Jam makan siang Denis menemui salah satu perwakilan Perusahaan Dirgantara. Pria itu melenggang masuk kedalam resaturant dimana dia akan menemui seseorang. Di dampingi oleh Leo, pandangan pria itu mengedar kesana kemari mencari meja yang sudah dipesan. Seseorang yang ditunggu belum menampakan diri.
"Itu kursinya pak," ucap Leo menunjuk salah satu meja kosong yang sudah ia pesan. "Mereka belum datang?" tanya Denis. "Belum, tidak apa-apa kita menunggu, lagi pula ini kesempatan emas Pak, bapak sudah menunggu selama dua tahun untuk bisa meyakinkan Dirgantara," sahut Leo. Denis mengangguk, benar apa yang Leo katakan, kesempatan ini tidak boleh ia sia-siakan. Jika sudah mendapat kerja sama dengan prusahaan itu, maka Denis bisa mengeksekusi tujuannya. Jarum jam ter"Ini susunya, Sayang!" Leona menyerahkan botol susu pada Mayra yang tengah berbaring di pangkuan ibunya. "Maaf ya, Leona, jadi merepotkan kamu seperti ini," ujar Saras dengan raut wajah yang terasa begitu berat. Tak ada yang bisa membaca isi hati Saras. Seolah-olah di balik raut wajah berat tersebut, ia malah senang karena berhasil menjadikan Leona sebagai baby sister-nya. "Ah, tidak apa-apa, Mbak. Ini juga bagus, sekalian latihan untuk saya kalau nanti punya anak sendiri," sahut Leona dengan senyuman ikhlas. Saras hanya merespon dengan senyum sinis. "Tetaplah berharap sampai kamu lelah, karena tak akan pernah ada anak yang kamu harapkan itu," gumamnya dalam hati, penuh ejekan. "Mama, panas sekali!" Mayra tiba-tiba melemparkan botol susu itu ke lantai, membuat Saras dan Leona terkejut.
Leona membuka pintu kamarnya, matanya melototi ke sekeliling dengan tajam mencari sosok suaminya, Denis. Dia yakin sebelumnya Denis telah lebih dulu naik ke atas bersama Mayra, namun tidak ada tanda-tanda keberadaannya di sana. Leona menghela napas panjang, firasatnya mengatakan bahwa mungkin Denis tengah berada di kamar Saras. Tanpa pikiran panjang, langkah Leona bergegas menuju pintu kamar di sebelahnya. Baru saja tangan Leona hendak menyentuh gagang pintu, tiba-tiba Denis muncul dengan cepat dari dalam kamar. "Leona, kamu sudah dari tadi di sini?" tanya Denis khawatir, ia takut seandainya Leona sejak tadi menguping perbincangan hangatnya bersama Saras. "Aku baru mau buka pintu. Aku kira kamu di kamar kita, ternyata kamu ada di sini," jawab Leona, bibirnya mengerucut merasakan keanehan yang terjadi. Denis menghela napas lega, kembali mengumpulkan tenaga dan p
Leona melangkah turun dari anak tangga, wajahnya berseri bagai cahaya matahari yang terpancar di senja hari. Tangannya terjalin erat dengan Denis. Senyum Leona yang tulus, mencerminkan harmoni dalam hubungan mereka. Sementara, di ujung meja, Saras tak bisa menahan iri melihat kedekatan keduanya. Denis, yang dulu begitu hangat dan perhatian terhadapnya, kini menjalin hubungan bahagia dengan wanita muda. Hati Saras mencelos dengan kepedihan. Sesekali pertanyaan muncul di pikirannya, "Apakah Denis benar-benar tak menaruh hati pada istri mudanya? Atau apakah ini hanyalah permainan waktu belaka?" Walau secara sadar Saras pun memahami, semua yang terjadi karena kesalahannya pula, itu mengapa Denis bisa bersama dengan Saras. "Mbak," sapa Leona dengan ramah, memecah lamunan Saras yang kelam. Saras mengangguk pelan, senyum tipis menghiasi wajahnya. "Hai, Leona."
