Leona termenung, merasa begitu hampa setelah suaminya pergi. Andai saja dia sudah memiliki anak, mungkin hidupnya tidak akan sesepi ini. Masih ada yang menemani dan menghiburnya meski Denis tidak ada.
"Non, sarapan," ucap Tuti, salah satu ART yang sudah bekerja di rumah Leona sedari ia duduk di bangku SMP, sedangkan yang lainnya baru dua tahun bekerja di rumah itu.
Denting sendok beradu dengan piringlah yang selalu menemani sarapan maupun makan siang dan malam Leona. Hampir satu tahun terakhir ini dia merasakan kesepian, sebab Denis lebih sering melakukan perjalanan bisnis.
"Kenapa Non Leon nggak ikut Tuan?" Tuti menatap iba anak majikannya.
"Takut ganggu Mas Denis, Mbok," jawab Leona lesu. Ia memang sangat ingin ikut, tapi Denis selalu melarangnya.
Tuti tampak mengernyit.
Leona mengerti. Pasti wanita paruh baya itu merasa aneh, sebab biasanya suami akan tenang jika ada istri di sampingnya. Tapi Denis tidak pernah mau membawanya dalam perjalanan bisnis, entah kenapa.
"Nyah, kamarnya mau dibereskan sekarang?" tanya Sulis, ART-nya yang lain memecah obrolan itu.
"Nanti, saya mandi dulu bik," ucap Leona.
Leona merampungkan sarapannya, ia kembali naik dan membersihkan diri. Mungkin mendatangi rumah orang tua Denis adalah pilihan yang tepat. Di sana dia bisa bertemu dengan keponakan-keponakannya. Atau akan lebih baik jika ia menginap, agar tidak kesepian berada di rumah.
Wanita itu telah siap beberapa menit kemudian. Ia selalu tampil cantik dan elegan, namun entah mengapa Leona merasa jika suaminya tidak begitu tertarik akan dirinya. Dalam sebulan mereka jarang sekali berhubungan badan.
Meski begitu Leona selalu berpikir positif. Denis mungkin lelah, sebab pria itu berjuang menyelamatkan perusahaan Papanya yang hampir bangkrut.
Usai memoles wajahnya dengan make-up tipis Leona menyambar handbag dan melenggang turun, bertepatan dengan Sulis yang hendak naik.
"Nyah, sudah cantik mau ke mana?" selidik wanita itu.
"Jalan-jalan ke Mall, Bik," jawabnya singkat dan kembali melanjutkan perjalanan.
Sulis mengikuti Leona turun. "Tapi Tomy kan belum pulang Nyah, nanti nyonya pergi dengan siapa?"
"Saya kan bisa bawa mobil sendiri Bik. Selama ini saya merasa terlalu dimanjakan, kemana-mana harus menunggu Tomy. Memangnya salah kalau saya mau ke mall sendiri?" Leona menatap Sulis heran.
Sulis tergagap. "Su-Sulis hanya mengkhawatirkan Nyonya, soalnya tadi Tuan kan sudah pesan untuk menjaga Nyonya."
Leona menggeleng-gelengkan kepala. "Bukan berarti kamu harus berlebihan Sulis. Ya sudah saya pergi."
Wanita itu masuk ke dalam mobil. Rasanya sudah lama sekali Leona tidak mengemudi. Denis terlalu posesif, sehingga tidak membiarkan dia berkendara seorang diri, selalu saja Tomy mengikuti.
Untung saja tadi Tomy mengantarkan Denis ke bandara, sehingga ia bisa sedikit bernapas lega.
Walau bagaimanapun sikap Denis, Leona tetap merasa bahagia, dia merasa begitu dicintai dan diperhatikan.
Mobil yang Leona kemudikan terparkir rapi di basement, wanita itu melenggang menuju lift yang ada di sana. Pintu hampir tertutup sebelum seseorang mengganjalnya dengan kaki.
Nampak seorang pria tampan dengan kacamata hitam membingkai wajahnya, dia terlihat sedang berbicara dengan seseorang dalam sambungan telepon.
"Iya, ini sudah sampai mall."
Itulah sepenggal kalimat yang Leona tangkap dari percakapan laki-laki itu. Dia menekan angka tiga, lantas mematikan sambungan teleponnya.
