Share

2

Leona termenung, merasa begitu hampa setelah suaminya pergi. Andai saja dia sudah memiliki anak, mungkin hidupnya tidak akan sesepi ini. Masih ada yang menemani dan menghiburnya meski Denis tidak ada.

"Non, sarapan," ucap Tuti, salah satu ART yang sudah bekerja di rumah Leona sedari ia duduk di bangku SMP, sedangkan yang lainnya baru dua tahun bekerja di rumah itu.

Denting sendok beradu dengan piringlah yang selalu menemani sarapan maupun makan siang dan malam Leona. Hampir satu tahun terakhir ini dia merasakan kesepian, sebab Denis lebih sering melakukan perjalanan bisnis.

"Kenapa Non Leon nggak ikut Tuan?" Tuti menatap iba anak majikannya. 

"Takut ganggu Mas Denis, Mbok," jawab Leona lesu. Ia memang sangat ingin ikut, tapi Denis selalu melarangnya.

Tuti tampak mengernyit. 

Leona mengerti. Pasti wanita paruh baya itu merasa aneh, sebab biasanya suami akan tenang jika ada istri di sampingnya. Tapi Denis tidak pernah mau membawanya dalam perjalanan bisnis, entah kenapa.

"Nyah, kamarnya mau dibereskan sekarang?" tanya Sulis, ART-nya yang lain memecah obrolan itu.

"Nanti, saya mandi dulu bik," ucap Leona.

Leona merampungkan sarapannya, ia kembali naik dan membersihkan diri. Mungkin mendatangi rumah orang tua Denis adalah pilihan yang tepat. Di sana dia bisa bertemu dengan keponakan-keponakannya. Atau akan lebih baik jika ia menginap, agar tidak kesepian berada di rumah. 

Wanita itu telah siap beberapa menit kemudian. Ia selalu tampil cantik dan elegan, namun entah mengapa Leona merasa jika suaminya tidak begitu tertarik akan dirinya. Dalam sebulan mereka jarang sekali berhubungan badan. 

Meski begitu Leona selalu berpikir positif. Denis mungkin lelah, sebab pria itu berjuang menyelamatkan perusahaan Papanya yang hampir bangkrut.

Usai memoles wajahnya dengan make-up tipis Leona menyambar handbag dan melenggang turun, bertepatan dengan Sulis yang hendak naik. 

"Nyah, sudah cantik mau ke mana?" selidik wanita itu.

"Jalan-jalan ke Mall, Bik," jawabnya singkat dan kembali melanjutkan perjalanan.

Sulis mengikuti Leona turun. "Tapi Tomy kan belum pulang Nyah, nanti nyonya pergi dengan siapa?" 

"Saya kan bisa bawa mobil sendiri Bik. Selama ini saya merasa terlalu dimanjakan, kemana-mana harus menunggu Tomy. Memangnya salah kalau saya mau ke mall sendiri?" Leona menatap Sulis heran.

Sulis tergagap. "Su-Sulis hanya mengkhawatirkan Nyonya, soalnya tadi Tuan kan sudah pesan untuk menjaga Nyonya."

Leona menggeleng-gelengkan kepala. "Bukan berarti kamu harus berlebihan Sulis. Ya sudah saya pergi."

Wanita itu masuk ke dalam mobil. Rasanya sudah lama sekali Leona tidak mengemudi. Denis terlalu posesif, sehingga tidak membiarkan dia berkendara seorang diri, selalu saja Tomy mengikuti. 

Untung saja tadi Tomy mengantarkan Denis ke bandara, sehingga ia bisa sedikit bernapas lega. 

Walau bagaimanapun sikap Denis, Leona tetap merasa bahagia, dia merasa begitu dicintai dan diperhatikan.

Mobil yang Leona kemudikan terparkir rapi di basement, wanita itu melenggang menuju lift yang ada di sana. Pintu hampir tertutup sebelum seseorang mengganjalnya dengan kaki. 

Nampak seorang pria tampan dengan kacamata hitam membingkai wajahnya, dia terlihat sedang berbicara dengan seseorang dalam sambungan telepon.

"Iya, ini sudah sampai mall."

Itulah sepenggal kalimat yang Leona tangkap dari percakapan laki-laki itu. Dia menekan angka tiga, lantas mematikan sambungan teleponnya.

"Cerewet sekali wanita itu," gumannya laki-laki yang berdiri di hadapan Leona. Sebelum dia akhirnya menoleh padanya, “Leona?!” 

Wanita itu menatapnya dan tersentak kaget. "Loh, Angga?"

"Astaga, ternyata benar-benar kamu,” ujar Angga sambil tersenyum sumringah, seolah ia tidak menggerutu sebelumnya. “Apa kabar, Na? Aku sempat nggak percaya lho kalau ini kamu," ujar laki-laki itu.

Leona tersenyum menanggapi sapaannya. "Aku juga, aku pangling malahan," sahutnya.

Tring…

Pintu lift terbuka tepat di lantai tiga, Angga mengeluarkan kartu nama dari saku jasanya. 

"Leon, ini nomor ponsel aku. Hubungi aku ya, aku ada keperluan, siapa tahu lain kali kita bisa ngobrol." Angga melempar senyum manis sebelum berlalu meninggalkan lift.

Leona menilik kartu nama itu. Angga Dirgantara, Manager Eksekutif PT. Dirgantara Property. 

Alis Leona seketika bertaut. Nama panjang Angga sama persis dengan nama perusahaan tempatnya bekerja. 

Pintu lift kembali terbuka tepat di lantai lima, wanita itu memasukan kartu nama tadi ke dalam tas, lantas melenggang keluar menghampiri deretan toko barang mewah di sana.

Setelah beberapa kali keluar masuk ke dalam toko, Leona memutuskan pulang. Wanita itu tersenyum lebar, dia yakin ibu mertua dan adik iparnya akan sangat senang mendapat barang-barang ini. Selama ini, Leona memang begitu royal menyenangkan keluarga suaminya, sebab ia menyadari tidak memiliki keluarga lain.

Hampir dua puluh menit Leona berkendara, kini ia tiba di depan sebuah rumah minimalis berlantai dua. Pagar rumah itu nampak tertutup rapat, namun mobil ibu mertuanya terparkir di sana.

Berulang kali Leona menekan bel rumah itu, hingga tak lama nampak ART menghampirinya keluar. 

"Non Leona," wanita setengah baya itu terlihat kikuk saat melihatnya datang.

"Bik, di rumah ada orang kan?" tanya Leona.

Pintu pagar itu terbuka sedikit, lantas wanita itu keluar mendekati Leona. "Maaf Non, di rumah nggak ada orang, Nyonya dan anak-anaknya sedang pergi," jelasnya.

Kekecewaan langsung merayapi hati Leona. Padahal dia sudah membeli hadiah untuk keponakan dan ibu mertuanya.

"Pergi, kemana bik? Ini semuanya pergi?" 

Tidak biasanya ibu mertua dan adiknya pergi secara bersamaan seperti ini, membuat Leona heran.

"Ah... itu… anu Non, se-sepertinya pergi ke hajatan keluarga," ujar wanita di hadapannya tergagap. 

Leona semakin mengernyit. Hajatan keluarga? Siapa? Mengapa ia tidak tahu? 

Bukankah… dirinya juga bagian dari keluarga? 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status