Denis meraba meja nakas, mencari ponselnya yang terdengar bergetar. Dengan mata setengah terbuka, pria itu membaca rangkaian kalimat yang dikirim melalui aplikasi chatting berwarna hijau. "Aku menunggumu di luar. Kalau kamu tidak keluar, aku akan mendatangi kamar kalian." Pesan singkat itu membuat Denis menghela napas panjang. Tak tahu untuk apa Saras memintanya keluar dilarut malam begini, padahal esok hari mereka akan menghabiskan waktu bersama. Karena sudah mengantuk, terpaksa pria itu mengabaikan saja, dan kembali meletakkan ponselnya di tempat semula. Baru saja kelopak matanya hendak tertutup, suara getaran kembali mengusik ketenangannya. Denis melirik pada Leona yang tidur dengan kepala bersandar di lengannya. Perlahan ia menggeser kepala Leona, lalu turun dari ranjang sambil membawa ponselnya. Jarum jam menunjukkan pukul dua dini hari. Denis membuka pint
"Masuklah ke kamarmu, aku akan mengecek siapa yang tadi di sini," perintah Denis, berusaha menjauhkan Saras dari situasi yang tengah dihadapinya. Sebenarnya, Saras ingin Leona segera mengetahui hubungan antara dirinya dan Denis, namun ia ingin menunggu hingga semua rencana dan ambisi Denis terwujud. Jika Denis berpisah dengan Leona tanpa membawa hasil apapun, akan jadi sia-sia pengorbanannya selama ini. Bahkan, sudah tentu ibu mertuanya pun akan terus mencibir dirinya. "Aku yakin ada seseorang yang menjatuhkan vas itu, Mas," gumam Saras dengan suara yang ketakutan. Alih-alih mendapat kepuasan, keduanya malah mendapat kejutan yang tidak terduga. "Tidak apa-apa, biar aku yang mencari tahu," ujar Denis seraya merapikan pakaiannya. Lalu, ia bergegas kembali ke dalam kamar untuk memeriksa keadaan istri mudanya, Leona. Sementar
Tepat pukul delapan pagi, Denis dan Leona turun untuk bersarapan. Berbarengan dengan Saras yang juga baru saja keluar dari kamar bersama anak-anaknya. Wanita itu membawa koper dan ransel siap untuk berangkat, karena hari ini memang ia akan meninggalkan rumah ini. "Loh, Mbak, kok udah siap-siap? Aku pikir Mbak pergi nanti sore," ucap Leona dengan heran. Saras tersenyum tipis, mencoba untuk tetap tenang. Keluarga suamiku udah nggak sabar pengen ketemu Mayra dan Miko, Leona. Mereka bahkan sudah mengirim taksi online untuk menjemput kami," jawabnya, menciptakan sebuah alasan. Padahal, semua ini adalah rencana yang disusun oleh Denis dan Saras sendiri. Keduanya sengaja merubah niat utama, takut perbuatan mereka semalam sampai ditelinga Leona. "Sayang sekali, Mbak. Hari ini, Mas Denis libur, loh. Dia bisa mengantar kita jalan-jalan," sahut Leona dengan semangat.