"Cerewet sekali wanita itu," gumannya laki-laki yang berdiri di hadapan Leona. Sebelum dia akhirnya menoleh padanya, “Leona?!”
Wanita itu menatapnya dan tersentak kaget. "Loh, Angga?"
"Astaga, ternyata benar-benar kamu,” ujar Angga sambil tersenyum sumringah, seolah ia tidak menggerutu sebelumnya. “Apa kabar, Na? Aku sempat nggak percaya lho kalau ini kamu," ujar laki-laki itu.
Leona tersenyum menanggapi sapaannya. "Aku juga, aku pangling malahan," sahutnya.
Tring…
Pintu lift terbuka tepat di lantai tiga, Angga mengeluarkan kartu nama dari saku jasanya.
"Leon, ini nomor ponsel aku. Hubungi aku ya, aku ada keperluan, siapa tahu lain kali kita bisa ngobrol." Angga melempar senyum manis sebelum berlalu meninggalkan lift.
Leona menilik kartu nama itu. Angga Dirgantara, Manager Eksekutif PT. Dirgantara Property.
Alis Leona seketika bertaut. Nama panjang Angga sama persis dengan nama perusahaan tempatnya bekerja.
Pintu lift kembali terbuka tepat di lantai lima, wanita itu memasukan kartu nama tadi ke dalam tas, lantas melenggang keluar menghampiri deretan toko barang mewah di sana.
Setelah beberapa kali keluar masuk ke dalam toko, Leona memutuskan pulang. Wanita itu tersenyum lebar, dia yakin ibu mertua dan adik iparnya akan sangat senang mendapat barang-barang ini. Selama ini, Leona memang begitu royal menyenangkan keluarga suaminya, sebab ia menyadari tidak memiliki keluarga lain.
Hampir dua puluh menit Leona berkendara, kini ia tiba di depan sebuah rumah minimalis berlantai dua. Pagar rumah itu nampak tertutup rapat, namun mobil ibu mertuanya terparkir di sana.
Berulang kali Leona menekan bel rumah itu, hingga tak lama nampak ART menghampirinya keluar.
"Non Leona," wanita setengah baya itu terlihat kikuk saat melihatnya datang.
"Bik, di rumah ada orang kan?" tanya Leona.
Pintu pagar itu terbuka sedikit, lantas wanita itu keluar mendekati Leona. "Maaf Non, di rumah nggak ada orang, Nyonya dan anak-anaknya sedang pergi," jelasnya.
Kekecewaan langsung merayapi hati Leona. Padahal dia sudah membeli hadiah untuk keponakan dan ibu mertuanya.
"Pergi, kemana bik? Ini semuanya pergi?"
Tidak biasanya ibu mertua dan adiknya pergi secara bersamaan seperti ini, membuat Leona heran.
"Ah... itu… anu Non, se-sepertinya pergi ke hajatan keluarga," ujar wanita di hadapannya tergagap.
Leona semakin mengernyit. Hajatan keluarga? Siapa? Mengapa ia tidak tahu?
Bukankah… dirinya juga bagian dari keluarga?
Leona meninggalkan kediaman mertuanya dengan perasaan kecewa. Ia memutuskan mampir ke kafe untuk membunuh waktu. Usai memesan beberapa menu, Leona mengeluarkan ponselnya, tanpa sengaja kartu nama terjatuh ke lantai. Leona mengambilnya, sejenak ia menimbang-nimbang untuk menyimpan nomor ponsel laki-laki itu."Simpen aja kali ya, barangkali butuh?" gumannya bimbang. "Tapi kalau mas Denis tahu gimana? Dia kan pencemburu akut."Leona hanya memutar-mutar kartu nama itu, hingga akhirnya dia memutuskan menyimpan nomor itu dengan nama perempuan.Leona membuka kolom obrolannya dengan adik iparnya. [Dini, kalian lagi pergi ya? Tadi mbak ke rumah, tapi kalian nggak ada.]Sayang sekali pesan yang Leona kirimkan pada Dini hanya mendapat centang satu. "Mereka kemana sih? Tumben nggak ajak aku kalau ada acara keluarga?" gerutu Leona.Kelopak mata Leona menyipit mendapati panggilan masuk dari Tari sahabatnya, tanpa menunggu lama wanita itu segera menjawabnya. "Halo Tar, tumben kamu hubungin aku?
