hampir keluar dari cermin mulai tertarik kembali, seolah-olah ada kekuatan yang lebih besar yang menariknya kembali ke dalam.

"Aku tidak akan kembali ke sana!" Willem berteriak dengan marah, suaranya memecah keheningan gua. "Kau akan menyesal, Aria!"

Namun, Aria tidak berhenti. Dia terus melantunkan mantra itu, meski tubuhnya mulai merasa lelah dan matanya mulai berkaca-kaca. Dia tahu bahwa dia harus menyelesaikan ini, tidak ada jalan mundur lagi.

Mantra itu sampai pada bagian terakhir, bagian yang menuntut pengorbanan. Aria menutup matanya, membayangkan wajah orang-orang yang dia sayangi, kenangan yang dia miliki, dan hidup yang akan dia tinggalkan. Dia merasa air mata mengalir di pipinya, tapi dia tidak membiarkan dirinya goyah. Pengorbanan ini adalah satu-satunya cara untuk memastikan bahwa Willem tidak akan pernah bebas, dan dunia ini tidak akan hancur karena kesalahan masa lalu.

"Aku, Aria, dengan kesadaran penuh, menyerahkan jiwaku untuk mengikat bayangan ini ke dalam cermin selamanya," kata Aria dengan suara tegas, meskipun hatinya bergetar. "Biarkan jiwaku menjadi penjaga cermin ini, agar kejahatan tidak pernah keluar."

Tiba-tiba, cermin itu mulai bersinar dengan cahaya yang menyilaukan. Willem menjerit dengan kemarahan yang tak tertahankan, tubuhnya mulai terhisap kembali ke dalam cermin dengan kekuatan yang luar biasa. Aria merasakan tubuhnya mulai kehilangan kekuatan, seolah-olah sesuatu sedang diambil dari dalam dirinya. Dia tahu ini adalah akhirnya, saat dimana dia akan menjadi bagian dari cermin, terjebak di dalamnya bersama Willem.

Namun, di saat-saat terakhirnya, Aria merasakan kehadiran yang hangat, seolah-olah ada seseorang atau sesuatu yang membimbingnya. Sebuah bisikan lembut terdengar di telinganya, suara yang menenangkan di tengah kekacauan ini. "Kau tidak sendirian, Aria. Pengorbananmu tidak akan sia-sia."

Cahaya dari cermin itu semakin terang, dan dengan ledakan cahaya terakhir, Willem menghilang sepenuhnya ke dalam cermin. Aria merasa tubuhnya ditarik ke arah cermin, namun ada kekuatan lain yang menahannya, seolah-olah tidak membiarkannya tersedot ke dalam. Dia merasakan kesadarannya memudar, dan sebelum semuanya menjadi gelap, dia mendengar suara terakhir yang penuh dengan kedamaian.

"Terima kasih, Aria. Kau telah menyelamatkan kita semua."

Ketika Aria membuka matanya, dia mendapati dirinya terbaring di lantai gua yang dingin. Cermin itu kini berdiri dengan tenang di atas altar, tidak lagi memancarkan cahaya atau getaran. Willem telah sepenuhnya terperangkap di dalamnya, dan keheningan menyelimuti gua itu.

Aria bangkit dengan perlahan, merasa tubuhnya lemas dan lelah. Dia menatap cermin itu dengan campuran perasaan lega dan kesedihan. Dia telah berhasil, tetapi dengan harga yang mahal. Dia tahu bahwa dia seharusnya tidak lagi ada di sini, namun entah bagaimana, dia masih hidup.

Aria menyadari bahwa pengorbanannya tidak sepenuhnya diambil. Sesuatu telah menyelamatkannya di saat terakhir, mungkin kekuatan yang lebih besar, atau mungkin sesuatu yang lain. Namun, yang jelas, dia telah berhasil menghentikan Willem, dan dunia ini aman dari kegelapan yang mencoba keluar.

Dengan langkah yang goyah, Aria berjalan keluar dari gua itu, meninggalkan cermin terakhir di belakangnya. Meskipun dia telah menang, ada perasaan kehilangan yang mendalam di dalam hatinya, sebuah pengingat bahwa semua ini tidak datang tanpa pengorbanan. Aria tahu bahwa dia tidak akan pernah menjadi sama lagi, tapi dia juga tahu bahwa dia telah melakukan hal yang benar.

Saat dia melangkah keluar dari gua, sinar matahari yang hangat menyambutnya, menghapus kegelapan dan ketakutan yang menghantuinya selama ini. Aria menatap langit yang cerah, merasakan damai yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Dia tahu bahwa ini adalah akhir dari satu perjalanan, tetapi mungkin juga awal dari yang lain.

Di kejauhan, angin membawa bisikan lembut, seolah-olah dunia ini berterima kasih padanya. Aria tersenyum kecil, menyadari bahwa meskipun perjalanan ini telah mengubahnya, dia masih memiliki banyak hal yang harus dijalani. Dan dengan itu, dia melangkah maju, meninggalkan gua dan segala kengerian di dalamnya, menuju ke masa depan yang baru.

---

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status