"Mas, jadi mau ke ruang CCTV nggak?" tanya Leona, saat mereka masuk ke dalam rumah setelah mengantarkan Saras pergi. Denis mengangguk pelan, seraya mengusap puncak kepala istrinya dengan penuh kasih sayang. "lya, aku pinjam sebentar ya, berkas itu sudah agak lama, jadi aku agak lupa taruh di mana," ujarnya berbohong, menutupi rencananya yang sesungguhnya. Tak sengaja, obrolan keduanya terdengar jelas oleh Tuti. Wanita itu merasa semakin cemas, keringat dingin bercucuran di keningnya saat mereka berpapasan. Denis tersenyum dengan sisa-sisa kejahatan di bibirnya, matanya yang tajam menatap Tuti yang hanya mampu menundukkan kepala. Raut panik yang tak tertahankan pun melukiskan wajah tuanya. "Aku temani kamu masuk ke sana ya, sayang," tawar Leona dengan tulus, ia sama sekali tidak menaruh curiga atau menyadari Denis yang masih terus menatap Tuti. Denis, deng
Leona menatap langit-langit kamarnya, pikiran nya tak bisa lepas dari sikap aneh pembantu rumah tangganya. la merasa jika Tuti menyembunyikan sesuatu, namun wanita paruh baya itu terus mengelak saat ditanya. Alasan yang diungkapkan Tuti adalah meminjam uang untuk mengirimkan ke kampung. Menurut Leona, itu sangat mencurigakan. "Sayang, kok ngelamun?" tanya Denis, membuyarkan lamunan Leona mengenai Tuti. "Mas, udah mandinya?" sahut Leona seraya menatap sang suami yang sedang menyisir rambutnya dengan rapi. Denis melangkah mendekati ranjang, pria itu mencium bibir istrinya dengan penuh gairah. "Kenapa melamun, Sayang? Apa yang sedang kamu pikirkan?" Leona menghela napas dalam-dalam, ia terduduk sambil menatap wajah tampan Denis. Entah mengapa, ketika mendiang ayahnya meminta ia menikah dengan Denis, ia langsung menerima tanpa menolak atau mencari tahu lebih dalam. Sikap Denis yang le
Di sinilah Ferdy berada di ruang UGD. Pria tampan itu tengah di periksa dokter di dalam, dan setelah beberapa saat menunggu akhirnya sang dokter keluar juga.Leona menghampiri dokter itu lebih dulu dan bertanya pada sang dokter bagaimana keadaan suaminya. Tari dan Rendy mengikuti Leona dari belakang."Dok gimana keadaan suami saya" tanya Leona dengan wajah cemasnya.Dokter itu tersenyum dan menjawab pertanyaan Leona."Ibu tenang saja suami ibu tidak apa-apa hanya saja dia kekurangan asupan makanan dan membuat tubuhnya menjadi tak bertenaga. Apa sebelumnya suami ibu sering muntah" tanya sang dokter di akhir kalimat."Iya dok sejak saya hamil dia sering muntah di pagi hari dan suami saya juga gak nafsu makan dok" jawab Leona."Nah di situ kendalanya buk, suami ibu ini tengah mengalami yang namanya morning sikcnees setiap pagi atau nama lainnya sindrom couvade pada calon ayahnya, ini memang biasa terjadi buk di setiap pasangan yang
Dua bulan kemudianPagi-pagi sekali suara muntahan pria tampan memenuhi kamar mandi, ia tengah memuntahkan isi perutnya yang sama sekali tak mengeluarkan apa-apa yang keluar hanyalah cairan bening dan kental. Siapa lagi kalau bukan Ferdy ya Ferdy tengah mengalami morning sickness atau bisa di sebut sindrom couvade, morning sickness seharusnya Leona yang mengalami kini berbanding balik Ferdy lah yang mengalaminya, dua Minggu sudah Ferdy tak masuk kerja di karnakan tubuhnya yang tak bertenaga dan nafsu makan pun berkurang.Ya Leona tengah hamil anak pertamanya, dan morning sickness itu Ferdy yang mengalami bukan Leona, awalnya memang baik-baik saja tetapi saat kandungan Leona memasuki 2 Minggu mual muntah selalu menghampiri Ferdy tiap pagi. Leona terkadang merasa khawatir akan kondisi Ferdy yang semakin lama semakin lemas tak bertenaga Leona pernah menyuruhnya untuk pergi ke rumah sakit agar di berikan beberapa vitamin atau semacam obat agar Ferdy bisa bertenaga lagi