Pagi esok harinya, Leona bangun dengan semangat yang membara, sebab sore nanti Denis akan kembali dari Malang. Selama beberapa hari ini juga Leona berusaha membuang jauh pikiran-pikiran jelek yang sempat mengganggunya.Dengan sigap Leona membersihkan diri. Semalam ia sudah meminta Tuti mengajarinya memasak. Denis sangat suka pindang baung segar, niat hati ia akan membuatnya sendiri untuk menyenangkan suaminya.Suara derap langkah menuruni anak tangga mencuri perhatian Tomy serta Sulis yang tengah berbincang-bincang di ruang tengah, mereka memperhatikan Leona yang pagi ini terlihat sumringah."Pagi Nyah," sapa keduanya.Leona mengangguk, wanita itu tersenyum dan menghampiri Tuti di dapur."Pagi non, sudah cantik saja," puji Tuti."Mbok bisa aja, sudah siap semua bahan-bahannya mbok?" Pandangan Leona menilik kesana kemari, ia memperhatikan segala macam bahan masakan yang ada diatas meja dapur."Sudah, pagi-pagi sekali mbok ke pasar untuk mencari ikan Baung," ujar Tuti seraya mengangkat
Suara sendok saling beradu di tengah makan siang yang canggung. "Tante Leona, Mayra mau ikan lagi dong." Gadis kecil itu mengalihkan perhatian semua orang. Bagaimana tidak, ada Saras di sebelahnya, namun ia menyerukan nama Leona."Ehh, kan ada Mama disini, Mayra nggak boleh gitu, itu namanya nggak sopan," ucap Denis.Biasanya Mayra akan sungkan jika melihat orang baru, namun sedari tadi Denis melihat jika anak-anaknya sama sekali tidak takut pada Leona.Saras tampak menggeram, kesal melihat sikap Denis yang membela Leona. "Maaf ya Leona, keberadaan anak-anakku jadi mengganggu kalian," ucap Saras dengan tatapan tertuju pada Denis, wanita itu seakan memberi sindiran.Sementara Denis yang menyadari itu hanya bisa menghela napas."Nggak apa-apa mbak, lagian hal wajar, mungkin karena Mayra lihat ikannya ada di depan aku," sahut Leona dengan senyum manisnya."Aku jadi nggak enak ngerepotin kalian seperti ini, Miko dan Mayra memang sangat dimanja oleh Papanya, jadi kadang mereka belum bis
Saras berdiri di depan pintu kamar Leona dengan perasaan cemas, sementara kedua anaknya yang sudah sangat mengantuk di biarkan merengek. Wanita itu menggigiti kuku jarinya, bayangannya Leona dan Denis melakukan adegan ranjang memenuhi kepalanya. "Mama, kami mengantuk," rengek Miko, terbiasa tidur siang di tambah lagi baru melakukan perjalanan membuat keduanya mengantuk.Sebuah ide melintas di kepalanya. "Tunggu Miko,” kata Saras. “Minta Om Denis menemani Miko tidur, merengek atau menangis tidak papa, yang penting buat Om Denis bersama Miko dan Mayra ya," hasut Saras pada kedua anaknya.Ceklek…Tidak lama pintu kamar itu terbuka, Denis menampakan dirinya, rambut acak-acakan dengan kemeja yang tak terkancing sudah membuktikan jika keduanya tengah melakukan apa yang Sarah pikir."Saras, ada apa?" Denis menatap wanita itu, terlihat ada Miko dan Mayra memegangi kaki ibu mereka dengan deraian air mata.Tidak lama Leona ikut menyusul, wanita itu menyembulkan kepalanya di samping Denis. "Mb
