Share

4

Pagi esok harinya, Leona bangun dengan semangat yang membara, sebab sore nanti Denis akan kembali dari Malang. 

Selama beberapa hari ini juga Leona berusaha membuang jauh pikiran-pikiran jelek yang sempat mengganggunya.

Dengan sigap Leona membersihkan diri. Semalam ia sudah meminta Tuti mengajarinya memasak. Denis sangat suka pindang baung segar, niat hati ia akan membuatnya sendiri untuk menyenangkan suaminya.

Suara derap langkah menuruni anak tangga mencuri perhatian Tomy serta Sulis yang tengah berbincang-bincang di ruang tengah, mereka memperhatikan Leona yang pagi ini terlihat sumringah.

"Pagi Nyah," sapa keduanya.

Leona mengangguk, wanita itu tersenyum dan menghampiri Tuti di dapur.

"Pagi non, sudah cantik saja," puji Tuti.

"Mbok bisa aja, sudah siap semua bahan-bahannya mbok?" Pandangan Leona menilik kesana kemari, ia memperhatikan segala macam bahan masakan yang ada diatas meja dapur.

"Sudah, pagi-pagi sekali mbok ke pasar untuk mencari ikan Baung," ujar Tuti seraya mengangkat mangkuk berisi potongan ikan segar.

"Ya sudah mbok, ayo mulai eksekusi!" 

Seumur hidupnya, dia jarang sekali berkutat di dapur, selain tidak bisa memasak, Denis juga melarangnya, takut ia terluka.

Beberapa jam kemudian, Leona mendapat kabar jika suaminya sudah mendarat kembali di Jakarta. 

Ia langsung bergegas mempersiapkan diri. Leona selalu menyambut Denis dengan tampilan cantik dan pakaian seksi, berharap suaminya lebih lama betah di rumah.

Leona tersenyum lebar melihat penampilannya dari pantulan cermin, baru beberapa hari, namun Leona sudah merasakan rindu yang teramat sangat.

Tidak lama terdengar suara Sulis menyeru di balik pintu kamarnya, buru-buru Leona melenggang keluar.

"Ada apa bik?" tanya wanita itu.

"Itu Nyah, Tuan sudah sampai," jelas Sulis.

Seketika raut wajah Leona memancarkan kegembiraan, tanpa babibu wanita itu bergegas menuruni anak tangga untuk menghampiri suaminya. Dia berlari, membayangkan dirinya menghambur ke pelukan sang suami sudah membuat pipinya memerah.

Leona tersenyum lebar saat membuka pintu. Namun, sedetik kemudian senyum di bibirnya memudar. Raut wajahnya pun berubah terkejut sekaligus bingung. 

Leona termangu di ambang pintu.

"Siapa mereka, Mas?" tanyanya bingung.

Bagaimana tidak, suaminya kembali bersama seorang wanita dan dua anak kecil bersamanya.

"Mere—" Belum juga Denis menjelaskan, wanita yang ada di belakangnya berjalan menghampiri Leona. Ia tersenyum manis mengulurkan tangannya.

"Halo Leona, maaf jika keberadaanku disini membuatmu kaget. Perkenalkan, aku Saras, sepupu Denis."

Leona mengerjapkan mata, dia memang tidak terlalu mengenali siapa-siapa saja keluarga Denis, sebab sedari menikah hingga saat ini dirinya jarang berkumpul dengan keluarga besar suaminya. Biasanya dia hanya bertemu dengan ibu mertua serta iparnya saja.

Dengan ragu Leona menyambut uluran tangan wanita itu, masih terbesit rasa tak percaya, apalagi suaminya hanya diam tanpa membenarkan.

"Miko, Mayra, kemari nak!" Saras menyerukan nama kedua anaknya, sontak saja dua bocah kecil yang sedang memetik bunga-bunga milik Leona itu berhambur mendekat.

"Salam dengan tante Leona!" Perintah Saras pada kedua anaknya.

Leona yang memang menyukai anak-anak menyambut hangat dua anak menggemaskan itu, keduanya begitu cantik dan tampan.

"Halo, panggil aku tante Leona," ucap Leona memperkenalkan diri.

"Halo tante Leona, aku Miko, ini adikku Mayra," ucap anak laki-laki Saras dengan fasih.

Saras melemparkan senyuman pada Denis. Wanita itu mengerlingkan mata, membuat Denis gugup bukan main.

"Mas, kenapa nggak bilang kalau sepupu mas mau mampir?" 

Hampir saja ia terkena serangan jantung, jika saja apa yang dia takutkan terjadi, untung saja itu hanya asumsinya. Ternyata wanita yang bersama Denis masih keluarganya.

"Aku jelasin di dalem, yuk masuk dulu!" Denis merangkul bahu Leona, sementara satu tangannya menggenggam tangan Miko, dan Leona menggenggam tangan Mayra.