Ferdy mengemudi mobilnya dengan kecepatan sedang sembari tangannya mengelus puncak kepala sang istri, senyuman Ferdy tak pernah luntur sejak tadi pria tampan benar-benar sangat bahagia setelah dirinya menikahi wanita yang amat ia cintai, sebelum pulang. Leona meminta Ferdy mengantarkan dirinya ke makam sang ayah dan ibunya, wanita cantik itu merindukan orang tuanya, Ferdy dengan cepat mengiyakan ucapan sang istri.Sesampainya di pemakam, Ferdy dan Leona sama-sama turun dari mobil. Ferdy menggandeng tangan Leona menuju makam ayahnya yang bersebelahan dengan makam ibunya."Assalamualaikum Pah Mah "ucap Leona dan Ferdy yang saat ini sudah berada di tengah makam orang tuanya."Pah Mah, lihatlah Leona sekarang gak sendiri lagi. Leona udah ada yang jagain" ucap Leona pertama kali."Sekarang Papa sama Mama jangan sedih lagi liat Leona dari atas sana, Leona sekarang udah bahagia seperti yang pernah ayah bilang" ucap Leona dengan suara serak, Leona berusah
Tangan lebar nan kasar itu kini berada di bukit kembar Leona, Ferdy merasakan bukit Leona yang masih terasa padat dan berisi, dan perlahan tapi pasti Ferdy meremas bukit kembar Leona dengan lembut hingga membuat Leona sedikit melenguh di sela-sela lumatan bibir mereka. Setelah di rasa Leona kehabisan patokan oksigen, barulah Ferdy melepaskan tautan bibirnya dari bibir Leona. Leona menghirup udara sebanyak-banyaknya seakan udara di kamar mandi tidak cukup untuk dirinya.Ferdy belum menghentikan aksinya, kini kepalanya berada di ceruk leher sang istri dan kembali membuat tanda kepemilikan di sana, padahal tanda semalam belum hilang dan sekarang Ferdy memberikannya lagi.Leona menutup matanya merasakan Ferdy yang menghisap lehernya sedikit kuat dan itu membuat Leona meleguh karnanya apa lagi di tambah sensasi yang di berikan Ferdy yaitu meremas salah satu bukit kembar Leona."Ah Mas hentikan sudah cukup gumam Leona sambil menahan sesuatu yang bergej
Leona melebarkan matanya melihat pusaka Ferdy yang besar dan sedikit panjang.Leona meringis sendiri dalam hatinya. Apakah muat punya Ferdy masuk ke goa kenikmatannya, ah rasanya pasti menyakitkan tapi enak batin Leona.Perlahan Ferdy memposisikan tubuhnya di tengah-tengah paha Leona, "Kamu siap sayang?" tanya Ferdy.Leona mengangguk sebagai jawaban.Melihat anggukan sang istri. Pria tampan itu mulai meluruskan posisinya, dan perlahan tapi pasti pusaka yang sudah berdiri tegak itu mulai memasuki goa surganya."Gak usah di tutup matanya, ga usah malu. Teriak aja sayang, mendesah aja yah gak bakalan ada yang dengar kamar ini kedap suara kamu bisa teriak sekerasnya" ucap Ferdy.Sebelum melakukannya lagi Ferdy melumat bibir Leona, ia juga mulai memasukkan Pusakanya di goa kenikmatan istrinya kali ini Ferdy tidak pelan-pelan lagi, melainkan sekaligus sebab dirinya sudah penuhi oleh nafsu yang tertahan."Aahhh Mas enak banget"ucap