Denis membuka pintu kamarnya dengan perlahan, aroma parfum yang sangat ia kenali menyeruak di indera penciumannya, begitu wangi sekali. Pandangan pria itu tertuju pada sosok cantik yang mengenakan gaun tipis berwarna pink, begitu kontras dengan warna kulitnya yang putih bersih. Sejenak ia terdiam, mengamati dari ujung kaki hingga ujung rambut, nampak Leona melempar senyum manis kearahnya. Wanita itu berjalan menghampiri Denis yang masih termangu di ambang pintu."Mas, mereka udah tidur?" tanya Leona memastikan. Wanita cantik itu menggenggam lengan Denis, menuntun nya masuk lantas mengunci pintu kamar."Kenapa siang-siang pake baju gini?" tanya Denis bingung sendiri, mungkin jika dia dan Saras belum berbagi peluh, Denis akan langsung menerkam tubuh Leona, mengungkungnya diatas ranjang, bermandi keringat hingga mereka lelah. Tapi saat ini Denis bahkan tak lagi memiliki tenaga, dia sudah sangat lelah, apa lagi baru melakukan perjalanan jauh."Kamu nggak suka?" tanya Leona dengan raut s
Matahari menyelinap masuk lewat celah tirai, menyilaukan mata wanita cantik yang masih terpejam. la meraba sisi ranjang, mencari sosok gagah yang bisa dipeluknya, namun sayang tidak ada siapapun disana. Seketika Leona langsung terjaga, wanita itu terduduk diatas ranjang, menatap sekeliling mencari keberadaan suaminya."Mas," panggilnya dengan suara serak khas bangun tidur.Tidak mendapati jawaban dari Denis. Leona pun bangkit, ia membuka pintu toilet, namun tetap saja tidak ada Denis disana. "Kemana sih mas Denis?" tanya Leona heran. la membuka tirai gorden, seraya membuka pintu balkon, membiarkan udara segar masuk kedalam kamarnya. Samar-samar rungunya mendengar suara canda gurau dari arah bawah. Leona mendekati balkon, ia menilik ke arah kolam, nampak suaminya sedang berenang bersama Miko dan Mayra, ada pula Saras yang turut menyeburkan diri, padahal cuaca masih sangat pagi.Semula Leona tampak biasa saja, namun saat ia melihat Saras berenang mendekati suaminya ia mulai heran. En
"Aku berangkat ya." Denis mendekati Leona mengulurkan tangannya kehadapan istri mudanya itu. Sementara Saras hanya bisa menyaksikan, tak bisa ia melakukan hal yang sama, ternyata setiap hari Denis dan Leona akan bersikap manis seperti ini. Membayangkan saja sudah membuatnya muak."Iya, hati-hati ya mas," ucap Leona dengan senyum manisnya."Ras, Miko, Mayra, Om pergi dulu ya," seru Denis pada istri tua dan kedua anaknya."Iya Om," sahut mereka.Denis melempar senyuman pada Leona seraya mengusap pucuk kepalanya, dan setelah itu ia pergi menghampiri Tomy yang sudah menunggu.Tidak seperti biasanya, setiap akan pergi ke kantor Denis pasti akan mencium keningnya. Namun pagi ini suaminya berlalu begitu saja, padahal Leona sudah menunggu ciuman hangat sang suami."Pasti mas Denis malu," batin Leona. Wanita itu berlalu masuk, kembali mendekati Saras dan kedua anaknya yang masih duduk di meja makan."Mbak Saras nggak mau jalan-jalan?" tawar Leona.Saras yang tengah menyuapkan nasi ke mulut Ma
Jam makan siang Denis menemui salah satu perwakilan Perusahaan Dirgantara. Pria itu melenggang masuk kedalam resaturant dimana dia akan menemui seseorang. Di dampingi oleh Leo, pandangan pria itu mengedar kesana kemari mencari meja yang sudah dipesan. Seseorang yang ditunggu belum menampakan diri. "Itu kursinya pak," ucap Leo menunjuk salah satu meja kosong yang sudah ia pesan. "Mereka belum datang?" tanya Denis. "Belum, tidak apa-apa kita menunggu, lagi pula ini kesempatan emas Pak, bapak sudah menunggu selama dua tahun untuk bisa meyakinkan Dirgantara," sahut Leo. Denis mengangguk, benar apa yang Leo katakan, kesempatan ini tidak boleh ia sia-siakan. Jika sudah mendapat kerja sama dengan prusahaan itu, maka Denis bisa mengeksekusi tujuannya. Jarum jam ter