Tuti menyipitkan mata ketika melihat majikannya menuntun dua anak kecil, disusul wanita muda di belakangnya. Begitupun Sulis, dia bahkan tak berkedip lagi memperhatikan mereka yang hendak duduk di ruang keluarga.

"Duduk mbak Saras!" Interupsi Leona.

Saras tersenyum, ia duduk di salah satu sofa, sementara kedua anaknya nampak lengket dengan Denis.

"Bibik..!"

Panggilan itu membuat Tuti dan Sulis tergopoh-gopoh mendekat. "Iya Nyah," jawab keduanya kompak.

"Mbok, tolong buatkan minuman untuk tamu kita, dan hidangkan makanannya, bibik tolong bawa koper mas Denis naik ya!" 

Kompak Tuti dan Sulis mengangguk, keduanya meninggalkan ruang keluarga untuk melakukan tugas masing-masing.

"Maaf kamu jadi repot Leona," ujar Saras.

"Nggak apa-apa mbak, kalau boleh tahu, mbak mau ke mana?" Leona menatap Saras, wanita berkulit putih dengan rambut dicat merah itu melirik ke arah Denis, namun Leona yakin jika dia hanya memperhatikan anak-anaknya.

"Aku dari Jember, dan kebetulan anak-anakku pengen main ke Jakarta, rencananya mau menginap di rumah tante Laras, tapi aku baru tahu kalau tante Laras dan Dini sedang ada acara di luar kota, dan baru akan kembali awal bulan." Saras tertunduk, wanita itu memasang wajah sedih, membuat Leona kasihan.

Denis menghela napas dalam. "Tadi Mama menghubungiku sayang, Mama memintaku menjemput Saras di bandara, kebetulan aku dan dia tiba di waktu yang sama, jadi sekalian aku membawanya kemari. Mama juga meminta—" 

"Minta apa mas?" Leona menyipitkan mata, melihat ke arah Denis yang sedang memangku kedua anak Saras. 

Sebenarnya Leona merasa heran, sebab kedua anak kecil itu terlihat sangat akrab dengan suaminya, padahal mereka jarang bertemu. Namun Leona menepis segala prasangkanya, toh selama ini Denis memang mudah dekat dengan anak-anak.

"Mama meminta kita memberikan tumpangan kepada Saras selama beberapa hari kedepan," sambung Denis dengan raut tak enak.

Leona mengulum senyum, ia melihat ke arah Saras. "Kalau begitu tinggal disini dulu saja mbak! Mama Laras memang baru akan kembali awal bulan depan," kata Leona.

"Ahh, tidak usah Leona, aku cari hotel saja," tolak Saras. Wajahnya seperti orang lugu, membuat Leona justru semakin berbelas kasih padanya.

"Nggak apa-apa mbak, lagian kami cuma tinggal berdua, yang lain bekerja disini," ucap Leona.

Tuti meletakan beberapa gelas jus jeruk diatas meja, tak lupa kopi untuk Denis.

"Mama haus, mama mau minum susu!" rengek Mayra yang masih anteng di pangkuan Denis.

"Bik, buatkan susu ya," pinta Saras tanpa canggung.

Leona sempat terhenyak, namun akhirnya ia menatap Tuti. "Tolong buatkan ya mbok!" Pintanya.

Saras tersenyum, ia memberikan travel bag berisi susu dan botolnya kepada Tuti. 

"Jadi bener nggak apa-apa kalau aku numpang disini untuk beberapa hari Leona?" tanya Saras lagi.

Leona yang sedang memperhatikan suaminya menoleh. "lya nggak apa-apa mbak, nanti aku minta Sulis siapkan kamar ya," sahutnya kemudian.

"Mereka kelihatan akrab sama kamu ya mas, padahal jarang ketemu kan?"

Pertanyaan Leona membuat Denis terkejut, pria itu menggaruk tengkuknya meskipun tidak gatal. "Nggak tau nih, dari di dalem mobil tadi mereka minta pangku mulu," katanya.

"Denis memang dari dulu terkenal disukai anak-anak, kalian sendiri kenapa belum punya momongan?" sahut Saras.

Denis melotot mendengar pertanyaan Saras yang ditujukan untuk Leona. Dia tampak kesal, mengapa wanita itu harus menyinggung perihal ini? Pastilah Leona akan sedih dan kembali meminta program hamil.

"Maaf kalau lancang, tidak perlu dijawab kalau tidak nyaman," ucap Sarah tampak merasa bersalah.

"Nggak papa mbak, aku sama mas Denis memang lagi menikmati waktu berdua, nanti kalau semua sudah stabil, kami baru merencanakan untuk memiliki momongan," jawab Leona berusaha tegar, padahal suaranya bergetar. 

Dengan sigap Denis menggenggam tangan Leona, membuat Leona menoleh dan tersenyum padanya. 

Sementara, raut wajah Saras tampak keruh, menyadari bahwa sikap Denis begitu lembut pada Leona….

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status