Ragu-ragu Leona mengangguk kecil, melihat anggukan sang istri. Ferdy mendekati Leona dan menyuruh istrinya itu membalikkan tubuh.Leona berbalik dengan wajahnya menghadap cermin wastafel sembari memandang Ferdy yang mulai membuka perlahan resleting gaun nya.Jantung Leona saat ini tidak sedang baik-baik saja, ia merasakan detak jantung yang begitu cepat serta keringat dingin di telapak tangannya, Leona benar-benar sangat gugup, apa lagi saat melihat Ferdy yang sudah melepaskan resleting gaun dan menatap punggungnya yang putih bersih tanpa noda."Putih banget kulit kamu sayang" ucap Ferdy pelan.Leona tersenyum malu mendengar perkataan sang suami.Ferdy mulai membuka gaun yang tak berlengan itu. Cara Ferdy membukanya yaitu dengan menurunkan gaun tersebut ke bawah tetapi sebelum melakukannya Leona menahan tangan Ferdy agar tak meneruskan membuka gaun tersebut."Kenapa sayang?" tanya Ferdy yang bingung."Kamu mau ngapain" tanya
Setelah ijab qobul disebutkan oleh Ferdy para tamu pun memberikan selamat pada kedua mempelai, kini Ferdy dan Leona berdiri di pelaminan, beberapa tamu masih ada yang belum memberikan selamat dan mereka juga menyempatkan diri menyalami Ferdy dan Leona lalu mengucapkan kata samawa pada kedua mempelai.Dan sebagian tamu juga ada yang sudah pulang dan ada yang masih betah di acara tersebut.Pak Anwar pun mendekati pengantin baru itu, " Selamat yah nak atas pernikahan kalian, bapak berharap kalian bahagia hingga maut memisahkan, Pak Ferdy saya titipkan nak Leona yah, sayangi dia" Ucap Pak Anwar sembari menepuk pundak Ferdy kemudian menyalami mereka berdua.Tari dan Rendy juga tak lupa memberikan selamat untuk Ferdy dan Leona, mereka berdua pun segera menghampiri sahabatnya itu."Selamat yah Leona sekarang kamu udah jadi istri Ferdy. Semoga pernikahan kalian samawa sampai kakek nenek" Ucap Tari pada Leona, tangan mereka saling bertautan di udara.
Satu bulan kemudian.......Dan satu minggu penuh Ferdy dan Leona habiskan untuk persiapan acara pernikahannya, dari fitting baju pengantin sampai dekorasi ballroom hotel yang mereka sewa satu minggu yang lalu.Dan hari itu pun tiba. Ferdy yang ingin menikahi Leona setelah perjuangan panjang yang ia lewati. Semua kesalah pahaman yang pernah singgah di sela-sela hubungannya, dan drama lainnya semua ia lewati. Dan akhirnya semua telah selesai.Semenjak kembalinya Leona di sisi Ferdy, lelaki tampan itu selalu tersenyum dan tampak sekali kebahagiaan di wajahnya sebab Leona yang selalu membuat Fedry tersenyum di saat-saat suka dukanya.Dan disinilah Leona sekarang tengah memandang baju pengantin dan di temani Tari ,sedari tadi ia menatap wajahnya di cermin, di saat hari bahagianya kedua orang tuanya sudah tidak ada jujur Leona begitu sangat merindukan kedua orang tuanya. Andai mereka masih hidup pasti ibu dan ayah Leona sangat bahagia anaknya menikah de
Setelah meninggalkan bandara, Ferdy berjalan dengan langkah berat menuju rumahnya. Langit senja mulai meredup, menambah suasana kelam yang menyelimuti hatinya. Sepanjang jalan, pikirannya dipenuhi oleh kenangan bersama Leona, setiap tawa, tangis, dan kebahagiaan yang pernah mereka bagi.Sesampainya di rumah, Ferdy merasa hampa. Ia duduk di tepi tempat tidur, memegang foto Leona yang selalu ada di meja kecil di samping tempat tidur. Air mata yang sejak tadi tertahan akhirnya tumpah, membasahi pipinya."Saat kamu pergi, Leona, aku merasa seperti kehilangan sebagian dari diriku. Tapi aku tahu, kamu memilih jalan ini untuk kebaikan kita berdua. Aku hanya bisa berharap bahwa suatu hari, takdir akan mempertemukan kita kembali," gumam Ferdy dengan suara bergetar.Beberapa hari berlalu, dan Ferdy mencoba menjalani rutinitasnya seperti biasa. Namun, hatinya tetap terasa kosong. Ia terus merindukan Leona, meskipun berusaha untuk tidak menunjukkan kesedihannya di dep